Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat, taufik, dan hidayahNya
sehingga kami bisa menyelesaikan makalah dengan judul “ETIKOLEGAL KEBIDANAN
DALAM ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS” tanpa ada halangan suatu apapun.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penulisan
makalah ini tidak terselesaikan dengan baik.Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada Pihak – pihak yang telah memberikan dukungan dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan
makalah ini di masa yang akan datang.

Jambi , Oktober 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang............................................................................................. 1

1.2 Tujuan.......................................................................................................... 2

1.3 Rumusan masalah........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian masa nifas .................................................................................. 3
2.2 Tujuan asuhan masa nifas............................................................................. 4
2.3 Prinsip dan sasaran asuhan masa nifas......................................................... 5
2.4 Peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas......................................6
2.5 Tahap masa nifas.......................................................................................... 7
2.6 Kebijakan program nasional masa nifas....................................................... 8
2.7 Perawatan pada masa nifas......................................................................... 11
2.8 Isu terbaru asuhan masa nifas..................................................................... 13

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Kasus...........................................................................................................
3.2 pembahasan...................................................................................................

BAB IVPENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................... 14
3.2 Saran......................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Setelah persalinan wanita akan mengalami masa puerperium, untuk dapat
mengembalikan alat genitalia interna kedalam keadaan normal, dengan tenggang waktu
sekitar 42 hari atau enam minggu atau satu bulan tujuh hari.(Ilmui kebidanan, Penyakit
Kandungan dan Keluarga Berencana, Manuaba, hal 195).
Masa nifas atau puerperium dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira selama 6 minggu. Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan
fisiologis,yaitu Perubahan fisik, Involusi uterus dan pengeluaran lochia,
Laktasi/pengeluaran ASI, Perubahan psiikis.
Dalam masa nifas, alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-
angsur pulih kembali seperti keadaan seblum hamil. Perubahan-perubahan alat-alat
genital ini dalam keseluruhannya disebit involusi.(Ilmu Kebidanan, Sarwono, hal.237).
Perawatan postpartum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan adanya
kemungkinan-kemungkinan perdarahan post partum, dan infeksi.(ilmu kebidanan,
Sarwono, hal.238).
Perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju pada masa kehamilan
dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru merupakan kebalikannya.
Oleh karena itu kesakitan dan kematian ibu serta bayi lebih sering terjadi pada masa
pasca persalinan. Semakin meningkat kematian ibu di Indonesia pada saat nifas ( sekitar
60%) mencetuskan pembuatan program dan kebijakan teknis yang lebih baru mengenai
jadwal kunjungan masa nifas. Paling sedikit empat kali dilakukan kunjungan masa nifas
untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir, juga untuk mencegah, mendeteksi, dan
menangani masalah-masalah yang terjadi.
Berdasarkan profil cakupan pelayanan ibu nifas pada tahun 2010 adalah 73,48%,
tahun 2011 adalah 77.65%. walaupun cakupan pelayanan ibu nifas mengalami
peningkatan, namun masih jauh dari target standar pelayanan minimal bidang kesehatan
tahun 2015 adalah 90%.
Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan masa nifas.
Seperti melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data , menetapkan
diagnosa dan rencan tindakan serta melaksnakannya untuk mempercepat proses
pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama
masa nifas dengan memberikan asuhan secara profesional (Yetti Anggraini, 2010:3)

2.1 Rumusan Masalah


1. Apa itu masa nifas?
2. Klasifikasi nifas?
3. Perubahan fisiologis dan psikologis pada masa nifas?
4. Apa tujuan masa nifas?
5. Apa tujuan dari pelaksanaan asuhan masa nifas ?
6. Prinsip dan Sasaran Asuhan Masa Nifas?
7. Apa saja peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas?
8. Bagaimana Tahapan pada masa nifas?
9. Apa saja kebijakan program nasioanl masa nifas?

3.1 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian masa nifas.
2. Menjelaskan klasifikasi nifas.
3. Menjelaskan apa saja perubahan fisiologis dan psikologis pada masa nifas.
4. Menjelaskan apa tujuan masa nifas
5. Apa tujuan dari pelaksanaan asuhan masa nifas
6. Menjelaskan Prinsip dan Sasaran Asuhan Masa Nifas.
7. Menjelaskan peran dan tanggung jawab dalam masa nifas.
8. Tahapan masa nifas.
9. Menerapkan kepada ibu masa nifas mengenai kebijakan program nasional.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian ASI Ekslusif


Masa nifas adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung kira-kira 6
minggu (Saifudin, 2002 dan Sarwono, 2002).masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama fase ini yaitu 6-8
minggu (Mochtar, 1998);
Stright (2007) mengatakan bahwa masa nifas adalah periode setelah 6 minggu
atau 40 hari setelah kelahiran, dimulai dari akhir persalinan sampai dengan kembalinya
organ-organ reproduksi ke keadaan sebelum hamil. Masa nifas ini dimulai beberapa jam
sesudah lahirnya placenta dan mencakup 6 minggu berikutnya (Pusdiknakes-WHO-
JHPIEGO, 2003).
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-
alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Nifas (Peurperium) berasal dari bahasa
latin. Peurperium berasal dari dua suku kata yakni Peur dan parous. Peur berarti bayi
dan parous berarti melahirkan. Jadi dapat disimpulakan bahwa Peurperium merupakan
masa setelah kehamilan.
Jadi yang dimaksud nifas adalah masa yang dimulai beberapa jam sesudah
lahirnya plasenta dan mencakup 6 minggu berikutnya. Sedangkan yang dimaksud dengan
masa nifas (Peurperium) adalah masa pulih kembali yang dimulai setelah plasenta lahir
dan berakhir pada ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil
berlangsung kira-kira 6 minggu atau 40 hari.

2.2 Klasifikasi nifas


Nifas dibagi dalam tiga periode yaitu :
1. Puerperium dini yaitu kepulihan di mana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan.
2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang
lamanya 6-8 minggu
3. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan
(Harnawatiaj,2008 )
Pada periode masa nifas keadaan tubuh ibu akan berangsur kembali seperti sedia
kala dan dapat dibagi menjadi keadaan : a). masa segera setelah persalinan (dalam dua
jam pertama persalinan); b). 2-7 hari pasca-persalinan; c). 7-28 hari pasca persalinan
(Saraswati Ina, Tarigan Hakim Lukman, 2002).

2.3 Perubahan fisiologis dan psikologis pada masa nifas


Pada masa ini terjadi perubahan- perubahan fisiologi, yaitu perubahan fisik,
involusi uterus dan pengeluaran lochea, laktasi/ pengeluaran air susu ibu, perubahan
sistim tubuh lainnya, dan perubahan psikis (Saifuddin, 2000). Terdapat tiga proses
penting pada masa nifas, yaitu involusi, haemokonsentrasi dan proses laktasi atau
menyusui.
1. Perubahan Fisiologis
Dijumpai kejadian penting pada masa nifas, yaitu :
a. Rahim (uterus)
Rahim adalah organ tubuh yang spesifik dan aneh, bisa mengecil dan membesar
dengan menambah dan mengurangi jumlah selnya. Uterus yang berbobot 60 gram
sebelum kehamilan secara perlahan-lahan bertambah besarnya hingga 1 kg
selama masa kehamilan, dan setelah persalinan, akan kembali pada keadaan
sebelum hamil. Ketika bayi dilahirkan maka fundus uteri setinggi pusat dengan
berat uterus 1000 gram, pada akhir kala tiga persalinan tinggi fundus uteri (TFU)
teraba 2 jari di bawah pusat dengan berat uterus 750 gram, 1 minggu post partum
TFU teraba pertengahan pusat simpisis dengan berat uterus 500 gram, 2 minggu
post partum TFU tidak teraba diatas simpisis dengan berat uterus 50 gram, 6
minggu post partum TFU bertambah kecil dengan berat uterus 50 gram
(Harnawatiaj, 2007).
b. Lochea
Lochea adalah cairan yang keluar dari liang atau lubang senggama setelah bayi
lahir, sekret luka yang berasal dari luka dalam uterus terutama luka plasenta dan
keluar melalui vagina. Sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam
masa nifas. Mula- mula cairan berwarna merah, kemudian berubah menjadi
merah tua atau merah coklat, cairan ini dapat mengandung bekuan darah kecil.
Selama dua jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak
boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu
tersebut, aliran lochea yang keluar harus semakin berkurang (Bobak, 2005).
Adapun jenis- jenis lochea berdasarkan urutan keluarnya adalah :
a) Lochea rubra (cruenta), terutama mengandung darah segar (seperti darah
haid) dan debris desidua serta debris trofoblastik (verniks kaseosa, lanugo,
dan mekonium atau feses janin). Hal ini menunjukkan bahwa darah nifas
berpotensi mengandung banyak kuman. Aliran menyembur, menjadi merah
muda atau coklat setelah 1- 2 hari.
b) Lochea sanguinolenta/serosa, terdiri dari darah lama (old blood), serum,
leukosit, dan debris jaringan, berwarna kuning berisi darah dan lendir yang
terjadi sekitar hari ke-3 sampai hari ke-7. Setelah 10 hari bayi lahir, warna
cairan ini menjadi kuning sampai putih;
c) Lochea serosa, berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi terjadi pada hari
ke 7 sampai 14 masa nifas.
d) Lochea alba, mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum, dan
bakteri yang keluar setelah 2 minggu masa nifas. Lochea alba, bisa bertahan
selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir (Bobak, 2005). Setiap
perubahan pada pola pengeluaran lochea bila disertai suatu perpanjangan
pengeluaran darah, ada kemungkinan keadaan ini abnormal, seperti terdapat
sisa plasenta, selaput ketuban atau luka jalan lahir yang masih berdarah
(Manuaba, 2002). Jika cairan yang keluar seperti nanah dan berbau busuk
maka hal ini merupakan tanda-tanda infeksi disebut lochea purulenta dan
bila pengeluaran lochea tidak lancar disebut lochiostasis.
c. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Serviks menjadi lunak
segera setelah ibu melahirkan. Delapan belas jam setelah bersalin, serviks
memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk
semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan
rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan. Ectoservix (bagian serviks
yang menonjol ke vagina) terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil,
kondisi ini merupakan tempat yang baik untuk perkembangan infeksi. Muara
serviks yang berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup secara bertahap.
Dua jari mungkin masih dapat dimasukkan ke dalam muara serviks pada hari
ke-4 sampai ke-6 masa nifas, tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dapat
dimasukkan pada akhir minggu ke-2, setelah 6 minggu persalinan serviks
menutup. Muara serviks eksterna tidak akan berbentuk lingkaran seperti
sebelum melahirkan, tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah, sering
disebut seperti mulut ikan.
d. Vagina dan vulva
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar
selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah
proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil. Estrogen pada
masa nifas yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan
hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara
bertahap ke ukuran sebelum hamil, enam sampai delapan minggu setelah bayi
lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke empat, walaupun
tidak akan semenonjol pada ibu yang nullipara. Pada umumnya rugae akan
memipih secara permanen. Penebalan mukosa vagina terjadi seiring
pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan
jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal dan
rasa tidak nyaman saat koitus (dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium
kembali normal dan menstruasi dimulai kembali.
e. Endokrin
Selama periode nifas, terjadi perubahan hormon yang sangat besar,
pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon- hormon
yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon human placental
lactogen (hPL), estrogen, dan kortisol, serta placental enzyme insulinase
membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun
secara bermakna pada masa nifas. Kadar progesteron dan estrogen menurun
secara mencolok setelah plasenta lahir, kadar terendahnya dicapai setelah satu
minggu masa nifas. Penurunan kadar estrogen berkaitan dengan
pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstraseluler berlebih yang
terakumulasi selama masa hamil. Pada ibu yang tidak menyusui kadar
estrogen mulai meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih
tinggi dari ibu yang menyusui pada masa nifas hari ke- 17.
f. Abdomen
Apabila ibu berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomennya akan
menonjol dan ibu tampak seolah- olah masih hamil. Dalam dua minggu
setelah melahirkan, dinding abdomen ibu akan rileks dan diperlukan sekitar
enam minggu untuk dinding abdomennya kembali pada keadaan sebelum
hamil. Kulit memperoleh kembali elastisitasnya, tetapi sejumlah kecil striae
menetap. Pengembalian tonus otot bergantung pada kondisi tonus sebelum
hamil, senam nifas, dan jumlah jaringan lemak.
g. Sistem urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan pengingkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid
setelah ibu melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal
selama nifas. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah ibu
melahirkan. Diperlukan kira- kira dua sampai delapan minggu supaya
hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke
keadaan sebelum hamil. Pada sebagian kecil ibu, dilatasi traktus urinarius bisa
menetap selama tiga bulan.
h. Sietem gastro internal
Ibu biasanya merasakan lapar setelah bersalin, oleh karena itu ibu boleh
mengkonsumsi makanan ringan.Buang air besar secara spontan bisa tertunda
selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Hal ini dapat disebabkan
karena menurunnya tonus otot usus selama proses persalinan dan pada awal
masa nifas. Ibu seringkali sudah menduga nyeri saat defekasi akibat nyeri
yang dirasakannya pada perineum akibat episiotomi, laserasi atau
haemorrhoid. Kebiasaan BAB yang teratur perlu dicapai kembali setelah
tonus usus kembali ke normal.
i. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara ibu selama
hamil (estrogen dan progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin,
kortisol, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang
dibutuhkan hormon- hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil
sebagian ditentukan oleh sikap ibu dalam memutuskan apakah ibu akan
menyusui bayinya atau tidak. Bagi ibu yang tidak menyusui biasanya payudara
teraba nodular (pada ibu yang tidak hamil teraba granular). Nodularitas
bersifat bilateral dan difus. Apabila ibu memilih untuk tidak menyusui dan
tidak menggunakan obat antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun dengan
cepat. Sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama
setelah ibu melahirkan. Pada jaringan payudara beberapa ibu, saat palpasi
dilakukan pada hari kedua dan ketiga, dapat ditemukan adanya nyeri seiring
dimulainya produksi susu. Pada hari ketiga dan keempat masa nifas bisa
terjadi pembengkakan (engorgement), karena pada hari tersebut ASI
diproduksi. Jumlah rata- rata ASI yang dihasilkan dalam 24 jam meningkat
sejalan dengan waktu : minggu pertama (6 sampai 10 ons); 1- 4 minggu (20
ons); setelah 4 minggu (30 ons).
j. Sistim Kardiovaskuler
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen,
volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah
dan hemoglobin kembali normal pada hari ke-5. Meskipun kadar estrogen
mengalami oenurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya
masih tetap lebih tinggi dari pada normal. Plasma darah tidak begitu
mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat.
Pembekuan darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan
penekanan pada ambulasi dini.
k. Sistim Neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan adaptasi neurologis yang
terjadi saat ibu hamil dan disebabkan trauma yang dialami ibu saat bersalin
dan melahirkan.
Sistim Musculo-Scletal
Adaptasi sistim musculoscletal ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada masa nifas. Adaptasi ini mencakup hal- hal
yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat
ibu akibat pembesaran uterus. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam
sampai ke-8 setelah ibu melahirkan. Akan tetapi, walaupun semua sendi lain
kembali ke keadaan normal sebelum hamil, kaki ibu tidak mengalami
perubahan setelah melahirkan. Ibu yang baru menjadi ibu akan memerlukan
sepatu yang ukurannya lebih besar.
Sistim Integumen
Chloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir. Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang
seluruhnya setelah bayi lahir. Pada beberapa ibu, pigmentasi pada daerah
tersebut akan menetap. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha,
dan panggul mungkin memudar, tetapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan
pembuluh darah seperti spider angioma (nevi), eritema palmar, dan epulis
biasanya berkurang sebagai respons terhadap penurunan kadar estrogen
setelah kehamilan berakhir. Pada beberapa ibu spider nevi menetap. Rambut
halus tumbuh dengan lebat pada waktu hamil biasanya akan menghilang
setelah ibu melahirkan, tetapi rambut kasar yang timbul sewaktu hamil
biasanya akan menetap. Konsistensi dan kekuatan kuku akan kembali pada
keadaan sebelum hamil. Diaforesis ialah perubahan yang sangat jelas terlihat
pada sistim integumen.

2.4 Tujuan Asuhan Masa Nifas


Semua kegiatan yang dilakukan, baik dalam bidang kebidanan maupun dibidang
lain selalu mempunyai tujuan agar kegiatan tersebut terarah dan diadakan evaluasi dan
penilaian. Asuhan masa nifas diperlukan karena pada periode nifas merupakan masa
kritis baik bagi ibu maupun bayinya.

Tujuan dari perawatan nifas ini adalah:


1. Memulihkan kesehatan klien
a. Menyediakan nutrisi sesuai kebutuhan
b. Mengatasi anemia
c. Mencegah infeksi dengan memperhatikan kebersihan dan sterillisasi.
d. Mengembalikan kesehatan umum dengan pergerakan otot (senam nifas) untuk
memperlancar eredaran darah.
2. Mempertahankan kesehatan fisik dan psikologis.
3. Mendapatkan kesehatan emosi.
4. Mencegah infeksi dan konflikasi.
5. Melaksanakan skrinning secara komprehensif, deteksi dini, mengobati atau merujuk
bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
6. Memperlancar pembentukan dan pemberian Air Susu Ibu (ASI).
7. Mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai masa nifas selesai
dan memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi dapat mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal.
8. Memberikan pendidikan kesehatan dan memastikan pemahaman serta kepentingan
tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian
imunisasi serta perawatan bayi sehat pada ibu dan keluarganya melalui KIE.
9. Memberikan pelayanan Keluarga Berencan.

2.5 Prinsip dan Sasaran Asuhan Masa Nifas


Berdasarkan standar pelayanan kebidanan, standar pelayanan untuk ibu nifas
meliputi perawatan bayi baru lahir (standar 13), penanganan 2 jam pertama setelah
persalinan (standar 14), serta pelayanan bagi ibu dan bayipada masa nifas (standar 15).
Apabila merujuk pada kompetensi 5 (standar kompetensi bidan), maka prinsip asuhan
kebidanan bagi ibu pada asuhan masa nifas dan menyusui harus yang bermutu tinngi
serta tanggap terhadap budaya setempat.
Jika dijabarkan lebih luas sasaran asuhan kebidanan masa nifas meliputi hal-hal
sebagai berikut.
1. Peningkatan kesehatan fisik dan psikologis.
2. Identifikasi penyimpangan dari kondisi normal baik fisik maupun psikis.
3. Mendorong agar dilaksanakan metode yang sehat tentang pemberian makanan anak
dan peningkatan pengembangan hubungan antara ibu dan anak yang baik.
4. Mendukung dan memperkuat percaya diri ibu dan memungkinkan ia melaksanakan
peran ibu dalam situasi keluarga dan budaya khusus.
5. Pencegahan, diagnosis dini, dan komplikasi pada ibu.
6. Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli jika perlu.
7. Imunisasi ibu terhadap tetanus.

2.6 Peran dan Tanggung jawab Bidan dalam Masa Nifas


Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan post
partum. Adapun peran dan tanggung jawab dalam masa nifas antara lain:
1. Memberikan dukungan serta berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan
kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas.
2. Sebagai promoter hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
3. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
4. Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan dengan ibu dan
anak serta mampu melakukan kegiatan administrasi.
5. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
6. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah
pendarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta
mempraktikan kebersihan yang aman.
7. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan
diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses
pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama
periode nifas.
8. Memberikan asuhan secara profesional.

2.7 Tahapan Masa Nifas


Masa nifas terbagi menjadi tiga periode (Kemenkes RI, 2015), yaitu:
1. Periode pasca salin segera (immediate post partum) 0-24 jam
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering
terdapat masalah, misalnya pendarahan karena utonia uteri. Oleh sebab itu, tenaga
kesehatan harus dengan teratur melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran
luchea, tekanan daran dan suhu.
2. Periode pasca salin awal (early post partum) 24 jam- 1 minggu
Periode ini tenaga kesehatan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak
ada pendarahan abnormal, lochea tidak berbau busuk, tidak ada demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, ibu dapat menyusui bayinya dengan baik dan
melakukan perawatan ibu dan bayinya sehari-hari.
3. Periode pasca salin lanjut (late post partum) 1 minggu – 6 minggu
Periode ini tenaga kesehatan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari
serta konseling KB (Saleha, 2009).
2.8 Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Kebijakan program nasional tentang masa nifas adalah:
1. Rooming in merupakan suatu system perawatan dimana ibu dan bayi dirawat dalam 1
unit/ kamar. Bayi selalu ada disamping ibu sejak lahir (hal ini dilakukan hanya pada
bayi yang sehat)
2. Gerakan nasional ASI eksklusif yang dirancang oleh pemerintah.
3. Pemberian vitamin A ibu nifas
4. Program Inisiasi Menyusui Dini

Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit empat kali
melakukan kunjungan pada masa nifas dengan tujuan untuk:
1. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
2. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungknan adanya gangguan
kesehatan ibu nifas dan bayinya.
3. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas.
4. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul atau menggangu kesehatan ibu nifas
maupun bayinya.
Pelayanan kesehatan pada masa nifas dimulai dari 6 jam sampai 42 hari pasca
salin oleh tenaga kesehatan terdiri dari:
1. Kunjungan I : 6-8 jam setelah persalinan
Tujuan : Memeriksa tanda bahaya yang harus di deteksi secara dini yaitu:
a. Utonia uteri ( uterus tidak berkontraksi dengan baik)
b. Robekan jalan lahir yang dapat terjadi pada daerah perineum, dinding vagina.
c. Adanya sisa plasenta seperti selaput, kotiledon
d. Ibu mengalami bendungan/ hambatan pada payudara
e. Retensi urine( air seni tidak dapat keluar dengan lancer atau tidak keluar sama
sekali.
Agar tidak terjadi hal-hal seperti ini perlu dilakukan berapa upaya antara lain:
a. Mencegah pendarahan masa nifs karena utonia uteri.
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rukuk jika perdarahan berlanjut.
c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana
mencegah pendarahan masa nifas karena utonia uteri; berikan ASI awal; lakukan
hubungan antara ibu dan bayi baru lahir (lakukan Bounding Attacment).
d. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi
baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam
keadaan sehat (Saifudin, 2006).

2. Kunjungan II : 6 hari setelah persalinan


Tujuannya ada adalah :
a. Mengenali tanda bahaya seperti : Masitis( radang pada payudara), abces
payudara( payudara mengeluarkan nanah), metritis, peritonitis.
b. Memastikan involusi uterus berjalan normal: uterus berkontraksi, fundus dibawah
umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau yang abnormal dari
lochea.
c. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
d. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, minuman dan istirahat.
e. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan memperhatikan tanda-tanda penyakit.
f. Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

3. Kunjungan III : 2 minggu setelah persalinan


Tujuannya: Sama dengan kunjungan nifas ke 2 (6 hari setelah persalinan).

4. Kunjungan IV : 6 minggu setelah persalinan


Tujuannya adalah :
a. Menanyakan ibu tentang penyakit-penyakit yang dialami.
b. Memberikan konseling untuk KB secara dini ( Mochtar, 1998).

2.9 Perawatan pada Masa Nifas


1. Early Ambulation
Pada masa sekarang, ibu nifas lebih diajarkan untuk dapat melakukan mobilisasi dini,
karena dengan persalinan yang alami, ibu akan lebih mudah pulih dan tidak
mengalami kelelahan yang berlebihan. Keuntungan Earli Ambulation (Mobilisasi
Dini) adalah ibu merasa lebih sehat dan lebih kuat, funsi usus dan kadung kecing
lebih baik, memungkinkan kita mengajak ibu melaksanakan peran pada anak seperti
lebih sering menyusui, memandikan, mengganti pakaian, dan perawatan lainnya.
2. Diet
Diet adalah pengaturan makan. Salah satu keuntungan bagi ibu menyusui adalah lebih
mudah dan cepat untuk kembali ke berat badan ideal. Cara terbaik memberikan
makasan sehat bagi bayi adalah dengan memakan makanan yang sehat. Tidak pernah
terlambat untuk memilih plihan yang sehat. Ibu yang menyusui ASI eksklusif
membutuhkan tambahan kalori kurang lebih 700 kkal perhari untuk memproduksi
sekitar 780 mL ASI. Ibu menyusui bayi yang sudah makan MPASI membutuhkan
tambahan kalori sekitar 500 kkal per hari.ibu yang menyusui membutuhkan total
kalori sebanyak 2200-2700 kkal dalam sehari.
Namun demikian, ibu menyusui sebaiknya tetap menjaga asupan cairan dengan cukup
jangan sampai ibu dehidrasi, ibu sebaiknya minum ketika merasa haus.cek tanda
dehidrasi seperti rasa haus, urine berwarna kuning pekat, lemas, sulit berkonsentrasi,
atau konstipasi (fases keras dan skit saat BAB). Warna urine yang baik adalah kuning
jernih, volume banyak, dan bau tidak menyengat.
3. Miksi dan Defekasi
Buang air kecil harus secepatnya dilakukan sendiri. Apabila wanita sulit kencing dan
kandung kemih penuh sebaiknya dilakukan kateterisasi, sebab ini dapat mengundang
terjadi infeksi. Bila infeksi telah terjadi ( urethritis, cystitis, pyelitis), maka pemberian
antibioyika sudah pada tempatnya.
Buang air besar harus sudah terjadi 3-4 hari post partum. Bila terjadi obtipasi dan
timbul buang air besar yang keras, dapat kita lakukan pemberian obat pencahar
(Llaxantia) peroral atau parenteral atau lakukan klisma jika belum berakhir, karena
jika tidak, fases bisa tertimbun di rectum dan menimbulkan demam.
4. Perawatan Payudara
Perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil. Supaya puting susu lemas,
tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Faktor yang
mempengaruhi produksi ASI adalah motivasi diri dan dukungan suami atau keluarga
untuk menyusui bayinya, adanya pembengkakan payudara karena bendungan ASI,
kondisi status gizi ibu yang beruk dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas ASI,
ibu yang lelah atau kurang istirahat atau stress.
Maka dari itu dilakukan perawatan payudara secara rutin, serta lebih sering menyusui
tanpa dijadwal sesuai dengan kebutuhan bayinya. Semakin sering bayi menyusu dan
semakin kuat daya hisapnya, payudara akan memproduksi ASI lebih banyak.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Contoh kasus nyata malpraktik yang dilakukan oleh bidan. Seorang pasien
bernama Ny.Y usia 20 datang ke BPS T. Ibu mengatakan ingin memeriksakan
keadaannya pasca persalinan 7 hari yang lalu. Keluhan yang dirasakan Ibu mengatakan
ibu merasakan nyeri perut, mengeluh lemah, mengantuk, menggigil dan mengeluarkan
darah banyak prongkol-prongkol, dari jalan lahir sejak kemarin malam jam 23.00 WIB
serta 3-4 kali ganti pembalut.
Pada pemeriksaan yang telah didapatkan hasil TTV dalam batas normal. Bidan
melakukan kuretase pada pasien di sebabkan karena kemungkinan dapat di tangani. Tapi
kenyataannya pasien bertambah perdarahanya dan pada akhirnya bidan baru merujuk
pasien karena tidak tertangani.

3.2 Pembahasan kasus


Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan prilaku manusia dalam hidupnya. Sebuah refleksi kritis dan rasional
mengenai nilai dan moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku
hidup manusia, baik secara pribadi maupun kelompok.
Malpraktek (malapraktek) atau malpraktik terdiri dari suku kata mal dan praktik
atau praktek. Mal berasal dari kata Yunani, yang berarti buruk. Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia malpraktik berarti menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya,
tidak lege artis, tidak tepat. Malpraktik tidak hanya terdapat dalam bidang kedokteran,
tetapi juga dalam profesi lain seperti perbankan, pengacara, akuntan publik, dan
wartawan. Dengan demikian, malpraktik medik dapat diartikan sebagai kelalaian atau
kegagalan seorang dokter atau tenaga medis untuk mempergunakan tingkat keterampilan
dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang
cedera menurut ukuran di lingkungan yang sama.
Informed choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang
alternatif asuhan yang akan dialaminya, pilihan (choice) harus dibedakan dari
persetujuan (concent). Persetujuan penting dari sudut pandang bidan, karena itu berkaitan
dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang dilakukan
oleh bidan. Sedangkan pilihan (choice) lebih penting dari sudut pandang wanita
(pasien)sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan.
Dalam menjaga kesehatan tentu seringkali ditemukan beberapa tindaka tindakan
yang mengancam kesehatan tersebut dapat berupa kesengajaan, kelalaian, ataupun
kecelakaan. Hal-hal seperti ini dapat dikategorikan sebagai malpraktek yang lebih
ditekankan kepada tindak pidana malpraktek. Didalam UU Kesehatan tidak dicantumkan
pengertian tentang Malpraktek, namun didalam Ketentuan Pidana pada Bab XX diatur
didalam Pasal 190 .
Pengaturan tindak pidana malpraktek menurut KUHP: Pelayanan kesehatan yang
diberikan seorang tenaga medis kepada pasien merupakan tindakan profesi tenaga medis.
Tindakan medis merupakan suatu tindakan yang penuh dengan risiko. Risiko tersebut
dapat terjadi disebabkan oleh sesuatu yang tidak dapat diprediksikan sebelumnya atau
risiko yang terjadi akibat tindakan medis yang salah. Dikatakan tindakan salah apabila
tenaga medis tidak melakukan pekerjaannya sesuai dengan standar profesi medik &
prosedur tindakan medik. Apabila seorang tenaga medis melakukan tindakan salah, maka
tenaga medis tersebut dapat dikategorikan melakukan tindakan malpraktik, sehingga
dapat menyangkut aspek hukum pidana.
Tenaga medis adalah suatu profesi yang memiliki persyaratan tertentu karena
dalam pelaksanaan profesi ini penuh dengan risiko. Persyaratan tertsebut meliputi
persyaratan teknis yang berkaitan dengan kemampuan (berkaitan dengan ‘basic
science’ serta keterampilan teknik) serta persyaratan yuridis, berkaitan dengan
kompetensi.

Profesi tenaga medis mengandung risiko tinggi karena bentuk, sifat & tujuan
tindakan yang dilakukan oleh seorang tenaga medis dapat berpotensi menimbulkan
bahaya bagi seseorang. Undang-undang memberikan kewenangan secara mandiri
kepada tenaga medis untuk melakukan & bertanggung jawab dalam melaksanakan
ilmu medis menurut sebagian atau seluruh ruang lingkupnya serta memanfaatkan
kewenangan tersebut secara nyata. Seorang tenaga medis dinyatakan melakukan
kesalahan profesional apabila melakukan tindakan yang menyimpang atau lebih
dikenal sebagai malpraktik.

Dalam pengertian sempit, disebut juga sebagai malpraktik kriminal. Suatu


tindakan dikatakan sebagai malpraktik kriminal apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut :

1. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela (actus reus).


2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea).
3. Merupakan perbuatan yang sengaja (intensional), ceroboh (recklessness), atau
kealpaan (negligence).

Apabila tindakan tersebut tidak didasari dengan motif untuk menimbulkan


akibat buruk, maka tindakan tersebut adalah tindakan kelalaian. Akibat yang
ditimbulkandari suatu kelalaian sebenarnya terjadi di luar kehendak yang
melakukannya
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Nifas adalah masa yang dimulai beberapa jam sesudah lahirnya
plasenta dan mencakup 6 minggu berikutnya. Sedangkan yang dimaksud
dengan masa nifas (Peurperium) adalah masa pulih kembali yang dimulai
setelah plasenta lahir dan berakhir pada ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum hamil berlangsung kira-kira 6 minggu atau 40 hari.
Meskipun pendarahan nifas berlangsung singkat, sebaiknya tetap
menganggap masa nifas belum selesai. Masa nifas tetap saja sebaiknya
berlangsung selama 40 hari, baik ibu yang melahirkan normal atau sesar.
Sebab, meskipun gejala nifasnya sudah berlalu, belum tentu rahimnya sudah
kembali keposisi semula.
Masa nifas terbagi menjadi tiga periode (Kemenkes RI, 2015), yaitu:
1. Periode pasca salin segera (immediate post partum) 0-24 jam,
2. Periode pasca salin awal (early post partum) 24 jam- 1 minggu,
3. Periode pasca salin lanjut (late post partum) 1 minggu – 6 minggu

3.2 Saran
Mahasiswa bidan diharapkan memperhatikan dan memahami mata kuliah
asuhan kebidanan nifas dan menyusui sehingga mampu memberikan asuhan yang
berkualitas dan mampu menangani berbagai masalah atau komplikasi yang
mungkin terjadi ketika masa nifas.
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Yusari. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta:
CV. Trans Info Media.

Dewi, Vivian Nanny Lia & Sunarsih, Tri. 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu
Nifas. Jakarta: Salemba Medika

Heryani, Reni. 2012. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan Menyusui. Jakarta: CV.
Trans Info Media.

Mansyur, Nurlina & Dahlan, A Kasrida. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Masa Nifas. Malang: Selaksa Media.

Nugroho, Taufan, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas (Askeb 3).
Yogyakarta: Nuha Medika.

Nifas Dengan Perdarahan Postpartum primer Karena Sisa Plasenta, 2014. Tersedia pada
URL : https://www.scribd.com/document/183242217/NIFAS-DENGAN-PERDARAHAN-
POSTPARTUM-PRIMER-KARENA-SISA-PLASENTA-docx

Perubahan Fisiologis Masanifas. 2013. Tersedia pada URL:


http://www.tappdf.com/read/523144-perubahan-fisiologis-masa-nifas

Rest Placenta Pada Ibu Nifas P1a1 6 Jam Post Partum Di Ruang Bersalin Rsud
Wangaya, 2015. Tersedia pada URL:
https://media.neliti.com/media/publications/76897-ID-none.pdf

Anda mungkin juga menyukai