Dalam perang antara kaum Padri melawan Belanda, jalanya perang dibagi
menjadi tiga periode:
Pada tanggal 25 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol beserta sisa pasukannya
menyerah kepada Belanda. Tuanku Imamm Bonjol kemudian dibuang ke Cianjur,
Jawa Barat. Pada tanggal 19 Januari 1839 dibuang ke Ambon, lalu pada tahun
1841 dipindahkan ke Manado hingga meninggal dunia pada tanggal 6 November
1864.
Kesimpulan
3. Strategi Perang.
Pada tahun 1821-1825 perang terjadi antara kaum ulama dengan kaum adat yang dibantu
oleh Belanda. Kaum ulama menyerang benteng-benteng Belanda sehingga Belanda mengajak
berdamai pada tahun 1825 karena untuk memusatkan perhatian pada perang di Jawa. Kemudian
pada tahun 1830-1837 berkecamuk lagi perang di Minangkabau yang kini kaum ulama bersatu
dengan kaum adat untuk melawan Belanda. Perang dilakukan dengan perang gerilya dan
bertahan di benteng pertahanan.
4. Tokoh-tokoh.
1) Dari rakyat Minangkabau.
Tuanku lintau, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Gapuk, Tuanku Hitam, Tuanku Nan
Cerdik, dan Tuanku Tambusay.
2) Dari pihak kolonial.
Kolonel Stuers,
5. Medan pertempuran.
Medan pertempuran hampir di semua wilayah Sumatra Barat, misalnya di Padang, Bukit
Tinggi, Pariaman, dll.
6. Akhir perang.
Setelah menghadapi tekanan-tekanan berat dari pihak belanda, akhirnya Tuanku Imam
Bonjol bersedia untuk melakukan perundingan dengan Belanda. Perundingan gagal karena
pihak Belanda telah melakukan persiapan untuk menyerang dan mengepung benteng tempat
Imam Bonjol bertahan. Karena perang yang berlarut-larut dan ketimpangan kekuatan,
akhirnya Tuanku Imambonjol menyerah beserta sisa pasukannya pada tanggal 25 Oktober
1837 kemudian beliau dibuang ke Menado dan wafat di sana.
7. Akibat perang.
1) Bidang politik.
Semakin jelas dan kokohnya kekuasaan Belanda atas daerah Sumatra Barat.
2) Bidang Ekonomi.
Monopoli semakin kuat terutama monopoli garam dan lada di Sumatra Barat.