Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH FARMAKOTERAPI GANGGUAN

ENDOKRIN
“DIABETES MELITUS TIPE 2”

KELAS : K
NAMA NPM
Nur Indah Sari 260110140001
Dinda Anjani 260110140002
Desak Made Diah D. L. 260110140003
Restika Eria Putri 260110140004
Nurmayanti 260110140005
Putri Junita Hutasoit 260110140006
Humaira Firmansyah 260110140007
Kinanti Alfathia 260110140008
Natasya Wilona 260110140009
Nur Shabrina Eka P. 260110140010
Amalia Oktarina 260110140011
Salsabila Zahra 260110140012
Nurul Kartika 260110140013

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
KASUS :

Diabetes Melitus Tipe II

Seorang pasien laki-laki usia 35 tahun datang ke klinik dengan keluhan sering
buang air kecil pada malam hari sampai mengganggu tidurnya, selalu lapar dan haus
tetapi tubuh merasa lemas dan berdasarkan beberapa pemeriksaan, didiagnosa DM tipe
II dengan berat badan 75 kg dan tinggi badan 156 cm. kadar glukosa darah puasa 180
mg/dl. Glukosa darah 2 jam post prandial 195 mg/dl. Tekanan darahnya 130/80 .

Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan hiperglikemi


yang bisa disebabkan oleh kekurangan insulin, kerja insulin yang menurun, atau
keduanya. Hiperglikemi yang berlanjut hingga kronik pada penderita DM akan
menyebabkan kerusakan , disfungsi, maupun kegagalan organ lain, khususnya mata,
ginjal, jantung, dan pembuluh darah (American Diabetes Association, 2011).

I. ANATOMI FISIOLOGI
Pankreas merupakan organ retroperitoneal yang terletak di bagian posterior dari
dinding lambung. Letaknya diantara duodenum dan limfa, di depan aorta abdominalis
dan arteri serta vena mesenterica superior (Sobotta, 2007)
(Sobotta,
2007)
Jaringan penyusun pankreas terdiri dari :
1. Jaringan eksokrin, berupa sel sekretorik yang berbentuk seperti anggur yang
disebut sebagai asinus/Pancreatic acini, yang merupakan jaringan yang
menghasilkan enzim pencernaan ke dalam duodenum.
2. Jaringan endokrin yang terdiri dari pulau-pulau Langerhans/Islet of Langerhans
yang tersebar di seluruh jaringan pankreas, yang menghasilkan insulin dan
glukagon ke dalam darah.
(Guyton & Hall, 2006)
Asinus dan pulau Langerhans

(Guyton & Hall,


2006)

Pulau-pulau Langerhans tersebut terdiri dari beberapa sel


yaitu:
1. Sel α (sekitar 20%), menghasilkan hormon glukagon.
2. Sel ß (dengan jumlah paling banyak 70%), menghasilkan hormon insulin.
3. Sel δ (sekitar 5-10%), menghasilkan hormon Somatostatin.
4. Sel F atau PP (paling jarang), menghasilkan polipeptida pankreas

(Mescher, 2010).

Masuknya glukosa ke dalam sel otot dipengaruhi oleh 2 keadaan. Pertama, ketika
sel otot melakukan kerja yang lebih berat, sel otot akan lebih permeabel terhadap
glukosa. Kedua, ketika beberapa jam setelah makan, glukosa darah akan meningkat
dan pankreas akan mengeluarkan insulin yang banyak. Insulin yangmeningkat tersebut
menyebabkan peningkatan transport glukosa ke dalam sel (Guyton dan Hall, 2006).

II. PATOFISIOLOGI

Pengangkutan glukosa ke dalam sel melalui proses difusi dengan bantuan


protein pembawa. Protein ini telah diidentifikasi melalui teknik kloning molekular.
Ada 5 jenis protein pembawa tersebut yaitu GLUT1, GLUT2, GLUT3, GLUT4 dan
GLUT 5. GLUT1 merupakan pengangkut glukosa yang ada pada otak, ginjal, kolon
dan eritrosit. GLUT2 terdapat pada sel hati, pankreas, usus halus dan ginjal. GLUT3
berfungsi pada sel otak, ginjal dan plasenta. GLUT4 terletak di jaringan adiposa, otot
jantung dan otot skeletal. GLUT5 bertanggung jawab terhadap absorpsi glukosa dari
usus halus. Insulin meningkatkan secara signifikan jumlah protein pembawa terutama
GLUT4. Sinyal yang ditransmisikan oleh insulin menarik pengankut glukosa ke tempat
yang aktif pada membran plasma. Translokasi protein pengangkut ini bergantung pada
suhu dan energi serta tidak bergantung pada sintesis protein. Efek ini tidak terjadi pada
hati (King, 2007).

Pada orang yang normal, sekitar separuh dari glukosa yang dimakan diubah
menjadi energi lewat glikolisis dan separuh lagi disimpan sebagai lemak atau glikogen.
Glikolisis akan menurun dalam keadaan tanpa insulin dan proses glikogenesis ataupun
lipogenesis akan terhalang. Hormon insulin meningkatkan glikolisis sel-sel hati dengan
cara meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang berperan. termasuk glukokinase,
fosfofruktokinase dan piruvat kinase. Bertambahnya glikolisis akan meningkatkan
penggunaan glukosa dan dengan demikian secara tidak langsung menurunkan
pelepasan glukosa ke plasma darah. Insulin juga menurunkan aktivitas glukosa-6-
fosfatase yaitu enzim yang ditemukan di hati dan berfungsi mengubah glukosa menjadi
glukosa 6-fosfat. Penumpukan glukosa 6-fosfat dalam sel mengakibatkan retensi
glukosa yang mengarah pada diabetes mellitus tipe 2 (King, 2007).
(Silbernagl,2014).

III. EPIDEMIOLOGI

Terdapat 382 juta orang hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013.
Diperkirakan pada tahun 2035 akan meningkat menjadi 592 juta orang. Diperkirakan
dari 382 juta orang tersebut 175 juta diantaranya belum terdiagnosis, sehingga
terancam berkembang progresif menjadi komplikasi tanpa disadari dan tanpa
pencegahan. 90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang.
Kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13.5% (Riskesdas , 2014).
DM tipe 2 dijumpai pada 90% sampai 95% dari semua pasien dengan diabetes.
Prevalensinya kelompok ras Afrika-Amerika 11,4%, Latin 8,2%, dan Amerika Asli
14,9% (Cramer dan Manyon, 2007).

Prevalensi faktor resiko Diabetes Mellitus

IV. ETIOLOGI

1. Faktor Genetik
Telah diketahi bahwa faktor genetik atau keturunan memiliki oengaruh yang
besar terhadap timbulnya DM, baik tipe 1 maupun DM tipe 2 (Bantas, 2004)
2. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki resiko lebih tinggi menderita diabeter mellitus, hal ini
berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya termasuk faktor
risiko untuk terjadinya diabetes mellitus (Suryoko, 2001)
3. Umur
Dengan bertambahnya usia, organ-organ tubuh manusia sudah mulai
melemah. Insiden tertinggi diabetes mellitus terjadi pada rentang umur 50-60
tahun
4. Pekerjaan
Orang yang beraktivitas fisik cukup tinggi tubuhnya dapat mengubah glukosa
menjadi glikogen yang tersimpan dalam otot secara lebih cepat daripada yang
tidak terlatih fisiknya dan bila aktivitas ini dilakukan secara teratur maka
dapat menambahkan penyimpanan glikogen otot. Sehingga, orang yang tidak
memiliki pekerjaan lebih rentan terkena diabetes mellitus.
5. Status perkawinan
Kejadian diabetes pada wanita yang sudah menikah umumnya lebih tinggi
daripada pria. Hal ini dihubungkan dengan kejadian faal pada wanita seperti
kehamilan.
6. Aktivitas fisik
Latihan fisik yang optimal dan dilaksanakan secara rutin, dapat memperbaiki
sensitifitas sel terhadap insulin. Disamping itu meningkatkan penggunaan
energi waktu olahraga yang dikombinasikan dengan pembatasan masukan
kalori dapat menurunkan berat badan (Ilyas, 2002)

V. GEJALA KLINIK
Gejala diabetes melitusdibedakanmenjadiakutdankronikGejalaakut diabetes
melitusyaitu : Poliphagia (banyakmakan) polidipsia (banyakminum), Poliuria
(banyakkencing/seringkencing di malamhari),
nafsumakanbertambahnamuberatbadanturundengancepat (5-10 kg dalamwaktu 2-
4 minggu), mudahlelah.

Gejalakronik diabetes melitusyaitu : Kesemutan,


kulitterasapanasatausepertitertusuktusukjarum, rasa kebas di kulit, kram,
kelelahan, mudahmengantuk, pandanganmulaikabur,
gigimudahgoyahdanmudahlepas,
kemampuanseksualmenurunbahkanpadapriabisaterjadiimpotensi,
padaibuhamilseringterjadikeguguranataukematianjanindalamkandunganataudenga
nbayiberatlahirlebihdari 4kg. (Waspadji, dkk, 2002).

VI. BIOKIMIA KLINIK


(Dipiro, 2009)

1) Glukosa (Fasting Blood Sugar/FBS)

Nilai normal : ≥ 7 tahun : 70 - 100 mg/dL SI unit : 3,89 - 5,55 mmol/L


12 bulan - 6 tahun: 60-100 mg/dL SI unit : 3,33 - 5,55 mmol/L

Deskripsi: Glukosa dibentuk dari hasil penguraian karbohidrat dan perubahan glikogen
dalam hati. Pemeriksaan glukosa darah adalah prosedur skrining yang menunjukan
ketidakmampuan sel pankreas memproduksi insulin, ketidakmampuan usus halus
mengabsorpsi glukosa, ketidakmampuan sel mempergunakan glukosa secara efisien,
atau ketidakmampuan hati mengumpulkan dan memecahkan glikogen.

Implikasi klinik:

• Peningkatan gula darah (hiperglikemia) atau intoleransi glukosa (nilai puasa > 120
mg/dL) dapat menyertai penyakit cushing (muka bulan), stres akut, feokromasitoma,
penyakit hati kronik, defi siensi kalium, penyakit yang kronik, dan sepsis.
• Kadar gula darah menurun (hipoglikemia) dapat disebabkan oleh kadar insulin yang
berlebihan atau penyakit Addison. • Obat-obat golongan kortikosteroid dan anestetik
dapat meningkatkan kadar gula darah menjadi lebih dari 200 mg/dL.

• Bila konsentrasi glukosa dalam serum berulang-ulang > 140 mg/dL, perlu dicurigai
adanya diabetes mellitus.

(Kemenkes, 2011)

2). Urinalisis

Deskripsi UA dapat digunakan untuk evaluasi gangguan fungsi ginjal, gangguan


fungsi hati, gangguan hematologi, infeksi saluran kemih dan diabetes mellitus.

a) Berat jenis spesifik (Specifi c gravity)


Urinalisis dapat dilakukan sewaktu atau pada pagi hari. Pemeriksaan berat jenis
urin dapat digunakan untuk mengevaluasi penyakit ginjal pasien. Berat jenis
normal adalah 1,001-1,030 dan menunjukkan kemampuan pemekatan yang
baik, hal ini dipengaruhi oleh status hidrasi pasien dan konsentrasi urin. Berat
jenis meningkat pada diabetes (glukosuria), proteinuria > 2g/24 jam), radio
kontras, manitol, dekstran, diuretik. Nilai berat jenis menurun dengan
meningkatnya umur (seiring dengan menurunnya kemampuan ginjal
memekatkan urin) dan preginjal azotemia.
b) Glukosa
Korelasi antara urin glukosa dengan glukosa serum berguna dalam memonitor
dan penyesuaian terapi antidiabetik.
c) Keton
Dapat ditemukan pada urin malnutrisi, pasien DM yang tidak terkontrol, dan
pecandu alkohol. Terjadi pada : • gangguan kondisi metabolik seperti: diabetes
mellitus, ginjal • glikosuria, • peningkatan kondisi metabolik seperti:
hipertiroidism, demam, kehamilan dan menyusui • malnutrisi, diet kaya lemak

(Kemenkes, 2011)

3). Gamma Glutamil transferase (GGT)

Nilai normal : Laki-laki ≤94 U/L SI : ≤1,5 μkat/L


Perempuan ≤70 U/L SI: <1,12 μkat/L

Deskripsi: GGT terutama terdapat pada hati, ginjal; terdapat dalam jumlah yang
lebih rendah pada prostat, limfa, dan jantung. Hati dianggap sebagai sumber enzim
GGT meskipun kenyataannya kadar enzim tertinggi terdapat di ginjal.

Enzim ini merupakan marker (penanda) spesifik untuk fungsi hati dan kerusakan
kolestatis dibandingkan ALP. GGT adalah enzim yang diproduksi di saluran empedu
sehingga meningkat nilainya pada gangguan empedu Enzim ini berfungsi dalam
transfer asam amino dan peptida. Laki-laki memiliki kadar yang lebih tinggi daripada
perempuan karena juga ditemukan pada prostat. Monitoring GGT berguna untuk
mendeteksi pecandu alkohol akut atau kronik, obstruksi jaundice, kolangitis dan
kolesistitis.

Implikasi klinik:
• Peningkatan kadar GGT dapat terjadi pada kolesistitis, koletiasis, sirosis, pankreatitis,
atresia billier, obstruksi bilier, penyakit ginjal kronis, diabetes mellitus, pengggunaan
barbiturat, obat-obat hepatotoksik (khususnya yang menginduksi sistem P450). GGT
sangat sensitif tetapi tidak spesifik. Jika terjadi peningkatan hanya kadar GGT (bukan
AST, ALT) bukan menjadi indikasi kerusakan hati.

• Obat-obat yang menyebabkan peningkatan GGT antara lain karbamazepin, barbiturat,


fenitoin, serta obat yang menginduksi sistem sitokrom P450

(Kemenkes, 2011)

VII. TERAPI

Tujuan terapi:

1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal


2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.
(Depkes RI, 2005).

Algoritma terapi:
(Nathan et al, 2006).

Insulin basal adalah jumlah insulin eksogen per unit waktu yang diperlukan
untuk mencegah hiperglikemia puasa akibat glukoneogenesis serta mencegah
ketogenesis yang tidak terdeteksi. (PB APDI, 2006).

Mekanisme kerja: menurunkan kadar glukosa dengan menstimulasi


pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik. (ISFI.
2013).

Insulin pada pasien DMTipe2 dapat dimulai antara lain untuk pasiendengan
kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yangburuk (A1c>7,5 % atau
kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL),riwayat pankreatektomi, atau disfungsi
pankreas, riwayat fluktuasikadar glukosa darah yang lebar, riwayat
ketoasidosis, riwayatpenggunaan insulin lebih dari 5 tahun, dan penyandang
DM lebihdari 10 tahun. (PB APDI, 2006).

NPH = neutral protamine Hagedorn


(Mooradian et al, 2006).

Jenis insulin yang diberikan biasanya long acting insulin (lebih baik digunakan
insulin yang tidak memiliki puncak kerja/peak, seperti insulin glargine atau
detemir)
(Hirsch, 2005).

(PB APDI, 2006).


Dosis:
Lantus (insulin glargine): Vial, 3-mL (OptiClik pen system)
Levemir (insulin detemir): Vial, 3-mL (pen cartridge and InnoLet)
(Dipiro et al, 2009).

Terapi non farmakologi:

1. Diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan
diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut:
• Karbohidrat : 60-70%
• Protein : 10-15%
• Lemak : 20-25%
Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang
mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam
lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan,
ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak
mengandung lemak. Masukan serat sangat penting bagi penderita
diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan
menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak
dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar
yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang
berlebih. (Depkes RI, 2005).
2. Olahraga
Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE
(Continuous,Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training).
Sedapat mungkinmencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal,
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa
contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi,
bersepeda, berenang,dan lain sebagainya.(Depkes RI, 2005).
Fitoterapi
1. Bawang Merah (Cepae bulbus)
• Kandungan kimia : saponin, kuersetin, sikloalin, metalialiin,
dihidroaliin, flavonglikosida.
• Efek Farmakologis : Bawang merah mempunyai efek antidiabetik dan
anti aterosklerotik yaitu menurunkan kadar gula dan lemak darah.
• Cara pemakaian : Irisan satu siung (30 gram) bawang merah
menggunakan segelas air panas, atau memanaskan dengan api kecil tapi
tidak sampai mendidih
• Dosis : Bawang merah 250 mg/kg bb per/hari.
Umbi bawang merah mengandung senyawa-senyawa yang dipercaya
berkhasiat seperti Minyak atsiri, sikloaliin, metilaliin, dihidroaliin, Flavon
glikosida, kuersetin, saponin, peptida, fitohormon,vitamin, dan zat pati.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan Bawang Merah
memiliki kandungan quercetin dalam kadar yang cukup tinggi.Quercetin adalah
salah satu senyawa jenis flavonoid, bagian dari kelompok polifenol yang
kandungannya terdapat pada berbagai tumbuhan dan diketahui memiliki
berbagai potensi yang berguna bagi kesehatan. Penelitian yang ada
menunjukkan potensi quarcetin sebagai agen hipoglikemik. Quarseti
merupakan inhibitor enzim α-amilase yang berfungsi dalam pemecahan
karbohidrat. Diantara jenis flavonol, subkelas dari flavonois, quarcetin
memiliki potensi inhibisi pada enzim ini, proses pemecahan dan absorpsi
karbohidrat akan terganggu, sehingga kadar glukosa darah pada hiperglikemia
dapat diturunkan (Mahendra,2008).

2. Buah Pare (Momordica charantia fructus )


 Bagian yang digunakan Daun,buah, biji, bunga
 Kandungan kimia : saponin, flavonoid, dan polifenol (antioxidant kuat),
serta glikosida cucurbitacin, momordisin, momordin, karantin, asam
trikosanik, resin, asam resinat, saponin, vitamin A, dan C serta minyak
lemak.
 Efek farmakologis : sebagai antiradang, menurunkan kadar glukosa
darah, untuk mengobati batuk, radang tenggorok, radang mata merah,
rematik dan sariawan disentri. Momordicin dalam pare terbukti
meningkatkan sensitivitas insulin dengan mempengaruhi aktivitas
postreseptornya.
 Cara Pemakaian : Ambil 2 buah pare, cuci dan lumatkan lalu tambahkan
setengah gelas air bersih. Aduk dan peras.
 Dosis : Minum sehari sebanyak 1 ramuan. Diulang selama 2 minggu.
Ekstrak biji pare sebanyak 150 mg/kg bb selama 30 hari.10 gram bubuk
biji pare dengan air matang untuk diminum 3 kali sehari

Buah pare mengandung senyawa metabolit sekunder turunan triterpenoid,


flavonoid,
steroid,saponin,tannin, dan alkaloid. Senyawa tersebut sebagian besar bersifat
non-polar, dan diduga dapat merangsang perbaikan sel-sel beta, sehingga dapat
meningkatkan proses produksi insuli , juga meningkatkan pembuangan glukosa
atau toleransi glukosa. Efek pare dalam menurunkan gula darah pada hewan
percobaan. Bekerja dengan mencegah usus menyerap gula yang dimakan oleh
hewan, selain itu juga pare diduga memiliki komponen yang menyerupai
sulfonylurea. Obat jenis ini menstimulasi sel beta kelenjar pancreas tubuh untuk
memproduksi insulin lebih banyak, selain meningkatkan deposit cadangan gula
glycogen dihati. Efek pare dalam menurunkan gula darah pada kelinci
diperkirakan juga serupa dengan mekanisme insulin. Selain itu insulin
mengandung saponin (triterpen) yang bekerja dengan aktivitas yang mirip
dengan insulin sehingga dapat memasukkan glukosa dalam darah ke dalam sel
(Mahendra,2008).
3. Biji klabet (Foenigraeci semen)
Bagian yang digunakan biji
• Kandungan Kimia : Saponin, alkaloid , flavonoid dan steroid, asam
nikotinat serta kumarin.
• Efek farmakologi : Mempunyai aktivitas hipoglikemik (penurun kadar
gula darah) ialah alkaloid
• Dosis : 50 g biji klabet diminum 2 kali sehari (DM tipe 1) dan 2,5 g
serbuk biji klabet, dua kali sehari secara oral (DM tipe 2)

4. Daun Sambiloto
Senyawa identitas dari daun sambiloto ini adalah senyawa
andrographolida. Berdasarkan penelitian andrograpolida ini berkhasiat
sebagai antidiabetes, analgesik, antipiretik.Andrographolida
sekurangnya-kurangnya 1% dalam daun dan percabangan sambiloto
(Mahendra,2008).
5. Buah Mengkudu
Salah satunya adalah senyawa golongan flavonoid yang terdapat pada
bagian buah, bunga dan daunnya. Hasil penelitian kustarini (2012)
menyatakan bahwa ekstrak etanol mengkudu dapat menurunkan kadar
gula darah karena aktivitas antioksidan yang dimiliknya yang
mengandung flavonoid. Vessal (2003) melaporkan bahwa quarceetin
yang merupakan golongan flavonoid, dapat meregenerasi pancreas dan
kemungkinan dapat meningkatkan pelepasan insulin dalam studi HIF
dan howel (1985) quarsetin merangsang pelepasan insulin dan
peningkatan uptake Ca2+ dari sel yang terisolasi yang menunjukan
bahwa flavonoid dapat digunakan pada diabetes mellitus tipe 2
(Mahendra,2008).

VIII. PIO DAN MONITORING

• Insulin Glargine
Indikasi : untuk memperbaiki kontrol glikemik. Diabetes tipe 1 (pada
dewasa dan anak-anak), diabetes tipe 2 (pada dewasa)
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap insulin glargine
Efek samping : hipoglikemia, lipoatrofi, lipohipertrofi, reaksi pada tempat
injeksi. ES yang jarang : reaksi alergi berat, edema, bronkospasme,
hipotensi dan syok
Interaksi obat : Peningkatan efek penurunan gula darah jika digunakan
bersama antidiabetik oral, ACE inhibitor, disopiramid, fibrat, fluoksetin,
MAOI, pentoksifilin, propoksifen, salisilat, antibiotik sulfonamid (MIMS,
2016).
Onset kerja (efek insulin setelah disuntikkan) : 4-5 jam
Durasi : 22-34 jam (maksimal 24 jam)
Dosis : Vial, 3-mL sebelum makan (Dipiro et al, 2009).

• Lokasi penyuntikan insulin


Penyuntikan dilakukan pada daerah bawah kulit (Subkutan). Lokasi
penyuntikan insulin yang disarankan : daerah abdomen >> daerah lengan
>> paha bagian atas >> bokong (Depkes RI, 2005).

• Penyimpanan Insulin
1. Disimpan pada suhu kamar dengan penyejun (15-200C), seluruh isi
vial bisa digunakan dalam 1 bulan. Jika suhu kamar >300C, potensi
insulinnya cepat hilang dan memberi tanggal pertama kali memakai.
2. Penfill dan pen yang disposable disimpan pada suhu kamar selama 30
hari sesudah tutupnya ditusuk
3. Dapat disimpan di lemari es, T=2-80C (dapat disimpan selama 90 hari
setelah di buka)
4. Syiringe : syringe yang telah digunakan untuk injeksi dibuang pada
container syringe (Soegondo, 1995).
Monitoring
1. Asuhan Kefarmasian
Asuhan Kefarmasian adalah suatu praktik yang bertumpu kepada pasien,
bertanggung jawab dan komitmen terhadap kebutuhan pasien akan obat.
Menurut Cipolle et.al.,(1997) ada tiga kegiatan dan tanggungjawab dalam
proses perawatan pasien yaitu :
a. Penilaian (Assessement), tujuan penilaian ada tiga yaitu untuk :
i. Memahami bahwa pasien dapat mengambil keputusan yang baik
terhadap terapi obat yang rasional.
ii. Menentukan ketepatan, keefektifan, keamanan terapi obat pasien dan
menentukan kompatibilitas pasien dengan obat yang dipilihkan.
iii. mengidentifikasi masalah terapi obat, informasi yang diperlukan untuk
membuat keputusan klinis pasien mencakup data yaitu (informasi
demografis, dan pengalaman penggunaan obat-obatan), data penyakit
(kondisi medis saat ini, riwayat kesehatan, status gizi, dan tinjauan
sistem), dan data obat (obat saat ini, penggunaan pengobatan masa lalu).
b. Rencana Perawatan (Care Plan), tujuan rencana perawatan adalah untuk
mengatur semua pekerjaan yang telah disepakati oleh praktisi dan pasien
untuk mencapai tujuan terapi. Hal ini membutuhkan intervensi untuk
menyelesaikan masalah terapi obat, untuk memenuhi tujuan, dan untuk
mencegah masalah terapi obat baru, sehingga mengoptimalkan
pengalaman pengobatan pasien. Rencana perawatan mengandung
intervensi yang dirancang untuk menyelesaikan masalah terapi obat,
mencapai tujuan lain terapi, mencegah masalah terapi obat baru.
c. Evaluasi Tindak Lanjut (Follow up Evaluation), tujuan dari evaluasi
tindak lanjut adalah untuk menentukan hasil optimal terapi obat untuk
pasien, hasil ini dimaksudkan untuk tujuan terapi, menentukan efektifitas
dan keamanan farmakoterapi, mengevaluasi kepatuhan pasien, dan
menetapkan status pasien. Langkah evaluasi adalah pengalaman klinis dan
pengetahuan terkini. Bahkan, kebanyakan terjadi selama evaluasi tindak
lanjut. Evaluasi tindak lanjut adalah langkah dalam proses ketika dokter
melihat obat dan dosis yang paling efektif atau kegagalan. Pada evaluasi
tindak lanjut juga dinilai respon pasien terhadap terapi obat dalam hal
efektivitas, keselamatan, kepatuhan dan juga menentukan jika ada masalah
baru. Konsep pelayanan kefarmasian muncul karena kebutuhan untuk bisa
mengkuantifikasi pelayanan kefarmasian yang diberikan, baik di klinik
maupun di apotik (komunitas). Penekanan pelayanan kefarmasian terletak
pada dua hal utama, yaitu:
a. menentukan pelayanan kefarmasian yang dibutuhkan pasien sesuai
kondisi penyakit.
b. membuat komitmen untuk meneruskan pelayanan setelah dimulai
secara berkesinambunngan.
3 Prime Questions :
• Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?
• Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?
• Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?
Monitoring Efek Samping Obat
Menjelaskan kepada pasien mengenai Efek Samping Obat dan melakukan
monitoring terhadap Efek Samping yang dialami pasien setelah
mengkonsumsi obat.
Monitoring Kadar Glukosa Darah
Monitoring kadar glukosa darah yang baik dapat menurunkan resiko
terjadinya komplikasi kronik diabetes (Soewondo, 2004). Menurut
Soewondo (2004) manfaat monitoring kadar glukosa darah yang
dilakukan secara mandiri adalah :
1. Memberikan informasi kepada pasien mengenai keadaan kadar glukosa
darahnya dari hari ke hari yang memungkinkan pasien melakukan
penyesuaian diet, pengobatan, pada saat sakit dan saat latihan jasmani
2. Memberikan informasi kepada dokter atau perawat mengenai keadaan
kadar glukosa darah pasien, sehingga dapat mengevaluasi kondisi pasien
dan dapat memberikan pendidikan kesehatan yang tepat.
3. Mendeteksi hipoglikemia : pemeriksaan kadar glukosa darah sendiri
yang dilakukan oleh pasien dapat memastikan atau mencegah terjadinya
hipoglikemia.
Profil kadar glukosa darah pasien DM Tipe 2 cenderung lebih stabil
dibandingkan pasien DM Tipe 1. Sehingga pada pasien DM Tipe 2 yang
terkendali dengan perencanaan makan saja, cukup melakukan
pemeriksaan kadar glukosa sendiri ketika akan berkonsultasi kembali
dengan dokter. Sedangkan pada pasien DM Tipe 2 yang mendapatkan
pengobatan hipoglikemik oral (OHO) ataupun insulin mempunyai resiko
terjadinya hipoglikemik. Pemeriksaan kadar glukosa darah satu kali sehari
sebelum sarapan pagi atau sebelum tidur sudah cukup. Namun, bila kadar
glukosa darahnya lebih stabil, satu kali pemeriksaan sudah cukup
(Soewondo, 2004).
Edukasi Pasien
• Memberi Penjelasan mengenai dm TIPE 2 itu sendiri.
• Selain menjaga pola hidup sehat pasien juga sebaiknya di edukasi
untuk meminum obat, efek samping dan kontrol secara teratur
• Terapi yang diberikan sebaiknya secara bertahap dan memiliki efek
samping paling kecil yang disesuaikan dengan komplikasi yang mungkin
timbul.
• Memberikan penyuluhan semacam edukasi pada pasien dan keluarga
mengenai pentingnya mengkonsumsi zat gizi secara seimbang terhadap
kesehatan tubuh dan pola hidup sehat
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA), 2011. Diagnosis and Classification of


Diabetes Mellitus . available online at
www.care.diabetesjournals.org/content/34/Supplement_1/S62.full
[Diakses pada 23 november 2016]
Sobbota. 2010. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi 21. Jakarta: EEG Penerbit Buku
Kedokteran..
Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders.
Mescher, A. L. (2010). Junquiera's Basic Histology Text & Atlas 12th ed. New York:
The McGraw-Hill Companies, Inc.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care UntukPenyakit Diabetes
Mellitus. Jakarta: Dirjen Binfar dan Alkes
Dipiro.JT., 2009, Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill, NewYork
Hirsch IB. Insulin Analog. N Engl J Med 2005; 352: 174-183.
ISFI. 2013. ISO Farmakoterapi Buku I. Jakarta: ISFI
Mahendra, Krisnatuti D, Tobing A, Boy. 2008. Care Your Self Diabetes Mellitus.
Jakarta: Penebar Plus
Mooradian AD, Bernbaum M, Albert SG. Narrative Review: A Rational Approach to
Starting Insulin Therapy. Ann Intern med 2006; 145: 125-134
Nathan DM, Buse JB, Davidson MB, Heine RJ, Holman RR, Sherwin R, Zinman B.
Management of hyperglycemia in type 2 diabetes: a consensus algorithm for the
initiation and adjustment of therapy a consensus statement from the American
Diabetes Association and the European Association for the Study of Diabetes.
Diabetes Care 2006; 29: 1963-1972.
Gardner DG, Shocback D, eds. 2011. Greenspan’s Basic & Clinical Endocrinology
9th ed. New York: McGraw-Hill.

Dipiro, Joseph T. 2009. Pharmacotherapy Handbook. USA: Mc-GrawHill


Kemenkes RI. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

King M. W., 2007. Glycolysis: Process of Glucose Utilization and


Homeostasis.Available online at:
http://themedicalbiochemistrypage.org/glycolysis.php#intro (accessed on 25
November 2016).

Silbernagl, Stefan dan Florian Lang. 2014. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta : Penerbit EGC

Riskesdas . 2014. Infodatin waspada diabetes. Jakarta : Kemenkes RI

Cramer, J., Manyon, A., 2007. Diabetes Melitus. Dalam: Paulman, P., Paulman, A.,
Harrison, J., ed. Taylor Manual Diagnosis Klinik Dalam 10 Menit. Jakarta: Binarupa
Aksara.

Bantas, Krisnawati. 2004. Epidemiologi Penyakit Diabetes Mellitus, Dalam Kodim,


Nasrin, et al, Himpunan Bahan Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.
Depok : FKM UI
Ilyas, Ermita. 2002. Olahraga Bagi Diabetisi, Dalam : Subekti, Imam, et.al 2002.
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta. FKUI
Suryoko, K. 2002. Gambaran Epidemiologi Penderita Diabetes Mellitus Pasien Rawat
Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih. Jakarta : FKUI
Waspadji, S., dkk.(2002). Pedoman Diet Diabetes Mellitus. Jakarta:
BalaiPenerbitFakultasKedokteranUniversitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai