Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK P DENGAN KEJANG DEMAM


DI RUANG ANAK RSUD HM. RYACUDU KOTABUMI

DISUSUN OLEH :

AHMAD NURHOLIS
NIM : 1514471002

POLTEKKES TANJUNGKARANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN KOTABUMI
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Konsep Teori Penyakit


I. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38oc) yang disebabkan
oleh suatu proses ekstracranial (mansjoer, 2000)
Kejang Demam Komplek adalah kejang yang bersifat fokal,
lamanya lebih dari 10-15 menit atau berulang dalam 24 jam. (IDAI,
2004)
Kejang demam sederhana adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu
porses ekstrakranial. Derajat tingginya suhu dianggap cukup untuk
mendiagnosis kejang demam ialah 380 C atau lebih
(Lumbantobing, 1995).
Kejang Demam Sederhana adalah kejang yang bersifat
umum, singkat, dan hanya terjadi sekali dalam 24 jam.

II. Klasifikasi

a. Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi


dua :

1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)


 Kejang bersifat umum
 Lamanya kejang bersifat singkat (kurang dari 15 menit)
 Frekuensi serangan 1-4 kali dalam 1 tahun
 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya
demam
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah
suhu normal tidak menunjukkan kelainan
 Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri tersebut di atas
disebut epilepsi yang dicetuskan oleh demam.

2. Epilepsi yang diprovokasi demam


 Kejang lama dan bersifat lokal
 Umur lebih dari 6 tahun
 Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun
 EEG setelah tidak demam abnormal

b. Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis


kejang demam, yaitu :

1. Kejang demam kompleks


 Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
 Kejang berlangsung lebih dari 15 menit
 Kejang bersifat fokal/multipel
 Didapatkan kelainan neurologis
 EEG abnormal
 Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun
 Temperatur kurang dari 39 derajat celcius.

2. Kejang demam sederhana


 Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun
 Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat
 Kejang bersifat umum (tonik/klonik)
 Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah
kejang
 Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun
 Temperatur lebih dari 39 derajat celcius
3. Kejang demam berulang
 Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam
(Soetomenggolo, 1995)

III. Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang
tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan
syaraf pusat misalnya tonsilitis ostitis media akut, bronchitis. Nilai
ambang untuk kejang demam ini berbeda untuk tiap anak dan
insiden kejang demam pada suhu di bawah 39oC sebesar 6,3 %
sedangkan pada suhu diatas 39˚C sebesar 19% sehingga bisa
dikatakan bahwa semakin tinggi suhu semakin besar
kemungkinan untuk kejang. Akan tetapi secara fisiologis belum
diketahui dengan pasti pengaruh suhu dan faktor yang berperan
dalam kejang demam pada saat infeksi.
IV. Patofisiologi

Infeksi bakteri, virus, parasit rangsang mekanik dan biokimia

Reaksi inflamasi perubahan konsentrasi ion


diruang ekstraseluler
Proses demam
Ketidakseimbangan potensial
membran ATP ASE

disfungsi Na+ dan Ka+

Kejang

Resiko Cidera

Kesadaran Gg. peredaran darah Aktifitas otot

Reflek menelan Hipoksia Metabolisme

Aspirasi Permeabilitas kapiler


Keb. O2 Suhu tubuh makin
Ketidakefektifan Sel neuron rusak
Pola pernapasan Asfiksia Hipertermia
Kekurangan
Volume
Resiko Ketidakefektifan Cairan
Perfusi Jaringan Serebral
V. Manifestasi Klinis
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral,
serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang
berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit
anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada
kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi
sementara (Todd’s hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam
atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh
hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43)
Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan
kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu
tubuh mencapai 39C atau lebih ditandai dengan adanya kejang
khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10
menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga
dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan
kelemahan serta gerakan sentakan terulang

VI. Pemeriksaan Diagnostik


Beberapa pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam
mengevaluasi kejang demam, diantaranya sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al., 2009).
Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama
dari 15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung
ketika pasien dinilai (Farrell dan Goldman, 2011).
2. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai
prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk
menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam
yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG
tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang
sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan
dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
3. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala
meningitis fidak jelas sehingga. harus dilakukan lumbal pungsi
pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.

VII. Penatalaksanaan Medis


1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam
adalah diazepam yang diberikan melalui interavena atau
indra vectal.
 Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
 Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis
yang sama setelah 20 menit.
b. Turunkan panas
 Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
 Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada
pasien kejang demam yang pertama, walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga
gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten
/ saat demam dan profilaksis terus menerus dengan
antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis intermitten
diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
 Bebaskan jalan napas
 Beri zat asam
 Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
 Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam
sederhana. Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-
penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
c. Dapat digunakan :
– Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
– Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
– Klonazepam : (indikasi khusus)

VIII. Komplikasi
1. Epilepsi
Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis
yang berlangsung lama dan dapat menjadi matang
2. Retardasi mental
Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah
terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis
3. Hemiparese
Biasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama
(berlangsung lebih dari 30 menit)
4. Gagal pernapasan
Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot
pernapasan menjadi spasme
5. Kematian
B. Konsep Teori Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
1. Data Subjektif
a. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata
orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial
anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, alamat.
b. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
 Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara
(khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan
jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini
ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang
sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk
pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma kepala, radang
selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu
pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil.
Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil,
penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil.
Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan
atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante
partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal
apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek,
dan kejang-kejang.
 Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang
belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan
reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat
imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.
 Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+
25 % penderita kejang demam mempunyai faktor
turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga
yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit
infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya
kejang demam.
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat
kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada
kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi
sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal
seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
b. Pemeriksaan Fisik
 Kepala  Leher
 Rambut  Thorax
 Muka/ Wajah.  Jantung
 Mata  Abdomen
 Telinga  Kulit
 Hidung  Ekstremitas
 Mulut  Genetalia
 Tenggorokan
II. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
pasien dengan kejang demam adalah meliputi:
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai
prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk
menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam
yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG
tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang
sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan
dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala
meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi
pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
 Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi
kejang (N < 200 mq/dl)
 BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian
obat.
 Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi
kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari
CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang
dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi
dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap
dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala

III. Diagnosa
1. Hipertermia b.d sepsis d.d kejang demam, menggigil.
2. Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan serebral b.d Kejang
3. Gangguan Pola Tidur b.d penyakit d.d kesulitan tidur

IV. Rencana Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Hipertermia b.d Setelah dilakukan Perawatan Demam
sepsis d.d kejang tindakan keperawatan (355)
demam, menggigil. 2 x 24 jam klien merasa  Pantau suhu dan
keluhannya berkurang. tanda-tanda vital
lainnya.
Termoregulasi (564)  Monitor warna kulit
Kriteria hasil : dan suhu
 Peningkatan suhu  Beri obat atau
kulit (5) cairan IV (misalnya:
 Denyut jantung antipiretik,agen
apikal (5) antibakteri,dan
 Denyut nadi radial (5) agen anti mengigil)
 Sakit kepala (5)  Mandikan (pasien)
 Tingkat pernapasan dengan spons
(5) hangat dengan hati-
 Menggigil saat dingin hati (yaitu:berikan
(5) pada pasien
dengan suhu yang
sangat tinggi, tidak
memberikannya
selama fase dingin,
hindari agar pasien
tidak mengigil)
 Jangan beri aspirin
untuk anak-anak
 Fasilitasi
istirahat,terapkan
pembatasan
aktivitas : Jika di
perlukan
 Pastikan langkah
keamanan pasien
yang gelisah atau
mengalami delirium.

Pengaturan suhu
(308)
 Monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam,
sesuai kebutuhan
 Monitor TTV
 Monitor warna kulit
 Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
adekuat
 Sesuaikan suhu
lingkungan untuk
kebutuhan pasien
 Monitor dan
laporkan adanya
tanda dan gejala
dari hipotermia dan
hipertermia.

2. Resiko Setelah dilakukan Monitor Tekanan Intra


Ketidakefektifan tindakan keperawatan Kranial (TIK) (238)
Perfusi Jaringan 2 x 24 jam klien merasa  Monitor intake dan
serebral b.d Kejang keluhannya berkurang. output
 Berikan antibiotic
Perfusi Jaringan :  Monitor tekanan
cerebral (451) aliran darah otak
Kriteria hasil :  Monitor kualitas dan
 Demam (5) karakteristik
 Penurunan tingkat gelombang
kesadaran (5)  TIK
 Tekanan Intrakranial
(5)
 Tekanan darah (5)
 Sakit kepala (5)

Perfusi Jaringan (445)


Kriteria hasil :
 Aliran darah melalui
pembuluh darah
cerebral (5)
 Aliran darah melalui
pembuluh perifer (5)
3 Gangguan Pola Setelah dilakukan Peningkatan Tidur
Tidur b.d penyakit tindakan keperawatan (348)
d.d kesulitan tidur 2 x 24 jam klien merasa  Tentukan pola tidur
keluhannya berkurang. klien
 Monitor pola tidur
Tidur (566) dan jumlah jam
Kriteria Hasil : tidur klien
 Jam tidur (5)  Bantu untuk
 Pola tidur (5) menghilangkan
 Kualitas tidur (5) situasi stress
 Tidur rutin (5) sebelum tidur
 Kesulitan memulai  Terapkan langkah-
tidur (5) langkah
kenyamanan
seperti pijat dan
pemberian posisi
 Anjurkan klien
untuk tidur siang
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
a. Data Demografi
1. Identitas klien
Kamar/ruangan : Kamar IIIB/Ruang Anak
Tgl masuk RS : 29-05-2017
No rekam medis : 19-53-90
Nama : An. P
Usia : 3 tahun 9 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. Eko
Hubungan dg klien : Ayah Kandung
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jati Rejo Talang Jali

Tanggal pengkajian : 30 Mei 2017


Waktu pengkajian :11.00 WIB

b. Data Medik

I. Dikirim oleh :
UGD
Dokter Praktik
II. Diagnosa medis
Saat masuk : KDS (Kejang Demam Sederhana)
Saat pengkajian : KDS (Kejang Demam Sederhana)
c. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat kesehatan masuk RS
Ibu klien mengatakan bahwa anak P datang ke RSUD H.M
Ryacudu dengan keluhan kejang, kejang terjadi 1 kali sebelum
masuk rumah sakit. Durasi lebih kurang 15 menit. Kejang baru
pertama kali dialami, tidak ada kejang berulang. Kejang di sertai
demam sejak pukul 13.00 WIB serta mual dan muntah 2 kali. Klien
tampak lemas

B. Riwayat kesehatan saat pengkajian/riwayat penyakit sekarang


Keluhan utama : demam
Palitatif : demam berkurang setelah diberikan obat
Quality : panas seluruh tubuh
Quantity : sering, tidak tentu
Region : dahi
Radiation : seluruh tubuh
Saverity :-
Scale : tidak terkaji
Time : tidak tentu

- Pengkajian Tanda Vital


- Tekanan darah :-
- Nadi : 90 x/mnt
- Suhu : 38,1 ⁰C
- Pernafasan : 25 x/mnt

- Pengkajian Keamanan
Tingkat kesadaran klien compos mentis, tidak ada cidera,
tidak ada luka, tidak ada patah tulang, tidak ada luka bakar.\
- Pengkajian Situasi Khusus
Klien tidak dilakukan pembedahan, klien tidak menggunakan
ventilator mekanik.

- Pengkajian Fungsi Tubuh


Klien tidak mengalami masalah dalam menelan, tidak ada
masalah dalam rongga mulut, tidak ada masalah dalam BAB, dank
lien mengalami muntah.

- Pengkajian Aktifitas, Istirahat, dan Mobilitas


Klien memiliki masalah tidur.

- Pengkajian Rasa Nyaman


Klien tidak mengeluh gatal dan tidak ada nyeri di
esktremitas.

- Pengkajian Nutrisi
Klien tidak menyusui, klien mengalami penurunan nafsu
makan, dan klien sering menangis

- Pengkajian Tingkah Laku


Klien tidak mengalami masalah dalam kebersihan mulut

- Pengkajian Penyakit
Diagnosa medis : KDS (Kejang Demam Sederhana)

- Pengkajian Prosedur
Prosedur perawatan / medis yang dilakukan klien terhadap klien :
 Pantau TTV
 Kolaborasi dalam pemberian therapi obat
 Pemberian cairan IV
 Pemberian Kompres hangat pada bagian frontal, aksila,
lipatan paha, leher.

d. Pengobatan

Pengobatan yang diberikan pada klien :


29-05-2017 30-05-2017 31-05-2017
Infuse RL 1000 Infuse RL 1000 Infuse RL 1000
cc/24 jam cc/24 jam cc/24 jam
Therapy injeksi : Therapy injeksi : Therapy injeksi :
 PCT inf 4x 110  Diazepam 3 mg  Cefotaxime
mg jika kejang 3x350 mg
 Diazepam 3 mg  Cefotaxime  Ondancetron
jika kejang 3x350 mg 1mg k/p
 Cefotaxime  Ondancetron Therapy oral :
3x350 mg 1mg k/p  Diazepam 3x1
 Ondancetron Therapy oral : mg /po jika T >
1mg k/p  Diazepam 3x1 38,50C
Therapy oral : mg /po jika T >  Gentamicin 3x1
 Diazepam 3x1 38,50C
mg /po jika T >  Gentamicin 3x1
38,50C
 Gentamicin 3x1

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia b.d sepsis d.d kejang demam, menggigil.
2. Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan serebral b.d Kejang
3. Gangguan Pola Tidur b.d penyakit d.d kesulitan tidur
C. Perencanaan (NOC dan NIC)

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Hipertermia b.d Setelah dilakukan Perawatan Demam
sepsis d.d kejang tindakan keperawatan (355)
demam, menggigil. 2 x 24 jam klien merasa  Pantau suhu dan
keluhannya berkurang. tanda-tanda vital
lainnya.
Termoregulasi (564)  Monitor warna kulit
Kriteria hasil : dan suhu
 Peningkatan suhu  Beri obat atau
kulit (5) cairan IV (misalnya:
 Denyut jantung antipiretik,agen
apikal (5) antibakteri,dan
 Denyut nadi radial (5) agen anti mengigil)
 Sakit kepala (5)  Mandikan (pasien)
 Tingkat pernapasan dengan spons
(5) hangat dengan hati-
 Menggigil saat dingin hati (yaitu:berikan
(5) pada pasien
dengan suhu yang
sangat tinggi, tidak
memberikannya
selama fase dingin,
hindari agar pasien
tidak mengigil)
 Jangan beri aspirin
untuk anak-anak
 Fasilitasi
istirahat,terapkan
pembatasan
aktivitas : Jika di
perlukan
 Pastikan langkah
keamanan pasien
yang gelisah atau
mengalami delirium.

Pengaturan suhu
(308)
 Monitor suhu paling
tidak setiap 2
jam,sesuai
kebutuhan
 Monitor TTV
 Monitor warna kulit
 Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
adekuat
 Sesuaikan suhu
lingkungan untuk
kebutuhan pasien
 Monitor dan
laporkan adanya
tanda dan gejala
dari hipotermia dan
hipertermia.

2. Resiko Setelah dilakukan Monitor Tekanan Intra


Ketidakefektifan tindakan keperawatan Kranial (TIK) (238)
Perfusi Jaringan 2 x 24 jam klien merasa  Monitor intake dan
serebral b.d Kejang keluhannya berkurang. output
 Berikan antibiotic
Perfusi Jaringan :  Monitor tekanan
cerebral (451) aliran darah otak
Kriteria hasil :  Monitor kualitas dan
 Demam (5) karakteristik
 Penurunan tingkat gelombang TIK
kesadaran (5)
 Tekanan Intrakranial
(5)
 Tekanan darah (5)
 Sakit kepala (5)

Perfusi Jaringan (445)


Kriteria hasil :
 Aliran darah melalui
pembuluh darah
cerebral (5)
 Aliran darah melalui
pembuluh perifer (5)

3 Gangguan Pola Setelah dilakukan Peningkatan Tidur


Tidur b.d penyakit tindakan keperawatan (348)
d.d kesulitan tidur 2 x 24 jam klien merasa  Tentukan pola tidur
keluhannya berkurang. klien
Tidur (566)  Monitor pola tidur
Kriteria Hasil : dan jumlah jam
 Jam tidur (5) tidur klien
 Pola tidur (5)  Bantu untuk
 Kualitas tidur (5) menhilangkan
 Tidur rutin (5) situasi stress
 Kesulitan memulai sebelum tidur
tidur (5)  Terapkan langkah-
langkah
kenyamanan
seperti pijat dan
pemberian posisi
 Anjurkan klien
untuk tidur siang

D. Implementasi dan Evalusai

Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


30-05-2017  Memantau tanda- S : Keluarga
1. Hipertermia b.d sepsis tanda vital mengatakan “pasien
d.d kejang demam,  Monitor suhu paling sudah tidak kejang
menggigil tidak setiap 2 jam, tetapi masih demam”
sesuai kebutuhan
 Memberikan therapy O:
obat :  Pasien tampak
PCT inf 4x 110 mg, gelisah dan rewel
Diazepam 3 mg jika  Klien terpasang
kejang, Cefotaxime infuse RL 20 tpm
3x350 mg,  T : 38,8°C
Ondancetron 1mg
k/p A : Masalah belum
 Memonitor teratasi
pemberian cairan
infuse RL 1000cc/hr P : Lanjutkan intervensi
- kompres hangat
- monitor TTV
- monitor cairan infuse
- kolaborasi teraphy
obat
2. Resiko Ketidakefektifan  Memonitor intake S:
Perfusi Jaringan serebral dan output cairan  Keluarga
b.d Kejang  Memberikan mengatakan “klien
antibiotic minum kurang dari 8
(Cefotaxime 3x250 gelas/ hari (1500-
mg) 2000 cc)”
 Keluarga
mengatakan “klien
BAK banyak
jumlahnya tidak
terkaji”

O:
 Klien tampak lemah
 Klien tampak rewel

A : Masalah belum
teratasi

P : Lanjutkan intervensi
- monitor intake dan
output cairan
- berikan antibiotic
- monitor status
neurologis (tingkat
kesadaran)

3. Gangguan Pola Tidur  Menentukan pola S:


b.d penyakit d.d kesulitan tidur klien  Keluarga
tidur  Memonitor pola tidur mengatakan “klien
dan jumlah jam tidur sulit tidur dan rewel””
klien  Keluarga
mengatakan “klien
tidur kurang dari 8
jam/hari”

O:
 Klien tampak kurang
tidur
 Klien tampak lemah

A : Masalah belum
teratasi

P : Lanjutkan intervensi
- monitor pola tidur
dan jumlah jam tidur
klien
- terapkan langkah-
langkah kenyamanan
: pemberian posisi
dan pijat
- anjurkan klien untuk
tidur siang

4. Hipertermia b.d sepsis  Memantau tanda- S : Keluarga


d.d kejang demam, tanda vital mengatakan “pasien
menggigil  Memberikan therapy sudah tidak kejang dan
obat : demam berkurang”
PCT inf 4x 110 mg,
Cefotaxime 3x350
mg, Ondancetron O:
1mg k/p  Pasien tampak
 Memonitor warna lemah
kulit (kemerahan /  Klien terpasang
sianosis / ikterik) infuse RL 20 tpm
 Memberikan  T : 38,0°C
kompres hangat
A : Masalah belum
teratasi

P : Lanjutkan intervensi
- kompres hangat jika
demam belum juga
berkurang
- monitor TTV
- monitor cairan infuse
- kolaborasi teraphy
obat

5. Resiko Ketidakefektifan  Memonitor intake S:


Perfusi Jaringan serebral dan output cairan  Keluarga
b.d Kejang  Memberikan mengatakan “klien
antibiotic minum 6-8 gelas/
(Cefotaxime 3x250 hari (1500-2000 cc)”
mg)  Keluarga
 Memonitor status mengatakan “klien
neurologis (tingkat BAK banyak
kesadaran) jumlahnya tidak
terkaji”

O:
 Klien masih tampak
lemah
 Klien sadar
sepenuhnya
A : Masalah teratasi
sebagian

P : Lanjutkan intervensi
- monitor intake dan
output cairan
- berikan antibiotic

6. Gangguan Pola Tidur  Memonitor pola tidur S:


b.d penyakit d.d kesulitan dan jumlah jam tidur  Keluarga
tidur  Menerapkan mengatakan “klien
langkah-langkah sulit tidur dan rewel””
kenyamanan :  Keluarga
pemberian posisi mengatakan “klien
 Menganjurkan klien tidur kurang dari 8
untuk tidur siang jam/hari”

O:
 Klien tampak kurang
tidur
 Klien tampak lemah

A : Masalah belum
teratasi

P : Lanjutkan intervensi
- monitor pola tidur
dan jumlah jam tidur
klien
- anjurkan klien untuk
tidur siang
7. Hipertermia b.d sepsis  Memantau tanda- S : Keluarga
d.d kejang demam, tanda vital mengatakan “demam
menggigil  Memberikan therapy berkurang”
obat :
 PCT inf 4x 110 mg,
Cefotaxime 3x350 O:
mg, Ondancetron  Klien tampak tidak
1mg k/p gelisah
 Monitor dan laporkan  Klien tampak
adanya tanda dan membaik
gejala dari hipotermia  Klien terpasang
dan hipertermia infuse RL 20 tpm
 T : 37,5°C

A : Masalah teratasi
sebagian

P : Lanjutkan intervensi
- kompres hangat jika
demam belum juga
berkurang
- monitor TTV
- monitor cairan infuse
- kolaborasi teraphy
obat

8. Resiko Ketidakefektifan  Memonitor intake S:


Perfusi Jaringan serebral dan output cairan  Keluarga
b.d Kejang  Memberikan mengatakan “klien
antibiotic sudah tidak kejang”
(Cefotaxime 3x250  Keluarga
mg) mengatakan “klien
minum 6-8 gelas/
hari (1500-2000 cc)”
 Keluarga
mengatakan “klien
BAK banyak
jumlahnya tidak
terkaji”

O:
 Klien tampak tidak
kejang

A : Masalah teratasi
penuh

P : Hentikan intervensi

9. Gangguan Pola Tidur  Memonitor pola tidur S:


b.d penyakit d.d kesulitan dan jumlah jam tidur  Keluarga
tidur  Menerapkan mengatakan “pasien
langkah-langkah sudah mau tidur
kenyamanan : tetapi masih rewel”
pemberian posisi  Keluarga
mengatakan “pasien
tidur tadi siang
sekitar 1-2 jam”
 Keluarga
mengatakan “klien
tidur 8 jam/hari”

O:
 Klien tampak cukup
tidur
 Klien dalam posisi
semi fowler

A : Masalah teratasi
sebagian

P : Lanjutkan intervensi
- monitor pola tidur
dan jumlah jam tidur
klien
- berikan langkah
kenyamanan pijat
BAB III
KESIMPULAN

Kejang demam sederhana adalah bangkitan kejang yang terjadi


pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu porses
ekstrakranial. Derajat tingginya suhu dianggap cukup untuk mendiagnosis
kejang demam ialah 380 C atau lebih (Lumbantobing, 1995).
Kejang Demam Sederhana adalah kejang yang bersifat umum,
singkat, dan hanya terjadi sekali dalam 24 jam.
Gejalanya berupa:
 Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh
yang tejradi secara tiba-tiba)
 Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir
selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang
demam)
 Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang
biasanya berlangsung selama 10-20 detik)
 Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan
berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit
 Lidah atau pipinya tergigit
 Gigi atau rahangnya terkatup rapat
DAFTAR RUJUKAN

 Nanda. 2001. Nursing Diagnoses: Definition and Classification


2005-2006. Philadelphia.
 Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
 Price & Wilson. 1995. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.Jakarta: EGC.
 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. (2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11.
Jakarta: Infomedika
 Wahidiyat. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Jakarta: Info
Medika.

Anda mungkin juga menyukai