Anda di halaman 1dari 11

Efrentinus tasaeb

Aliran-Aliran Pendidikan
26/11/2013 Afid Burhanuddin Leave a comment

Perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah secara signifikan


sehingga banyak merubah pola pikir pendidik dan juga peserta didik, dari pola pikir yang
awam dan kaku menjadi lebih modern dan kritis. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam
kemajuan pendidikan di Indonesia. Pendidikan merupakan hal yang paling penting untuk
menuju kehidupan yang lebih baik, dan masalah sukses tidaknya pendidikan tidak lepas dari
faktor pembawaan dan lingkungan. Pembawaan dan lingkungan merupakan hal yang tidak
mudah untuk di jelaskan sehingga memerlukan penjelasan dan uraian yang tidak sedikit.

Dalam hal ini akan dipaparkan beberapa pendapat dari aliran-aliran klasik, di antaranya aliran
nativisme, naturalisme, empirisme dan konvergensi, serta pengaruhnya terhadap pemikiran
dan praktek pendidikan di Indonesia.

KONSEP DASAR DAN DEFINISI ALIRAN-ALIRAN KLASIK PENDIDIKAN

Pendidikan yang diberikan harus didasarkan atas landasan pelaksanaan pendidikan,


kebutuhan peserta didik serta tujuan yang hendak dicapai lewat proses pendidikan tersebut.
Ketiga hal tersebut dalam kaca mata filsafat pendidikan dipengaruhi oleh berbagai aliran atau
mazhab pendidikan yang telah dikenalkan dan dikembangkan oleh para ahli.

Kajian tentang berbagai aliran pendidikan tersebut berguna sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan para tenaga kependidikan. Hal ini sangat penting agar para tenaga
kependidikan dapat memahami dan memberikan konstribusi terhadap dinamika pendidikan
dalam sebuah kondisi masyarakat.

Filsafat pendidikan adalah studi ihwal tujuan, hakikat dan isi yang ideal dari pendidikan.
Pada intinya filsafat pendidikan mempertanyakan sejumlah pertanyaan penting sebagai
berikut: pengetahuan apa yang paling berharga, pengetahuan apa yang mesti diajarkan, apa
yang seharusnya menjadi tujuan pendidikan, bagaimana manusia belajar, bagaimana
sebaiknya hubungan antara guru dan siswa. Untuk menjawab kelima pertanyaan di atas
terdapat sejumlah mazhab atau aliran filsafat yang lazim dirujuk dalam pendidikan, yaitu:
empiris, nativisme, dan konvergensi. Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah usaha yang
dilakukan secara sadar untuk mengenalkan manusia terhadap realita kehidupannya. Dalam
hal tersebut secara jelas bahwa pendidikan yang diberikan harus didasarkan atas landasan
pelaksanaan pendidikan, kebutuhan peserta didik serta tujuan yang hendak dicapai lewat
proses pendidikan tersebut. Ketiga hal tersebut dalam kaca mata filsafat pendidikan
dipengaruhi oleh berbagai aliran atau mazhab pendidikan yang telah dikenalkan dan
dikembangkan oleh para ahli.

Walaupun kenyataannya berbagai pemikiran yang kemudian menjadi “mazhab” dalam


penyelenggaraan pendidikan dicetuskan beberapa puluh tahun yang lalu, bahkan beberapa
ratus tahun yang lalu, namun nampak nyata bahwasanya pemikiran tersebut sangat
mempengaruhi penyelenggaraan pendidikan pada masa kini. Pemikiran para ahli tersebut
lazimnya dikatakan sebagai aliran pendidikan atau ada pula yang menamakan sebagai
mazhab filsafat pendidikan. Contoh daripada aliran-aliran tersebut ialah empiris, nativisme,
dan konvergensi. Kesemua aliran tersebut memiliki ciri yang khas baik dari segi tujuan
maupun metoda pengajaran dalam pendidikan yang telah dicetuskan oleh para ahli.

Kajian tentang berbagai aliran pendidikan tersebut berguna sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan para tenaga kependidikan. Hal ini sangat penting agar para tenaga
kependidikan dapat memahami dan memberikan konstribusi terhadap dinamika pendidikan
dalam sebuah kondisi masyarakat. Disamping itu para tenaga kependidikan juga diharapkan
dapat memiliki bekal dalam mewujudkan tujuan.

ANALISIS ALIRAN-ALIRAN KLASIK PENDIDIKAN

A . Aliran Nativisme

Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Teori ini muncul dari filsafat
nativisma (terlahir) dari kata sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan
suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak
lahir, dan faktor alam yang kodrati.Pelopor aliran Nativisme adalah Arthur Schopenhauer
seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1788-1880. Aliran nativisme (aliran
pesimistik).Aliran nativisme menyatakan bahwa perkembangan seseorang merupakan produk
dari pembawaan yang berupa bakat. Bakat yang merupakan pembawaan seseorang akan
menentukan nasibnya. Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran empirisme. Orang yang
“berbakat tidak baik” akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik.
Orang yang “berbakat baik” akan tetap baik dan tidak perlu dididik, karena ia tidak mungkin
akan terjerumus menjadi tidak baik.

Adapun aliran Nativisme, secara umum sangat dipengaruhi oleh pandangan-pandangan dari
aliran Idealisme, terlihat dari konsepsi dasarnya tentang hakikat manusia itu sendiri. Menurut
aliran Nativisme ini, manusia mempunyai potensi yang menentukan pertumbuhan dan
perkembangan dalam proses penerimaan pengetahuan. Potensi tersebut merupakan
“gabungan” dari hereditas orang tuanya maupun “bakat/pembawaan” yang berasal dari
dirinya sendiri.

Faktor perkembangan manusia dalam teori nativisme

1. Faktor Genetic.

Adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari
diri manusia. Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka
anaknya memiliki bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar.

2. Faktor Kemampuan Anak

Adalah faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam
dirinya. Faktor ini lebih nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam
dirinya. Contohnya adalah adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap
anak untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan
minatnya.

3. Faktor pertumbuhan Anak

Adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan
dan perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia kan
bersikap enerjik, aktif, dan responsive terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika
pertumbuhan anak tidak normal maka anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan
kemampuan yang dimiliki.

Tujuan-Tujuan Teori Nativisme

1. Mampu memunculkan bakat yang dimiliki

Dengan teori ini diharapkan manusia bisa mengoptimalkann bakat yang dimiliki dikarenakan
telah mengetahui bakat yang bisa dikembangkannya.

Dengan adanya hal ini, mudahkan manusia mengembangkan sesuatu yang bisa berdampak
besar terhadap kemajuan dirinya.

2. Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi

Dengan teori ini diharapkan setiap manusia harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya
pengembangan bakat dan minat agar menjadi manusia yang berkompeten sehingga bisa
bersaing dengan orang lain dalam menghadapi tantangan zaman sekarang yang semakin lama
semakin dibutuhkan manusia yang mempunyai kompeten lebih unggul daripada yang lain.

3. Mendorong manusia dalam menetukan pilihan

Adanya teori ini manusia bisa bersikap lebih bijaksana terhadap menentukan pilihannya, dan
apabila telah menentukan pilihannya manusia tersebut akan berkomitmen dan berpegang
teguh terhadap pilihannya tersebut dan meyakini bahwa sesuatu yang dipilihnya adalah yang
terbaik untuk dirinya.

4. Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang

Teori ini dikemukakan untuk menjadikan manusia berperan aktif dalam pengembangan
potensi diri yang dimilii agar manusia itu memiliki ciri khas atau ciri khusus sebagai jati diri
manusia.

5. Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki.


Dengan adanya teori ini, maka manusia akan mudah mengenali bakat yang dimiliki, denga
artian semakin dini manusia mengenali bakat yang dimiliki maka dengan hal itu manusia
dapat lebih memaksimalkan baakatnya sehingga bisa lebih optimal.

Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor yang
dibawa sejak lahir itulah yang menentukan perkembangannya dalam kehidupan. Nativisme
berkeyakinan bahwa pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaaan. Dengan
demikian menurut mereka pendidikan tidak membawa manfaat bagi manusia. Karena
keyakinannya yang demikian itulah maka mereka di dalam ilmu pendidikan disebut juga
aliran Pesimisme Paedagogis.
B. Aliran Empirisme

Aliran empirisme (aliran optimisme). Aliran empirisme mengutamakan perkembangan


manusia dari segi empirik yang secara eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan
sebagai sisi internal manusia. Dengan kata lain pengalaman adalah sumber pengetahuan,
sedangkan pembawaaan yang berupa bakat tidak diakui.

Manusia dilahirkan dalam keadaan kosong, sehingga pendidikan memiliki peran penting
yang dapat menentukan keberadaan anak. Aliran ini melihat keberhasilan seseorang hanya
dari pengalaman (pendidikan) yang diperolehnya, bukan dari kemampuan dasar yang
merupakan pembawaan lahir. Tokoh utamanya John Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini
adalah “The School of British Empircism” (aliran empirisme inggris). Namun, aliran ini lebih
berpengaruh terhadap para pemikir Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran
filsafat bernama “environmentalisme” (aliran lingkungan) dan psikologi bernama
“environmental psychology” (psikologi lingkungan) yang relatif masih baru (Rober, 1988).

Doktrin aliran empirisme yang amat mashyur adalah “tabula rasa”, sebuah istilah bahasa latin
yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula
rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan, dan pendidikan dalam arti
perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman
pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.
Dalam hal ini para penganut empirisme (bukan empirisme) menganggap setiap anak lahir
seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak
menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.
Jika seorang siswa memperoleh kesempatan yang memadai untuk mempelajari ilmu politik,
tentu kelak ia akan menjadi seorang polisi. Karena ia memiliki pengalaman belajar di bidang
politik, ia tak akan pernah menjadi pemusik, walaupun orang tuanya pemusik sejati.

Aliran empirisme dipandang berat sebelah, sebab hanya mementingkan peranan pengalaman
yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir
dianggap tidak menentukan, menurut kenyataan dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak
yang berhasil karena berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung.

Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman, sedangkan kemampuan dasar
yang di bawa anak sejak lahir, di kesampingkan. Padahal ada anak yang berbakat dan berhasil
meskipun lungkungan tidak terlalu mendukung.
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh faktor lingkungan
atau pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil.
Manusia dapat dididik menjadi apa saja (kearah yang baik atau kearah yang buruk) menurut
kehendak lingkungan atau pendidik-pendidiknya. Dengan demikian pendidikan diyakini
sebagai sebagai maha kuasa bagi pembentukan anak didik.Karena pendapatnya yang
demikian, maka dalam ilmu pendidikan disebut juga Aliran Optimisme Paedagogis. Tokoh
aliran ini yaitu John Locke.

C. Aliran Konvergensi

Aliran konvergensi (convergence) merupakan gabungan antara aliran empirisisme dengan


aliran nativisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan
lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia.

Berdasarkan uraian mengenai aliran-aliran doktrin filosofis yang berhubungan dengan proses
perkembangan diatas, penyusun pandangan bahwa faktor yang memengaruhi tinggi
rendahnya mutu hasil perkembangan siswa pada dasarnya terdiri atas dua macam:

1. Faktor Internal yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi
pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya
sendiri.
2. Faktor Eksternal yaitu hal-hal yang datang atau ada diluar diri siswa yang meliputi
lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut
dengan lingkungannya.

Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor
pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.
Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya
dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu. Sebaliknya, lingkungan
yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada
diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu. Sebagai contoh,
hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata, adalah juga hasil
konvergensi.

Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk
mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.

Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.Aliran konvergensi


pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-
kembang manusia. Meskipun demikian, terdapat variasi pendapat tentang faktor mana yang
paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu. Dari sisi lain, variasi pendapat itu
juga melahirkan berbagai pendapat/gagasan tentang belajar mengajar, seperti peran guru
sebagai fasilitator ataukah informator, teknik penilaian pencapaian siswa dengan tes objektif
atau tes esai, perumusan tujuan pengajaran yang sangat behavioral, penekanan pada peran
teknologi pengajaran (The Teaching Machine, belajar berprogram, dan lain-lain).

D. Aliran Naturalisme

Nature artinya alam atau yang di bawa sejak lahir. Aliran ini di pelopori oleh seorang filusuf
Prancis JJ.Rousseau(1712-1778). Berbeda dengan nativisme naturalisme berpendapat bahwa
semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik, dan tidak satupun dengan
pembawaan buruk. Bagaimana hasil perkembangannya kemudian sangant di tentukan oleh
pendidkan yang di terimanya atau yang mempengaruhinya. Jika pengeruh itu baik maka akan
baiklah ia akan tetapi jika pengaruh itu jelek, akan jelek pula hasilnya. seperti dikatakan oleh
tokoh aliran ini yaitu J.J. Rousseausebagai berikut:”semua anak adalah baik pada waktu baru
datang dari sang pencipta, tetapi semua rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu sebagai
pendidik Rousseau mengajukan “pendidikan alam” artinya anak hendaklah di biarkan tumbuh
dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia atau masyarakat jangan banyak
mencampurinya.

Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang di berikan orang dewasa malahan dapat
merusak pembawaan anak yang baik itu, aliran ini juga di sebut negativisme.

Jadi menurut aliran ini pendidikan harus di jauhkan dari anak-anak, seperti di ketahui,
gagasan naturalise yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat ini malah terbukti
sebaliknya pendidikan makin lama makin di perlukan.

Tokoh aliran ini adalah J.J. Rousseau. la adalah filosof Prancis yang hidup tahun 1712-1778.
Naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunyai
pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh
lingkungan, sehingga aliran Naturalisme sering disebut Negativisme. Dalam aliran
Naturalisme memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran dintaranya adalah :

1. Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara
pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan didalam dirinya
secara alami.
2. Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik
berperan sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang
mampu mendorong keberanian anak didik ke arah pandangan yang positif dan
tanggap terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik.
Tanggung jawab belajar terletak pada diri anak didik sendiri.
3. Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan
menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik.
Anak didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya
sendiri sesuai dengan minat dan perhatiannya.

Aliran filsafat naturalisme didukung oleh tiga aliran besar yaitu realisme, empirisme dan
rasionalisme. Pada dasarnya, semua penganut naturalisme merupakan penganut realisme,
tetapi tidak semua penganut realisme merupakan penganut naturalisme. Imam Barnadib
menyebutkan bahwa realisme merupakan anak dari naturalisme. Oleh sebab itu, banyak ide-
ide pemikiran realisme sejalan dengan naturalisme. Salah satunya adalah nilai estetis dan etis
dapat diperoleh dari alam, karena di alam tersedia kedua hal tersebut.

Dimensi utama dan pertama dari pemikiran aliran filsafat naturalisme di bidang pendidikan
adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan perkembangan alam. Manusia diciptakan
dan ditempatkan di atas semua makhluk, karena kemampuannya dalam berfikir. Peserta didik
harus dipersiapkan kepada dan untuk Tuhan. Untuk itu pendidikan yang signifikan dengan
pandangannya adalah pendidikan ketuhanan, budi pekerti dan intelek. Pendidikan tidak hanya
sebatas untuk menjadikan seseorang mau belajar, melainkan juga untuk menjadikan
seseorang lebih arif dan bijaksana..
Naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari seorang
anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi penganut paham naturalis
perlu dimulai jauh hari sebelum proses pendidikan dilaksanakan. Sekolah merupakan dasar
utama dalam keberadaan aliran filsafat naturalisme karena belajar merupakan sesuatu yang
natural, oleh karena itu fakta bahwa hal itu memerlukan pengajaran juga merupakan sesuatu
yang natural juga.Paham naturalisme memandang guru tidak mengajar subjek, melainkan
mengajar murid.

Tujuan pendidikan naturalisme:

(1) Pemeliharaan diri

(2) Mengamankan kebutuhan hidup

(3) Meningkatkan anak didik

(4) Memelihara hubungan sosial dan politik

(5) Menikmati waktu luang.

Prinsip dalam proses pendidikan aliran naturalisme:

(1) Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam

(2) Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik

(3) Pendidikan harus berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak

(4) Memperbanyak ilmu pengetahuan merupakan bagian penting dalam pendidikan

(5) Pendidikan dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik, sekaligus otak

(6) Praktik mengajar adalah seni menunda

(7) Metode instruksi dalam mendidik menggunakan cara induktif (Hukuman dijatuhkan
sebagai konsekuensi alam akibat melakukan kesalahan. Kalaupun dilakukan hukuman, hal itu
harus dilakukan secara simpatik.

E . Aliran Progresivisme

Aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan
dapat menghadapi serta mengatasi masalah yang bersifat menekan, ataupun masalah-masalah
yang bersifat mengancam dirinya. Aliran ini memandang bahwa peserta didik mempunyai
akal dan kecerdasan. Hal itu ditunjukkan dengan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan
jika dibanding makhluk lain.

Manusia memiliki sifat dinamis dan kreatif yang didukung oleh ke-cerdasannya sebagai bekal
menghadapi dan memecahkan masalah. Peningkatan kecerdasan menjadi tugas utama
pendidik, yang secara teori mengerti karakter peserta didiknya.Peserta didik tidak hanya
dipandang sebagai kesatuan jasmani dan rohani, namun juga termanifestasikan di dalam
tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam pengalamannya. Jasmani dan rohani, terutama
kecerdasan, perlu dioptimalkan. Artinya, peserta didik diberi kesempatan untuk bebas dan
sebanyak mungkin mengambil bagian dalam kejadian-kejadian yang berlangsung di
sekitarnya, sehingga suasana belajar timbul di dalam maupun di luar sekolah.

Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut
progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala.tidak pernah sampai pada yang paling
ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya
pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam
kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat
kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang
setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih
besar pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”, hasil belajar “dunia nyata” dan juga
pengalaman teman sebaya

Pandangan Progesivisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan

Anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh
rintangan yang dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu filsafat progressivisme tidak
menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas
para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan
sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik.

Filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum yang bersifat luwes


(fleksibel) dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan zamannya.
Sifat kurikulumnya adalah kurikulum yang dapat direvisi dan jenisnya yang memadai, yaitu
yang bersifat eksperimental atau tipe Core Curriculum.
Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan atas
manusia dalam hidupnya selalu berinteraksi didalam lingkungan yang komplek.

Progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan
harus terintegrasi dalam unit. Dengan demikian core curriculum mengandung ciri-ciri
integrated curriculum, metode yang diutamakan yaitu problem solving.

Dengan adanya mata pelajaran yang terintegrasi dalam unit, diharapkan anak dapat
berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif,
maupun psikomotor.

F . Aliran Konstruktivisme
Jean Piaget psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, teori
pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Menurut Piaget setiap organisme
harus dapat beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat bertahan hidup. Analog dengan
hal tersebut manusia (siswa) pada kenyataanya berhadapan dengan tantangan, pengalaman,
gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif. Maka siswa harus
mengembangkan skema pemikiran yang lebih umum atau rinci atau perlu perubahan,
menjawab, menginterpretasikan pengalaman tersebut. Dengan cara ini pengetahuan seseorang
terbentuk dan selalu berkembang.

Konstruktivisme menekankan perkembangan dan konsep dan pengertian yang lebih


mandalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif
membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang
pengetahuannya.

Pengetahuan berguna jika pengetahuan tersebut mampu memecahkan persoalan yang ada.
Pengetahuan merupakan proses yang terus berkembang. ( Great News: 2008)
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam
kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi
pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih
dinamis. Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta suatu makna dari apa yang dipelajari ( Wikipedia : 2008). Konstruktivisme
adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
(Whandi:2008).Senada dengan pengertian sebelumnya Callahan juga mengatakan bahwa
konstruktivisme menginginkan adanya perbaikan kondisi manusia pada umumya ( Pidarta
:2000).

Penerapan pendidikan dengan pola konstruktivisme diwujudkan dengan mengajak siswa


secara aktif membangun konsep-konsep kognitif. Guru tidak sekedar memberi, namun siswa
mencari secara aktif, dan mengembangkannya. Satu contoh misalnya dalam pembelajaran
sain. Siswa terlebih dahulu diajak untuk mengamati fenomena-fenomena alam yang ada
seperti pelangi, banjir, merebaknya hama tanaman tertentu. Melalui fenomena yang ada, guru
mengarahkan siswa untuk mencari penyebabnya. Siswa menemukan sendiri penyebab
terjadinya pelangi, banjir ataukah hama.

Pengetahuan tidak berhenti sampai di sini, pengetahuan siswa tentang penyebab terjadinya
banjir, digunakan siswa untuk mencari solusi pencegahan banjir yang banyak terjadi.
Penerapan solusi pencegahan banjir, memerlukan pengetahuan-pengetahuan yang baru,
disinilah terlihat dinamikan pengetahuan. Pengetahuan semakin berkembang pada diri siswa,
dan dicari sendiri secara aktif oleh siswa. Pengetahuan baru ini juga menciptakan perbaikan,
banjir berkurang. Dan pengetahuan baru jelas merupakan tindakan bermakna, sebab
memberikan manfaat pada perbaikan lingkungan.

Ciri-ciri konstruktivisme dalam pembelajaran

1. Siswa aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.


2. Siswa membina sendiri pengetahuan
3. Proses pembinaan pengetahuan pada siswa melalui proses saling mempengaruhi
antara pembelajaran yang terdahulu dengan pembelajaran yang terbaru
4. Membandingkan informasi baru dengan pemahaman yang sudah ada
5. Ketidak-seimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama
6. Bahan pengajaran dikaitkan dengan pengalaman siswa untuk menarik minat
belajarnya

Pembelajaran konstruktivisme sebaiknya melibatkan guru yang konstruktif pula. Guru tidak
hanya memberi pengetahuan kepada siswa, tetapi guru membantu siswa membangun sendiri
pengetahuan dalam benaknya, dengan memberikan kesempatan siswa untuk menentukan atau
menerapkan ide-ide mereka sendiri. Guru memberikan kepada siswa anak tangga untuk
membawa siswa kepada pemahaman yang lebih tinggi dan siswa harus memanjat sendirianak
tangga tersebut.

Guru yang konstruktivisme memiliki ciri- ciri:

1. Mendukung dan menerima inisiatif dan otonomi siswa.


2. Mencari tahu tentang pengertian siswa akan konsep yang diberikan sebelum membagi
pengertian mereka akan konsep tersebut.
3. Mendukung siswa untuk terlibat dalam dialog, baik dengan guru atau sesama siswa.
4. Memberikan pertanyaan terbuka untuk mendorong siswa bertanya.
5. Mencari perluasan dari tanggapan siswa.
6. Mengajak siswa terlibat dalam pengalaman yang mungkin bertentangan dengan
hipotesa awal mereka dan kemudian mendorongnya untuk diskusi.
7. Memberi waktu bagi siswa untuk membentuk hubungan dan menciptakan metafora
atau perumpamaan
8. Mengembangkan keinginan dari siswa dengan sering menggunakan model lingkaran
belajar atau siklus belajar.

Pendidikan dengan pola konstruktivisme, akan menciptakan pengalaman baru yang menuntut
aktivitas kreatif produktif dalam konteks nyata yang mendorong siswa untuk berfikir dan
berfikir ulang lalu mendemonstrasikan. Siswa yang kreatif, akan mudah menyelesaikan
persoalan-persoalan yang ada. Tentunya ini akan berkaitan pula dengan kemampuannya
menjawab soal-soal ujian akhirnya. NEM akan meningkat, siswa putus sekolah akan
berkurang. Pembelajaran yang berorientasi pada permasalahan yang ada di lingkungan, dan
selalu mengikuti perkembangan, akan memperluas pandangan siswa, sehingga
pengetahuannya tidak terbatas pada apa yang didapat di kelas. Pengetahuannya berkembang
sesuai tuntutan zaman, sehingga pada saatnya nanti harus bekerja, aplikasi ilmunya sesuai
dengan apa yang diperlukan saat itu. Lulusan sekolah siap bekerja, pengangguran akan
berkurang.

PENUTUP
A. SIMPULAN

Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia,karena setiap kelompok
manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan
pendidikan yang lebih baik dari orangtuanya.

Dari pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwa aliran yang sampai sekarang masih di anut
oleh masyarakat adalah aliran konvergensi, karena merupakan aliran yang menggabungkan
antara aliran nativisme dan empirisme dan juga merupakan aliran yang sempurna. Sedangkan
masyarakat Indonesia mayoritas juga menganut aliran konvergensi

Di dalam proses belajar pembelajaran, guru harus memilih teori yang sesuai dengan karakter
siswanya agar kesuksesan dapat tercapai dengan baik. Dengan itu antar guru dan siswa akan
terbentuk suatu hubungan yang aktif dan interaktif.

DAFTAR PUSTAKA
Suwarno,wiji.2006.Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan.Yogyakarta:Ar-ruzz media
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), cet, 15

Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati.2001.Ilmu Pendidikan.jakarta:PT Rineka Cipta


Effendi, Mukhlisun.2008.Ilmu Pendidikan.Yogyakarta:Nadi Offset

Penulis adalah mahasiswa STKIP PGRI Pacitan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia kelas A. Makalah disusun guna memenuhi sebagian tugas kelompok pada mata
kuliah Pengantar Pendidikan tahun akademik 2013/2014 dengan dosen pengampu Afid
Burhanuddin, M.Pd.

Anggota kelompok:

1. Aprilia Wulandari

2. Evita Tri Andriani

3. Kristiawati

4. Wahyu Nurpitasari

Anda mungkin juga menyukai