Anda di halaman 1dari 14

2.

1 Timbulnya Cita-Cita Kearah Pembentukan Koperasi


Sistem ekonomi liberal mulai dilaksanakan di Hindia Belanda (nama Indonesia ketika
masih dijajah Belanda) setelah pemerintah kolonial Belanda menghentikan pelaksanaan “Cultur
Stelseel” (sistem tanam paksa). Sejak saat ini para penanam modal Belanda berlomba
menginvestasikan dananya ke Hindia Belanda. Bidang-bidang yang menarik bari mereka untuk
dikembangkan seperti perkebunan, perdagangan dan transportasi dan lain-lain. Dari sinilah
praktik penindasan, pemerasan pemerkosaan hak tanpa prikemanusiaan makin berlangsung ganas
sehingga kemudian kehidupan sebagian besar rakyat di bawah batas kelayakan hidup.
Beberapa tahun kemudian investasi besar-besaran yang dilakukan investor Belanda
membawa keuntungan yang melimpah bagi mereka. Antara tahun 1867 hingga tahun 1877
mereka berhasil membawa pulang keuntungan itu sebanyak kurang lebih 15 juta Gulden. Akan
tetapi apa yang diperoleh bangsa Hindia Belanda, adalah tidak lain kemelaratan yang merajalela
atas kehidupan rakyat dimana-mana. Dalam keadaan hidup demikian, pihak kolonial terus-
menerus mengintimidasi penduduk pribumi sehingga kondisi sebagian besar rakyat sangat
memprihatinkan. Disamping itu para rentenir berlomba mencari keuntungan yang besar dari para
petani yang sedang menghadapi kesulitan hidup, sehingga tidak jarang terpaksa melepaskan
tanah miliknya sehubungan dengan ketidakmampuan mereka mengembalikan hutangnya yang
membengkak akibat sistem berbunga yang diterapkan oleh rentenir.
Menurut Sitio (2001:9) E. Sieburg (pejabat tertinggi/kepala daerah di Purwokerto) dan
De Wolf vanWesterrede (pengganti Sieburgh) merupakan orang Belanda yang banyak kaitannya
dengan perintisan koperasi yang pertama di tanah air, yaitu di Purwokerto. Permasalahan
didahului oleh Raden Ngabei Ariawiriaatmadja (patih Purwokerto) sebagai seorang yang
memiliki rasa sosial tinggi. Dengan mendapat bantuan moril atau dorongan-dorongan dari E.
Sieburgh pada tahun 1891 didirikan Bank penolong dan penyimpanan di Purwokerto, yang
tujuan utamanya membebaskan para pegawai dari segala tekanan utang. Pada tahun 1898 E.
Sieburgh digantikan oleh De Wolf van Westerrede yang mengharapkan terbentuknya koperasi
simpan pinjam untuk para petani. Langkah pertama yang dilakukan yaitu memperluas bidang
kerja Bank Penolong dan penyimpanan sehingga meliputi pula pertolongan bagi para petani di
daerahnya. Untuk menyelaraskan nama dan tugasnya, bank tersebut mendapatkan perubahan
nama menjadi Purwokerto Hulp Spaar En Landbouwcrediet atau bank penolong, penyimpanan

1
dan kredit pertanian, yang dapat dikatakan sebagai pelopor berdirinya bank rakyat dikemudian
hari.

2.2 Perjuangan Pembentukan Koperasi Pada Zaman Penjajahan


Penindasan yang terus-menerus terhadap rakyat Indonesia dan berlangsung cukup lama
menjadikan kondisi umum rakyat sangat parah namun, beruntungnya semangat gotong royong
masih tetap tumbuh dan berkembang. Realisasi pembentukan koperasi di tanah air Indonesia
dipelopori oleh Budi Utomo (sebuah pergerakan yang lahir tahun 1908 dibawah pimpinan
Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo), inilah yang menjadi pelopor pembentukan koperasi
industry kecil dan kerajinan. Dalam kongres Budi Utomo di Yogyakarta telah diputuskan, bahwa
Budi Utomo akan berdaya upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat
melalui pendidikan, serta memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui koperasi.
Sebagai wujud pelaksanaan keputusan kongres tersebut, maka koperasi yang dibentuk
adalah Koperasi Konsumsi dengan nama “Toko Adil”. Sejak saat inilah arus gerakan koperasi
internasional mulai masuk mempengaruhi gerakan koperasi Indonesia, yaitu terutama melalui
penggunaan sendi-sendi dasar dan prinsip-prinsip Rochdale itu. Sendi-sendi dasar demokrasi
serta demokrasi serta dimensi kesamaan hak mulai dikenal dan diterapkan. Pada tahun 1912,
sendi dasar ini juga yang dipakai oleh organisasi Serikat Islam. Pada tahun1915 lahirlah Undang-
Undang Koperasi yang pertama yang disebut “Verordening op de Cooperative Vereenigingen”
(Konimklijk Beslut 7 April 1912 stbl 431), yakni Undang-undang tentang Perkumpulan koperasi
yang berlaku untuk segala bangsa. Jadi bukan khusus dan semata-mata untuk Bumi Putera saja
(Sitio, 2001:10)
Undang-undang Koperasi diatas sama dengan Undang-undang Koperasi di Netherland
pada tahun 1876 (kemudian diubah dalam tahun 1925). Dengan perubahan pada tahun 1925,
peraturan koperasi di Indonesia juga diubah (Peraturan Koperasi tahun 1933 LN No.108).
Adanya peraturan yang baru ini membuat pergerakan perkoperasian nasional mengalami
kesulitan untuk berkembang. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
.1 Anggaran dasar koperasi harus ditulis dalam bahasa Belanda
.2 Pengesahan harus dilakukan oleh notaris
.3 Harus diumumkan melalui Berita Negara yang berbahasa Belanda.

2
Disamping itu pada tahun 1927 di Indonesai juga mengeluarkan Undang-undang No.23
tentang Peraturan-peraturan koperasi, namun pemerintah Belanda tidak mencabut undang-
undang tersebut, sehingga terjadi dualisme dalam bidang pembinaan perkoperasian di Indonesia.
Tahun 1920 dibentuklah Cooperative Commissie (Komisi Koperasi) yang diketuai oleh Prof. Dr.
J.H. Boeke. Komisi ini bertugas untuk mengadakan penyelidikan apakah koperasi ini bermanfaat
bagi Nederland Indie (Indonesia) serta bagaimana cara untuk pengembangannya. Untuk itu
keanggotaannya disertakan 3 orang pribumi, antara lain: seorang dari Pengurus Budi Oetomo.
Dalam laporannya (1921) komisi tersebut menyimpulkan bahwa, pemerintah seharusnya
aktif membantu pengembangan koperasi dan oleh karena itu kiranya disusun peraturan
perundang-undangan koperasi yang baru. Namun kenyataannya peraturan perundang-undangan
tersebut tidak banyak membantu, sehingga perkembangan gerakan koperasi tetap kurang baik.
Hal ini disebabkan antara lain oleh para Bank Rakyat yang khusus dibentuk secara kooperatif
masih merupakan tugas sampingan dan adanya pemahaman baru yang muncul dari kaum
pergerakan yang justru menentang untuk berkoperasi (non-cooperation). Tentang penyebab-
penyebab kegagalan koperasi konsumsi atau took adil ini diakui secara jujur oleh Budi Utomo
yang tercantum dalam “Sumbangsih” (buku peringatan sedawarsa berdirinya Budi Utomo),
antara lain karena kurang diperhatikannya soal-soal kejujuran, pengetahuan pengkoperasian dan
pengalaman berusaha.
Kegagalan yang sama juga dialami oleh Serikat Dagang Islam (SDI) yang dilahirkan
pada tahun 1911 dengan pimpinan H. Samanhudi, dan pada tahun 1912 berubah nama menjadi
Serikat Islam (SI) yang bertujuan untuk mengimbangi dan atau menentang politik pemerintah
kolonial tang telah memberi fasilitas-fasilitas yang longgar dan menguntungkan para pedagang
asing, sedangkan pedagang pribumi mendapatkan tekanan sehingga sulit berkembang. Kemudian
lahirlah toko-toko koperasi yang mengalami kegagalan setelah beberapa bulan berjalan.
Partai Nasional Indonesia (PNI) dibawah pimpinan Ir. Soekarno pada tahun 1929 dalam
kongresnya di Jakarta mengobarkan semangat berkoperasi dikalangan golongan mudanya,
diantara mereka ini kebanyakan telah memahami secara luas tentang perkoperasian yang
bergerak di luar negeri. Pengetahuan tersebut dipraktekkan setelah disesuaikan dengan kondisi,
kebiasaan serta kepentingan penduduk, sehingga dapat berkembang dan mencapai optimalisasi
pada tahun 1932 setelah lama terjadi kembali kemunduran.

3
Pada tahun 1942, pada masa kedudukan Jepang keadaan perkoperasian mengalami
kerugian yang besar bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, hal ini disebabkan pemerintah
Jepang mencabut Undang-undang No 23 dan menggantikannya dengan “Kumiai” (koperasi
model Jepang ) yang hanya merupakan alat mereka untuk mengumpulkan hasil buni dan barang-
barang kebutuhan Jepang. Pada tahun 1963 koperasi-koperasi yang telah ada bergabung dan
membentuk nama “Moeder Centraal”, yang kemudian diubah namanya menjadi Gabungan Pusat
Koperasi Indonesia (GAPKI).
Pada hakekatnya pertumbuhan koperasi di tanah air menghadapi dua macam rintangan
yang datang dari luar (eksternal) dan dari dalam (internal) koperasi itu sendiri yaitu :

1. Rintangan dar luar tubuh koperasi, rintangan ini merupakan tekanan-tekanan politik
pemerintah kolonial dan saingan berat dari kaum kapitalis.

2. mengenai tekatan-tekun politik dari pemerintah colonial, dikarenakan pemerintah


kolonial kalau tidak terikat oleh politik etisnya sudah tentu akan merintangi tumbuh dan
berkembangnya koperasi ditanah air kita.

3. Tentang saingan berat dari kaum kapitalis Belanda dikarenakan mereka takut terdesak
usaha-usahanya oleh gerakan koperas.i Rintangan ini juga dilakukan oleh pedagang asing
(cina) yang telah mendapat kepercayaan dari pemerintah colonial.

4. rintangan dari dalam tubuh koperasi, rintangan ini berupa hambatan-hambatan yang akan
menggagalkan atau sangat mengikat pertumbuhan dan perkembangan koperasi. yaitu:

a. Kekurangan tenaga yang eukup memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk


mengelola koperasi sehingga jalannya dan pengertian koperasi menjadi kabur.

b. Pada tunumnya rakyat kekurangan infomasi terutama tentang manfaatmant'aat


berkoperasi, sehingga loyalitas mereka terhadap kopemsinya menjadi luntur.

2.3 Kurun Waktu Mempertahankan Kemerdekaan (1945-1949)

Dalam suasana perang mempertahankan kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia


dapat membenahi diri sehingga seluruh tugas-tugas pemerintahan dapat berjalan sebagaimana
mestinya. temasuk juga tugas-tugas yang diemban Jawatan Koperasi. Tentang perkoperasian ini
4
telah jelas dicantumkan pada pasal 33 UndangUndang Dasar 1945 yang mulai resmi berlaku
sejak tanggal 18 Agustus 1945. Pasal tersebut terutama ayat (1) menjamin berlangsungnya
perkoperasian dl negara kita dengan memainkan peranan yang penting dalam mengembangkan
perekonomian rakyat indonesia (Kartasapoetra, 1987: 85).

Agar supaya pengembangan koperasi dapat berjalan dengan lancar dan memenuhi jiwa
pasal 33 UUD 1945. pada bulan Desember 1946 oleh Pemerintah Rl telah diadakan reorganisasi
Jawatan Koperasi dan Perdagangan Dalam Negeri, yang sejak saat itu instansi Koperasi dan
Perdagangan dipisah menjadi instansi yang berdiri sendiri. Pada awal tahun 1947 di Jawa yang
merupakan daerah perjuangan utama, telah tercatat ±2500 koperasi yang diawasi oleh
Pemerintah RI,namun pengawasan tersebut dapat dikatakan kurang seksama karena situasi dan
kondisi daerah-daerah tidak memungkinkan. Pergerakan koperasi di daerah Republik lndonesia
telah berhasil mewujudkan 3 (tiga) kegiatannya yang penting yang selalu akan tercatat dalam
sejarah pergerakan koperasi di lndonesra yaitu :

1. Koperasi Desa

Koperasi Desa tugasnya tidak hanya terbatas pada satu bidang kegiatan, melainkan
meliputi tugas-tugas meningkatkan produksi, membimbing pengolahan hasil produksi,
pemasaran hasil produksn secara terpadu, mengusahakan kredit untuk memperlancar
usaha tani dan lain sebagainya. Sebenarnya pemula gagasan ini adalah Sir Horace
Plunkett yang telah berhasil dilakukan oleh dia di india, yang terkenal dengan “Multy
Purposes Cooperative". Perlu diketahui bahwa Sir Horace Plunkett berpendapat “Dengan
Koperasi Desa akan tercapai pertanian yang lebih baik dan kehidupan yang lebih baik'’
Bila dihubungkan dengan peranan KUD pada saat ini yang mengelola Agribusiness,
terbukti pada umumnya para petani yang bergabung dalam KUD, tingkat
kesejahteraannya lebih baik, karena KUD telah dapat menimbulkan gairah kerja untuk
meningkatkan produksi, kemudian para petani dibimbing untuk mengolah lebih lanjut
hasil pertanian itu sehingga menjadi komoditi perdagangan yang harganya dapat lebih
tinggi, pemasaran dilakukan melalui KUD dengan harga yang layak sehingga
memperoleh pendapatan yang lebih besar yang dapat meningkatkan kesejahteraan
hidupnya, terbebas dari para lintah darat dan untuk hari depan mempunyai sejumlah

5
tabungan pada KUD yang berasal dari simpanan wajib dan sukarela (Kanasapoetra. 1987
87-83).

2. Koperasi adalah Alat Pembangunan Ekonomi

Pada tanggal 11 Juli sampai dengan 14 Juli 1947, gerakan Koperasi lndonesia dalam alam
kemerdekaan telah menyelenggarakan kongresnya yang pertama dengan bertempat di
Tasikmalaya Pelaksanan kompres ini dan keputusan-keputusan yang dihasilkan telah
memberi warna, bahwa gerakan Koperasi lndonesra merupakan alat perjuangan di bidang
ekonomi dan pembangunan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan yaitu, terbangunnya
Masyarakat Adil dan Makmur yang menyeluruh. Keputusan -keputusan lainnya ialah :

a. Terwujudnya kesepakatan untuk mendirikan SOKRI (Sentral Organisasi


Koperasi Rakyat Indonesia)

b. Ditetapkannya azas Koperasi Indonesia “berdasar atas kekeluargaan dan


gotongroyong.

c. Ditetapkannya tanggal 12 Juli sebagai “Hari Koperasi Indonesia”

d. Diperluasnya pengertian dan pendidikan tentang perkoperasian, agar para


anggotanya dapat iebih royal terhadap koperasinya.

3. Peraturan Koperasi Tahun 1949, nomor 179

Menjelang saat-saat dilakukannya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949,
UU/Peraturan Koperasi tahun 1927, Sbtl no. 91 telah ditinjau kembali, ternyata banyak
diantara ketentuannya yang kurang cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia, karena
itu diadakan Peraturan Koperasi yang baru, yaitu peraturan Koperasi Tahun 1949 no. 179.
Dalam Peraturan Koperasi yang baru ini jelas dinyatakan bahwa “koperasi merupakan
perkumpulan orang-orang atau badan-badan hukum Indonesia yang memberi kebebasan
kepada setiap orang atas dasar persamaan untuk menjadi anggota dan atau menyatakan
berhenti daripadanya, maksud utama mereka dalam wadah koperasi itu yaitu memajukan
tingkat kesejahteraan lahiriah para anggotanya dengan melakukan usaha-usaha bersama
di bidang perdagangan, usaha kerajinan, pembelian/pengadaan barang-barang keperluan
6
anggota, menanggung bersama kerugian yang dialami., pemberian atau pengaturan
pinjaman, pembentukan koperasi harus diperkuat dengan akta (surat yang sah) dan harus
didaftarkan serta diumumkan menurut cara-cara yang telah dilantunkan oleh pemerintah“
(Kartasapoetra, 1987: 87-89). Peraturan Koperasi Tahun 1949 no. 179 tersebut, walau
persiapan dan pembentukannya dilakukan pada saat-saat pemerintah kolonial Belanda
sedang Sibuk dengan kegiatan pembentukan Negara Federal bersama negara bagian yang
telah dibentuknya, jelas banyak diilhami oleh gerakan koperasi yang telah dibentuk di
daerah-daerah Republik lndonesia yang telah menyesuiakan diri dengan gelora
perjuangan dan pembangunan bangsa dan negara dalam satu wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

2.4 Pertumbuhan dan Perkembangan Koperasi pada Kurun Waktu 1950-1965

Pada tanggal 17 Agustus 1950 Negara Republik Indonesia Serikat resmi dibubarkan dan
diganti dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seiring dengan hal tersebut jawatan-
jawatan koperasi di negara bagian tersebut dibubarkan pula dan selanjutnya digabungkan dalam
satu bentuk organisasi jawatan koperasi yang bernaung dalam Negara RI, segala sesuatunya
diseragamkan dan disesuaikan dengan semangat dan nilai-nilai perjuangan 1945, Pancasila dan
UUD 1945. Menurut Sitio (2001 :11) dalam proses perjuangan gerakan koperasi, pada tahun
1951 di Jawa Barat dan Sumatra Utara didirikan badan-badan koordinasi yang merupakan badan
penghubung cita-cita koperasi serta sumber penerangan dan pendidikan bagi anggota koperasi.
Namun sistem liberalisme yang bertentangan dengan semangat gotong royong dan kekeluargaan
mulai memecah persaman antara warga Negara, tekanan dan penganutnya terasa sekali terhadap
perkoperasian seperti senang terjadi pergantian kabinet, dengan sendirinya garis kebijakan dan
program-program kementrian yang menangani urusan koperasi pun selalu berubah-ubah. Selain
itu keanggotaan koperasr yang tidak mengenal perbedaan golongan, aliran, suku, agama menjadi
terpengaruh oleh tindakan para pemimpin gerakan-gerakan politik. Akibat liberalisme tersebut
maka diberlakukanlali kembali UUD 1945 oleh Presiden Soekarno berdasarkan Dekrit Presiden
pada tanggal 5 Juli 1959, dimana Musyawarah dan mufakat akan diutamakan kembali. Tapi
pengertian demokrasi dan ekonomi terpimpin oieh Pancasrla berubah menjadi terpimpin oleh
garis-garis pemikiran pribadi Bung Karno. yang mengakibatkan diktatorisme ataupun otokrasi.

7
Sehingga menyebabkan urusan intern perkumpulan koperasi semakin banyak dicampuri
pemerintah, kebebasan koperasi untuk mengambil keputusan menjadi sangat terbatas.

Pada tanggal 15-17 Juli 1953 dilaksanakan Kongres Besar Koperasi Seluruh Indonesia II
di Bandung. Kongres dihadiri sekitar 2000-an orang utusan yang datang mewakili 83 pusat-pusat
koperasi dari seluruh Indonesia dan dihadiri oleh beberapa Pejabat Pemerintah dan para tokoh
gerakan. Kongres Besar Koperasi Seluruh Indonesia ke II mengambil keputusan salah satunya
mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia, mendirikan dan memilih Dewan
Koperasi Indonesia serta memberikan pendidikan koperasi.

1. Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 1959


PP No. 60 Tahun 1959 merupakan peraturan pelaksana dari UU No. 79 Tahun 1958.
Peraturan ini menentukan bahwa pemerintah bersikap sebagai pembina dan pengawas
dalam perkembangan koperasi di Indonesia serta menjadikan Manipol sebagai landasan
idiil koperasi.
2. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1960
Sehubungan dengan instruksi Presiden, untuk mempercepat perkembangan koperasi,
telah dibentuk BAPENGKOP (Badan Penggerak Koperasi) beranggotakan petugas
pemerintahan. Pemerintah menjadikannya sebagai penyalur bahan-bahan pokok dengan
harga yang jauh lebih rendah dari harga pasar, akan tetapi hal ini dapat mematikan
inisiatif koperasi, dan dapat menimbulkan penyelewengan-penyelewengan alam tubuh
koperasi.
3. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1960
Satu-satunya yang benar-benar bermanfaat bagi perkembangan koperasi pada masa itu
ialah tentang peningkatan pendidikan koperasi. Kegiatan ini dapt menciptakan insan-
insan koperasi yang bermental tinggi, jujur, terampil, giat, dan bergairah kerja untuk
meningkatkan usaha koperasi.
4. Musyawarah Nasional Koperasi ke-1 (MUNASKOP I)
Dilaksanakan di Surabaya pada tanggal 21 April 1961 dengan tujuan untuk lebih
menyempurnakan dan atau mensejalankan perkoperasian nasional dengan garis-garis
ekonomi terpimpinnya Bung Karno. Menghasilkan beberapa keputusan antara lain:
Pernanan Koperasi Indonesia dan Organisasi Gerakan serta Program Koperasi Indonesia.
Kemudian Dewan Koperasi Indonesia yang berdiri sejak tahun 1953 dibubarkan dan
diganti dengan kesatuan Organisasi Koperasi (KOKSI).
5. Musyawarah Nasional Koperasi ke-2 (MUNASKOP II)
8
Bertempat di Jakarta pada bulan Agustus 1965 diadakan MUNASKOP II yang
merupakan pengambilalihan koperasi oleh kekuatan politik sebagai pelaksana UU baru.
Hal ini lebih menghancurkan ideologi koperasi indonesia yang murni. Bung Karno juga
mengesahkan UU Koperasi Nomor 14 Tahun 1965 dengan pengertian koperasi
“merupakan organisasi ekonomi dan alat revolusi yang berfungsi sebagai tempat
pesemaian insan masyarakat serta wahana menuju sosialisasi Indonesia berdasarkan
Pancasila”, dimana prinsip NASAKOM diterapkan pada koperasi. Hal ini sangat
meembatasi gerak serta pelaksanaan strategi dasar perekonomian. Perlu diketahui pula
pada tahun yang sama terjadi pemberontakan Gerakan Tiga Puluh September yang
digerakkan oleh Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) yang berpengaruh besar terhadap
perkembangan koperasi.

2.5 Perkembangan Koperasi pada Masa Pemerintahan Orde Baru dan Reformasi
A. Perkembangan Koperasi pada Masa Pemerintahan Orde Baru
Pemberontakan G30SPKI merupakan malapetaka besar bagi rakyat dan bangsa
Indonesia. Demikian pula hal tersebut dialami oleh gerakan koperasi di Indonesia. Oleh karena
itu dengan kebulatan tekad rakyat dan bangsa Indonesia untuk kembali dan melaksanakan UUD
1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen, maka gerakan koperasi di Indonesia tidak
terkecuali unuk melaksanakannya. Semangat Orde Baru yang dimulai titik awalnya 11 Maret
1996 segera setelah itu pada tanggal 18 Desember 1967 telah dilahirkan Undang-undang
Koperasi yang baru yakni dikenal dengan UU Nomor 12 Tahun 1967 tentang pokok-pokok
Perkoperasian.
1. Konsideran UU No. 12/1967 tersebut adalah sebagai berikut: Bahwa Undang-
undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian mengandung pikiran-pikiran
yang nyata-nyata hendak:
a. Menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung daropada
politik. Sehingga mengabaikan koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi
rakyat.
b. Menyelewengkan landasan-landasan, azas-azas dan sendi-sendi dasar koperasi
dari kemurniannya.
2. Menyangkut beberapa hal seperti:
a. Bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk Undang-undang baru yang sesuai
dengan semangat dan jiwa Orde baru sebagaimana dituangkan dalam
Ketepatan-ketepatan MPRS sidang ke IV dan Sidang Istimewa untuk
9
memungkinkan bagi koperasi mendapatkan kedudukan hukum dan tempat
yang semestinya sebagai wadah organisasi perjuangan ekonomi nasional.
b. Bahwa koperasi bersama-sama dengan sektor ekonomi negara dan swasta
bergerak disegala kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa dalam rangka
memampukan dirinya bagi saha-usaha untuk mewujudkan masyarakat
Sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila yang adil dan makmur di ridhoi
Tuhan Yang Maha Esa.
3. Bahwa berhubungan dengan itu, maka Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 perlu
dicabut dan perlu mencerminkan jiwa, serta cita-cita yang terkandung dalam jelas
menyatakan, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan azas kekeluargaan dan koperasi adalah satu bangunan usaha yang
sesuai dengan susunan perekonomian yang dimaksud itu.

Dalam rangka kembali kepada kemurnian pelaksanaan Undang_undang Dasar 1945,


sesuai pula dengan Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS tentang Pembaharuan Kebijaksanaan
landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, maka peninjauan serta perombakan Undang-
Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian merupakan suatu keharusan karena baik isi
maupun jiwanya Undang-Undang tersebut mengandung hal-hal yang bertentangan dengan azas-
azas poko, landasan kerja serta landasan idiil koperasi, sehingga akan menghambat kehidupan
dan perkembangan serta mengaburkan hakekat koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat yang
demokratis dan berwatak sosial.
Peranan pemerintah yang terlalu jauh dalam mengatur masalah perkoperasian Indonesia
sebagaimana telah tercermin di masa yang lampau pada hakekatnya tidak bersifat melindungi,
bahkan sangat membatasi gerak serta pelaksanaan strategi dasar perekonomian yang tidak sesuai
dengan jiwa dan makna UUD 1945 Pasal 33. Haal yang demikian itu akan menghambat langkah
serta keswakertaan yangsesungguhnya merupakan unsur pokok dari azas-azas percaya pada diri
sendiri yang pada gilirannya akan dapat merugikan masyarakat sendiri. Oleh karenanya sesuai
dengan ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 dianggap perlu untuk mencabut dan mengganti
Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian tersebutengan Undang-Undang baru
yang benar-benar dapat menempatkan koperasi pada fungsi yang semestinya sebagai alat dari
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat (1).
Dengan berlakunya UU No. 12/1967 koperasi-koperasi yang telah berdiri harus
melaksaakan penyesuaian dengan cara menyelenggarakan Anggaran dan mengesahkan Anggaran
10
Dasar yang sesuai dengan Undang-Undang tersebut. Dari 65.000 buah koperasi yang telah
berdiri ternyata yang memenuhi syarat sekitar 15.000 buah koperasi saja. Sedangkan selebihnya
koperasi-koperasi tersebut hrus dibubarkan dengan alasan tidak dapat menyesuaikan terhadap
UU No. 12/1967 dikarenakan hal-hal sebagai berikut:
1. Koperasi tersebut sudah tidak memiliki anggota ataupun pengurus serta Badan
Pemeriksa, sedangkan yang masih tersisa adalah papan nama
2. Sebagian besar pengurus dan ataupun anggota koperasi yang bersangkutan terlibat
G30S/PKI
3. Koperasi yang bersangkutan pada saat berdirinya tidak dilandasi oleh
kepentingan-kepentingan ekonomi, tetapi lebih cenderung karena dorongan
politik pada waktu itu
4. Koperasi yang bersangkutan didirikan atas dasar fasilitas yang tersedia,
selanjutnya tersedia fasilitas maka prektis koperasi tersebut telah terhenti

Keberhasilan koperasi di dalam melaksanakan peranannya perlu diperhatikan faktor-faktor


sebagai berikut :

1. Kemampuan menciptakan posisi pasar dan pengawasan harga yang layak, dengan cara:

a. Bertindak bersama dalam menghadapi pasar melalui pemusatan kekuatan bersaing


dari anggota;

b. Memperpendek jaringan pemasaran;

c. Memiliki manajer yang cukup terampil berpengetahuan luas dan memiliki


idealisme;

d. Mempunyai dan meningkatkan kemampuan koperasi sebagai satu unit usaha


dalam mengatur jumlah dan kualitas barang-barang yang dipasarkan melalui
kegiatan pergudangan, penelitian kualitas yang cermat dan sebagainya.

2. Kemampuan koperasi untuk menghimpun dan menanamkan kembali modal, dengan cara
pemupukan pelbagai sumber keuangan dari sejumlah besar anggota.

11
3. Penggunaan faktor-faktor produksi yang lebih ekonomis melalui pembebanan biaya
overhead yang lebih, dan mengusahakan peningkatan kapasitas yang pada akhirnya dapat
menghasilkan biaya per unit yang relatif kecil.

4. Terciptanya keterampilan teknis di bidang produksi, pengolahan dan pemasaran yang


tidak mungkin dapat dicapai oleh para anggota secara sendiri-sendiri.

5. Pembebasan resiko dari anggota-anggota kepada koperasi sebagai satu unit usaha, yang
selanjutnya hal tersebut kembali ditanggung secara bersama di antara anggota-
anggotanya.

6. Pengaruh dari koperasi terhadap anggota-anggotanya yang berkaitan dengan perubahan


sikap dan tingkah laku yang lebih sesuai dengan perubahan tuntutan lingkungan di
antaranya perubahan teknologi, perubahan pasar dan dinamika masyarakat.

Adapun tujuan pembinaan dan pengembangan KUD Mandiri adalah untuk mewujudkan
KUD yang memiliki kemampuan manajemen koperasi yang rasional dan efektif dalam
mengembangkan kegiatan ekonomi para anggotanya berdasarkan atas kebutuhan dan keputusan
para anggota KUD. Dalam rangka pengembangan KUD mandiri telah diterbitkan INSTRUKSI
MENTERI KOPERASI No. 04/Ins/M/VI/1988 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan
KUD mandiri. Pembinaan dan Pengembangan KUD mandiri diarahkan:

1) Menumbuhkan kemampuan perekonomian masyarakat khususnya di pedesaan.


2) Meningkatkan peranannya yang lebih besar dalam perekonomian nasional.
3) Memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dalam peningkatan kegiatan ekonomi dan
pendapatan yang adil kepada anggotanya.
Keberhasilan atau kegagalan koperasi ditentukan oleh keunggulan komparatif koperasi. Hal ini
dapat dilihat dalam kemampuan koperasi berkompetisi memberikan pelayanan kepada anggota
dan dalam usahanya tetap hidup (survive) dan berkembang dalam melaksanakan usaha.
Pengalaman empiris di mancanegara dan di negeri kita sendiri menunjukkan bahwa struktur
pasar dari usaha koperasi mempengaruhi performance dan success koperasi (Ismangil, 1989).

B. Perkembangan Koperasi dalam Masa Reformasi

12
Setelah Pemerintahan Orde Baru tumbang dan digantikan oleh Orde Reformasi,
perkembangan Koperfasi mengalami peningkatan. Dalam era Reformasi pemberdayaan ekonomi
rakyat kembali diupayakan melalui pemberian kesempatan yang lebih besar bagi usaha kecil dan
Koperasi.

Untuk tujuan tersebut seperti sudah ditetapkan melalui GBHN Tahun 1999. Pesan yang
tersirat didalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa tugas dan misi Koperasi dalam era
Reformasi sekarang ini, yakni Koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana pendukung
pengembangan usaha kecil, sarana pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan,
serta sebagai sarana untuk pemecahan ketidak selarasan di dalam masyarakat sebagai akibat dari
ketidak merataannya pembagian pendapatan yang mungkin terjadi.

Untuk mengetahui peran yang dapat diharapkan dari Koperasi dalam rangka
penyembuhan perekonomian Nasional kiranya perlu diperhatikan bahwa disatu sisi Koperasi
telah diakui sebagai lembaga solusi dalam rangka menangkal kesenjangan serta mewujudkan
pemerataan, tetapi di sisi lain kebijaksanaan makro ekonomi belum sepenuhnya disesuaikan
dengan perubahan-perubahan perekonomian dunia yang mengarah pada dasar bebas.

Selama periode Tahun 200 – 2003, secara umum Koperasi mengalami perkembangan
usaha dan kelembagaan yang menggairahkan. Namun demikian, Koperasi masih memiliki
berbagai kendala untuk pengembangnnya sebagai badan usaha, yaitu :

1. Rendahnya partisipasi anggota yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai perputaran


Koperasi per anggota yang kurang dari Rp. 100.000,- per bulan dan rendahnya simpanan
anggota yang kurang dari Rp. 345.225,-
2. Efisiensi usaha yang relatif rendah yang ditunjukkan dengan tingkat perputaran Aktiva
yang kurang dari 1,3 kali per tahun.
3. Rendahnya tingkat Profitabilitas Koperasi.
4. Citra masyarakat terhadap Koperasi yang menganggap sebagai Badan Usaha Kecil dan
terbatas, serta bergantunfg pada program Pemerintah.
5. Kompetensi SDM Koperasi yang relatif rendah.

13
6. Kurang optimalnya Koperasi mewujudkan skala usaha yang ekonomis akibat belum
optimalnya kerjasama antar Koperasi dan Kerjasama Koperasi dengan Badan Usaha
lainnya.
Di era Reformasi, kebijakan pengembangan Koperasi menjadi tanggung jawab
Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Mengacu pada Peraturan Presiden RI Nomor
09/M/2005 Tanggal 31 Januari 2005, bahwa kedudukan Kementrian Koperasi dan UKM adalah
unsur pelaksana Pemerintah dengan tugas membantu Presiden untuk mengkoordinasikan
perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pemberdayaan Koperasi dan
UMKM di Indonesia. Tugas Kemnentrian Koperasi dan UKM adalah merumuskan kebijakan dan
mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta pengendalian pemberdayaan
Koperasi dfan UMKM di Indonesia.

14

Anda mungkin juga menyukai