Anda di halaman 1dari 11

Nama : M.

Alfian Pratama
NIM : 1613521012
Kelas : MSP A

PAPER BIOLOGI LAUT


(Pengampu : Made Ayu Pratiwi,S.Pi.,M.Si)

1. Apa definisi dari Spermathophyta dan Thalophyta ?


a. Spermathophyta
Kata spermatophyta berasal dari bahasa yunani, sperm yang berarti biji dan
phyton yang artinya tumbuhan. Sehingga spermatophyta berarti tumbuhan berbiji.
Biji merupakan organ reproduksi yang terbentuk setelah pembuahan. Di dalam biji
tersimpan embrio yang akan berkembang menjadi tumbuhan baru. Semua
kelompok spermatophyta merupakan tumbuhan kormus yaitu tumbuhan yang telah
memiliki akar, batang, dan daun sejati. Spermatophyta merupakan kelompokan
tumbuhan yang memiliki sistem organisasi seluler yang paling kompleks pada
kingdom plantae.
Divisi spematophyta merupakan tumbuhan makroskopis dengan penyebaran
yang cukup luas pada dataran bumi. Meski demikian, penyebaran spermatophyta
tidak seluas kelompok briophyta atau pterydophyta yang masih dapat ditemukan
pada bioma taiga (kutub). Spermatophyta menghasikan heterospora (spora yang
berbeda jenis dan ukuran), megaspora dan mikrospora. Spora – spora ini berperan
dalam pembentukan gamet yang akan terlibat dalam reproduksi generatif.
Berdasarkan pembentukan bijinya, spermatophyta dibedakan menjadi :
1. Gymnospermae
Tumbuhan gymnosperm (gymnos: telanjang; sperm: biji) atau disebut juga
tumbuhan berbiji terbuka sekilas memiliki kenampakan yang sama dengan
tumbuhan dikotil (kelompok angiospermae). tumbuhan ini memiliki ciri – ciri
sebagai berikut:
 Akar tunggang
 Batang berkayu (memiliki kambium), sehingga banyak ditemukan
dengan ukuran batang yang besar.
 Daun melebar atau berbentuk seperti jarum
 Tidak memiliki bunga
Karakter yang dapat dijadikan pembeda antara gymnospermae dengan
kelompok angiospermae ialah organ reproduksinya. Tumbuhan gymnosperm
tidak memiliki bunga. Organ reproduksi pada gymnospermae berbentuk
kerucut yang disebut strobilus yang bersisik. Tumbuhan ini pada umumnya
berumah satu (dalam satu pohon terdapat kelamin jantan dan betina) dan ada
pula yang berumah dua. Strobilus jantan memiliki ukuran yang lebih kecil
dibanding strobiulus betina. Penyerbukan pada gymnospermae dibantu dengan
angin (anemogami). Pembuahan terjadi hanya membentuk embrio. Bakal biji
pada gymnospermae tidak dilindungi oleh bakal buah. Oleh karena itu,
pembuahan hanya membentuk embrio.

Gambar 1. Siklus Hidup Gymnospermae


2. Angiospermae

Gambar 2. Siklus Hidup Angiospermae

Sebanyak 250 ribu spesies yang telah diketahui dari kelompok ini. Semua
angiospermae merupakan anggota anthophyta yaitu tumbuhan berbunga.
Organ reproduksi pada kelompok ini ialah bunga yang memiliki bakal biji dan
bakal buah. Sehingga biji yang terbentuk dari hasil pembuahan akan
diselubungi oleh buah yang merupakan hasil pembuahan kedua. Angiopsermae
memiliki bentuk yang sangat beragam, mulai dari terna sampai pohon yang
menjulang tinggi sampai ke langit. Tumbuhan ini ada yang berumah satu dan
ada pula yang berumah dua. Penyerbukan dapat dibantu oleh hewan, angin,
atau manusia.

b. Thalophya
Thallophyta (tumbuhan talus) adalah tumbuhan yang belum dapat dibedakan
akar, batang dan daun sehingga dikatakan dengan tumbuhan talus. Tubuh yang
berupa talus itu mempunyai struktur dan bentuk dengan variasi yang sangat besar,
dari yang terdiri atas satu sel berbentuk bulat sampai yang terdiri atas banyak sel
dengan bentuk yang kadang-kadang telah mirip dengan kormusnya tumbuhan
tingkat tinggi. Walaupun alga tidak memiliki organ batang, akar, daun, dan bunga,
namun bentuknya berkisar dari tumbuhan yang bersel tunggal (mikroskopik)
sampai yang bersel banyak (makroskopik) yang sangat kompleks yang panjangnya
mencapai 70 meter.
Beberapa jenis alga mempunyai struktur yang disebut holdfast, yang mirip
dengan sistem perakaran pada tumbuhan, yang berfungsi untuk menempelnya alga
pada batuan atau substrat tertentu, tetapi tidak dapat digunakan untuk menyerap air
atau nutrien. Struktur khusus yang lain adalah bladder atau pengapung, yang
berguna untuk menempatkan alga pada posisi tepat untuk mendapatkan cahaya
maksimum. Tangkai atau batang pada alga disebut stipe, yang berguna untuk
mendukung blade, yaitu bagian utama alga yang berfungsi mengabsorbsi nutrien
dan cahaya (Anonim, 2010).
Alga termasuk golongan tumbuhan berklorofil dengan jaringan tubuh yang
secara relatif tidak berdiferensiasi, tidak membentuk akar batang dan daun
(Tjitrosoepomo, 1983). Adanya klorofil membuat alga bersifat autotrof, yaitu dapat
menghasilkan karbohidratnya sendiri seperti tumbuhan. Walaupun memiliki
klorofil, alga tidak selalu berwarna hijau karena bisa saja memiliki pigmen lain
seperti karotenoid (jingga), phycoeritrin (merah) dan xantofill. Terkadang warna-
warna pigmen lain ini lebih dominan sehingga menutupi warna hijau klorofil dan
akibatnya algae tidak berwarna hijau (Singleton dan Sainsbury, 2006 dalam
Monruw, 2011).
Pada umumnya alga bersifat fotosintetik, menggunakan H2O sebagai donor
elektron. Sifat fotosintetik pada alga dapat bersifat mutlak (obligat fautotrof), jadi
alga ini tumbuh di tempat-tempat yang terkena cahaya matahari. Beberapa alga
bersifat khemoorganotrof, sehingga dapat mengkatabolisme gula-gula sederhana
atau asam organik pada keadaan gelap. Senyawa organik yang banyak digunakan
alga adalah asetat, yang dapat digunakan sebagai sumber C dan sumber energi. Alga
tertentu dapat mengasimilasi senyawa organik sederhana dengan menggunakan
sumber energi cahaya (fotoheterotrof). Pada alga tertentu dapat tidak terjadi proses
fotosintesa sama sekali, dalam hal ini pemenuhan kebutuhan nutrisi didapatkan
secara heterotrof. Pada keadaan gelap, proses fotosintesa berubah menjadi proses
respirasi. Alga yang tidak berdinding sel dapat memakan bakteri secara fagotrofik.
Alga leukofitik adalah alga yang kehilangan kloroplas. Hilangnya kloroplas
tersebut bersifat tetap, atau tidak dapat kembali seperti semula. Hal ini banyak
terjadi pada alga bersel tunggal seperti diatomae, flagelata, dan alga hijau nonmotil.
(Raldorasuh, 2013).

(a) (b) (c)


Gambar 3. Chlorophyceae: (a). Ulva (b). Chlorella (c). Spirogyra

2. Jelaskan yang dimaksud ekosistem mangrove, ekosistem seagrass, dan


ekosistem coral serta jelaskan interasi dari hubungan timbal balik
diantara 3 ekosistem tersebut? Dan ekosistem mana yang memiliki
produktifitas paling tinggi ?
a. Ekosistem Mangrove
Ekosistem hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi yang tumbuh di laguna
pesisir dangkal dan estuaria tropis dan subtropis, didominasi oleh beberapa spesies pohon
mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah yang pasang surut pantai
berlumpur. Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki produktivitas tinggi
dibandingkan ekosistem lain dengan dekomposisi bahan organik yang tinggi, dan
menjadikannya sebagai mata rantai ekologis yang sangat penting bagi kehidupan mahluk
hidup yang berada di perairan sekitarnya. . Mangrove adalah sebutan umum yang digunakan
untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies
pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam
perairan asin. Materi organik menjadikan hutan mangrove sebagai tempat sumber makanan
dan tempat asuhan berbagai biota seperti ikan, udang dan kepiting. Produksi ikan dan udang di
perairan laut sangat bergantung dengan produksi serasah yang dihasilkan oleh hutan
mangrove. Berbagai kelompok moluska ekonomis juga sering ditemukan berasosiasi dengan
tumbuhan penyusun hutan mangrove. Selain ikan, udang, dan moluska, biota yang juga
banyak ditemukan di perairan pantai mangrove seperti cacing laut (polychaeta).
Secara umum di perairan terdapat dua tipe rantai makanan yaitu rantai
makanan langsung dan rantai makanan detritus. Di ekosistem mangrove rantai
makanan yang ada untuk biota perairan adalah rantai makanan detritus. Detritus
diperoleh dari guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan kemudian
mengalami penguraian dan berubah menjadi partikel kecil yang dilakukan oleh
mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Rantai ini dimulai dengan produksi
karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui proses Fotosintesis. Sampah
daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting. (Head, 1971;
Sasekumar, 1984). Proses dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun
detritus secara mikrobial dan jamur (Fell et al., 1975; Cundel et al., 1979) dan
penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam
detritivor (Odum dan Heald, 1975), diawali dengan invertebrata meiofauna dan
diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan
kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah.
Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar,
burung pemangsa, kucing liar atau manusia.
Sumber energi lain yang juga diketahui adalah karbon yang di konsumsi
ekosistem mangrove (contoh diberikan oleh Carter et al., 1973; Lugo dan
Snedaker 1974; 1975 dan Pool et al; 1975). Dalam siklus ini dimasukan input
fitoplankton, alga bentik dan epifit akar (Odum et al. 1982). Sebagai contoh
fitoplankton berguna sebagai sebuah sumber energi dalam mangrove dengan
ukuran yang besar dari perairan dalam yang relatif bersih. Akar mangrove
penyangga epifit juga memiliki produksi yang tinggi. Nilai produksi perifiton
pada akar penyangga adalah 1,4 dan 1,1 gcal/m2/d telah dilaporkan. (Lugo et al.
1975; Hoffman and Dawes,1980).

b. Ekosistem Seagrass
Padang lamun adalah hamparan vegetasi lamun yang menutupi suatu area yang tumbuh
bergerombol membentuk rumpun. Ekosistem lamun merupakan satu sistem ekologi padang
lamun dimana didalamnya terjadi hubungan timbal balik antara komponen abiotik, tumbuhan
dan hewan. Lamun merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif, selain hutan
mangrove dan terumbu karang pada perairan pesisir pantai. Salah satu sumber daya laut yang
cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun, dimana secara ekologi, lamun
mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun mempunyai produktifitas
primer yang tinggi dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Menurut
Nybakken (1988) biomassa padang lamun secara kasar berjumlah 700 gbk/m2, sedangkan
produktifitasnya adalah 700 g C/m2/hari. Oleh karenanya padang lamun merupakan
lingkungan laut dengan produktivitas tinggi. Komunitas lamun merupakan komponen kunci
dalam ekosistem pesisir di seluruh dunia (Hutomo dan Peristiwadi 1990). Namun keberadaan
komunitas lamun hampir di setiap pesisir bervariasi, hal ini diduga karena perbedaan
karakteristik lingkungan perairan (Supriyadi 2010).
Komunitas epifitik dan epibentik merupakan komponen turunan dari lingkungan
tiga dimensi lamun dengan menyediakan sumber makanan bagi sejumlah
invertebrata serta vertebrata perumput. Klumpp et al. (1992) menunjukkan bahwa
pada terminologi nilai nutrisi, komunitas epifit jauh lebih utama daripada lamun
(rasio C:N epifit adalah 9:18; rasio C:N lamun adalah 17:30). Biomasa besar epifit
lamun ini sangat menambahkan bagi keseluruhan nilai nutrisional tumbuhan.
Meskipun demikian, Birch (1975) membandingkan padang lamun tropis dengan
padang rumput miskin nutrisi. Faktanya telah menjadi pandangan populer bahwa
hanya sedikit hewan merumput yang memanfaatkan lamun secara langsung,
mereka adalah dugong (Dugong dugon) dan penyu (Chelonia mydas) (Thayer et al.
1984). Untuk menghilangkan dugaan, McRoy dan Helfferich (1980) menyusun
daftar 154 spesies yang langsung mengkonsumsi lamun, dan mencatat bahwa
perumputan pada lamun hidup lebih umum terjadi di daerah tropis. Pada pandangan
terdahulu, mengingat kelimpahan konsumen lamun rendah, ditujukan pada fakta
bahwa lamun terutama terdiri dari material keras, seperti selulosa (Mann 1988), dan
nitrogen yang sangat rendah (Koike et al. 1987). Baik penyu maupun dugong telah
sangat mengembangkan pencernaan sehingga dapat mengambil sebanyak mungkin
nutrisi dari lamun (Lipkin 1975; Bjorndal 1980; Garnet et al. 1985). Konsumen
lamun juga menunjukkan preferensi pada bagian tertentu dari lamun untuk
memaksimalkan penyerapan nutrisi (Bjorndal 1980; Ogden 1980). Pentingnya
nutrisi bagi komunitas epifit lamun untuk diet hewan perumput ini belum banyak
diketahui (Borowitzka dan Lethbridge 1989).
Pada area yang diamati ke pemasukan nutrien yang lebih tinggi, alga epifitik
meningkatkan biomasa secara substansial bagi kerusakan lamun. Epifit lamun
faktanya sangat berguna sebagai indikator kesehatan lamun. Tomasko dan
Lapointe (1991) telah menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi nutrien pada
kolom air akan meningkatkan biomasa epifitik dan menurunkan tingkat
pertumbuhan rhizoma secara substansial, yang merupakan akibat dari rendahnya
densitas daun sehingga menurunkan produktifitas primer lamun secara
keseluruhan (Tomasko dan Lapointe, 1991).

c. Ekosistem Terumbu Karang


Skab Terumbu karang (Coral reef ) merupakan kumpulan organisme yang hidup
didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya
gelombang laut (Tomascik 1992). Setiap jenis karang memiliki bentuk koloni yang khas, ada
yang bercabang, pipih/lempengan, bulatan besar, dan lain sebagainya. Bentuk- bentuk koloni
yang dibangun oleh karang sangat dipengaruhi oleh faktor genetik karang serta bebagai faktor
lingkungan seperti arus, kedalaman, cahaya matahari, dan lain-lain. Sehingga bentuk koloni
saja tidak dapat dijadikan acuan dalam mengidentifikasi jenis-jenis karang.
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang amat penting bagi keberlanjutan
sumberdaya yang terdapat di kawasan pesisir dan lautan, dan umumnya tumbuh di daerah
tropis, serta mempunyai produktivitas primer yang tinggi (10 kg C/m2/tahun). Tingginya
produktivitas primer di daerah terumbu karang ini menyebabkan terjadinya pengumpulan
hewan-hewan yang beranekaragam seperti; ikan, udang, mollusca, dan lainnya. Dari hasil
inventarisasi yang dilakukan ditemukan kelompok karang hard coral dengan berbagai tipe
yaitu : branching, tabulate, sub massif, dan lainnya. Jenis ikan karang ditemukan sekitar 26
famili diantaranya famili Chaetodontidae, Pomacentridae, dan Labridae
Peran ekologis terumbu karang yang sedang menjadi sorotan adalah
berfungsinya terumbu karang sebagai carbon sink atau penyerap karbon yang
dapat memperkecil gas rumah kaca (Green House Gas/GSG). Terumbu karang
dengan keunikan simbiosisnya yaitu antara hewan karang dengan flora
zooxanthellae mampu menyerap karbon untuk proses fotosintesis dengan
menghasilkan oksigen. Penyerapan karbon tersebut dapat mengurangi jumlah
karbon yang ada diatmosfir.
Peranan alga zooxanthellae dalam tubuh coral dapat memanfaatkan atau
menyerap karbon sebagai sumber energi dalam proses fotosintesis. Proses
fotosisntensis yang terjadi pada simbiosis coral-algae dapat memicu terjadinya
poses kalsifikasi yang menjadikan hewan karang dapat membuat terumbu.
Terumbu karang inilah yang merupakan habitat bagi banyak biota laut.
Zooxanthellae memberikan makanan bagi coral yang dibentuk melalui
proses fotosintesis, sebaliknya coral memberikan perlindungan dan akses
terhadap cahaya kepada zooxanthellae. Maka terjadilah simbiosis mutualisme
yang unik antara karang (coral) hermatipik dengan zooxanthellae. Karang
sebagai “inang” dan simbion terumbu karang adalah alga fotosintetik
dinoflagellata yang tinggal dalam jaringan endodermis dalam sel-sel hewan
inang. Dengan demikian simbiosis berlangsung sangat erat (endosimbiosis
intraseluler).
Kegiatan memakan alga oleh ikan-ikan herbivora dari jenis Siganiidae,
Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae yang mampu meningkatkan
kemampuan karang dalam melakukan pemulihan dengan mengurangi jumlah
alga. Salah satu contohnya yaitu Parrotfish (Scaridae) kebanyakan merupakan
herbivora meskipun ada beberapa yang juga memakan hewan karang. Parrotfish
memiliki paruh seperti burung parrot yang berfungsi untuk mengikis algae dari
terumbu karang. Aktivitas grazzing ikan ini memiliki arti penting bagi
ekosistem terumbu karang. Aktivitas grazzing ini mampu mengendalikan
populasi algae, populasi algae yang berlebih akan mematikan terumbu karang.
Terumbu karang merupakan hewan yang termasuk dalam
filum Cnidaria kelas Anthozoa. Terumbu karang bersimbiosis dengan
algae zooxanhellae. Blomming algae pada permukaan terumbu karang akan
mengambat fotosintesis dari zooxanthellae sehingga terumbu karang akan
mengalami kematian. Selain itu aktivitas grazzing parrotfish juga
menyumbangkan substrat pasir bagi ekosistem terumbu karang (bioerosion).
Gigi faringeal parrotfish terus mengalami pertumbuhan sehingga mereka harus
terus memakan dan menggerus batu.

Dari pemaparan ketiga ekosistem diatas, menurut saya lamun/seagrass yang


memiliki produktifitas yang tertinggi. Dikarenakan lamun memiliki peranan dalam
sistem rantai makanan khususnya pada periphyton dan epiphytic dari detritus yang
dihasilkan dan serta lamun mempunyai hubungan ekologis dengan ikan melalui
rantai makanan dari produksi biomasanya seperti yang disajikan pada gambar :

Gambar 4. Produktifitas Lamun


Seperti yang diketahui pada gambar, Tingginya produktifitas lamun
membuat keanekaragaman biota yang terdapat pada ekosistem ini semakin tinggi
pula. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, crustacea,
molusca (Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp), Enchinodermata (Holothuria sp,
Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing (Polichaeta)
(Bengen, 2000).
3. Cari 3 mekanisme khusus dari mangrove untuk mengatasi kadar garam
yang tinggi ?
Mangrove beradaptasi terhadap garam dengan cara :
1. Sekresi garam / (salt extrusion/salt secretion)
Flora mangrove menyerap air dengan salinitas tinggi kemudian
mengekskresikan garam dengan kelenjar garam yang terdapat pada daun.
Mekanisme ini dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Aegialitis,
Acanthus, Laguncularia, dan Rhizophora (melalui unsur-unsur gabus pada
daun).
2. Mencegah masuknya garam (salt exclusion)
Flora mangrove menyerap air tetapi mencegah masuknya garam, melalui
saringan (ultra filter) yang terdapat pada akar. Mekanisme ini dilakukan oleh
Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria,
Aegiceras, Aegalitis, dan Acrostichum.
3. Akumulasi garam (salt accumulation)
Flora mangrove seringkali menyimpan Na dan Cl pada bagian kulit kayu, akar
dan daun yang lebih tua. Daun penyimpan garam umumnya sukulen dan
pengguguran daun sukulen ini diperkirakan merupakan mekanisme
mengeluarkan kelebihan garam yang dapat menghambat pertumbuhan dan
pembentukan buah. Mekanisme adaptasi akumulasi garam ini terdapat pada
Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia dan
Xylocarpus.

4. Berikan contoh dari mangrove minor, mayor, dan assosiasi ?


Flora vegetasi mangrove menurut Tomlinson (1994) terbagi menjadi tiga elemen
berdasarkan ciri morfologi dan tempat tumbuh, yaitu :

1. Mangrove minor
Kelompok ini bukan merupakan bagian yang penting dari mangrove, biasanya
terdapat pada daerah tepi dan jarang sekali membentuk tegakan murni. Contoh:
Pemphis acidula (Sentigi), Excoecaria agallocha (Buta-buta), dan Xylocarpus
granatum (Nyirih).
2. Mangrove mayor
Kelompok ini memiliki seluruh atau sebagian dari ciri sebagai berikut :
 Hanya hidup pada lingkungan mangrove, yaitu mereka hanya terdapat
pada ekosistem mangrove dan tidak ditemukan di komunitas
terrestrial/darat
 Memiliki peran utama dalam struktur komunitas dan kemampuan untuk
membentuk tegakan murni (pure stand)
 Membentuk morfologi khusus untuk beradaptasi dalam lingkungannya;
yang jelas adalah akar napas, berasosiasi dengan pertukaran gas, dan
vivipari embrio
 Beberapa mekanisme fisiologis untuk pengeluaran garam sehingga
mereka dapat tumbuh di air laut; mereka seringkali terlihat
mengeluarkan garam
 Isolasi taksonomi dari kelompok terrestrial. Mangrove sejati
terpisahkan dari kelompoknya paling sedikit pada tingkat genus dan
terkadang pada tingkatan sub-family atau family.
3. Mangrove assosiasi
Kelompok ini tidak pernah tumbuh di dalam komunitas mangrove sejati dan
biasanya hidup bersama tumbuhan darat. Contoh: Vitex ovata (Legundi),
Terminalia catappa (Ketapang) dan Thespesia populnea (Waru laut).

Anda mungkin juga menyukai