Anda di halaman 1dari 15

TUGAS 1 dari 3

MATA KULIAH DRAINASE DAN SEWERAGE A

TEKNIK DAN PERENCANAAN SISTEM SALURAN DAN BANGUNAN


DALAM PENANGANAN BANJIR PERKOTAAN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

D121 14 004 ARFINA WULANDARI

D121 14 016 NADIYAH WIDARYANTI

D121 16 003 NUR MASITA

D121 16 005 ULFAH AZHAAR MAHARANY

D121 16 013 ASSE RAJMA NUR

D121 16 317 LAODE MUH. FABIAN HIKMUNANDAR

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Banjir atau terjadinya genangan di suatu kawasan pemukiman atau


perkotaan masih banyak terjadi di berbagai kota di Indonesia. Genangan tidak
hanya dialami oleh kawasan perkotaan yang terletak di dataran rendah saja,
bahkan dialami kawasan yang terletak di dataran tinggi. Banjir atau genangan di
suatu kawasan terjadi apabila sistem yang berfungsi untuk menampung genangan
itu tidak mampu menampung debit yang mengalir, hal ini akibat dari tiga
kemungkinan yang terjadi yaitu : kapasitas sistem yang menurun, debit aliran air
yang meningkat, atau kombinasi dari kedua-duanya. Pengertian sistem disini
adalah sistem jaringan drainase di suatu kawasan. Sedangkan sistem drainase
secara umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air ( banjir ) dari suatu
kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal, jadi sistem
drainase adalah rekayasa infrastruktur disuatu kawasan untuk menanggulangi
adanya genangan banjir. ( Suripin, 2004 )

Sistem jaringan drainase di suatu kawasan sudah semestinya dirancang


untuk menanampung debit aliran yang normal, terutama pada saat musim hujan.
Artinya kapasitas saluran drainase sudah diperhitungkan untuk dapat menampung
debit air yang terjadi sehingga kawasan yang dimaksud tidak mengalami
genangan atau banjir. Jika kapasitas sistem saluran drainase menurun dikarenakan
oleh berbagai sebab maka debit yang normal sekalipun tidak akan bisa ditampung
oleh sistem yang ada. Sedangkan sebab menurunnya kapasitas sistem antara lain,
banyak terdapat endapan, terjadi kerusakan fisik sistem jaringan, adanya
bangunan lain di atas sistem jaringan. Pada waktu-waktu tertentu saat musim
hujan sering terjadi peningkatan debit aliran, atau telah terjadi peningkatan debit
yang dikarenakan oleh berbagai sebab, maka kapasitas sistem yang ada tidak bisa
lagi menampung debit aliran, sehingga mengakibatkan banjir di suatu kawasan.
Sedangkan penyebab meningkatnya debit itu semdiri antara lain, curah hujan yang
tinggi di luar kebiasaan, perubahan tata guna lahan, kerusakan lingkungan pada
Daerah Aliran Sungai ( DAS ) disuatu kawasan. Kemudian jika suatu perkotaan
atau kawasan terjadi penurunan kapasitas sistem sekaligus terjadi peningkatan
debit aliran, maka banjir akan semakin meningkat, baik frekuensinya, luasannya,
kedalamannya, maupun durasinya.
1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Pengertian banjir dan drainase

2. Penyebab banjir perkotaan

3. Pengendalian dan penanganan banjir perkotaan

1.3 TUJUAN

Tujuan dari makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui dan memahami
sistem saluran dan bangunan dalam penanganan banjir di perkotaan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN BANJIR DAN DRAINASE

Banjir adalah air yang melimpas dari badan air seperti selokan, saluran,
drainase, sungai, situ atau danau, dan menggenangi bantaran serta kawasan
sekitarnya (Siswoko, 2002). Definisi lain menyebutkan bahwa banjir
merupakan keadaan aliran air dan atau elevasi muka air dalam sungai atau
kali atau kanal yang lebih besar atau lebih tinggi dari normal. Banjir
menimbulkan masalah dan menjadi bencana akibat banjir dapat terjadi karena
faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang dimaksud adalah hujan dan
pengaruh air pasang (rob), sedangkan faktor manusia adalah pengaruh
perilaku dan perlakuan masyarakat terhadap alam serta lingkungannya yang
antara lain mengakibatkan perubahan pada tata guna lahan. Perubahan
penggunaan lahan, dapat memberi dampak pada aliran permukaan (run-off).

Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah


tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia.
Drainase yang berasal dari kata to drain yang mempunyai arti mengalirkan,
menguras, membuang, atau mengalihkan air. Dalam bidang teknik sipil,
drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk
mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan,
maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi
kawasan/lahan tidak terganggu. Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha
untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Dalam
bahasa Indonesia, drainase bisa merujuk pada parit di permukaan tanah atau
gorong-gorong di bawah tanah. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air
permukaan tapi juga air tanah.

Pakar teknik sipil menawarkan konsep Drainase ramah lingkungan,


drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air
kelebihan dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah secara
alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai
sebelumnya. Dalam drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada
musim hujan harus dikelola sedemikian sehingga tidak mengalir secepatnya ke
sungai. Namun diusahakan meresap ke dalam tanah, guna meningkatkan
kandungan air tanah untuk cadangan pada musim kemarau. Konsep ini sifatnya
mutlak di daerah beriklim tropis dengan perbedaan musim hujan dan kemarau
yang ekstrem seperti di Indonesia.

2.2 PENYEBAB BANJIR

Menurut Kodoatie dan Sugiyanto, 2002, banjir dan genangan yang terjadi
di suatu lokasi di akibatkan oleh :

1. Perubahan tata guna lahan (land-use) di daerah aliran sugai (DAS)


2. Pembuangan sampah
3. Erosi dan sendimentasi
4. Kawasan kumuh di sepanjang sungai/drainase
5. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat
6. Curah hujan
7. Pengaruh Fisiografi/geofisik sungai
8. Kapasitas sungai dan drainaseyang tidak memadai
9. Pengaruh air pasang
10. Penurunan tanahdan rob(genangan akibat pasang air laut)
11. Drainae lahan
12. Bendung dan bangunan air
13. Kerusakan bangunan pengendalian banjir.

Apabila diklasifikasikan berdasarkankan asal penyebabnya, maka dibagi


menjadi 2 yaitu oleh tindakan manusia dan tindakan alam.

Penyebab Banjir akibat Manusia:

1. Perubahan tata guna lahan


2. Pembuangan sampah
3. Kawasan kumuh di sepanjang sungai/drainase
4. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat
5. Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang air laut)
6. Tidak berfungsinya Drainase lahan
7. Bendung dan bangunan air
8. Kerusakan bangunan pengendali banjir.

Penyebab Banjir akibat Alam:

1. Erosi dan sendimentasi


2. Curah hujan
3. Pengaruh Fisiografi/geofisik sungai
4. Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai
5. Pengaruh air pasang
6. Penurunan tanah dan rob
7. Drainase lahan.
Penyebab Banjir dan Prioritasnya

Penyebab
No Alasan Mengapa Prioritas Penyebab
Banjir

Debit puncak naik dari 5 sampai 35 kali karena di DAS tidak


ada yang menahan maka aliran air permukaan (run off)
Perubahan tata
1 menjadi besar sehingga berakibat debit di sungai menjadi Manusia
guna lahan
besar dan terjadi erosi lahan yang berakibat sedimentasi di
sungai sehingga kapasitas sungai menjadi turun.
Sungai /drainase tersumbat sampah, jika air melimpah akan
2 Sampah keluar dari sungai karena ada daya tampung saluran Manusia
berkurang
Akibat perubah tata guna lahan, terjadi erosiyang berakibat
sedimentasi ,masuk kesungai sehingga daya tampungsungai
Erosi dan Manusia
3 berkurang, penutup lahan vegetatip yang rapat (misalnya
sedimentasi dan alam
semak-semak, rumput) merupakan penahan laju erosi paling
tinggi.
Kawasan
kumuh di Dapat merupakan penghambat aliran , maupun daya
4 sepanjang tampung sungai, masalah kawasan kumuh dikenal sebagai Manusia
sungai/drainase faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan.

Sitem pengedalian banjir memang dapat mengurangi


kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tapi mungkin
Perencanaan
dapat menambah kerusakan selama banjir yang besar.
sistem
Misalnya bangunan tanggul sungai yang tinggi. Limpasan
5 pengendalian Manusia
pada tanggulwaktu banjir melebihi banjir rencana
banjir tidak
menyebabkan keruntuhan tanggul,kecepatan air sangat
tepat
besaryang melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkn
banjir yang besar.
Pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi dapat
menyebabkan banjir disungaidan bilamana melebihi tebing
sungai maka akan timbul banjir atau genangan termasuk
6 Curah hujan bobolnya tanggul.Data curah hujan menunjukaan maksimum Alam
kenaikan debit puncak antara 2 sampai 3 kali.

Fisiografi atau geografi fisik sungai bentuk,fungsi dan


kemiringan sungai daerah DAS, kemiringan
Pengaruh Alam dan
7 sungai ,geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti
Fisiografi Manusia
lebar,kedalaman,potongan memanjng,material dasar sungai),
lokasi sungai dll.
Penyebab Penyebab
No Alasan Mengapa Prioritas
Banjir
Pengurangan kapasitas aliran banjir pada
sungai dapat disebabkan oleh pengendapan
bersal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai Manusia
8 Kapasitas sungai dan Alam
yang berlebihan dan sedimentasi di sungai itu
karena tidak adanya vegetasi penutup dan
adanya penggunan lahan yang tidak tepat.
Karena Perubahan tata guna lahan maupun
berkurangnya tanaman/vegetasi serta tindakan
Kapasitas Drainase
9 manusia mengakibatkan pengurangan Manusia
yang tidak memadai
kapasitas saluran/sungai sesuai perencanaan
yang dibuat.
Drainase perkotaan dan pengembangan
10 Drainase lahan pertanian pada daerah bantaran dalam Manusia
menampung debit air yang tinggi.
Bendung dan bangunan lain seperti pilar
Bendung dan
11 jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air Manusia
bangunan air
banjir karena efek aliran balik (backwater).
Pemeliharaan yang kurang memadai dari
Kerusakan Manusia
bangunan pengendali banjir sehingga
12 Bangunan dan Alam
menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak
pengendali banjir
berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.
air pasang memperlambat aliran sungai kelaut.
Waktu banjir bersamaan dengan air pasang
tinggi maka tinggi genangan atau banjir
13 Pengaruh air pasang Alam
menjadi besar karena terjadi aliran balik
(backwater). Hanya pada daerah pantai seperti
pantura.jakarta dan semarang.

2.3 PENGENDALIAN DAN PENANGANAN BANJIR

Upaya pengendalian banjir dapat di bedakan menjadi dua jenis yaitu :


Upaya berwujud fisik atau metode struktur (structural measures) dan
upaya non-fisik atau metode non-struktural (non-structural measures).

Metode struktur adalah kegiatan penanggulangan banjir yang antara


lain meliputi kegiatan perbaikan sungai dan pembutan tanggul banjir untuk
mengurangi resiko banjir di sungai, pembuatan saluran (floodway) untuk
mengalirkan sebagian atau seluruh air, serta pengaturan sistem pengaliran
untuk mengurangi debit puncak banjir, dengan bangunan seperti
bendungan, dan kolam retensi.

Metode non-struktural adalah metode pengendalian banjir dengan


tidak menggunakan bangunan pengendali banjir. Aktivitas penanganan
tanpa bangunan antara lain berupa pengelolaan daerah aliran sungai (DAS)
untuk mengurangi limpasan air hujan, penanaman vegetasi untuk
mengurangi laju aliran permukaan di DAS, kontrol terhadap
pengembangan di daerah genangan, misalnya dengan peraturan-peraturan
penggunaan lahan, sistem peringatan dini, larangan pembuagan sampah di
sungai, serta partisipasi masyarakat.

Pengendalian Banjir

Metode Struktur Metode Non Struktur

*Sistem jaringan sungai * Pengelolaan DAS


* Bendungan /Dam
*Perbaikan sungai *Pengaturan tata guna
* Kolam Penampungan
*Perlindungan tanggul lahan
* Penangkap Sedimen
*Sudetan (by pass) * Pengendalian erosi
* Bangunan Penguran
*Saluran penyalur banjir * Pengembangan daerah
Kemiringan sungai
(flootway) banjir
* Tampungan Banjir
*Pengendalian sedimen * Pengaturan daerah banjir
Sementara
*Perbaikan muara * Penanganan daerah banjir
(Retarding basin )
* Penanganan kondisi
* Pembuatan Polder
darurat
* Sumur resapan
* Peramalan banjir
* Peringatan bahaya banjir
* Pengendalian daerah
bantaran
* Asuransi
* Law enforcement
Selain metode struktur dan metode non-struktur , sekarang ini telah banyak
yang menerapkan prinsip “Drainase berwawasan Lingkungan”, yaitu usaha untuk
tidak hanya mengalirkan air saja, tapi juga meresapkannya ke dalam tanam (water
harvesting) sehingga kekeringan pun dapat diminimalisir karena muka air tanah
akan bertambah.

Berikut ini beberapa prinsip drainase berwawasan lingkungan untuk


menanggulangi banjir dan sebagai system penyimpan air :

1. Membuat lubang biopori :

Ditemukan : Ir. Kamir R. Brata, MSc. Dosen Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, IPB. Ini merupakan rekayasa teknologi
sederhana untuk meresapkan air. Kelebihannya : sederhana, murah dan mudah,
efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Dan sampai saat ini di Bogor telah ada
lebih dari 22000 lubang biopori sebagai solusi untuk mengatasi banjir. Dan
uniknya 3000 mahasiswa ITB berpatispasidalampembuatan biopori tersebut.

2. Sumur resapan :

Merupakan salah satu rekayasa teknik konservasi air berupa bangunan yang
dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali dengan
kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan yang
jatuh di atas atap rumah atau daerah kedap air dan meresapkannya ke dalam tanah.
Sumur resapan dinilai 4x lebih efektif dalam meresapkan air hujan daripada
pohon. Karena pohon akan menguapkan kurang lebih 80% air yang diserap,
sedangkan sumur resapan justru dapat meresapkan air kurang lebih 80% . Desain
sumur resapan ini dapat menggunakan buis beton, dengan kedalaman 3- 4m
dengan diameter 1m. Dilengkapi dengan ijuk dan pasangan batu kali pada setiap
ruas sambungan buis beton sebagai filter air yang meresap.

3. Mengganti Paving Block dengan Grass Block :

Jalan yang telah tertutup dengan paving block akan membuat air tidak dapat
meresap langsung ke tanah, akibatnya air akan menggenang, dan memicu
terjadinya banjir. Oleh sebab itu, penggantian paving dengan grass block dapat
membantu meresapkan air hujan ke tanah lebih cepat, karena permukaannya yang
berlubang. Sehingga genangan air dapat diminimalkan, air dapat diresapkan dan
disimpan ke dalam tanah, serta dapat mencegah potensi terjadinya banjir.

4. Modifikasi Lansekap : :

Modifikasi lansekap untuk memanen air hujan sedang banyak dikerjakan di


beberapa negara maju, seperti di Kanada, Jerman dan Jepang. Salah satu caranya
adalah mengganti jaringan drainase suatu kawasan dengan cekungan- cekungan di
berbagai tempat (modifikasi lansekap), sehingga air hujan akan tertampung di
lokasi cekungan tersebut. Cara modifikasi lansekap ini ternyata dapat menekan
biaya konstruksi jaringan drainase suatu kawasan lebih dari 50 persen.

Di Indonesia, metode ini secara tradisional sebenarnya sudah berkembang.


Masyarakat “memodifikasi lansekap” mereka dengan membuat parit- parit kecil,
cekungan-cekungan dangkal di pekarangan, sengkedan/ terasering, dll
5. Retarding Basin (Kolam retensi) :

Implementasi metode retarding basin adalah penyelesaian banjir di wilayah hilir


Sungai Rhine di Eropa. Untuk mengurangi banjir yang menerjang kota- kota di
wilayah Jerman dan Belanda bagian hilir, dimulailah (integriertes Rheisprogram)
dengan membuat retarding basin- retarding basin di sepanjang Sungai Rhine di
bagian tengah dan hulu, mulai dari kota Karslruhe (di perbatasan Perancis dan
Jerman) sampai ke kota Bassel di perbatasan Jerman, Swiss, dan Austria.

Filosofi metode ini adalah mencegat air yang mengalir dari hulu dengan membuat
kolam-kolam retensi (retarding basin) sebelum masuk ke hilir. Retarding basin
dibuat di bagian tengah dan hulu kanan-kiri alur sungai-sungai yang masuk
kawasan yang akan diselamatkan. Retarding basin harus didesain ramah
lingkungan, artinya bangunannya cukup dibuat dengan mengeruk dan melebarkan
bantaran sungai, memanfaatkan sungai mati atau sungai purba yang ada,
memanfaatkan cekungan-cekungan, situ, dan rawa-rawa yang masih ada di
sepanjang sungai, dan dengan pengerukan areal di tepi sungai untuk dijadikan
kolam retarding basin.

Disarankan, dinding retarding basin tidak diperkuat pasangan batu atau beton
karena selain harganya amat mahal, juga tidak ramah lingkungan dan
kontraproduktif dengan ekohidraulik bantaran sungai. Desain retarding basin
cukup diperkuat dengan aneka tanaman sehingga secara berkelanjutan akan
meningkatkan kualitas ekologi dan konservasi air. Untuk penanganan banjir di
Jakarta, retarding basin dapat dibuat di bagian tengah dan hulu dari 13 sungai
yang mengalir ke jantung kota Jakarta, seperti Sungai Ciliwung, Cisadane,
Mookervart, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Kali Baru Barat, Cipinang, Sunter,
danCakung.
6. Revitalisasi Telaga, Danau, dan Situ :

Revitalisasi danau, telaga, atau situ kaitannya dengan memanen air hujan
sebaiknya dilakukan dengan konsep ekologi-hidraulik, yaitu upaya memperbaiki
dan menyehatkan seluruh komponen ekologi (flora-fauna) dan hidraulik-hidrologi
(sistem keairan) penyusun danau, telaga, atau situ yang bersangkutan, sehingga
dapat berfungsi menampung air yang dapat digunakan untuk keperluan air bersih
masyarakat, meresapkan air hujan untuk pengisian air tanah, dan dapat
berkembang menjadi wilayah ekosistem wilayah danau, situ dan telaga yang
hidup dan lestari.

7. Daerah Konservasi Air Tanah (Groundwater Conservations Area) :

Pemerintah dan masyrakat dapat mengusahakan suatu kawasan atau wilayah


tertentu yang khusus diperuntukan sebagai daerah pemanen (peresapan) air hujan
yang dijaga diversifikasi vegetasinya dan konstruksi apa pun tidak boleh dibangun
di atas areal tersebut.

Untuk keperluan ini harus dipilih daerah yang mempunyai peresapan tinggi dan
bebas dari kontaminasi polutan. Konsep ini belum banyak dikenal di Indonesia,
maka setiap daerah perlu segera mencari lokasi atau kawasan yang dapat
dikembangkan menjadi cagar alam resapan air hujan ini.
8. Tanggul Pekarangan :

Masyarakat pedesaan di Indonesia sampai saat ini masih mempunyai metode


menanggulangi erosi pekerangan dengan membuat “tanggul pekarangan rendah”
setinggi 20 – 30 cm dari susunan batu kosong, batubata, genteng bekas, dan
tanaman mengelilingi pekarangan mereka.

Metode tersebut telah banyak dilakukan di daerah Magelang dan Temanggung,


Provinsi Jawa Tengah, dan Sleman, Provinsi DI Yogyakarta. Konstruksi ini
ternyata juga berfungsi sebagai pola memanen hujan karena limpahan air hujan
akan tertahan dan meresap di areal pekarangan, dan tidak langsung mengalir ke
sungi, sehingga dapat menjamin sumur di sekitarnya tidak kering.

9. Rorak :

Rorak adalah lubang lubang buntu dengan ukuran tertentu yang dibuat pada
bidang olah dan sejajar dengan garis kontur. Fungsi rorak adalah untuk menjebak
dan meresapkan air ke dalam tanah serta menampung sedimen-sedimen dari
bidang olah. Ukuran dan jarak rorak yang direkomendasikan cukup beragam.
Direkomendasikan dimensi rorak: dalam 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang
berkisar antara 1 - 5 meter. Jarak ke samping disarankan agar sama dengan
panjang rorak dan diatur penempatannya di lapangan dilakukan secara berselang-
seling seperti pada gambar agar terdapat penutupan areal yang merata. Jarak
searah lereng berkisar dari 10- 15 m pada lahan yang landai (3% – 8%) dan agak
miring (8% – 15%), 5 sampai 3 meter untuk lereng yang miring (15% – 30%).

10. Mulsa :

Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di
permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan
hujan, erosi, dan menjaga kelembaban, struktur, kesuburan tanah, serta
menghambat pertumbuhan gulma (rumput liar). Mulsa ini terdiri dari bahan
organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar,
daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas
permukaan tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna.
BAB III

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai