OLEH:
NIM 15231025
2017
OLEH:
NIM 15231025
PROGRAM STUDIDIPLOMA III
ANALIS KIMIA
FAKULTAS MIPA
2017
KATA PENGANTAR
Ucapan terima kasih dan rasa hormat yang tiada terhingga penulis
persembahkan kepada Ibu tercinta Hj.Parwati dan Ayah tersayang H.M Ghozali.
Atas kasih sayang, do’a, moril maupun materil yang selalu tercurah untuk
penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Wahyu Adi Kurniawan
dan Paulus Ardianto Wahyu selaku kakak dan segenap keluarga yang senantiasa
telah banyak memberikan motivasi, dukungan dan inspirasi yang begitu luar
biasa sehingga praktik kerja mandiri ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun,
Abstrak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar air dari garam Aji percobaan pertama
dan garam aji percobaan kedua sebesar 0,075%. Pada garam Dolphin percobaan pertama
dan garam Dolphin percobaan kedua dengan rata-rata sebesar 1,6068%. Pada garam Ikan
Paus percobaan pertama dan kedua diketahui kadar air rata-rata sebesar 8,25%. Hasil ini
menunjukkan bahwa garam Aji dan garam Dolphin memenuhi persyaratan sesuai Standar
Nasional Indonesia (SNI)01-3556-2010. Sedangkan garam Ikan Paus tidak memenuhi
persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI)01-3556-2010.Untuk hasil kadar iodium
sebagai KIO3pada garam Aji dengan hasil 35,6 mg/kg, pada garam Dolphin sebesar 35,6
mg/kg, dan garam Ikan Paussebesar 35,6 mg/kg. Parameter uji yang dilakukan memenuhi
persyaratan sesuai SNI 01-3556-2010 yang menunjukkan bahwa kadar iodium sebesar
>30-80 ppm.
Kata kunci: garam konsumsi beriodium, kalium iodat, penetapan kadar air, penetapan
kadar iodium sebagai kalium iodat ( KIO3), iodometri, SNI 01-03556-2010.DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL i
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK vi
DAFTAR LAMPIRAN ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.2 Tujuan 3
1.3 Manfaat 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Garam 4
2.4 Iodium 8
3.2 Alat 21
3.3 Bahan 21
4.1 Hasil 24
4.2 Pembahasan25
5.2 Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 29
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
2. Pengujian Garam 32
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Garam Aji 32
2. Garam Dolpin 32
4. Indikator Amilum 33
Abstrak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar air dari garam Aji percobaan pertama
dan garam aji percobaan kedua sebesar 0,075%. Pada garam Dolphin percobaan pertama
dan garam Dolphin percobaan kedua dengan rata-rata sebesar 1,6068%. Pada garam Ikan
Paus percobaan pertama dan kedua diketahui kadar air rata-rata sebesar 8,25%. Hasil ini
menunjukkan bahwa garam Aji dan garam Dolphin memenuhi persyaratan sesuai Standar
Nasional Indonesia (SNI)01-3556-2010. Sedangkan garam Ikan Paus tidak memenuhi
persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI)01-3556-2010.Untuk hasil kadar iodium
sebagai KIO3pada garam Aji dengan hasil 35,6 mg/kg, pada garam Dolphin sebesar 35,6
mg/kg, dan garam Ikan Paussebesar 35,6 mg/kg. Parameter uji yang dilakukan memenuhi
persyaratan sesuai SNI 01-3556-2010 yang menunjukkan bahwa kadar iodium sebesar
>30-80 ppm.
Kata kunci: garam konsumsi beriodium, kalium iodat, penetapan kadar air, penetapan
kadar iodium sebagai kalium iodat ( KIO3), iodometri, SNI 01-03556-2010.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metode pengawetan pangan yang
pertama dan masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam
makanan. Demikian pula, pengasaman pangan telah digunakan secara luas, sebelum
peranannya sebagai penghambat kerusakan dipahami. Pengasapan dan pengeringan telah
juga digunakan secara luas dalam kombinasinya dengan garam, terutama untuk produk-
produk daging dan ikan (Buckle, 1985).
Iodium merupakan mineral yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah relatif kecil, tetapi
mempunyai peranan yang sangat penting untuk pembentukan hormon tiroksin. Hormon
tiroksin ini sangat berperan dalam metabolisme di dalam tubuh. Kekurangan iodium dapat
berakibat buruk bagi manusia, akibat yang dapat ditimbulkan antara lain berkurangnya
tingkat kecerdasan, pertumbuhan terhambat, penyakit gondok, kretin endemik (cebol),
berkurangnya kemampuan mental dan psikologi, meningkatnya angka kematian prenatal,
serta keterlambatan perkembangan fisik anak (lambat dalam mengangkat kepala,
tengkurap dan berjalan) (Nadesul, 2000). Iodium yang berlebihan dapat menimbulkan
kejadian kelainan autoimun. Kelebihan iodium juga dapat meningkatkan kejadian iodine-
inducedhyperthyroidism (IIH), penyakit autoimun tiroid dan kanker tiroid (Gunung,
2004).
Menurut keputusan Presiden No. 69 tahun 1994, semua garam yang beredar di Indonesia
harus mengandung iodium yaitu garam yang telah diperkaya dengan kalium iodat (KIO 3).
Hampir seluruh makanan menggunakan garam sebagai penyedap rasa, serta banyak
digunakan untuk bahan tambahan dalam industri pangan, selain itu, karena harga garam
dapur relatif murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat maka pemerintah
memilih garam dapur menjadi garam konsumsi sebagai media penyampaian iodium ke
dalam tubuh (Purnawati, 2006).
Garam beriodium mempunyai bentuk, rasa dan bau sama seperti garam yang tidak
ditambahkan kalium iodat, sehingga sulit untuk memastikan kecukupan kalium iodat
dalam garam (Almatsier, 2003). Penambahan suatu senyawa iodium berupa kalium iodat
dalam garam dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan tubuh manusia, karena tubuh
tidak dapat memproduksi sendiri, sehingga harus diperoleh dari luar (Gunung, 2004).
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk mengetahui kadar iodium sebagai
kalium iodat (KIO3) yang terdapat dalam beberapa garam konsumsi beriodium yang
bermerk dan kesesuaiannya terhadap persyaratan kadar air berdasarkan SNI 01-3556-
2010.
Manfaat
Dapat mengetahui kadar iodium sebagai kalium iodat (KIO3) yang terdapat dalam
beberapa garam konsumsi beriodium yang bermerk dan kesesuaiannya terhadap
persyaratan kadar air berdasarkan SNI 01-3556-2010.
Dapat dijadikan sebagai pedoman dan informasi serta menambah ilmu pengetahuan
mengenai garam konsumsi beriodium terhadapa lingkungan sekitar, baik itu masyarakat
maupun pribadi sendiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Garam
Pengertian Garam
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang
merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Klorida (>80%) serta
senyawa lainnya seperti Magnesium Klorida, Magnesium Sulfat, Kalsium Klorida, dan
lain-lain. Garam mempunyai sifat atau karakteristik higroskopik yang berarti mudah
menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada
o
tingkat suhu 801 C (Burhanuddin, 2001).
Garam Natrium Klorida untuk keperluan masak dan biasanya diperkaya dengan unsur
iodin (dengan menambah 5 g NaI per kg NaCl) padatan kristal berwarna putih, berasa
asin, tidak higroskopis, bila mengandung MgCl2 menjadi berasa agak pahit dan
higroskopis. Digunakan terutama sebagai bumbu penting untuk makanan, bahan baku
pembuatan logam Na dan NaOH (bahan untuk pembuatan keramik, kaca, dan pupuk),
sebagai zat pengawet (Mulyono, 2009).
Sumber Garam
Yang bersumber air laut terdapat di Mexico, Brazilia, RRC, Australia, dan Indonesia yang
mencapai ± 40% . Adapun yang bersumber dari danau asin terdapat di Yordania (Laut
Mati), Amerika Serikat (Great Salt Lake), dan Australia yang mencapai produksi ± 20%
dari total produk dunia.
Terdapat di Amerika Serikat, Belanda, RRC, Thailand, yang mencapai produksi ± 40%
total produk dunia.
Sumber air dalam tanah
Sangat kecil, karena sampai saat ini dinilai kurang ekonimis maka jarang (sama sekali
tidak) dijadikan pilihan usaha. Di Indonesia terdapat sumber air garam di wilayah
Purwodadi, Jawa Tengah (Burhanuddin, 2001).
Garam Beriodium
Garam beriodium adalah suatu produk yang ditawarkan kepada konsumen atau setiap
keluarga untuk mencegah kekurangan iodium sebagai upaya jangka panjang. Kualitas
garam beriodium mengacu kepada Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-3556-2010
seperti tertera pada Tabel 2.1.
No.
Parameter
Satuan
Persyaratan Kualitas
1.
Kadar Air (H2O)
% b/b
Maks. 7
2.
Kadar NaCl (Natrium Klorida)
% adbk
Min. 94,7
Cemaran logam
4.
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 10
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 10
Raksa (Hg)
mg/kg
Maks. 0,1
5.
Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0,1
Keterangan : b/b
= bobot/bobot
adbk
= atas dasar bahan kering
Garam beriodium pertama kali digunakan di Switzerland tahun 1920. Penggunaan garam
beriodium di Indonesia dilakukan tahun 1927 di daerah Tengger dan Dieng. Wilayah
Tengger dan Dieng merupakan daerah pegunungan yang endemis GAKI (Gangguan
Akibat Kekurangan Iodium), dibandingkan model penanggulangan GAKI yang lain,
penggunaan garam beriodium yang paling murah biayanya. Hal ini disebabkan garam
merupakan kebutuhan sehari-hari, tidak ada pengolahan makanan yang tidak
menggunakan garam (DGKM, 2007).
Hasil pemantauan Biro Pusat Statistik (BPS) terhadap garam konsumsi beriodium
ditingkat rumah tangga sejak tahun 1997 sampai dengan 1999 dibagi dalam 3 kelompok
yaitu (1) garam yang memenuhi syarat (kadar KIO 3> 30-80ppm), (2) garam yang tidak
memenuhi syarat (kadar KIO3< 30 ppm), (3) garamyang tidak mengandung iodium (KIO 3
0 ppm) (Burhanuddin, 2001).
Garam beriodium mengandung 0,0025% berat KIO (artinya dalam 100 gram total berat
garam terkandung 2,5 mg KIO). Berikut ini dipaparkan cara sederhana untuk menghitung
berapa banyak KIO yang dikonsumsi seseorang. Andaikan seorang ibu rumah tangga
dalam sehari memasak satu panci sup (kapasitas dua liter) dengan menggunakan dua
sendok garam beriodium (misalnya dengan berat 20 gram), dan tiap-tiap anggota keluarga
pada hari tersebut melalap dua mangkok (anggap volume total kuah 100 ml). Maka, berat
total garam KIO yang dikonsumsi tiap-tiap anggota keluarga itu dalam sehari (dengan
asumsi tidak makan garam melalui makanan lainnya) adalah 0,0000025 gram atau 2,5
mikrogram (dari 0,0025% x 20 gram x 100 ml/200 ml). Jumlah garam yang sangat kecil,
namun sangat diperlukan (Hasibuan, 2009).
Fortifikasi pangan adalah penambahan satan atau lebih zat gizi (nutrient) kepangan.
Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang
ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi dan pencegahan defisiensi zat gizi
dan gangguan yang diakibatkannya. Iodisasi garam menjadi metode yang paling umum
yang diterima oleh berbagai Negara di dunia sebab garam digunakan secara luas dan oleh
seluruh lapisan masyarakat. Prosesnya adalah sederhana dan tidak mahal (Albiner, 2003).
Fortifikasi yang biasa digunakan adalah Kalium Iodida (KI) dan Kalium Iodat (KIO 3).
Iodat lebih stabil dalam impure salt pada penyerapan dan kondisi lingkungan
(kelembaban) yang buruk. Penambahan tidak mengakibatkan perubahan warna dan rasa.
Negara-negara yang dengan program iodisasi garam yang efektif memperlihatkan
pengurangan yang berkesinambungan akan prevalensi GAKI (Albiner, 2003).
Kalium Iodat
Kalium Iodat memiliki rumus molekul KIO3 dan bobot molekul 214,02 g mol-1 serta
mempunyai komposisi I= 59,3%, K= 18,27%, O= 22,43%, berupa serbuk hablur putih atau
o
kristal yang tidak berbau, tidak leleh 560 C dan bobot jenis 3,89 g/ml (Cahyadi, 2004).
Iodium dalam garam dihitung dengan kadar Kalium Iodat (KIO 3), dimana iodium
merupakan kandungan terpenting dalam kelenjar tiroid. Kandungan iodium yang
dikonsumsi tidak seluruhnya diserap atau disintesa oleh hormon tiroid melainkan hanya
sekitar 33%, sedangkan 67% dikeluarkan melalui urine dan feses (Manalu, 2007).
Berdasarkan kestabilannya kandungan Kalium Iodat (KIO3) pada saat ini merupakan
senyawa iodium yang banyak digunakan dalam proses iodisasi garam. Kalium Iodat
(KIO3) merupakan garam yang sukar larut dalam air, sehingga dalam membuat larutannya
diperlukan larutan yang baik. Untuk iodisasi diperlukan larutan Kalium Iodat (KIO 3) 4%
yang dibuat dengan jalan melarutkan 40 gram Kalium Iodat dalam tiap 1 liter air (1 Kg
KIO3/25 liter air)
(Manalu,2007).
1.
Kadar (KIO3)
: Min 99%
2.
Kehalusan
: 100 Mesh
3.
Logam berbahaya (Pb, Hg, Zn, Cu, As)
: Nihil
4.
Grade
: Food Grade
Iodium
Iodium merupakan senyawa yang diketahui pertama kali oleh Bernard Curtois pada
tahun 1810. Namun iodium berasal dari bahasa Yunani Iode yang berarti warna violet.
Kimiawi iodium dalam tubuh baru diketahui pada tahun 13-15, setelah Kendal berhasil
mengisolasi senyawa yang mengandung iodium dalam kelenjar timid. Senyawa-senyawa
tersebut adalah monoiodotirosin, diiodotirosin, triidotironin, dan tiroksin (Budiyanto,
2009).
Tiroksin merupakan hormon yang merupakan hormon yang mempunyai peranan penting
pada proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh. Hormon tiroksin mengatur
perubahan provitamin A menjadi vitamin A di dalam hati, merangsang mobilisasi lemak,
memacu metabolisme kalsium dan pada metabolisme protein. Secara alami, di dalam
bahan makanan Iodium hanya terdapat dalam jumlah sedikit yaitu hanya beberapa
mikrogram setiap kilogram bahan makanan, kandungan Iodium pada bahan pangan nabati
sangat sangat bervariasi tergantung pada tanah tempat tumbuhnya, air dan pupuk yang
digunakan (Budiyanto, 2009).
Menurut Budiyanto (2001) pemenuhan gizi mikro Iodium bertumpu kepada pemanfaatan
garam dapur yang telah mengalami fortifikasi iodium. Garam-garam beriodium relatif
mudah didapat di toko-toko kecil. Beberapa produk yang terdapat di Malang, misalnya
garam merk Bintang mengandung 30-80 ppm KIO3, sedangkan garam merk Kelir Mas
mengandung minimal 30 ppm KIO3. Garam-garam tersebut telah sesuai dengan Standar
Industri Indonesia. Jika penggunaan garam beriodium tersebut sesuai dengan sifat fisik
dan kimia Iodium, maka upaya pemenuhan tersebut akan tercapai dengan baik sehingga
dapat menurunkan GAKI. Ada 6 model yang mungkin dikembangkan masyarakat dalam
rangka pemenuhan gizi mikro iodium, yaitu:
Menggunakan garam beriodium (yang disimpan) dengan cara menggunakan semua garam
yang dibutuhkan dimasukkan pada saat memasak makanan
Menggunakan garam beriodium (yang disimpan) dengan cara menggunakan
semua garam yang dibutuhkan dimasukkan pada makanan yang selesai dimasak dan
masih panas.
Iodium merupakan mineral yang diperlukan untuk tubuh dalam jumlah yang relatif sangat
kecil, tetapi mempunyai peran yang sangat penting untuk pembentukan hormon tiroksin.
Hormon tiroksin ini sangat berperan dalam metabolisme di dalam tubuh. Kekurangan
iodium dapat berakibat buruk bagi manusia. Akibat yang dapat ditimbulkannya antara lain
berkurangnya tingkat kecerdasan, pertumbuhan terhambat, penyakit gondok, kretin
endemik (cebol), berkurangnya kemampuan mental dan psikologi, meningkatnya angka
kematian prenatal, serta keterlambatan perkembangan fisik anak (Nadesul, 2000).
Iodium digunakan dalam bentuk tingtur dan larutan iodium. Iodium mempengaruhi
langsung sel dengan cara mengendapkan protein sehingga sel akan mati. Akibat
keracunan iodium, terutama menyebabkan muntah dan pingsan. Dosis fatal iodium dan
senyawa iodida 2 g (Sartono, 2001).Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979),
Iodium mengandung tidak kurang dari 99,8% dan tidak lebih dari 100,5%.
1.
Pemerian
: keping atau granul, berat, hitam keabu-abuan, bau khas,
dalam labu bersumbat kaca yang telah ditara, tambahkan 1 gram kalium iodida P yang
dilarutkan dalam 5 mL air. Encerkan dengan air hingga lebih kurang 50 mL, tambahkan 1
mL asam klorida 3 N. Titrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N, menggunakan 3 mL
indikator kanji.
WHO, Unicef, dan ICCIDD menganjurkan kebutuhan iodium sehari-hari
sebagai berikut:
Menurut SNI (01-3556-2010), kadar iodium pada garam konsumsi yang memenuhi
persyaratan adalah berkisar antara 30-80 ppm.
Sumber iodium dalam makanan, antara lain: sayur-sayuran, ikan laut dan rumput laut, air
mata air, dan garam beriodium (Budiyanto, 2009).
Air laut, mengandung sedikit iodium, sehingga kandungan iodium garam rendah
Plankton, ganggang laut dan organisme laut lain berkadar iodium tinggi sebab organisme
ini mengkonsentrasikan iodium dari lingkungan sekitarnya
Sumber bahan organik yang dalam oksidan, desinfektan, iodophor, zat warna makanan
dan kosmetik, dan vitamin yang beredar di pasaran juga menambah iodium
Sumber iodium yang paling utama yaitu laut. Jadi makanan yang berasal dari laut seperti
ikan, udang, kerang, serta ganggang laut merupakan sumberiodium. Dan tanaman
yang tumbuh didaerah pantai dan sekitar pantai banyak mengandung iodium, oleh karena
tanah dan air tersebut banyak, mengandung iodium, maka semakin jauh tanah tersebut
dari laut, semakin sedikit sekali kandungan iodium bahkan tidak ada sama sekali
(Almatsier, 2003).
Iodium sebagai unsur penting dalam sintesa hormon tiroksin, yaitu suatu hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan,
perkembangan, dan kecerdasan. Iodium juga sebagai pembentukan hormon kalsitonin,
yang juga dihasilkan oleh kelenjar tiroid, berasal dari sel parafoli-kular (sel CO). Hormon
ini berperan aktif dalam metabolisme kalsium, maka harus selalu tersedia iodium yang
cukup dan berkesinambungan (Djokomoeljanto, 2006).
Pada kekurangan iodium, konsentrasi hormone tiroid menurun dan hormone perangsang-
tiroid/TSH meningkat agar kelenjar tiroid mampu menyerap lebih banyak iodium.
Apabila kekurangan iodium terus menerus maka akan terjadi pembesaran kelenjar tiroid
yang diakibatkan usaha pengambilan iodium yang semakin meningkat. Gondok dapat
menampakkan diri dalam bentuk gejala yang sangat luas, yaitu dalam bentuk kretinisme
(cebol) di satu sisi dan pembesaran kelenjar tiroid pada sisi lain. Gejala kekurangan
iodium adalah malas dan lamban, kelenjar tiroid membesar, pada ibu hamil dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin, dan dalam keadaan berat bayi lahir
dalam keadaan cacat mental yang permanen serta hambatan pertumbuhan yang dikenal
sebagai kretinisme yaitu bentuk tubuh yang abnormal dan IQ dibawah 20. Hal ini dapat
mengganggu proses belajar dari anak-anak (Almatsier, 2003).
Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu titrasi langsung
(iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri).
Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan
direduksi menjadi iodida sesuai reaksi:
-
I2 + 2e ↔ 2I
Iodium akan mengoksidasi senyawa yang mempunyai potensial reduksi lebih kecil
dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada
iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium.
I2 sebagai titran dikenal sebagai titrasi iodometri langsung dan kadang-kadang dinamakan
iodimetri
Suatu oksidator kuat sebagai titran. Diantaranya yang sering dipakai ialah:
KMnO4
K2Cr2O7
Ce (IV)
Suatu reduktor kuat sebagai titran (Harjadi, 1986)Perbedaan Iodimetri dan Iodometri
Menurut Basset (1994), metode cara langsung (iodimetri) jarang dilakukan mengingat
iodium merupakan oksidator yang lemah. Cara langsung disebut iodimetri yang
menggunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat
dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya. Sedangkan cara tidak langsung
disebut iodometri yaitu oksidator yang dianalisis cukup kuat untuk direaksikan sempurna
dengan ion iodida berlebih dalam keadaan sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan
secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat atau asam arsenit.
Larutan standar yang digunakan dalam proses iodometri adalah natrium tiosulfat.
Larutan tidak boleh distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium tiosulfat
tidak stabil untuk waktu yang lama (Day dan Underwood, 1998).
Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I 2 yang dititrasi itu
akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak tua, menjadi lebih
muda, lalu kuning, kuning muda dan seterusnya, sampai akhirnya lenyap. Bila diamati
lebih cermat perubahan warna tersebut, maka titik akhir akan dapat ditentukan dengan
cukup jelas. Konsentrasi iod masih tepat dapat dilihat dengan mata dan memungkinkan
penghentian titrasi dengan kelebihan hanya senilai 1 tetes iod. Namun, lebih mudah dan
lebih tegas bila ditambah amilum kedalam larutan sebagai indikator (Harjadi, 1986).
Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang sangat jelas.
Sekalipun I2 pada titik akhir iod yang terikat itupun hilang bereaksi dengan titran
sehingga warna biru lenyap mendadak dan perubahan warnanya tampak sangat jelas.
Penambahan amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi (bila iod
sudah tinggal sedikit yang tampak dari warnanya kuning muda). Maksudnya adalah agar
amilum tidak membungkus iod dan menyebabkan sukar lepas kembali. Hal ini akan
berakibat warna biru akan sulit lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila
iod masih banyak sekali dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu
perubahan warna pada titik akhir (Harjadi, 1986).
Larutan baku yang diteteskan disebut sebagai titran. Semua perhitungan dalam volumetri
didasarkan pada konsentrasi titran yang harus dibuat secara teliti, titran semacam ini
disebut larutan baku (standar). Suatu larutan standar dapat dibuat dengan cara melarutkan
sejumlah senyawa baku tertentu yang sebelumnya senyawa tersebut ditimbang secara
tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Larutan standar ada dua macam
yaitu, larutan baku primer, mempunyai kemurnian yang tinggi, dan larutan baku sekunder
yang harus dibakukan dengan larutan baku primer. Suatu proses dimana larutan baku
sekunder dibakukan dengan larutan baku primer disebut dengan standarisasi (Basset,
1994).
Tabel 2.2
: Daftar Baku Primer
No.
Baku Primer
Kegunaan
1.
Kalium Biftalat
Pembakuan Natrium Hidroksida
2.
Kalium Iodat
Pembakuan larutan Natrium Tiosulfat
4.
Logam Zn
Pembakuan larutan EDTA
(Rohman, 2007).
Larutan standar biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret. Proses penambahan
larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi, dan zat yang akan ditetapkan,
dititrasi. Titik (saat) pada mana reaksi itu lengkap disebut titik ekivalen (setara) atau titik
akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, harus terdeteksi oleh suatu perubahan, yang tidak dapat
disalah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar itu sendiri, atau lebih
lazim lagi oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator.
Setelah reaksi antara visual yang jelas dengan cairan yang sedang dititrasi, titik pada saat
ini terjadi disebut titik akhir titrasi (Basset, 1994).
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-
senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar dari pada sistem iodium
iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator. Pada iodometri sampel yang
bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan
iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat yang dilakukan
dalam suasana asam.
Banyaknya volum natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium
yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel (Rohman, 2007).
Suatu larutan dari iodium dalam larutan air iodida, memberikan warna kuning sampai
coklat tua atau satu tetes larutan iod 0,1 N menimbulkan warna kuning pucat yang terlihat
pada 100 ml air, sehingga dalam larutan-larutan yang tanpa iodium akan tak berwarna,
iodium dapat berfungsi sebagai indikatornya sendiri. Uji ini dibuat jauh lebih peka
dengan menggunakan larutan kanji (larutan dari pati) sebagai indikator. Kanji bereaksi
dengan iodium, dengan adanya iodida, membentuk suatu kompleks yang berwarna biru
kuat, yang akan terlihat pada konsentrasi - konsentrasi iodium yang sangat rendah. Pati
dapat dipisah menjadi dua komponen utama, amilosa dan amilopektin yang terdapat
dalam proporsi berbeda - beda dalam berbagai tumbuh-tumbuhan. Amilosa, suatu
senyawa berantai lurus dan terdapat berlimpah dalam pati kentang, memberi warna biru
dengan iod dan rantainya mengambil bentuk spiral. Amilopektin, yang mempunyai
struktur rantai bercabang membentuk suatu produk berwarna ungu merah mungkin
dengan adsorbsi (Basset, 1994).
BAB III
METODE PENGUJIAN
Alat
botol timbang
desikator
mikroburet 5 ml (pyrex)
oven (memmert)
pipet tetes.
Bahan
Air suling
Garam konsumsi beriodium (garam aji, garam dolphin, dan garam ikan paus)
indikator amilum 1%
Kristal KIlarutan baku Kalium Iodat (KIO3) 0,005 N
Pembuatan Pereaksi
Pipet 0,5 ml ke dalam labu ukur 100 ml yang lain encerkan dengan air suling impitkan
hingga tanda garis.
Titer dengan larutan baku Na2S2O3 menggunakan mikroburet sampai warna biru hilang
(V1).
Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian penetapan kadar iodium sebagai kalium iodat (KIO 3) pada garam
adalah sebagai berikut:
Contoh perhitungan :
⁄
=
890 ×
×
2
Keterangan:
V1= volume Na2S2O3 pada penitaran larutan baku, dinyatakan dalam mililiter (ml)
V2= volume Na2S2O3 pada penitaran larutan contoh, dinyatakan dalam milliliter (ml)
BAB IV
Hasil penetapan kadar iodium sebagai KIO3 pada garam dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Perhitungan penetapan kadar iodium dapat dilihat pada lampiran.
Merek Garam
Berat
Volume
Kadar Iodium sebagai KIO3
sampel
Titrasi
Garam Aji I
25 g
7,5 ml
35,6 mg/kg
Garam Aji II
25 g
7,3 ml
35,6 mg/kg
Garam Dolphin I
25 g
3,9 ml
35,6 mg/kg
Garam Dolphin II
25 g
3,8 ml
35,6 mg/kg
Garam Ikan Paus I
25 g
1,1 ml
35,6 mg/kg
Iodium dalam garam dihitung dengan kadar Kalium Iodat (KIO 3), dimana iodium
merupakan kandungan terpenting dalam kelenjar tiroid. Kandungan iodium yang
dikonsumsi tidak seluruhnya diserap atau disintesa oleh hormon tiroid melainkan hanya
sekitar 33%, sedangkan 67% dikeluarkan melalui urine dan feses (Manalu, 2007).
Berdasarkan kestabilannya kandungan Kalium Iodat (KIO3) pada saat ini merupakan
senyawa iodium yang banyak digunakan dalam proses iodisasi garam. Kalium Iodat
(KIO3) merupakan garam yang sukar larut dalam air, sehingga dalam membuat larutannya
diperlukan larutan yang baik (Manalu, 2007).
Suhu yang tinggi akan memecah senyawa Kalium Iodat sehingga iodium akan terlepas
dan menguap. Selain itu juga karena kelembaban udara yang tinggi serta waktu
penyimpanan yang terlalu lama (> 6 bulan) dengan angka pengurangan 30 – 80
%.Penambahan jumlah KIO3 yang lebih tinggi mungkin sudah dilakukan untuk mencegah
pengurangan tersebut. Dianjurkan pada kondisi demikian menggunakan garam beriodium
dengan kadar> 50 ppm (Soetrisnanto, 2006).
Kualitas garam beriodium mengacu kepada Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-
3556-2010. Dapat dilihat pada tabel 2.1. Berdasarkan hasil yang didapat bahwa parameter
yang dilakukan pada garam seperti kadar iodium sebagai KIO 3 dengan hasil 35,6 mg/kg
untuk garam Aji, 35,6 mg/kg untuk garam Dolphin, dan 35,6 mg/kg untuk garam ikan
paus. Parameter uji yang dilakukan memenuhi persyaratan sesuai SNI 01-3556-2010.
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Berdasarkan hasil yang didapat bahwa parameter yang dilakukan pada
garam seperti kadar iodium sebagai KIO3 dengan hasil 35,6 mg/kg untuk garam Aji, 35,6
mg/kg untuk garam Dolphin, dan 35,6 mg/kg untuk garam ikan paus. Parameter uji yang
dilakukan memenuhi persyaratan sesuai SNI 01-3556-2010 yang menunjukkan bahwa
kadar iodium sebesar >30-80 ppm.
Saran
Sebaiknya dalam melakukan titrasi harus dilakukan dengan teliti agar volume titrasi yang
didapat tepat
Sebaiknya pemerintah melakukan pemeriksaan lebih ketat lagi terhadap beberapa merek
dagang dari Garam Konsumsi yang telah beredar di pasaran demi menjamin kesehatan
para konsumen
Sebaiknya pemantauan garam beriodium pada masyarakat agar terus
dilaksanakansehingga terus terpantau keadaan konsumsi garam di tingkat masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2003). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hal: 251.
Basset, J. et. all. (1994). Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal: 308-364.
Buckle, K.A., et.al. (1985). Food Science. Alih bahasa oleh: Hari Purnomo dan Adiono.
Jakarta: UI-Press. Hal: 166.
udiyanto. (2009). Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press. Hal: 86-87.
Burhanuddin. (2001). Proceeding Forum Pasar Garam Indonesia. Jakarta: Badan Riset
Kelautan dan Perikanan. Hal: 1-18.
Day, R.A., dan Underwood, A.I. (1981). Quantitative Analysis. Alih bahasa oleh: Sopyan,
Lis. (2001). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi 6. Jakarta: Erlangga. Hal: 99.
DGKM. (2007). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: FKM Universitas Indonesia.
Hal: 212-226.
Dirjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Hal: 694.
Gunung, I., K. (2004). Perhitungan Kadar Iodium dalam Iodisasi Garam untuk
Penanggulan
Hasibuan, Dedi Julhadi. (2009). Gambaran Perilaku Ibu Rumah Tangga dalam
Penggunaan Garam Beriodium di Desa Juma Teguh Kecamatan Siempat Nempu
Kabupaten Dairi Tahun 2008. [Skripsi]. FKM USU. Hal: 29.
Harjadi, W. (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia.
Keputusan Presiden RI. (1994). Nomor : 69 Tahun 1994. Tentang Pengadaan GaramBeriodium.
Manalu, L. (2007). Pemeriksaan Kalium Iodat (KIO3) dalam Garam dan Air yang
Dikonsumsi Masyarakat Garoga Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2000.
Nadesul, Handrawan. (2000). Makanan Sehat untuk Bayi. Jakarta: Puspa Swara. Hal: 14.
Sartono. (2001). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika. Hal: 179-180.
Sediaoetama, Achmad Djaeni. (2008). Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi di
Indonesia. Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat. Hal: 177-178.
Soetrisnanto, D. (2006). Garam Beriodium dan Minyak Iodium. Semarang: Jurnal GAKI
Indonesia (Indonesian Journal of IDD). Vol. 5. No. 1-2.
Lampiran 1PenetapanKadar Iodium sebagai KIO3 pada Garam
3=
890 ×
2
×
2
890 × 7,5
⁄
25 × 7,5
=
6.675
⁄
187,5
=
35,6 ⁄
×
2
⁄
890 × 7,3
25 × 7,3
=
6.497
⁄
182,5
=
35,6 ⁄
3. Sampel Garam Dolphin (I)
3=
890 ×
2
×
2
890 × 3,9
⁄
25 × 3,9
=
3.471
⁄
97,5
= 35,6 ⁄
3=
890 ×
2
2
⁄
890 × 3,8
25 × 3,8
=
3.382
⁄
95
= 35,6
⁄
5. Sampel Garam Ikan Paus (I)
=
890 ×
3
×
2
890 × 1,1
=
⁄
25 × 1,1
979
⁄
27,5
= 35,6
⁄
×
2
890 × 1,0
25 × 1,0
=
890
⁄
25
= 35,6 ⁄
Lampiran 2 Pengujian Garam