Anda di halaman 1dari 12

PROMOSI KESEHATAN

A. DEFINISI PROMOSI KESEHATAN


Definisi istilah promosi kesehatan dalam ilmu kesehatan masyarakat (health
promotion) mempunyai dua pengertian. Pengertian promosi kesehatan yang pertama adalah
sebagai bagian dari tingkat pencegahan penyakit. Level and Clark, mengatakan adanya 4
tingkat pencegahan penyakit dalam perspektif kesehatan masyarakat, yakni :
a. Health promotion (peningkatan/promosi kesehatan).
b. Specific protection (perlindungan khusus melalui imunisasi).
c. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan segera).
d. Disability limitation (membatasi atau mengurangi terjadinya kecacatan).
e. Rehabilitation (pemulihan).
Oleh sebab itu, promosi kesehatan dalam konteks ini adalah peningkatan kesehatan.
Sedangkan yang kedua, promosi kesehatan diartikan sebagai upaya memasarkan,
menyabarluaskan, mengenalkan, atau “menjual” kesehatan. Dengan perkataan lain, promosi
kesehatan adalah “memasarkan” atau “menjual” atau “memperkenalkan” pesan-pesan
kesehatan atau “upaya-upaya” kesehatan, sehingga masyarakat “menerima”, atau “membeli”
(dalam arti menerima perilaku kesehatan) atau “mengenal” pesan-pesan kesehatan tersebut,
yang akhirnya masyarakat mau berprilaku hidup sehat. Dari pengertian promosi kesehatan
yang kedua ini, maka sebenarnya sama dengan pendidikan kesehatan (health education),
karena pendidikan kesehatan pada prinsipnya bertujuan agar masyarakat berprilaku sesuai
dengan nilai-nilai kesehatan. Memang, promosi kesehatan dalam konteks kesehatan
masyarakat pada saat ini dimaksudkan sebagai revitalisasi atau pembaruan dari pendidikan
kesehatan pada waktu yang lalu.
Lawrence Green (1984) merumuskan definisi sebagai berikut : “promosi kesehatan
adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan
ekonomi, politik, dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan
lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.” Dari batasan ini jelas, bahwa promosi kesehatan
adalah pendidikan kesehatan plus, atau promosi kesehatan adalah lebih dari pendidikan
kesehatan. Promosi kesehatan bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan, yakni prilaku dan
lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter: 1986), sebagai hasil rumusan
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada, menyatakan bahwa :
“Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and improve
their health. To reach a state of complete physical, mental, and social well-being, an
individual or group must be able to identify and realize aspiration, to satisfy needs, and to
change or cope with the environment.”
Dari kutipan diatas jelas dinyatakan, bahwa promosi kesehatan adalah suatu proses
untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.
Dengan kata lain, promosi kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat
sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka
sendiri. Batasan promosi kesehatan ini mencakup dua dimensi yakni “kemauan” dan
“kemampuan”, atau tidak sekadar meningkatnya kemauan masyarakat seperti dikonotasikan
oleh pendidikan kesehatan. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa dalam mencapai derajat
kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, maupun social, masyarakat harus mampu
mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau
mengatasi lingkungannya. Lingkungan disini mencakup lingkungan fisik, lingkungan sosio
budaya, dan lingkungan ekonominya.
Batasan promosi kesehatan yang lain dirumusan oleh Yayasan Kesehatan Victoria
(Victorian Health Foundation-Australia, 1997), sebagai berikut :
“Health promotion is a programs are design to bring about “change” within people,
organization, communities, and their environment.”
Batasan ini menekankan, bahwa promosi kesehatan adalah suatu program perubahan perilaku
masyarakat yang menyeluruh, dalam konteks masyarakatnya. Bukan hanya perubahan
perilaku (within people) tetapi juga perubahan lingkungannya. Perubahan perilaku tanpa
diikuti perubahan lingkungan tidak akan efektif, perilaku tersebut tidak akan bertahan lama.
Oleh sebab itu, promosi kesehatan bukan sekadar mengubah perilaku saja tetapi juga
mengupayakan perubahan lingkungan, system, dan sebagainya.

B.TEORI ETIK
a. Utilitarian
Kebenaran atau kesalahan dari tindakan tergantung dari konsekwensi atau akibat
tindakan Contoh : Mempertahankan kehamilan yang beresiko tinggi dapat menyebabkan hal
yang tidak menyenangkan, nyeri atau penderitaan pada semua hal yang terlibat, tetapi pada
dasarnya hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayinya.
b. Deontologi
Pendekatan deontologi berarti juga aturan atau prinsip. Prinsip-prinsip tersebut antara
lain autonomy, informed consent, alokasi sumber-sumber, dan euthanasia.
C,PRINSIP-PRINSIP ETIK
a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki
kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus
dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau
dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek
profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat
keputusan tentang perawatan dirinya.
b. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan
pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan,
terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
c. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam
prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk
meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang
ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa
argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan
prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows
best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi
penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling
percaya.
f. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan
rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik
yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
g. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi
klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh
dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi
tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien
diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga
kesehatan lain harus dihindari.
h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional
dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
D.Pendekatan telelogik
Menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau konsekuensi yang dapat
terjadi.
 Menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan ketidakbaikan sekecil
mungkin bagi manusia (Kelly, 1987).
 Dapat dibedakan menjadi:
1) rute utilitarianisme, berprinsip bahwa manfaat atau nilai suatu tindakan tergantung pada
sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau kebahagiaan pada manusia.
2) Act utilitarianisme, tidak melibatkan aturan umum tetapi berupaya menjelaskan pada
suatu situasi tertentu dengan pertimbangan terhadap tindakan apa yang dapat memberikan
kebaikan sebanyak-banyaknya dan ketidakbaikan sekecil-kecilnya.
 teleologi – yunani, etos =akhir
 teleology – utilitarianisme, yaitu dasar yang dihasilkan / konsekuensi yangterjadi.
 Penekanan : pencapaian hasil akhir yang terjadi
 Kelly,’87 : pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal. Dan ketidak baikan sekecil
mungkin bagi manusia.
 Teleology : rule utilitarianisme –manfaa / nilai suatu tindakan bergantung pada sejauhmana
tindakan tersebut membawa Act utilitarianismebersifat terbatas.
 Teleology :
Rule utilitarianisme : manfaat / nilai suatu tindakan bergantung pada sejauhmana tindakan
tersebut memberikan kebaikan dan kebahagian kepada manusia.
Act utilitarianisme ; bersifat lebih terbatas. Tidak melibatkan aturan umum tetatpi berupaya
dan mempertimbangkan terhadap sesuatu tindakan dapat memberikan kebaikan sebanyak-
banyaknya atau ke tidak baikan sekecil-kecilnya. Contoh ; bayi lahir cacat- lebih baik
meninggal.
Teleologi berasal dari akar kata Yunani telos, yang berarti akhir, tujuan, maksud,
dan logos, perkataan. Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan segala
kejadian menuju pada tujuan tertentu. Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian Wolff,
seorang filsuf Jerman abad ke-18. Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala
yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran,
arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan. Dalam arti umum,
teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di
alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius
tentang eksistensi tujuan dan "kebijaksanaan" objektif di luar manusia.
F.Etika Teleologis

Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya
suatu tindakan dilakukan. Perbedaan besar nampak antara teleologi dengan deontologi.
Secara sederhana, hal ini dapat kita lihat dari perbedaan prinsip keduanya. Dalam deontologi,
kita akan melihat sebuah prinsip benar dan salah. Namun, dalam teleologi bukan itu yang
menjadi dasar, melainkan baik dan jahat. Ketika hukum memegang peranan penting dalam
deontologi, bukan berarti teleologi mengacuhkannya. Teleologi mengerti benar mana yang
benar, dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir. Yang lebih penting adalah
tujuan dan akibat. Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu
bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik. Ajaran teleologis dapat
menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara. Dengan demikian tujuan yang baik harus
diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum. Hal ini membuktikan cara pandang
teleologis tidak selamanya terpisah dari deontologis. Perbincangan "baik" dan "jahat" harus
diimbangi dengan "benar" dan "salah".Lebih mendalam lagi, ajaran teleologis ini dapat
menciptakan hedonisme, ketika "yang baik" itu dipersempit menjadi "yang baik bagi saya".
Teleologi adalah setiap filosofis yang menyatakan bahwa akun menyebabkan akhir ada di
alam , yang berarti bahwa desain dan tujuan analog dengan yang ditemukan dalam tindakan
manusia yang melekat juga di seluruh alam. Kata berasal dari bahasa Yunani , telos, akar: - ".
akhir, tujuan" τελε, Kata sifat "teleologis" memiliki penggunaan yang lebih luas, misalnya
dalam diskusi di mana teori-teori etika tertentu atau jenis program komputer (seperti " teleo-
reaktif "program) kadang-kadang digambarkan sebagai teleologis karena melibatkan
bertujuan gol.
Teleologi kemudian dieksplorasi oleh Plato dan Aristoteles , dengan Santo Anselmus
sekitar 1000 Masehi, dan kemudian oleh Immanuel Kant dalam bukunya Critique
Penghakiman . Itu penting untuk filsafat spekulatif Hegel .
Suatu hal, proses atau tindakan teleologis ketika demi akhir, yaitu, telos atau
menyebabkan akhir . Secara umum dapat dikatakan bahwa ada dua jenis penyebab akhir,
yang dapat disebut finalitas intrinsik dan ekstrinsik finalitas.
 Suatu hal atau tindakan memiliki finalitas ekstrinsik bila demi sesuatu yang
eksternal pada dirinya sendiri. Misalnya, Aristoteles berpendapat bahwa hewan adalah untuk
kepentingan manusia, hal yang eksternal bagi mereka. Manusia juga menunjukkan finalitas
ekstrinsik ketika mereka mencari sesuatu yang luar dirinya (misalnya, kebahagiaan seorang
anak). Jika hal eksternal tidak ada tindakan yang tidak akan menampilkan finalitas.

 Suatu hal atau tindakan memiliki finalitas intrinsik bila demi sesuatu yang tidak
eksternal untuk dirinya sendiri. Sebagai contoh, orang mungkin mencoba untuk menjadi
bahagia hanya demi menjadi bahagia, dan bukan demi apa pun di luar itu.

Dalam ilmu pengetahuan modern penjelasan teleologis yang sengaja dihindari, karena
apakah mereka benar atau salah diperdebatkan berada di luar kemampuan persepsi dan
pemahaman manusia untuk menghakimi. Beberapa disiplin ilmu, terutama dalam biologi
evolusi, masih cenderung menggunakan bahasa yang muncul teleologis ketika mereka
menggambarkan kecenderungan alami terhadap kondisi akhir tertentu, tetapi argumen ini
dapat selalu diulang di non-teleologis bentuk.
a. suatu fenomena dan akibatnya
b. Pendekatan ini dihadapkan pada konsekuensi dan keputusan etik
c. Membenarkan secara hukum tindakan atau keputusan yang diambil untuk kepentingan medis
d. Pendekatan ini selalu digunakan dalam menghadapi masalah medis .
e. Dalam pendekatan telelologi,semua tindakan atau keputusan dapat dibenarkan secara hukum
bila dilakukan untuk kepentingan medis.
f. Contoh kasus
Bila terdapat kasus kedaruratan persalinan,sedangkan tidak ada bidan dan jarak menuju
rumah sakit rujukan cukup jauh,maka seorang perawat dapat dibenarkan untuk memberikan
pertolongan sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya demi keselamatan
pasien
F. Pendekatan deontologi
Berbeda dengan teori konsekuensialis, teori deontologi menilai moralitas dari
pilihan dengan kriteria yang berbeda dari negara urusan pilihan-pilihan membawa. Secara
kasar, deontologists dari semua garis berpendapat bahwa beberapa pilihan tidak bisa
dibenarkan oleh efek mereka - bahwa tidak peduli seberapa baik secara moral konsekuensi
mereka, beberapa pilihan secara moral dilarang. Pada rekening deontologis moralitas, agen
tidak bisa membuat pilihan yang salah tertentu, bahkan jika dengan melakukan sehingga
jumlah pilihan yang salah akan diminimalkan (karena agen lain akan dilarang untuk
berkecimpung dalam pilihan yang salah yang serupa). Untuk deontologists, apa yang
membuat pilihan yang tepat adalah sesuai dengan norma moral. Norma-norma tersebut harus
ditaati oleh masing-masing hanya agen moral; seperti norma-keepings tidak dimaksimalkan
oleh agen masing-masing. Dalam hal ini, untuk deontologists, Kanan memiliki prioritas di
atas yang Baik. Jika suatu tindakan yang tidak sesuai dengan Hak, tidak dapat dilakukan,
tidak peduli baik itu mungkin menghasilkan (termasuk bahkan Baik yang terdiri dari
bertindak sesuai dengan Kanan). Fry, 1991. Deontologi ada 5 prinsip:
a) Kemurahan hati
b) Keadilan
c) Otonomi
d) Kejujuran
e) Ketaatan
 Kant berpendapat bahwa benar atau salahnya tindakan bukan ditentukan oleh hasil akhir
atau konsekuensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moral tindakan tersebut.
 Kant berpendapat bahwa prinsip moral atau yang terkait dengan tugas harus bersifat
universal, tidak kondisional, dan imperatif.
 Dua aturan yang diformulasikan oleh kant:
1) Manusia harus selalu bertindak sehingga aturan yang merupakan dasar berperilaku dapat
menjadi suatu hukum moral universal.
2) Manusia tidak boleh memperlakukan orang lain secara sederhana sebagai suatu makna,
tetapi harus sebagai hasil akhir terhadap dirinya sendiri.
Contoh penerapan deontologi:
a. Perawat yang yakin bahwa klien harus diberi tahu yang sebenarnya terjadi meskipun
kenyataan tersebut menyyakitkan.
b. Perawat menolak membantu pelaksanaan abortus karena keyakinan agamnya yang
melarang tindakan membunuh.
Teori ini secara lebih luas dikembangkan menjadi lima prinsip penting: kemurahan hati,
keadilan, otonomi, kejujuran, dan ketaatan.
Etika deontologi deontologi atau (dari bahasa Yunani Deon, "kewajiban, kewajiban",
dan logia ) adalah sebuah pendekatan untuk etika bahwa para hakim moralitas dari suatu
tindakan berdasarkan kepatuhan tindakan untuk aturan atau aturan. Deontologists melihat
aturan dan tugas.
Kadang-kadang digambarkan sebagai "tugas" atau "kewajiban" atau "aturan" -. Berbasis
etika, karena aturan "mengikat Anda untuk tugas Anda" Istilah "deontologi" pertama kali
digunakan dengan cara ini pada tahun 1930, di CD Broad 's buku, Lima Jenis Teori Etis.
Etika deontologi umumnya kontras dengan konsekuensialis atau teleologis teori etika,
menurut mana kebenaran dari suatu tindakan ditentukan oleh konsekuensi-konsekuensinya.
Namun, ada perbedaan antara etika deontologi dan absolutisme moral . Deontologists yang
juga moral yang absolutis percaya bahwa beberapa tindakan yang salah tidak peduli apa
konsekuensi mengikuti dari mereka. Immanuel Kant , misalnya, berpendapat bahwa satu-
satunya benar-benar baik adalah baik akan, dan jadi faktor penentu tunggal apakah suatu
tindakan secara moral benar adalah kehendak, atau motif dari orang yang melakukannya. Jika
mereka bertindak atas pepatah yang buruk, misalnya "Saya akan berbohong", maka tindakan
mereka salah, bahkan jika beberapa konsekuensi yang baik datang dari itu. Non-absolut
deontologists, seperti WD Ross , berpendapat bahwa konsekuensi dari suatu tindakan seperti
berbohong mungkin kadang-kadang membuat berbohong yang tepat untuk dilakukan. Kant
dan teori Ross dibahas lebih rinci di bawah. Jonathan Baron dan Mark Spranca menggunakan
istilah Nilai Dilindungi ketika mengacu pada nilai-nilai diatur oleh aturan deontologis.
Kata ini deontologi berasal dari kata Yunani untuk tugas (Deon) dan ilmu (atau studi) (logo).
Dalam filsafat moral kontemporer, deontologi adalah salah satu jenis teori normatif tentang
yang pilihan secara moral diperlukan, dilarang, atau diperbolehkan. Dengan kata lain,
deontologi jatuh dalam domain teori moral yang membimbing dan menilai pilihan kita
tentang apa yang harus kita lakukan (teori deontic), berbeda dengan (aretaic [kebajikan] teori)
yang - fundamental, setidaknya - membimbing dan menilai apa jenis orang (dalam hal
karakter) kita dan harus. Dan dalam domain tersebut, deontologists - orang yang
berlangganan teori deontologi moralitas - berdiri dalam oposisi terhadap consequentialists.
a. Adalah merupakan suatu teori atau study tentang kewajiban moral atau pendekatannya
didasarkan pada kewajiban moral
b. Moralitas dari suatu keputusan etis yang sepenuhnya terpisah dari konsekuensinya
c. Seorang perawat berkeyakinan bahwa menyampaikan suatu kebenaran merupakan suatu hal
yang sangat penting dan tetap harus disampaikan.
Perbedaan 2 pendekatan pada kasus sebagai berikut :
Isu etis aborsi (telelogik) : mungkin mempertimbangkan bahwa tujuan menyelamatkan
kehidupan ibu, hal yang dibenarkan dalam tindakan aborsi.
Deontologik : secara moral terminasi kehidupan merupakan hal yang buruk untuk dilakukan.
Pendekatan ini dilakukan tanpa menentukan keputusan.
Contoh kasus : Perawat harus menyampaikan suatu kebenaran mengenai kondisi
pasiennya tanpa peduli apakah hal itu akan mengakibatkan orang lain tersinggung atau
bahkan syok.
G. Pendekatan intiutionism
a. Bahwa pandangan atau sifat manusia dalam mengetahui hal yang benar dan salah
b. Keyakinan akan etika keperawatan yang akan dilakukan dan menyakini baik dan benar.
c. Pendekatan intuitional meyakini bahwa sesuatu yang benar dan salah adalah sifat dasar
manusia,terlepas dari pemikiran rasional atau irasionalnya suatu keadaan.
d. Contoh kasus :
Seorang perawat tentu mengetahui bahwa menyakiti pasien merupakan tindakan yang
tidak benar. Hal tersebut tidak perlu diajarkan lagi pada perawat, karena mengacu pada etika
seorang perawat yang diyakini dapat membedakan mana yang benar dan mana yang buruk
untuk dilakukan.
Menelantarkan pasien merupakan tindakan yang jelas salah,sehingga hal tersebut tidak
perlu diajarkan lagi kepada perawat karena mereka diyakini dapat membedakan mana yang
baik dan buruk dilakukan.
H. Isu Bioetik Dalam Keperawatan
Bioetik adalah studi tentang isu etika dalam pelayanan kesehatan (Hudak & Gallo,
1997).Dalam pelaksanaannya etika keperawatan mengacu pada bioetik sebagaimana
tercantum dalam sumpah janji profesi keperawatan dan kode etik profesi keperawatan.
Bioetik adalah etika yang menyangkut kehidupan dalam lingkungan tertentu atau
etika yang berkaitan dengan pendekatan terhadap asuhan kesehatan. Dalam pelaksanaanya,
etika keperawatan mengacu pada bioetik yang terdiri dari tiga pendekatan, yaitu: pendekatan
teleologik, pendekatan deontologik, dan pendekatan intuitionism.
Kelalaian Perawat dalam menjalankan Tugas
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan kesalahan
yang dapat merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan,bahkan bisa
mengakibatkan kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila
pemberian asuhan keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan. kejadian ini
di kenal dengan malpraktek dan hal ini merupakan kelalaian perawat dalam menjalankan
tugas.
Bioetika keperawatan
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada
kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat
maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-harinya. Salah satu yang
mengatur hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering
digunakan secara bergantian.
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip-prinsip
yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk melindungi
hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan yang
mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktek profesional.
(Doheny et all, 1982).
Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat, yang berarti
masyarakat memberi kepercayaan kepada profesi keperawatan untuk memberikan pelayanan
yang dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut tentunya setiap keputusan dari tindakan
keperawatan harus mampu dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan dan setiap
penganbilan keputusan tentunya tidak hanya berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata
tetapi juga dengan mempertimbangkan etika.
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang
dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.(Nila Ismani, 2001).
Bioetik adalah studi tentang isu etika dalam pelayanan kesehatan (Hudak & Gallo,
1997).Dalam pelaksanaannya etika keperawatan mengacu pada bioetik sebagaimana
tercantum dalam sumpah janji profesi keperawatan dan kode etik profesi keperawatan.
Kemajuan ilmu dan teknologi terutama di bidang biologi dan kedokteran telah
menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian besar belum
teratasi ( catalano, 1991).
Issue bioetik keperawatan mencakup banyak hal,sesuai dengan kewenangan
perawat,sesuai dengan bidang kerjanya.diantaranya keperawatan
anak,gerontik,bedah,maternitas,komunitas,keluarga dll.
Masalah bioetik semakin berkembang dengan munculnya berbagai sistem pelayanan
kesehatan baru,seperti nursing care (perawat rumah),telenursing (perawatan jarak jauh) dll.
Contoh kasus Issue Bioetik keperawatan :
1. Keperawatan maternitas : - Aborsi
-Kehamilan remaja
-Penanganan Bayi berisiko tinggi
2. Keperawatan gerontologi : -Penganiayaan lanjut usia
-Euthanasia
-Penanganan pasien HIV/AIDS
J. Nilai Pribadi dan Praktek profesional
Definisi Nilai menurut Kamus besar bahasa indonesia,edisi 3 tahun 2003 yaitu :
Sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Atau sesuatu
yang menyempurnakan manusia sesuai hakekatnya.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, keyakinan yg dipegang sedemikian oleh
seseorang sesuai dgn tuntutan hati nurani (Pengertian scr umum)
Nilai adalah seperangkat keyakinan & sikap pribadi seseorang ttng kebenaran,
keindahan, dan penghargaan dr suatu pemikiran, objek atau perilaku yg berorientasi pd
tindakan dan pemberian arah serta makna pd kehidupan seseorang (Simon, 1973)
Nilai adalah keyakinan seseorang tentang sesuatu yang berharga, kebenaran,
keinginan mengenai ide-ide, objek atau prilaku khusus (Znowski, 1974).
Klasifikasi nilai adalah suatu proses orang atau seseorang dapat menggunakannya
untuk mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri.
Perawat dalam melaksanakan ASKEP selain menggunakan ilmu keperawatan yang
dimiliki juga diperkuat oleh nilai yang ada dalam diri mereka.
Klasifikasi Nilai-nilai ada 2 yaitu Nilai-nilai nurani dan nilai-nilai memberi.
Nilai nurani yaitu nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi
perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain.Contoh : keberanian,kejujuran,cinta
damai,keandalan diri,potensi,disiplin,tahu batas,kemurnian dan kesesuaian.
Nilai-nilai memberi yaitu nilai yang perlu di praktekkan atau yang diberikan yang
kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan. Contoh : setia,dapat
dipercaya,hormat,cinta kasih sayang,tidak egois,baik hati,ramah adil dan murah hati.
Definisi Nilai Etika yaitu nilai untuk manusia sebagai pribadi yang utuh misalnya
kejujuran atau nilai-nilai yang berhubungan dengan akhlak,benar dan salah yang dianut oelh
golongan atau anggotanya.(kamus besar bahasa indonesia edisi 3 tahun 2003 )
Dalam diri manusia terdapat 2 nilai yaitu nilai personal ( nilai-nilai manusia sebagai
pribadi yang utuh ) dan nilai profesional yaitu nilai-nilai manusia berdasarkan profesinya.
Nilai-nilai tersebut merupakan suatu ciri:
 Nilai-nilai yang membentuk dasar perilaku seseorang.
 Nilai-nilai nyata dari seseorang diperlihatkan melalui pola perilaku yang konsisten.
 Nilai-nilai menjadi kontrol internal bagi perilaku seseorang
 Nilai-nilai merupakan komponen intelektual dan emosional dari seseorang yang secara
intelektual diyakinkan tentang suatu nilai serta memegang teguh dan mempertahankannya.
Adanya perkembangan dan perubahan yang terjadi pada ruang lingkup praktek keperawatan
dan bidang tekhnologi medis akan mengakibatkan terjadinya peningkatan konflik antara
nilai-nilai pribadi yang dimiliki perawat dengan pelaksanaan praktek yang dilakukan sehari-
hari. Selain itu pihak atasan membutuhkan bantuan dari perawat untuk melaksanakan tugas
pelayanan keperawatan tertentu, dinilai pihak perawat mempunyai hak untuk menerima atau
menolak tugas tersebut sesuai dengan nilai-nilai pribadi mereka.
Untuk praktik sebagai perawat profesional diperlukan nilai-nilai yg sesuai dengan kode
etik profesi, antara lain:
1. Menghargai martabat individu tanpa prasangka
2. Melindungi seseorang dalam hal privasi
3. Bertanggung jawab untuk segala tindakannya
Berdasarkan teori klarifikasi nilai-nilai, keyakinan atau sikap dapat menjadi suatu nilai
apabila keyakinan tersebut memenuhi tujuh kriteria sbb:
 Menjunjung dan menghargai keyakinan & perilaku seseorang
 Mengaskannya di depan umum, apabila cocok
 Memilih dari berbagai alternatif
 Memilih setelah mempertimbangkan konsekuensinya
 Memilih secara bebas
 Bertindak
 Bertindak dengan pola konsistensi
Perawat secara hukum dan etika berkewajiban untuk memenuhi tanggung jawab dan
kewajibannya dalam peraturan yang membatasinya dan kode etik yg membimbingnya
Perawat didalam menjalankan kewajibannya tidak terlepas dari nilai-nilai personal dan
professional.

referensi :
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka
Cipta
Ismani Nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta. Widya Medika
Amir amri. 1997. Hukum kesehatan. Jakarta. Bunga Rampai. Lubis Sofyan. 2009. Mengenal
Hak Konsumen Dan Pasien. Jakarta. Pustaka Yustisia.
Sarwono.2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP
Soeparto.2006 Etika Dan Hukum Dibidang Kesehatan Edisi Kedua. Surabaya:
Airlanggapress Nurmawati.2010. Mutu Pelayanan Kebidanan. Jakarta: CV Trans Info Media
Ircham Machfoedz dan Eko Suryani dan.2008.Pendidikan Kesehatan dan Promosi
Kesehatan.Yogyakarta :Fitramaya.
Maulana. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC
Notoatmodjo,Soekidjo.2003.Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai