Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


Lemak minyak banyak dijumpai pada tanaman atau hewan. Bahan organik ini
bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik atau solvent seperti:
petroleum ether, dietyl ether, normal hexana, chloroform, carbon tetra clorida dsb.
Ditinjau dari struktur kimianya, semua gugus OH dari gliserol sudah diesterkan
sehingga lemak atau minyak disebut sebagai Trigliserida .
Trigliserida ini terbagi dua :
1. Homo Trigliserida Disebut demikian karena hanya memiliki satu macam asam
lemak yang bergabung dengan gliserol .
2. Hetero Trigliserida Disebut demikian karena terdapat 2 atau 3 asam lemak yang
berbeda bergabung dengan gliserol.
Istilah fat (lemak) biasanya digunakan untuk trigliserida yang berbentuk
padat atau lebih tepatnya semi padat pada suhu kamar sedang istilah minyak (oil)
digunakan untuk trigliserida yang pada suhu kamar berbentuk cair.
Ada berbagai cara untuk mengambil minyak atau lemak dari biji-bijian atau
jaringan hewan .Cara tersebut antara lain :
1. Cara Pressing (Penekanan)
2. Cara Solvent Extraction
Sudah tentu penggunaan salah satu metode tersebut berdasarkan efisiensinya.
Disamping itu lemak atau minyak dapat diperoleh secara sintetis yaitu dengan
mereaksikan asam lemak dengan gliserol .Lemak merujuk pada sekelompok besar
molekul-molekul alam yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen
meliputi asam lemak, malam, sterol, vitamin-vitamin yang larut di dalam lemak
(contohnya A, D, E, dan K), monogliserida, digliserida, fosfolipid, glikolipid,
terpenoid (termasuk di dalamnya getah dan steroid) dan lain-lain.
(Livenia, 2013)

II.1.1 Lemak dan Minyak


Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol. Perbedaan antara
suatu lemak dan suatu minyak bersifat sebarang: pada temperature kamar lemak
berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian besar gliserida pada hewan
adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa
minyak. Karena itu biasa terdengar ungkapan lemak hewani (lemak babi, lemak
sapi) dan minyak nabati ( minyak jagung, minyak bunga matahari).
Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis sutau lemak atau
minyak, yang disebut asam lemak, umunya mempunyai rantai hidrokarbon panjang
dan tak bercabang. Asam-asam lemak dapat juga diperoleh dari lilin (waxes),
misalnya lilin lebah. Dalam hal-hal ini, asam lemak diesterkan dengan suatu
alcohol sederhana berantai panjang.

II-1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
C25H51CO2C28H57 C27H55CO2C32H65 C15H31CO2C16H33

Dalam lilin lebah dalam lilin carnauba setil palmitat

Dalam spermaceti

(Fessenden,1986)

Lemak biasanya dinyatakan sebagai komponen yang larut dalam pelarut


organik (seperti eter, heksan atau kloroform), tapi tidak larut dalam air. Senyawa
yang termasuk golongan ini meliputi triasilgliserol, diasilgliserol, monoasilgliserol,
asam lemak bebas, fosfolipid, sterol, karotenoid dan vitamin A dan D. Fraksi lemak
sendiri mengandung campuran kompleks dari berbagai jenis molekul. Namun
triasilgliserol merupakan komponen utama sebagian besar makanan, jumlahnya
berkisar 90-99% dari total lemak yang ada.

fosfolipid

Laboratorium Kimia Organik II-2


Departemen Teknik Kimia Industri
Fakultas Vokasi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Triasilgliserol merupakan ester dari tiga asam lemak dan sebuah molekul
gliserol. Asam lemak yang ditemukan di makanan bervariasi panjang rantainya,
derajat ketidakjenuhannya dan posisinya pada molekul gliserol. Akibatnya
fraksi triasilgliserol sendiri mengandung campuran kompleks dari berbagai jenis
molekul yang berbeda. Masing-masing jenis lemak mempunyai profil lemak yang
berbeda yang menentukan sifat fisikokimia dan nutrisinya. Istilah lemak, minyak
dan lipid sering digunakan secara berbeda oleh ahli makanan. Umumnya yang
dimaksud lemak adalah lipid yang padat, sedangkan minyak adalah lipid yang
cair pada suhu tertentu.

Pemilihan dan Persiapan Sampel


Validitas hasil analisis tergantung sampling yang baik dan persiapan sampel
sebelum dilakukan analisis. Idealnya komposisi sampel yang dianalisis harus
mendekati sama dengan kondisi makanan saat sampel diambil. Preparasi sampel
pada analisis lemak tergantung pada jenis makanan yang dianalisis (contoh daging,
susu, kue dan krim), sifat komponen lemak (seperti volatilitas, peluang oksidasi,
kondisi fisik) dan jenis prosedur analisis yang digunakan (seperti ekstraksi
solven, ekstraksi non-solven, instrumentasi). Untuk menentukan prosedur preparasi
sampel, perlu diketahui struktur fisik dan lokasi lemak penting dalam makanan.
Umumnya preparasi sampel harus ilakukan dalam lingkungan yang meminimalkan
perubahan spesifik terhadap lemak. Jika oksidasi menjadi masalah, penting untuk
melakukan preparasi sampel dalam atmosfer nitrogen, temperatur rendah, minim
cahaya atau dengan penambahan antioksidan. Bila kandungan lemak padat atau
struktur kristal penting, perlu dilakukan kontrol suhu dan penanganan sampel secara
khusus.
II.1.2 Penentuan Kadar Lemak dan Minyak
Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut
fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen yang lain. Karena itu

Laboratorium Kimia Organik II-3


Departemen Teknik Kimia Industri
Fakultas Vokasi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
hasil analisanya disebut dengan lemak kasar (crude fat). Pada garis besarnya
analisa “lemak Kasar” ada dua macam yaitu cara kering dan cara basah.
Pada cara kering bahan dibungkus atau ditempatkan dalam thimble,
kemudian dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan airnya. Pemanasan harus
secepatnya dan dihindari suhu yang terlalu tinggi, untukini dianjurkan dengan
vakum oven (suhu 70oC) dengan tekanan vakum.
Karena sampel kering maka pelarut yang dipilih harus bersifat tidak
menyerap air. Apabila bahan masih mengandung air yang tinggi maka bahan akan
sulit untuk masuk kedalam jaringan/sel dan pelarut menjadi jenuh dengan iar
selanjutnya ekstraksi lemak akan kurang effisien. Selain itu adanya air akan
menyebabkan zat-zat yang terlarut akan ikut pula terekstraksi bersama lemak
sehingga hasil analisa kurang mencerminkan yang sebenarnya. (Slamet, 1999).

II.1.3 Isolasi Lemak dan Minyak


Cara –cara yang digunakan untuk memisahkan lemak dan minyak dari
sumbernya yang berupa tumbuh tumbuhan atau hewan sangat berbeda sesuai
dengan sifat dari pada sumber itu. Tujuan ekstraksi adalah :
1. Untuk memperoleh minyak dan lemak tanpa dirusak oleh proses itu dan dalam
keadaan semurni mengkin
2. Untuk memperoleh hasil minyak atau lemak setinggi mungkin
3. Untuk menghasilkan residu yang bernilai setinggi mungkin.
(Hari, 2000)

II.1.4 Sifat –sifat Fisis Lemak dan Minyak


Lemak dan minyak meskipun serupa dalam struktur kimia nya, menujukkan
keragaman yang besar dalam sifat-sifat fisiknya :
1. Sifat fisik yang paling jelas adalah tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan oleh
adanya asam lemak berantai karbon panjang dan tidak adanya gugus polar.
2. Viskositas minyak dan lemak cair biasanya bertambah dengan bertambah
panjangnya rantai karbon; berkurang dengan naiknya suhu, dan berkurang
dengantidak jenuhnya rangkaian karbon.
3. Minyak dan lemak lebih padat dalam keadaan cair. Berat jenisnya lebih tinggi
untuk trigliserida dengan berat molekul rendah dan trigliserida tidsk jenuh.
Berat jenis menurun dengan bertambahnya suhu.
4. Oleh karena lemak dan trigliserida adalah campuran triggliserida, titik cairnya
tidak tepat. Titik cairnya lemak dan minyak dapat ditentukan oleh beberapa
faktor. Makin pendek rantai asam lemak, makin renda titik cair trigleserida itu.
Cara cara penyebaran asam lemak dalam suatulemak juga mempengaruhi titik
cairnya.
(Hari, 2000)

Laboratorium Kimia Organik II-4


Departemen Teknik Kimia Industri
Fakultas Vokasi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
II.1.5 Faktor yang Memengaruhi Kadar Lemak
Faktor-faktor yang memengaruhi laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel,
waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan tipe pelarut. Dibandingkan
dengan cara maserasi, ekstraksi dengan Soxhlet memberikan hasil ekstrak yang
lebih tinggi karena pada cara ini digunakan pemanasan yang diduga memperbaiki
kelarutan ekstrak. Makin polar pelarut, bahan terekstrak yang dihasilkan tidak
berbeda untuk kedua macam cara ekstraksi. Fenolat total yang tertinggi didapatkan
pada proses ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat. Sifat antibakteri tertinggi
terjadi pada ekstrak yang diperoleh dari ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat
untuk ketiga macam bakteri uji Gram-positif. Semua ekstrak tidak menunjukkan
daya hambat yang berarti pada semua bakteri uji Gram-negatif . (Lucas dan David
1949)

II.1.6 Metode Metode Untuk Menganalisis Kadar Lemak


Penentuan kuantitatif atau penentuan kadar lemak atau minyak yang terdapat
dalam bahan makanan. Ada dua cara ekstraksi lemak atau minyak, yaitu cara kering
dan cara basah. Ekstraksi cara kering digunakan untuk bahan padat, antara lain
dengan alat ekstraksi Soxhlet, alat ekstraksi Goldfish, alat ekstraksi ASTM
(American Society Testing Material). Ekstraksi cara basah digunakan untuk bahan
cair, antara lain dengan botol Babcock dan metode Mojonnier. Hasil analisis kadar
lemak atau minyak yang diperoleh merupakan lemak kasar (crude fat) karena
selama analisis selain lemak atau minyak, juga terikut fosfolipida, sterol, asam
lemak bebas, karotenoid, dan pigmen yang lain.

II.1.6.1 Metode Soxhlet


Metode Soxhlet termasuk jenis ekstraksi menggunakan pelarut semikontinu.
Ekstraksi dengan pelarut semikontinu memenuhi ruang ekstraksi selama 5 sampai
dengan 10 menit dan secara menyeluruh memenuhi sampel kemudian kembali ke
tabung pendidihan. Kandungan lemak diukur melalui berat yang hilang dari contoh
atau berat lemak yang dipindahkan. Metode ini menggunakan efek perendaman
contoh dan tidak menyebabkan penyaluran. Walaupun begiru, metode ini
memerlukan waktu yang lebih lama daripada metode kontinu (Nielsen 1998).
Prinsip Soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan
adanya pendingin balik. Soxhlet terdiri dari pengaduk atau granul anti-
bumping, still pot (wadah penyuling, bypass sidearm, thimble selulosa, extraction
liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet, expansion adapter, condenser
(pendingin), cooling water in, dancooling water out (Darmasih 1997).
Langkah-langkah dalam metode Soxhlet adalah : menimbang tabung
pendidihan ; menuangkan eter anhydrous dalam tabung pendidihan, susun tabung
pendidihan, tabung Soxhlet, dan kondensator ; ekstraksi dalam Soxhlet ;

Laboratorium Kimia Organik II-5


Departemen Teknik Kimia Industri
Fakultas Vokasi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
mengeringkan tabung pendidihan yang berisi lemak yang terekstraksi pada oven
1000C selama 30 menit ; didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (Nielsen 1998).
Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang 5 sampai dengan 10 gram dan
kemudian dibungkus atau ditempatkan dalam “Thimble” (selongsong tempat
sampel) , di atas sampel ditutup dengan kapas. Pelarut yang digunakan adalah
petroleum spiritus dengan titik didih 60 sampai dengan 80°C. Selanjutnya, labu
kosong diisi butir batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas.
Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan petroleum spiritus 60 –
80°C sebanyak 175 ml. Digunakan petroleum spiritus karena kelarutan lemak pada
pelarut organik. Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam Soxhlet.
Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta
kondensor . Alat pendingin disambungkan dengan Soxhlet. Air untuk pendingin
dijalankan dan alat ekstraksi lemak kemudian mulai dipanaskan (Darmasih 1997).
Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati Soxhlet menuju ke pipa
pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondensor
mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes
kethimble. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul
dalamthimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon
menuju labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks.
Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 6 jam. Setelah proses ekstraksi
selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan dikeringkan
(Darmasih 1997).

II.1.6.2 Metode Goldfish


Ekstraksi dengan alat Goldfish sangat praktis. Bahan sampel yang telah
dihaluskan dimasukan kedalam timbal dan dipasang dalam tabung penyangga yang
pada bagian bawahnya berlubang. Bahan pelarut yang digunakan ditempatkan
dalam beaker glass di bawah tabung penyangga. Bila beaker glass dipanaskan, uap
pelarut akan naik dan didinginkan oleh kondensor sehingga akan mengembun dan
menetes pada sampel demikian terus menerus sehingga bahan akan dibasahi oleh
pelarut dan akan terekstraksi, selanjutnya akan tertampung ke dalam beaker glass
kembali. Setelah ekstraksi selesai, sampel berikut penyangganya diambil dan
diganti dengan beaker glass yang ukurannya sama dengan tabung penyangga.
Pemanas dihidupkan kembali sehingga pelarut akan diuapkan lagi dan diembunkan
serta tertampung ke dalam beaker glass yang terpasang di bawah kondensor,
dengan demikian pelarut yang tertampung dapat dimanfaatkan untuk ekstraksi yang
lain (Sudarmadji, 1996).
Metode Goldfish merupakan metode yang mirip dengan metode Soxhlet
kecuali labu ekstraksinya dirancang sehingga solven hanya melewati sampel, bukan
merendam sampel. Hal ini mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi, tapi
dengan kerugian bisa terjadi “saluran solven” dimana solven akan melewati jalur

Laboratorium Kimia Organik II-6


Departemen Teknik Kimia Industri
Fakultas Vokasi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
tertentu dalam sampel sehingga ekstraksi menjadi tidak efisien. Masalah ini tidak
terjadi pada metode Soxhlet, karena sampel terendam dalam solven.

II.1.6.3 Metode Babcock


Metode Babcock adalah metode yang digunakan untuk menunjukkan kadar
lemak dalam jenis produk makanan. Prinsip kerja metode ini adalah dengan
menambahkan asam sulfat pekat ke dalam sampel yang telah ditimbang untuk
mendestruksi protein dan merusak lapisan yang mengelilingi droplet lemak
sehingga lemak yang terkandung didalamnya bebas. Kemudian dalam kondisi
panas (55-60ºC) sampel di sentrifuge yang menyebabkan lemak cair naik ke leher
botol babcock yang telah ada skala yang menunjukkan persen lemak. Metode ini
tidak menentukan kadar fosfolipid dalam sampel, karena berada di fase air atau di
antara fase lemak dan air. Setelah pengembangan uji ini, jauh lebih mudah untuk
operasi harian untuk tidak hanya mengompensasikan petani jujur, tetapi untuk
menghasilkan produk yang konsisten yangkonsumen dapat bergantung padanya.
Uji Babcock juga digunakan oleh petani untuk selektif berkembang biak untuk sapi
yang menghasilkan susu dengan kandungan lemak susu lebih tinggi—uji ini
biasanya dilakukan setiap bulan oleh seorang karyawan dari Dairy Herd
Improvement Association lokal (DHIA).
Pada 1911, Komite Asosiasi Sains Harian Amerika tentang Metode Resmi
Pengujian Susu dan Cream untuk Lemak susu (butterfat), diketuai oleh OF
Hunziker, bertemu di Washington DC dengan Ketua pekerjaan penghasil susu,
Badan Standard dan produsen barang pecah belah. Spesifikasi standar untuk kaca
Babcock diterbitkan sebagai hasil dari pertemuan ini.

II.1.6.4 Metode Weubull


Prinsip kerja dari metode weubull adalah ekstraksi lemak dengan pelarut
non-polar setelah sampel dihidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan
lemak yang terikat (Harper et.al, 1979)
.
II.1.7 PERHITUNGAN
 Perhitungan Berat Lemak dalam Contoh
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒍𝒆𝒎𝒂𝒌 = (𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑮𝒆𝒍𝒂𝒔 𝑷𝒊𝒂𝒍𝒂 + 𝑳𝒆𝒎𝒂𝒌) − 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑮𝒆𝒍𝒂𝒔 𝑷𝒊𝒂𝒍𝒂
 Perhitungan Kadar Lemak (%)
𝒈𝒓𝒂𝒎 𝒍𝒆𝒎𝒂𝒌 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒄𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉
𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝑳𝒆𝒎𝒂𝒌 (% 𝑩𝒂𝒔𝒊𝒔 𝑲𝒆𝒓𝒊𝒏𝒈) = × 𝟏𝟎𝟎%
𝒈𝒓𝒂𝒎 𝒄𝒐𝒏𝒕𝒐𝒉 𝒌𝒆𝒓𝒊𝒏𝒈

Laboratorium Kimia Organik II-7


Departemen Teknik Kimia Industri
Fakultas Vokasi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
II.2 Aplikasi Jurnal Industri
KARAKTERISTIK SIFAT FISIKOKIMIA TEPUNG UMBI DAN TEPUNG PATI
DARI UMBI GANYONG, SUWEG, UBI KELAPA DAN GEMBILI
Nur Richana dan Titi Chandra Sumarti
2004
Pangan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Di Indonesia kebutuhan pangan terutama adalah beras dan jagung, kemudian ubi
kayu dan ubi jalar. Salah satu usaha yang dapat meningkatkan ketersediaan pangan
adalah memanfaatkan hasil-hasil pertanian yang ada walau belum dimanfaatkan
secara ekonomis serta diintensifkan penggalian sumber-sumber bahan pangan baru.
Pada saat ini tingkat penggunaan bahan-bahan hasil pertanian selain padi, jagung,
ubi kayu, ubi jalar masih tergolong rendah. Indonesia memiliki jenis umbi-umbian
yang beragam dan tersebar di seluruh daerah, antara lain ganyong, suweg, ubi
kelapa dan gembili, walaupun umbi - umbian ini belum dimanfaatkan secara
optimal. Penggunaannya hanya direbus, digoreng, dibakar, bahkan tidak
dimanfaatkan sama sekali. Dari aspek ketersediaan umbi-umbian tersebut dapat
menjadi salah satu alternative dalam memenuhi bahan pangan penduduk.
Berdasarkan potensi umbi-umbian tersebut maka perlu dilakukan
karakterisasi sifat fisikokimianya sehingga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan
untuk ketersediaan pangan dan sebagai bahan baku industri. Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan karakteristik sifat fisikokimia tepung umbi dan tepung pati
umbi ganyong, suweg, ubi kelapa dan gembili. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Enzimatis dan Biokimia Balitbio Bogor dan Laboratorium Kimia
jurusan Teknologi Industri Pertanian Fateta. Bahan baku yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ganyong dari Kebun Percobaan Cikemeuh Balitbio, suweg
dari Pesantren Pertanian Darul Fallah, Ciampea, ubikelapa dan gembili diperoleh
dari Bantul, Yogyakarta. menggunakan oven pada suhu 105oC sampai bobot
konstan. Kadar abu dianalisis dengan cara pengabuan di dalam Tanur, pemanasan
dengan suhu 500-600oC selama 6 jam (SNI 01-2891-1992). Penetapan kadar lemak
dengan metode Soxhlet menggunakan petroleum ether sebagai pelarut (AOAC,
1984). Penetapan protein dilakukan dengan menggunakan metode mikro Kjeldhal
(AOAC, 1984). Untuk menghitung protein kasar digunakan factor 6,25. Kadar serat
ditetapkan dengan cara menghidrolisis contoh dengan larutan asam, kemudian
dengan larutan basa encer (SNI 01-2891-1992). Analisis pati dilakukan dengan
pereaksi Somogy Nelson dalam Hidayat (1988).
Hasil analisis lemak tepung umbi dan tepung pati berkisar 0,09-2,24%.
Secara umum tepung umbi mengandung protein dan lemak lebih tinggi dibanding
tepung pati, karena proses ekstraksi dan pencucian akan menghilangkan kadar
protein dan lemak. Namun demikian hal tersebut tidak terjadi pada ubi kelapa,
suweg dan gembili. Hal tersebut diduga bahwa dalam ekstraksi pati, kadar lemak
masih berikatan dengan pati sehingga tidak terbuang bersama ampas, dengan
demikian perbobot patinya meningkat. Sedangkan tepung pati kadar protein tinggi.

Laboratorium Kimia Organik II-8


Departemen Teknik Kimia Industri
Fakultas Vokasi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Anda mungkin juga menyukai