Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Testis adalah bagian terpenting pada alat reproduksi pria, karena organ
tubuh ini merupakan penghasil sperma yang berguna dalam menghasilkan
keturunan. Sehingga semua itu merupakan alasan kuat untuk kita agar harus
menaruh perhatian akan kesehatannya. Hal itu bisa kita peroleh dengan sadar dan
gigih untuk mencari berbagai informasi yang mendukung agar bisa membantu kita
dalam menjaga kesehatan testis ini salah satunya dengan melakukan pemeriksaan
sendiri.

Banyak hal positif jika seorang pria memeriksa organ testis mereka
sendiri. Mengidentifikasi suatu penyakit dari dini seperti hidrokel, orkitis, testis
yang mengecil, kelainan pada funiculus testis ( Torsio Funikulus Spermatikus ),
kanker testis yang banyak dipromosikan dalam tulisan-tulisan oleh para ahli
kesehatan akan bahayanya, serta penyakit-penyakit lain yang masih belum
populer tetapi patut diperhitungkan akan kehadirannya. Dengan mendeteksi dari
awal untuk menemukan gejala-gejala dari penyakit ini akan memudahkan dalam
melakukan pencegahan maupun pengobatannya.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang testis dan pemeriksaan testis
sendiri.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penulisan karya ilmiah ini agar mahasiswa dapat
mengetahui:
1. Anatomi dan Fisiologis testis.
2. Kelainan-kelainan testis.
3. Teknik pemeriksaan Testis Sendiri.

1
1.3. Manfaat
1.3.1. Bagi Institusi Pendidikan.
Dengan adanya makalah ini, Institusi pendidikan berhasil menjadikan
mahasiswa yang lebih mandiri dalam membuat suatu karya tulis dan
menambah wawasan pengetahuan para mahasiswa.
1.3.2. Bagi pembaca.
Dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mahasiswa tentang
Teknik khusus pemeriksaan testis sendiri ini.

1.4. Metode
Metode penulisan karya ilmiah ini dengan menggunakan metode tinjauan
pustaka dari berbagai literatur.

2
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Anatomi dan fisiologi genitalia interna pria

Gambar 1. Testis sebagai organ genital interna pria

Testis adalah dua kalenjer seks primer pada pria. Kedua testis normalnya
berbentuk ovoid, dan berukuran sekitar 4,5 x 3 x 2,5 cm. Testis kiri biasanya
terletak lebih rendah dibandingan yang kanan.
Permukaan masing-masing testis tertutup oleh lamina viscerals tunika
vaginalis kecuali pada tempat perlekatan epididymis dan funikulus spermatikus.
Tunika vaginalis ialah sebuah kantung peritoneal yang membungkus testis dan
berasal dari processus vaginalis. Lamina parietal tunika vaginalis berbatasan
langsung pada fascia spermatika interna dan lamina visceral tunica vaginalis
melekat pada testis dan epididymis. Dalam keadaan normal, sedikit cairan dalam
rongga tunika vaginalis (cavum vaginalis) memisahkan lamina visceralis terhadap
lamina parietalis dan memungkinkan testis bergerak secara bebas dalam scrotum.
Sedangkan dalam keadaan abnormal seperti jumlah cairan di dalam cavum ini

3
berlebih maka akan berefek kepada testis. Kelebihan cairan ini akan membuat
testis menjadi terdesak sehingga fungsi testis dalam spermatogenesis tidak
bekerja. Hal ini kita kenal dengan hidrokel. (Keith L. More dkk, 93 )
Selaput yang kedua disebut dengan tunika albugenia. Tunika Albugenia
adalah selaput yang langsung menempel pada jaringan testis. Selaput ini meluas
ke jaringan testis dan membentuk Septum septa testis yang akan membagi testis
menjadi kurang lebih sekitar 250 lobulus. Masing-masing lobulus terdapat ductus
seminiferi yang merupakan tempat pertama yang menerima sperma setelah
dihasilkan oleh testis. ( CliffsQuickReview, 266 ). Pada bagian posterior, tunika
ini menebal membentuk mediastinum medius yang ditembus A/V saraf atau
dikenal juga dengan Rete Testis. (Keith L. More dkk, 93 )

2.1.1. Testis
Testis normalnya terdapat dalam scrotum yang berfungsi membungkus
dan melindungi testis serta mempertahankan suhu testis sekitar 1,5 – 2 C di bawah
suhu abdomen. Spermatogenik testis peka terhadap suhu tubuh yang berlangsung
optimal pada suhu yang lebih rendah dan berkurang atau terhenti pada suhu yang
tinggi (Stephen J. Mcphee dkk, 711). Dari sisi fisiologis, testis berfungsi dalam
menghasilkan sperma dan mengeluarkan testosteron pada siklus reproduksi pria.
( Sherwood, 828 )

2.1.2. Epididymis
Epididymis merupakan struktur kuat yang terletak posterior terhadap
testis, dengan ductus deferens terletak pada sisi medialnya. Epididymis
mempunyai ujung atas yang melebar, caput, corpus, dan cauda yang arahnya ke
inferior. Di lateral terdapat sulcus nyata di antara testis dan epididymis, yang
diliputi oleh lapisan viscerale tunica vaginalis dan dinamakan sinus epididymis.
Epididymis merupakan saluran yang sangat berkelok-kelok, panjangnya hampir
20 kaki (6 m), tertanam di dalam jaringan ikat. Saluran ini berasal dari cauda
epididymis sebagai ductus deferens dan masuk ke dalam funiculus spermaticus.
(Richard S. Snell, MD, PhD, 782 )

4
- Perdarahan testis dan epydidimis

Arteria testicularis adalah sebuah cabang aorta abdominalis. Vena


testicularis keluar dari testis dan epididymis sebagai anyaman vena, plexus
pamfiriformis. Anyaman ini menjadi kecil dan akhirnya membentuk sebuah vena
tunggal yang berjalan ke atas melalui canalis inginalis. Vena testicularis dextra
mengalirkan darahnya ke vena cava inferior dan vena testicularis sinistra
bermuara ke vena renalis sinistra. ( Richard S. Snell, MD, PhD, 782 )

- Aliran cairan limfe testis dan epididymis

Pembuluh-pembuluh limfe berjalan ke atas di dalam funiculus spermaticus


dan berakhir di nodi lymphoidei di samping aorta (Nodi lymphoidei lumbales atau
paraaortici) setinggi vertebra lumbalis pertama yaitu pada planum transpyloricum.
Aliran seperti ini diperkirakan karena selama perkembangannya testis bermigrasi
dari bagian atas dinding posterior abdomen, turun melalui canalis inguinalis,
masuk ke dalam scrotum, menarik pembuluh darah dan limfe untuk mengikutinya.
( Richard S. Snell, MD, PhD, 782 )

2.1.3. Ductus deferens


Ductus deferens merupakan saluran berdinding tebal dengan panjang
sekitar 18 inci (45cm), yang menyalurkan sperma matang dari epididymis ke
ductus ejaculatorius dan urethra. Ductus deferens berasal dari ujung bawah atau
cauda epididymis dan berjalan melalui canalis inguinalis. Ductus deferens keluar
dari anulus inguinalis profundus dan berjalan di sekitar pinggir lateral arteria
epigastrica inferior. Kemudian mengarah ke bawah dan belakang pada dinding
lateral pelvis dan menyilang ureter pada daerah spina ischiadica. Selanjutnya ke
arah medial dan bawah pada permukaan posterior vesica urinaria. Bagian terminal
ductus deferens melebar membentuk ampula ductus deferens. Ujung bawah
ampula menyempit dan bergabung dengan ductus vesiculae seminalis membentuk
ductus ejaculatorius. ( Richard S. Snell, MD, PhD, 783 )
Sepasang epididymis dan ductus deferens, yakninya satu epididymis
melekat ke bagian belekang masing-masing testis dan satu dectus deferens
berjalan dari masing-masing epididymis naik dari kantung skrotum melalui

5
kanalis inguinalis dan bermuara ke dalam uretra di leher kandung kemih. Masing-
masingnya berfungsi sebagai rute keluar sperma dari testis dan sebagai tempat
pematangan sperma untuk motilitas dan kesuburan. ( Sherwood, 828 )

2.1.4. Vesicula seminalis


Vesicula seminalis adalah dua buah organ yang berlobus dengan panjang
kurang lebih 2 inci (5cm) dan terletak pada permukaan posterior vesica urinaria.
Ujung atasnya terletak agak berjauhan dan ujung bawahnya saling berdekatan.
Pada sisi medial masing-masing, vesicula seminalis berbatasan dengan rectum. Ke
inferior, masing-masing vesicula seminalis menyempit dan bersatu dengan ductus
deferens sisi yang sama untuk membentuk ductus ejaculatorius. Masing masing
vesicula seminalis mengandung saluran melengkung yang tertanam di dalam
jaringan ikat. ( Richard S. Snell, MD, PhD, 784)

- Perdarahan vesicula seminalis dan aliran limfe


Cabang-cabang arteria vesicalis inferior dan arteria rectalis media
mendarahi vesicula seminalis. Dan vena-vena vesica seminalis bermuara ke dalam
vena iliaca interna. Sedangkan aliran limfe bagi vesica seminalis akan mengalir ke
nodi illiaca interna.
Vesikula seminalis berfungsi untuk memekatkan dan menyimpan sperma,
menghasilkan fruktosa untuk memberi makan sperma yang diejakulasikan,
mengeluarkan prostaglandin yang merangsang motilitas untuk membantu transpor
sperma di dalam saluran reproduksi pria dan wanita dan memebentuk sebagian
semen. ( Richard S. Snell, MD, PhD, 784)

2.1.5. Ductus ejaculatorious


Panjang masing-masing ductus ejaculatorious kurang dari satu inci (2,5
cm) serta dibentuk oleh penyatuan ductus deferens dan ductus vesicula seminalis.
Ductus ejaculatorious menembus facies posterior dinding prostat dan bermuara ke
urethra pars prostatica, dekat pinggir utriculus prostaticus. Fungsinya adalah
mengalirkan cairan vesicula seminalis ke urethra pars prostatica. ( Richard S.
Snell, MD, PhD, 785 )

6
2.1.6. Kalenjer prostat
Kalenjer ini terletak mengelilingi secara lengkap urethra di leher kandung
kemih. Kalenjer ini berfungsi menghasilkan prekursor untuk pembekuan semen
dan mengeluarkan cairan basa yang menetralkan sekresi vagina yang asam.
( Sherwood, 828 )

2.1.7. Kalenjer bulbouretra


Kalenjer yang berjumlah sepasang ini bemuara ke dalam uretra, satu di
masing-masing sisi, tepat sebelum uretra masuk ke dalam penis. Fungsi kalenjer
ini yakninya sebagai pemicu pembekuan semen agar sperma tetap berada di dalam
vagina ketika penis dikeluarkan dan mengeluarkan mukus untuk pelumas yang
berfungsi disaat tindakan penyaluran sperma ke saluran reproduksi wanita.
( Sherwood, 828 )

2.2. Kelainan-kelainan yang sering terjadi pada Testis


Kemampuan dalam melakukan pemeriksaaan tentunya harus diikuti
pengetahuan-pengetahuan umum akan sasaran yang harus kita periksa. Dengan
mengetahui berbagai kelainan akan menambah perbendaharaan ilmu seiring
meningkatkan kepercayaan diri dalam melaksanakan pemeriksaan tersebut. Begitu
juga dengan konteks kali ini yang berbicara tentang pemeriksaan akan salah satu
organ reproduksi pria. Berbagai kelainan testis yang menjadi alasan mengapa
harus dilakukan pemeriksaan tentunya mendukung hasil diagnosis sehingga dapat
membantu dalam mencapai tujuan kegiatan ini.

Dalam penjelasan sebelumnya, testis merupakan organ genital interna pria


yang dilindungi oleh skrotum yang juga termasuk organ eksterna pria. Sehingga
apabila testis mengalami kelainan tentu akan memunculkan ciri kelainan kepada
skrotum. Maka dalam pemeriksaan testis, kelainan yang terlihat dari skrotum juga
bisa kita jadikan pegangan dalam menangani kasus kelainan-kelainan testis.
Dibawah ini ada beberapa kelainan-kelainan testis yang bisa dijadikan pegangan
dalam pemeriksaan testis :

7
2.2.1. Undensensus testis atau kriptorkidisme

Gambar 2. Undensensus testis merupakan kelainan bawaan genitalia yang paling


sering ditemukan pada anak laki-laki.

Penyakit ini merupakan anomali yang sering ditemukan. Normal testis


turun ke dalam skrotum sebelum anak lahir dan juga harus sudah berada di dalam
skrotum sebelum pubertas ( Delp dan Manning, 437 ). Pada kriptorkidisme, testis
mengalami atrofi dan dapat berada di dalam kanalis inguinalis atau rongga
abdomen sehingga skrotum tidak berkembang. Di daerah skrotum tidak terdapat
testis atau epididymis kiri yang bisa diraba. Kriptokidisme meningkatkan resiko
kanker testis secara nyata. ( Lynn S. Bickey / Bates, 385 )

2.2.2. Orkitis akut atau pembesaran testis akut

Gambar 3. Peradangan (orkitis) pada salah satu atau kedua testis (buah zakar).

8
Testis mengalami inflamasi akut dan terasa nyeri dengan gejala nyeri
tekan dan bengkak. Keadaan ini mungkin sulit dibedakan dengan epididymis.
Skrotum dapat terlihat berwarna merah. Terdapat parotitis dan infeksi virus lain;
biasanya unilateral. ( Lynn S. Bickey / Bates, 385 ). Pembesaran yang terjadi
hanya terbatas pada testis saja. Pembesaran epididymis yang disertai perasaan
nyeri harus harus selalu dibedakan dari keadaan testis primer; pada umumnya
berhubungan dengan infeksi pada saluran kemih. Kadang-kadang epididymis
dapat mencapai ukuran limau. ( Delp dan Manning, 437 )

2.2.3. Testis yang mengecil

Biasanya panjang testis pada orang dewasa ≤ 3,5 cm. Testis kecil yang
kenyal pada sindrom Klinefelter biasanya berukuran ≤ 2 cm. Testis kecil yang
lunak dan menunjukkan atrofi terlihat pada sirosis, distrofi miotonik, pemakaian
estrogen, hipopituitarisme dan dapat pula terjadi pada orkitis. ( Bates, 385 )

2.2.4. Tumor pada Testis

Gambar 4. Tumor pada Testis.

Biasanya terlihat sebagai nodulus tanpa rasa nyeri. Setiap nodulus yang
ada di dalam testis harus diperiksa untuk memastikan kemungkinan malignansi.
Setelah tumbuh dan menyebar, neoplasma testikuler ini akan menggantikan
keseluruhan organ testis. Secara khas, testis aan terasa lebih berat daripada
normalnya. ( Bates, 385 )

9
2.2.5. Hematokel

Gambar 5. Hematokel yang biasanya terjadi setelah skrotum mengalami


cederas

Hematokel adalah suatu penimbunan darah pada tunika vaginalis, pada


umumnya disebabkan oleh trauma. Pada keadaan ini tidak terdapat transiluminasi.
( Bates, 385 )

2.2.6. Epididymitis akut

Gambar 6. Potongan melintang untuk melihat kelainan epididymitis akut.

Epididymis yang mengalami inflamasi akut akan terasa nyeri ketika


ditekan dan membengkak serta sulit dibedakan dengan testis. Skrotum dapat
berwarna merah dan vas deferens mengalami inflamasi. Kedaan ini terutama

10
terjadi pada orang dewasa. Infeksi Traktus Urinarius atau prostatitis yang terdapat
bersamaan mendukung diagnosis ini. ( Corry S. Matondang, 118 )

2.2.7. Spermatokel dan Kista pada epididymis

Gambar 7. Spermatokel adalah suatu massa di dalam skrotum yang


menyerupai kista, yang mengandung cairan dan sel sperma yang mati.

Massa kistik tanpa rasa nyeri yang dapat digerakkan dan terletak di atas
testis menunjukkan spermatokel atau kista epididymis. Keduanya memperlihatkan
transiluminasi. Spermatokel berisi sperma sementara kista epididymis tidak berisi
sperma, tetapi keduanya secara klinis tidak dapat dibedakan. ( Bates, 385 )

2.2.8. Epididimitis Tuberkulosa

Gambar 8. Epididimitis Tuberkulosa.

11
Infllamasi kronis karena tuberkulosis akan menimbulkan pembesaran
epididymis yang kenyal dan kadang-kadang disertai nyeri tekan, disetai penebalan
vas deferens atau pemebentukan benjolan kecil-kecil yang membuat vas deferens
tersebut teraba seperti manik-manik. ( Bates, 385 )

2.2.9. Varikokel

Gambar 9. Varikokel adalah varises di dalam skrotum.

Varikokel mengacu kepada vena varikosa funikulus spermatikus yang


biasanya ditemukan disisi sebelah kiri. Keadaan ini teraba seperti ‘kantung
cacing’ yang lunak serta terpisah dengan testis dan akan mengempis dengan
perlahan-lahan ketika skrotum dinaikkan saat pasien berbaring telentang.
Infertilitas dapat menyertai varikokel. ( Bates, 386 )

2.2.10. Torsio Funikulus Spermatikus

Gambar 10. Terpuntir/melilitnya korda spermatika (Torsio Testis).

12
Torsio atau pemutiran testis pada funikulus spermatikus menimbulkan rasa
nyeri akut, nyeri tekan, dan pembengkakan pada organ testis yang akan ditarik ke
atas dalam skrotum. Skrotum tampak merah dan edematus. Pada keadaan ini tidak
terdapat infeksi urinarius yang menyertai. Torsio yang paling sering dijumpai
pada remaja merupakan keadaan gawat darurat bedah karena sirkulasi darah dapat
tersumbat. ( Bates, 386 )

2.2.11. Kista Epidermoid

Kisat Epidermoid merupakan kista kutaneus yang kenyal, berwarna


kekuning-kuningan dan tidak nyeri bila ditekan dengan diameter sekitar 1 cm.
Kista epidermoid sering ditemukan dan sering multipel. ( Bates, 386 )

2.2.12. Hidrokel

Gambar 11. Potongan melintang suatu hidrokel yang


memperlihatkan anatominya.

Hidrokel merupakan massa berisi cairan yang tidak nyeri bila ditekan dan
berada di dalm tunika vaginalis. Massa ini memperlihatkan transiluminasi dan jari
tangan pemeriksa dapat menjangkau daerah di atas massa tersebut di dalam
skrotum. ( Bates, 385 )

13
2.2.13. Hernia Skrotalis

Gambar 12. Terlihat pada gambar masuknya sebagian usus ke


dalam canalis inguinalis.

Biasanya hernia di dalam skrotum merupakan hernia inguinalis indirek. Isi


hernia menonjol keluar melalui anulus inguinalis eksterna dan demikian jari
tangan pemeriksa tidak dapat menjangkaunya di dalam skrotum.

2.2.14. Edema skrotum

Pitting Edema dapat membuat kulit skrotum tampak tegang. Keadaan ini
dapat menyertai edema generalisata pada dekompensasio kordis atau sindrom
nefrotik.

2.3. Pemeriksaan khusus Testis sendiri

Pemeriksaan testis adalah bahagian dari pemeriksaan fisik yang


merupakan salah satu langkah nyata dalam berinteraksi dengan pasien.
Sebelumnya juga terdapat teknik yang juga tidak kalah penting yakninya
anamnesa. Banyak kepuasan baik itu dari dokter dalam mengolah informasi
menjadi diagnosa maupun dari pasien dalam menyampaikan keluhan-keluahan
apa saja yang mereka rasa. Tentu saja untuk mendapatkan semua itu harus ada
latihan yang banyak terutama bagi dokter sehingga tercapai tujuan awal sebagai
ahli medis yakninya menyembuhkan keluhan-keluhan pasien.

14
Dari sumber tentang gejala-gejala yang paling sering dijumpai pada
penyakit genitourinarius pria yang berfungsi sebagai pegangan dalam
peninjauan gejala spesifik ( Mark H. Swartz, 267 ) seperti :

- Nyeri
- Disuria ( rasa panas waktu buang air kecil )
- Perubahan aliran urin
- Pembesaran isi skrotum
- infertilitas

Beberapa data dari gejala-gejala diatas dapat juga dipakai sebagai pegangan
dalam menangani kasus yang bersangkutan dengan genitalia pria.

2.3.1. Anamnesa

Sumber informasi : Langsung dari pasien yang bersangkutan


(Autoanamnesa). Autoanamnesa merupakan jenis anamnesa yang dilakukan
dengan bertanya kepada pasien itu sendiri ( Jonathan Gleade,16 ). Pada
pemeriksaan testis ini kita bisa menegakkan anamnesa kepada pasien yang
datang, seperti :

A. Riwayat penyakit sekarang

1. Apakah pernah merasakan gangguan ereksi ?

2. Apakah ada keluhan nyeri atau rasa tidak enak pada testis ?

3. Apakah sebelumnya pernah merasakan rasa seperti yang dirasakan


sekarang ? (Misalkan adanya rasa nyeri)

4. Apakah sudah pernah sebelum ini melakukan pemeriksaan terhadap rasa


tersebut ?

5. Apakah ada perbedaan dan perubahan ukuran skrotum yang anda rasa
sebelum atau sesudah terhadap penyakit sekarang ?

6. Di bagian skrotum sebelah mana rasa itu anda rasakan ?

15
Beberapa pertanyaan diatas merupakan contoh pertanyaan yang bisa kita
gunakan dalam anamnesis kelainan-kelainan yang terjadi pada testis.
Berdasarakan keterangan yang tercantum dalam buku Bates mengenai
Pemeriksaan testis sendiri atau TSE ini merupakan sebuah pemeriksaan khusus
untuk mengidentifikasi kanker testis ( Bates, 382 ) sehingga bisa kita jadikan
tambahan dalam kamus penyakit genitalia pria ini.

B. Riwayat penyakit dahulu

1. Pernahkah mengalami keluhan ini sebelumnya ?

2. Adakah riwayat penyakit testis (misalnya Orkitis) ?

3. Pernahkan dilakukan pemeriksaan infertilitas ?

4. Adakah riwayat penyakit menular seksual ?

C. Obat-Obatan

Pertimbangkan obat yang mungkin menyebabkan disfungsi ereksi (


Misalnya antihipertensi ).

D. Riwayat keluarga dan sosial

Tanyakan aktivitas dan orientasi seksual :

1. Adakah di antara pasangannya yang memiliki masalah atau gejala penyakit


menular seksual ?

2. Apakah pasien memiliki anak ?

3. Alat kontrasepsi apa yang pernah/sedang digunakan oleh pasien ?

2.3.2. Pemeriksaan Fisik

A. Inspeksi

Lakukan inspeksi skrotum yang meliputi:

1. Kulit; Angkat skrotum agar dapat melihat permukaan posteriornya

16
2. Kontur skrotum. Perhatikan setiap pembengkakan, benjolan atau vena.

Skrotum yang perkembangannya buruk pada salah satu atau kedua


sisinya menunjukkan kriptokidismus (testis yang tidak turun; undensensus
testis). Pembengkakan skrotum yang lazim ditemukan hernia inguinalis indirek,
hidrokel, dan edema skrotum. Pembengkakan skrotum yang disertai nyeri
disertai nyeri-tekan ditemukan pada epididymis akut, orkitis akut, torsio
funikulus spermatikus.

B. Palpasi

1. Lakukan palpasi pada setiap testis dan epididymis di antara ibu jari dan
dua jari tangan pertama.

2. Perhatikan ukuran, bentuk, konsistensi dan nyeri tekan; raba setiap


nodulus. Penekanan pada testis normalnya akan menimbulkan nyeri viseral yang
dalam.

3. Lakukan palpasi pada setiap funikulus spermatikus, termasuk vas


deferens, di antara ibu jari dan jari-jari tangan mulai dari epididymis hingga
anulus inguinalis superfisialis.

4. Perhatikan setiap nodulus atau pembengkakan.

Pembengkakan dalam skrotum yang bukan testis dapat dievaluasi dengan


transiluminasi. Sesudah kamar periksa digelapkan, arahkan pancar cahaya senter
yang kuat dari bagian belakang skrotum melalui massa tersebut. Carilah
transmisi yang berupa pantulan sinar berwarna merah.

Berdasarkan teknik dasar pemeriksaan fisik diatas dikembangkan dalam


konteks pemeriksaan testis sendiri yang bisa dilakukan oleh pasien. Sebagai ahli
medis dapat kita bisa memberi instruksi terlebih dahulu, yakninya :

1. Pemeriksaan testis sendiri atau TSE ini paling baik dilakukan setelah
mandi berendam atau mandi dengan pancuran yang memakai air hangat. Panas
yang dihasilkan oleh air mandi tersebut akan melemaskan skrotum dan
memudahkan kita menemukan apa saja yang abnormal.

17
2. Siapkan cermin dan handscoon jika ada. Dan jangan lupa jaga kebersihan
dalam bekerja.

3. Mulailah pemerikaan sebagai berikut :

- Berdirilah di depan cermin, lakukan pemeriksaan untuk menemukan


pembengkakan pada kulit skrotum.
- Periksa tiap-tiap testis dengan kedua tangan. Letakkan jari telunjuk dan jari
tengah dalam posisi seperti cangkir dibawah testis sementara ibu jari berada
disebelah atasnya.
- Gulirkan testis dengan hati-hati di antara ibu jari dan jari-jari tangan. Testis
yang satu dapat lebih besar daripada testis lainnyaa dan keadaan ini normal.
Namun haru memperhatikan setiap benjolan atau daerah nyeri yang ada.
- Tentukan epididymis. Organ ini berupa bangunan yang lunak dan mirip
pipa pada permukaan posterior testis; tonjolan epididymis bukanlah
benjolan yang abnormal melainkan saluran yang berfungsi untuk
mengumpulkan serta membawa sperma.
- Jika menemukan benjolan apapun, jangan menunggu lebih lama. Benjolan
tersebut mungkin suatu infeksi, tetapi jika kanker, benjolan ini akan
menyebar jika dihentikan dengan penanganan yang tepat. (BATES, hal 383)
dan diadaptasi dari the National Cancer Institute. Rex.nih.gov/WTNK
PUBS/testicular/testexam.htm)

18
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pemeriksaaan Testis Sendiri atau dikenal juga dengan Testicular Self


Examination (TSE) merupakan teknik khusus yang bisa menjadi pegangan bagi
setiap orang dalam mengidentifikasi berbagai kelainan yang terjadi pada testis
seperti salah satunya kanker testis yang mempunyai efek buruk terhadap
fungsional testis sebagai penghasil sperma dan testosteron. Sehingga dengan
mengetahui dan menguasai teknik-teknik pemeriksaan testis sendiri ini dapat
menjadi palang pelindung kesehatan testis sebagai bagian dari organ genital yang
penting bagi pria.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bicky, Lynn S. Teknik khusus pemeriksaan testis sendiri. Dalam: Hartono


A, penyunting. Bates Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.
Jakarta: EGC, 2009 h. 380-388.

Gleade, Jonathan. Sistem Genitorious Pria. Dalam: Rahmalia A,


penyunting. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga, 2005 h.
30-31.

Manning, dkk. Genitalia Pria. Dalam: Dhama A, penyunting. Major


Diagnosis Fisik edisi IX. Jakarta: EGC, 1992 h. 432-438.

Matondang, Corry S. , dkk. Genitalia laki-laki. Dalam : Corry S M,


Iskandar W, Sudigdo s, penyunting. Diagnosis Fisis pada Anak Edisi ke 2.
Jakarta: CV Agung Seto, 2003 h. 115-118.

Mcphee SJ, Ganoong WF. Penyakit Saluran Reproduksi Pria. Dalam:


Pendit BU, Dani F, penyunting. Patofisiologi penyakit pengantar menuju
kedokteran klinis. Jakarta: EGC 2011 h. 711-734.

More, Keith L. Abdomen. Dalam : Laksman H, penyunting. Anatomis


klinis dasar. Jakarta: Hipokrates, 2002 h. 80-93.

Pack, Phillip E. Sistem Reproduksi. Dalam : Setio Hingawati, penyunting.


CQR Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Pakar Raya, 2007 h. 265-266.

Sherwood, lauralee. Sistem Reproduksi Pria. Dalam: Pendit BU, Yesdelita


N, penyunting. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC 2011 h.
811-828.

Snell, Richard S. Testis, Genitalia Pria. Dalam: Liliana S, Suwahjo A,


penyunting. Anatomi klinis berdasarkan sistem. Jakarta: EGC, 2012 h. 782
785.

Swartz, Mark H. Genitalia Pria dan Hernia. Dalam : Pektrus L, R.F.


Maulany, Jan T, penyunting. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC,
1995 h. 263-281.

20

Anda mungkin juga menyukai