UPDATE REVIEW :
MOLA HIDATIDOSA DAN PENYAKIT TROFOBLAS GANAS
Manuel Hutapea
I. PENDAHULUAN
Penyakit trofoblas gestasional (gestational trophoblastic disease=GTD) adalah salah satu jenis tumor pada
manusia yang dapat disembuhkan meskipun adanya metastasis yang luas. Klasifikasi ini meliputi berbagai
spektrum tumor seperti mola hidatidosa (komplit dan parsial), mola invasif, placental site trophoblastic
tumor (PSTT), dan koriokarsinoma. Kelompok tumor ini berasal dari jaringan fetus dalam tubuh
ibu/maternal dan dibentuk oleh sitotrofoblas dan sinsisiotrofoblas, kecuali PSTT yang berasal dari
sitotrofoblas intermediate. Istilah gestational trophoblastic neoplasia (GTN) menggantikan istilah
korioadenoma destruens, mola metastasis, dan koriokarsinoma yang terdiagnosis secara histopatologi.
Meskipun kejelasan diagnosis histopatologi diperlukan, hal tersebut tidak penting untuk klasifikasi klinis
yang saat ini digunakan. PSTT adalah variasi bentuk GTD tetapi harus diklasifikasikan secara terpisah
karena mempunyai bentuk klinis yang berbeda dan penatalaksanaannya berbeda dengan GTD lainnya.
Meskipun GTN seringkali muncul dari kehamilan mola, dapat juga berasal dari abortus spontan atau
terapeutik, kehamilan ektopik, atau kehamilan aterm. Human chorionic gonadotropin (hCG) disekresikan
oleh tumor ini berperan sebagai petanda tumor yang sensitif dan berkorelasi sangat baik dengan
perjalanan klinis penyakit. Terlebih lagi, follow-up yang tepat secara pemeriksaan klinis dan pengukuran
kadar hCG memberikan hasil/outcome yang sangat baik.
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas
Partial hydatidiform mola (PHM) paling sering berasal dari 2 buah sperma membuahi sebuah telur dengan
retensi bagian haploid maternal, mengasilkan diandric triploidy. Untuk alasan yang tidak diketahui, PHM
dengan kromosom 69XYY sangat jarang. Sekitar 2/3 adalah 69XXX dan 1/3 adalah 69XXY. Tetraploid dari
PHM mengandung 3 bagian haploid paternal dan 1 bagian haploid maternal.
Mola hidatidosa komplit tanpa fetus berkembang dari pembuahan androgenik. Plasenta mengalami
perubahan hidatidosa dan hiperplasia trofoblastik, menghasilkan suatu mola dengan 20%-30%
kecendrungan menjadi ganas. Pengetahuan mola parsial telah meningkat sebagai penyebab kematian
fetus. Beberapa abortus trimester pertama berkaitan dengan triploidy dan mola parsial bila diperiksa secara
histologis dan dikonfirmasi dengan flowsitometri. Insiden terjadinya GTN pada mola parsial adalah 4%.
Gambaran mikroskopis mola parsial meliputi villi khorialis normal dan hidrofik dengan hiperplasia trofoblas
fokal ringan. Secara makroskopis, plasenta memperlihatkan campuran villi normal dan hidrofik. Pembuluh
darah fetus seringkali terlihat dengan inti eritrosit fetus di dalam pembuluh darah. Membran amnion normal
seringkali teridentifikasi meskipun bila fetus tidak ditemukan. CHM teridentifikasi secara makroskopis
dengan adanya villi khorialis yang edema dan bengkak tanpa terlihat adanya bagian-bagian fetus atau
membran amnion. Villi hidrofik seringkali dengan diameter 1-3 cm, memberikan gambaran vesikel seperti
buah anggur. Proliferasi sito dan sinsisiotrofoblas juga selalu ditemukan.
Koriokarsinoma adalah keganasan yang sangat anaplastik berasal dari komponen trofoblas. Tidak tampak
adanya villi khorialis. Secara makroskopis, tumor tampak merah, pada potongan melintang tampak
granuler dengan perdarahan fokal dan nekrosis sentral. Secara histologis, lesi tersusun oleh campuran sel-
sel sitotrofoblas dan sinsisiotrofoblas dengan mitosis abnormal, sel-sel besar dengan inti multipel, serta
area dengan nekrosis dan perdarahan yang luas. Sel-sel ini secara cepat menginvasi miometrium dan
pembuluh darah uterus, dan metastasis secara sistemik terjadi akibat penyebaran secara hematogen. Hal
ini bisa terjadi dari berbagai tipe kehamilan. Sekitar 50% terjadi dari mola hidatidosa dan sisanya
terdistribusi di antara berbagai bentuk kehamilan seperti kehamilan aterm, abortus atau kehamilan ektopik.
Paru-paru dan vagina adalah lokasi tersering dari metastasis, diikuti oleh sistem saraf pusat, ginjal, hepar,
dan traktus gastrointestinal.
Placental site trophoblastic tumor (PSTT) adalah neoplasma invasif lokal yang berasal dari sel-sel
intermediate. Tumor ini sangat jarang, disusun oleh sel-sel trofoblas intermediate yang mensekresikan
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas
human placental lactogen (hPL) dan sejumah kecil hCG. Secara histopatologis, terdapat invasi miometrium
lokal dari sel-sel trofoblas intermediate dan terkadang ditemukan metastasis secara sistemik. Diagnosis
PSTT harus dipertimbangkan pada kasus-kasus refrakter terhadap terapi standar. Histerektomi adalah
pilihan terapi pada sebagian besar kasus.
Komplit Parsial
Karyotype Diploid (46XX atau 46XY) Triploid (69XXX, 69XXY, 69XYY)
Embrio Tidak ada Ada
Villi Hidrofik Sedikit hidrofik
Trofoblas Hiperplasia difus Hiperplasia fokal ringan
Sel-sel darah merah fetus Tidak ada Ada
β-hCG (mIU/mL) Tinggi (> 50.000) Sedikit meningkat (< 50.000)
Frekuensi keluhan* Sering Jarang
Risiko GTN 20-30% 4%
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas
Faktor-faktor risiko mola hidatidosa yang berkaitan secara bermakna dengan keadaan klinis adalah riwayat
kehamilan mola sebelumnya dan usia ibu hamil. Wanita-wanita dengan riwayat mola hidatidosa
mempunyai risiko 4-5 kali lebih tinggi untuk terjadinya mola hidatidosa pada kehamilan berikutnya. Wanita-
wanita dengan usia reproduksi yang “ekstrim” juga berada pada risiko tinggi untuk terjadinya mola
hidatidosa. Asupan yang rendah karoten dan vitamin A telah dilaporkan dari suatu penelitian kasus-kontrol
yang mungkin berkaitan dengan mola hidatidosa komplit. Faktor-faktor diet mungkin bisa menjelaskan
variasi insiden mola hidatidosa komplit di berbagai daerah. Informasi sangat terbatas berkaitan dengan
faktor-faktor risiko mola hidatidosa parsial. Tidak terdapat hubungan antara usia maternal, faktor-faktor
diet, dan risiko terjadinya mola hidatidosa parsial.
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas
pada 10% pasien-pasien dengan mola hidatidosa. Manifestasi klinisnya menghilang setelah evakuasi
jaringan mola. Bila hipertiroid dicurigai sebelum induksi anestesi untuk evakuasi mola, obat-obat beta-
adrenergik dan obat-obat anti-tiroid harus diberikan bila diperlukan, karena tindakan anestesia dapat
mencetuskan terjadinya thyroid storm.
Embolisasi jaringan trofoblas mengakibatkan distress respirasi terjadi pada 2% dari kasus. Kasus-kasus ini
mengeluh nyeri dada, sesak nafas, takipneu, dan takikardia. Auskultasi dada akan terdengar ronchi yang
difus dan rontgen dada memperlihatkan adanya infiltrat paru bilateral. Kegagalan respirasi dapat terjadi
akibat dari embolisasi trofoblas atau komplikasi kardiopulmoner akibat thyroid storm, preeklampsia, dan
penggantian cairan yang masif.
III.3. Diagnosis
Di pusat pelayanan kesehatan di mana terdapat ultrasonografi (USG), karakteristik adanya gambaran
vesikel multipel (pada USG terlihat echogenik campuran seperti badai salju/snow storm) pada mola
hidatidosa komplit dapat teridentifikasi pada trimester pertama sebelum perdarahan bercak dari vagina
atau keluarnya vesikel secara kasat mata. Tidak ditemukan adanya fetus. Diagnosis dini mola parsial lebih
kompleks dan tidak terlalu sering. Ultrasonografi dapat memperlihatkan ruang-ruang kistik bersifat fokal
pada plasenta dan peningkatan diameter transversal dari sakus gestasional. Fetus dapat terlihat pada usia
kehamilan yang lebih besar.
Kekhasan dari GTD adalah kemampuannya untuk menghasilkan hCG. Hormon ini dapat dideteksi dalam
serum atau urin hampir pada semua kasus mola hidatidosa atau GTN. Monitoring secara hati-hati kadar β-
hCG sangat diperlukan untuk diagnosis, terapi, dan follow-up semua kasus penyakit trofoblas.
Gambaran yang sangat mendukung diagnosis ke arah mola hidatidosa antara lain:
1. Pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
2. Perdarahan pervaginam irreguler, mulai dari fleks-fleks sampai difus, mulai setelah bulan
kedua kehamilan.
3. Tidak ada bagian-bagian fetus pada palpasi abdomen pada saat bagian-bagian fetus sudah
ada dan bisa diraba.
4. Tidak ada denyut jantung fetus pada saat usia kehamilan memungkinkan untuk mendengarkan
denyut jantung fetus.
5. Gambaran USG yang khas.
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas
6. Pembesaran kistik ovarium.
7. Kadar β-hCG yang tinggi.
III.4. Terapi
Pada kedua bentuk mola hidatidosa, baik CHM maupun PHM, setelah diagnosis dan pemeriksaan-
pemeriksaan penunjang seperti complete blood count (CBC), β-hCG, dan rontgen dada, dilakukan
evakuasi isi kavum uteri menggunakan kuret hisap (suction curettage) dilanjutkan dengan kuret secara
tajam. Oksitosin intravena harus diberikan sewaktu dan setelah tindakan evakuasi. Berbeda dengan mola
parsial, di mana ukuran fetus tidak memungkinkan untuk dilakukan kuret hisap, terminasi secara medis
dapat digunakan. Namun, pasien-pasien ini berada pada risiko tinggi untuk terjadinya persistent
trophoblastic disease.
Pada pasien-pasien yang menginginkan sterilisasi, histerektomi abdominal dengan mola masih diuterus
(mola in situ) dapat dipertimbangkan. Pengulangan evakuasi secara rutin setelah diagnosis kehamilan
mola tidak direkomendasikan. Pada kehamilan kembar dengan fetus yang viable dan kehamilan mola pada
yang satunya, kehamilan dimungkinkan untuk dilanjutkan. Follow-up secara hati-hati merupakan hal yang
sangat penting setelah evakuasi kehamilan mola, untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang berisiko
berkembang menjadi ganas. Pengulangan pemeriksaan kadar β-hCG setiap minggu harus dilakukan
sampai kadar negatif 3 kali berturut-turut, yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kadar β-hCG
setiap bulan sebanyak 6 kali, sejalan dengan dilakukannya pemeriksaan pelvis. Pemeriksaan rontgen dada
diindikasikan bila terdapat kenaikan kadar β-hCG.
Penggunaan kontrasepsi harus dipertimbangkan, idealnya menggunakan kontrasepsi pil, dan pasien
disarankan untuk mencegah kehamilan sampai kadar β-hCG normal selama 6 bulan. Pemeriksaan USG
sedini mungkin harus dilakukan pada kehamilan setelah evakuasi mola, karena risiko terjadinya kehamilan
mola berikutnya sebesar 1%-2%.
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas
Keadaan kadar β-hCG yang rebound, yaitu meningkat kembali setelah mengalami penurunan
yang bermakna.
Diagnosis histologis koriokarsinoma atau placental site trophoblastic tumor.
Adanya metastasis.
Kadar β-hCG yang tinggi (lebih dari 20.000 mIU/mL lebih dari 4 minggu setelah evakuasi).
Menetapnya kadar β-hCG 6 bulan setelah evakuasi.
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas
Namun, penelitian terakhir menyimpulkan bahwa sistem FIGO yang telah direvisi mampu menyeleksi
pasien yang akan memberikan respon jelek terhadap kemoterapi obat tunggal. Bahkan saat ini telah
digunakan kombinasi sistem stadium menurut FIGO dan sistem skoring menurut WHO.
Tabel 2. Sistem skoring menurut WHO
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas
IV.2. Terapi
IV.2.1. Pasien-pasien risiko rendah
Pemberian kemoterapi untuk GTN harus diseleksi menggunakan sistem skoring WHO yang dimodifikasi
dikombinasikan dengan stadium menurut FIGO. Terdapat 2 katagori utama berdasarkan sistem ini, yaitu
GTN risiko rendah dan GTN risiko tinggi.
Untuk pasien-pasien dengan skor prognosis WHO ≤ 6 dan stadium FIGO I, II, dan III, kemoterapi dengan
obat tunggal adalah pilihan utama, baik dengan methotrexate maupun dactinomycin. Histerektomi, pada
kasus-kasus tertentu dapat digunakan sebagai terapi primer untuk pasien-pasin dengan tumor non-
metastasis yang telah mempunyai cukup anak atau tidak mengharapkan fertilitas lagi. Operasi dilakukan
pada kebanyakan pusat pelayanan sewaktu pemberian kemoterapi tunggal untuk mengeradikasi
metastasis yang tidak terlihat (occult) dan mengurangi risiko penyebaran atau implantasi tumor. Obat
kemoterapi tunggal dengan methotrexate atau dactinomycin adalah terapi pilihan untuk pasien-pasien yang
ingin mempertahankan fertilitasnya.
Methotrexate 0,4 mg/kg (maksimal 25 mg) secara intravena atau intramuskuler setiap hari selama 5 hari
untuk setiap seri pengobatan adalah metode yang diterima secara luas. Regimen lain adalah methotrexate
1 mg/kg secara intramuskuler pada hari ke-1, 3, 5, dan 7 dengan kalsium leukoverin 0,1 mg/kg pada hari
ke-2, 4, 6, dan 8 sebagai alternatif. Keuntungannya adalah berkurangnya toksisitas tetapi kerugiannya
adalah meningkatnya biaya dan ketidaknyamanan pasien. Setiap seri diulang setiap 14 hari tergantung
pada toksisitas. Methotrexate juga dapat diberikan sebagai dosis mingguan, 30 mg/m2 secara
intramuskuler.
Dactinomycin 12 μg/kg secara intravena setiap hari selama 5 hari setiap 2 minggu (maksimal 500 μg/hari)
adalah regimen alternatif dan terapi primer untuk pasien-pasien dengan penyakit hepar dan ginjal atau
kontraindikasi pemakaian methotrexate. Sebagai alternatif lain, dactinomycin 1,25 mg/m 2 secara intravena
setiap 2 minggu menambah kenyamanan pasien. Etoposide 200 mg/m 2 peroral setiap hari selama 5 hari
setiap 12-14 hari ditemukan lebih efektif dan kurang toksik. Namun, efek samping terutama alopesia
mengurangi penggunaannya secara luas. Bahkan beberapa data akhir-akhir ini menemukan adanya kaitan
dengan tumor sekunder.
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas
Kemoterapi diubah dari methotrexate ke dactinomycin bila kadar β-hCG menetap atau toksisitas
mengurangi pemberian kemoterapi yang adekuat. Dengan berkembangnya metastasis atau peningkatan
kadar β-hCG, kombinasi kemoterapi harus dimulai. Terapi harus diteruskan 1-2 seri kemoterapi setelah
kadar β-hCG normal. Sekitar 85-90% pasien-pasien dengan penyakit non-metastasis sembuh dengan
regimen kemoterapi yang pertama. Sementara yang lainnya memberikan respon terhadap obat-obat
alternatif, sedangkan kemoterapi kombinasi sangat jarang diperlukan.
Untuk penyakit-penyakit risiko rendah yang mengalami metastasis, obat kemoterapi tunggal diberikan
seperti halnya penyakit non-metastasis. Bila terjadi resisten terhadap kemoterapi tunggal, diberikan
kemoterapi kombinasi. Sekitar 30-50% pasien-pasien pada katagori ini akan mengalami resistensi
terhadap kemoterapi awal dan memerlukan terapi obat alternatif. Histerektomi mungkin diperlukan untuk
mengeradikasi fokus-fokus penyakit resisten di uterus. Sekitar 5-15% pasien akan memerlukan terapi
kombinasi dengan atau tanpa operasi untuk mencapai kesembuhan.
Standar regimen kemoterapi adalah EMA/CO (etoposide, dactinomycin, dan methotrexate, dengan
vincristine dan cyclophosphamide). Newlands dkk. melaporkan 5-YSR sebesar 86%. Faktor-faktor
prognosis yang jelek adalah metastasis hepar, metastasis otak, persalinan aterm pada kehamilan
sebelumnya, dan interval yang lama dari kehamilan sebelumnya dengan diagnosis. Resistensi obat terjadi
pada 17% pasien, di mana 70% di antaranya memerlukan terapi tambahan seperti kemoterapi dan operasi.
Tindakan operasi meliputi pengangkatan lokasi tumor yang menimbulkan resistensi obat (seperti uterus,
lobus paru, bagian tertentu dari otak) diikuti dengan kemoterapi. Regimen yang sering digunakan untuk
penyakit yang resisten adalah EP/EMA (etoposide, cisplatin, etoposde, methotrexate, dactinomycin).
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas
Terdapat sedikit laporan tentang terapi dengan obat-obat antikanker baru. Paclitaxel menghasilkan remisi
pada sebagian kecil kelompok pasien dengan resisten GTT. Pendekatan lain pada pasien-pasien dengan
penyakit yang refrakter adalah pemakaian G-CSF dan kemoterapi dosis tinggi dengan dukungan terapi
sumsum tulang. Cisplatin, vinblastin, dan bleomycin juga efektif sebagai terapi second-line. Metastasis
sistem saraf pusat diklasifikasikan sebagai mucul secara dini (sebelum terapi) atau lambat (selama atau
setelah terapi). Survival wanita-wanita dengan metastasis terjadi dini adalah 80% dan yang terjadi lambat
adalah 25%. EMA/CO dengan dosis methotrexate tinggi sampai 1 g/m 2 seringkali digunakan. Pada kasus
di mana terdapat lesi permukaan sistem saraf pusat, tindakan kraniotomi dengan eksisi kemudian diikuti
kemoterapi EMA/CO memberikan hasil yang baik. Radioterapi dengan concurrent kemoterapi telah
digunakan untuk metastasis ke sistem saraf pusat dengan 5-YSR sebesar 50%.
IV.3. Operasi
IV.3.1. Histerektomi
Histerektomi sebagai terapi primer mola hidatidosa telah dilakukan pada beberapa pusat pelayanan.
Wanita-wanita dengan mola hidatidosa dapat mengalami perdarahan masif baik pada saat diagnosis
maupun setelah evakuasi uterus. Terkadang kondisi perdarahannya mengancam nyawa sehingga
histerektomi menjadi tindakan yang rasional terlebih lagi pada wanita-wanita yang jumlah anaknya sudah
cukup. Namun, histerektomi tidak mengurangi pentingnya monitoring lanjutan. Histerektomi juga
diindikasikan untuk kasus-kasus dengan kelainan ginekologi sebelumnya dan dipertimbangkan sebagai
GTN yang kemoresisten dalam penatalaksanaannya. Pada pasien-pasien dengan GTN yang terlokalisir di
uterus, angka kesembuhannya mencapai 100% dengan kemoterapi dan histerektomi serta mengurangi
jumlah siklus pemberian kemoterapi.
Meskipun histerektomi berperan penting dalam penatalaksanaan GTD yang persisten, evakuasi uterus
kedua dapat menjadi pilihan terapi yang bermanfaat untuk pasien-pasien dengan penyakit trofoblas yang
persisten, yang diduga tidak memerlukan pemberian kemoterapi segera, di mana kadar hCG < 1500 IU/L.
Pasien-pasien dengan penyakit trofoblas yang persisten pada hasil pemeriksaan histologis dari spesimen
evakuasi uterus yang kedua sangat memerlukan kemoterapi. Namun, morbiditas yang berkaitan dengan
evakuasi uterus yang kedua perlu diperhitungkan. Rasionalitasnya adalah untuk mengontrol perdarahan
pervaginal yang masif setelah pemberian kemoterapi dan menangani GTD yang kemoresisten, di mana
lesinya terlokalisir di uterus.
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas
Pada suatu penelitian terbaru yang meneliti peran histerktomi pada pasien-pasien dengan GTD
menyimpulkan bahwa telah terjadi penurunan tindakan histerektomi untuk mengatasi perdarahan yang
mengancam jiwa selama 30 tahun terakhir.
Pendekatan operasi konservatif juga dipertimbangkan pada wanita-wanita yang ingin mempertahankan
fungsi reproduksinya. Di antara pasien-pasien usia reproduksi, repair primer ruptur uterus atau reseksi
uterus segmental adalah modalitas terapi yang dapat dipilih. Embolisasi secara selektif pmbuluh darah
besar yang mensuplai uterus dapat dilakukan dengan intervensi radiologis untuk mengurangi perdarahan
uterus. Metastasis juga bisa terlihat sebagai nodul vagina. Nodul-nodul ini dapat menyebabkan perdarahan
masif pada beberapa kasus. Biopsi nodul ini bisa membahayakan karena perdarahan yang terjadi akibat
biopsi sulit diatasi dan harus dicegah kecuali sangat diperlukan kejelasan hasil histopatologisnya.
Operasi juga digunakan untuk menangani penyakit metastasis. Torakotomi dengan reseksi segmental paru
seringkali dilakukan selain histerektomi untuk menghilangkan fokus-fokus yang resisten terhadap obat-obat
kemoterapi. Hepatektomi parsial juga dilakukan pada penatalaksanaan GTD persisten. Kraniotomi tidak
sering dilakukan sebagai terapi primer. Namun, operasi emergensi diperlukan untuk mencegah perdarahan
otak atau menurunkan peningkatan tekanan intrakranial. CT-scan otak sangat penting untuk diagnosis
akhir. Kadar hCG dalam cairan serebrospinal juga dapat untuk mendiagnosis metastasis otak. Metastasis
ke sistem saraf pusat yang tersembunyi dapat dinilai dengan memeriksa rasio kadar hCG dalam plasma
dengan dalam cairan serebrospinal. Rasio yang normal bila tidak ada metastasis adalah >60:1 dan
seringkali <60:1 pada kasus-kasus dengan metastasis otak. Kasus-kasus dengan metastasis sistem saraf
pusat atau dengan indeks prognosis skroing WHO risiko tinggi, memerlukan 12,5 mg methotrexate melalui
injeksi intratekal.
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas
IV.4. Terapi radiasi
Radiasi otak dan hepar digunakan oleh beberapa pusat pelayanan sebagai adjuvant terhadap kemoterapi
untuk menangani kasus-kasus dengan metastasis. Radiasi whole-brain 3000 cGy selama 10 hari harus
diberikan bersamaan dengan kemoterapi pada kasus-kasus dengan metastasis otak. Pada kasus-kasus
metastasis hepar, radiasi 2000 cGy selama 10 hari dapat digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi.
Remisi komplit didefinisikan sebagai hasil pemeriksaan kadar hCG normal sebanyak 3 kali berturut-turut
dengan interval seminggu. Setelah remisi, kadar hCG harus dimonitoring setiap 1-2 minggu untuk 3 bulan
pertama, setiap 2-4 minggu untuk 3 bulan berikutnya, dan setiap 1-2 bulan sampai 1 tahun pertama follow-
up. Selain akurasi pengukuran kadar hCG, jumlah sel-sel tumor sebanyak 104 yang masih ada dapat
memberikan hasil pengukuran kadar hCG yang normal. Banyak penelitian merekomendasikan pemberian
2-4 siklus kemoterapi pemeliharaan setelah kadar hCG mencapai normal, tergantung pada faktor-faktor
risiko yang ada pada pasien.
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas
Penelitian-penelitian terbaru merekomendasikan bahwa semakin singkat periode follow-up pasca mola
bersifat rasional untuk pasien-pasien dengan kehamilan mola komplit dan parsial. Pada kasus-kasus di
mana kehamilan terjadi sebelum follow-up pasca mola lengkap (< 1 tahun), kehamilan dapat dilanjutkan.
Sebagian besar kehamilan berakhir dengan outcome yang baik, tetapi terdapat risiko kecil kekambuhan
yang terlambat terdiagnosis.
VIII. REKOMENDASI
1. Kuretasi hisap (suction curettage) adalah metode yang paling ideal untuk evakuasi mola
hidatidosa. Surveillance pasca tindakan dengan mengukur kadar β-hCG adalah hal yang
sangat penting.
2. Pasien-pasien risiko rendah dengan penyakit non-metastasis dan metastasis harus diterapi
dengan kemoterapi obat tunggal, baik methotrexate maupun dactinomycin.
3. Pasien-pasien risiko tinggi harus selalu diterapi dengan kemoterapi kombinasi EMA/CO
dengan penggunaan secara selektif tindakan operasi dan radioterapi. Kemoterapi alternatif
dengan EP/EMA dan operasi harus digunakan pada penyakit yang resisten.
4. Placental site trophoblastic tumor yang non-metastasis harus diterapi dengan histerektomi,
sedangkan penyakit yang mengalami metastasis harus diterapi dengan kemoterapi, paling
sering dengan EMA/CO.
5. Para pasien harus disarankan untuk mencegah kehamilannya sampai kadar β-hCG normal
selama 6 bulan sejak evakuasi kehamilan mola dan selama 1 tahun setelah kemoterapi untuk
GTT. Kontrasepsi pil kombinasi adalah pilhan yang aman digunakan oleh pasien-pasien
penderita GTT.
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas
DAFTAR PUSTAKA:
1. Berkowitz RS, Goldstein DP. Molar pregnancy and gestational trophoblastic neoplasms. In:
Barakat RR, Perelman RO, Markman M, Randall M. Principles and Practice of Gynecologic
Oncology. 5th edition. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia. 2009: 876-891.
2. Berkowitz RS, Goldstein DP. Gestational trophoblastic neoplasia. In: Berek JS, Hacker NF. eds.
Berek and Hacker’s Gynecologic Oncology. 5th edition. Lippincott Williams and Wilkins.
Philadelphia. 2010: 594-612.
3. Gerulath AH. Gestational Trophoblastic Disease. J Obstet Gynaecol Can 2002; 24(5): 434-439.
4. Ozalp SS, Oge T. Gestational trophoblastic diseases. In: Ayhan A, Reed N, Gultekin M, Dursum P,
eds. Textbook of Gynecologic Oncology. Gunes Publishing. Turkey. 2012: 492-498.
Sinopsis 33. Update review : Mola hidatidosa dan Penyakit trofoblas ganas