Anda di halaman 1dari 34

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Konsep Medis

2.1.1. Definisi

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim

paru-paru, disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga

menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe

(Somantri,Irman, 2012 ).

Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksius,yang terutama menyerang

parenkim paru (Brunner & Sudarth, 2002). Penyakit yang disebabkan oleh

M.Tubeculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru-paru atau

di berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen

yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada

membrane selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam

dan pertumbuhan dari kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak

tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terutama terjadi pada malam

hari (H. Tabrani, 2010).

Tuberculosis Paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

basil Microbacterium tuberkolusis yang merupakan salh satu penyakit saluran

pernapasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk kedalam

jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang

dikenal sebagai focus primer dari ghon (Andra, Saferi, 2013).


2.1.2. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Gambar 1 : anatomi system pernafasan (Syaifuddin, 2011).

Gambar 2 : anatomi system pernafasan bawah (Syaifuddin, 2011).


1). Rongga hidung

Rongga hidung bagian ekternal berbentuk pyramid disertai dengan satu akar

dan dasar. Bagian ini tersusun dari kerangka kerja tulang, kartilago hialin dan

jaringan fibrioareolar. Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang

dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang

sempit, yang disebut septum. Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat

kaya akan pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir

semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah

pernapasan dilapisi epithelium silinder dan sel epitel berambut yang mengandung

sel cangkir atau sel lendir. Sekresi sel itu membuat permukaan nares basah dan

berlendir (Syaifuddin, 2011).

2). Faring

Faring (tekak) adalah pipa berotot berukuran 12,5 cm yang berjalan dari dasar

tengkorak sampai persambungan dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan

krikoid. Maka letaknya dibelakang hidung (nasofaring), dibelakang mulut

(orofaring) dan dibelakang laring (Syaifuddin, 2011).

3). Laring

Laring (tenggorok) terletak didepan bagian terendah faring yang

memisahkannya dari kolumna vertebra, berjalan dari faring sampai ketinggian

vertebra servikalis dan masuk kedalam trakhe bawahnya. Laring ditopang oleh

Sembilan kartilago; tiga berpasang dan tiga tidak berpasang (Syaifuddin, 2011).

4). Trachea

Tuba ini berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis
kelima dan ditempat ini bercabang menjadi dua bronkus. Trakea dilapisi selaput

lendir yang terdiri dari epithelium bersilia dan sel cangkir. Silia ini bergerak

menuju atas ke arah laring (Syaifuddin, 2011).

5). Bronkus

Bronkus terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kira-kira vertebra

torakalis kelima mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis

sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan kebawah dan kesamping ke arah

tampak paru-paru (Syaifuddin, 2011).

6). Bronkiolus

Bronkiolus adalah anak cabang dari batang tenggorok yang terdapat dalam

rongga tenggorokan dan akan memanjang sampai ke paru-paru. Jumlah cabang

bronkiolus yang menuju paru-paru kanan dan kiri tidak sama. Bronkiolus yang

menuju paru-paru kanan mempunyai 3 cabang, sedangkan bronkiolus yang

menuju paru-paru sebelah kiri hanya 2 cabang. Ciri khas bronkiolus adalah tidak

adanya tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya, pada bagian awal dari cabang

bronkiolus hanya memiliki sebaran sel globet dan epitel (Syaifuddin, 2011).

7). Alveolus

Alveolus adalah struktur anatomi yang memiliki bentuk berongga. Terdapat

pada parenkim paru-paru, yang merupakan ujung dari saluran pernapasan.

Ukurannya bervariasi, tergantung lokasi anatomisnya, semakin negatif tekanan

intrapleura di apeks, ukuran alveolus akan semakin besar. Ada dua tipe sel epitel

alveolus. Tipe I berukuran besar, datar dan berbentuk skuamosa,

bertanggungjawab untuk pertukaran udara. Sedangkan tipe II, yaitu pneumosit


granular, tidak ikut serta dalam pertukaran udara. Sel-sel tipe II inilah yang

memproduksi surfaktan, yang melapisi alveolus dan memcegah kolapsnya

alveolus (Syaifuddin, 2011).

8). Paru-paru

Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada.

Terletak disebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta

pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam mediastrum.

Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) di atas dan

muncul sedikit lebih tinggi dari klavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru

duduk diatas landai rongga toraks, diatas diafragma. Paru-paru mempunyai

permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memuat tumpuk

paru-paru, sisi belakang menyentuh tulang belakang, dan sisi depan menutupi

sebagian sisi depan jantung (Syaifuddin, 2011).

2. Fisiologi

1). Rongga hidung

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga

hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar

sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi

menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat

juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang

masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah

yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di dalam rongga hidung

terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara sehingga udara yang masuk ke
paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu lembap. Udara bebas tidak hanya

mengandung oksigen saja, namun juga gas-gas yang lain. Misalnya, karbon

dioksida (CO2), belerang (S), dan nitrogen (N2). Selain sebagai organ pernapasan,

hidung juga merupakan indra pembau yang sangat sensitif. Dengan kemampuan

tersebut, manusia dapat terhindar dari menghirup gas-gas yang beracun atau

berbau busuk yang mungkin mengandung bakteri dan bahan penyakit lainnya.

Dari rongga hidung, udara selanjutnya akan mengalir ke faring (Syaifuddin,

2011).

2). Faring

Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat

terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan

menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Faring juga

berfungsi untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif.

(Syaifuddin, 2011).

3). Laring

Laring adalah saluran pernapasan yang membawa udara menuju

ke trakea Fungsi utama laring adalah untuk melindungi saluran pernapasan

dibawahnya dengan cara menutup secara cepat pada stimulasi mekanik, sehingga

mencegah masuknya benda asing ke dalam saluran napas. Laring

mengandung pita suara (vocal cord) (Syaifuddin, 2011).

4). Trakea

Trakea dilapisi selaput lendir yang terdiri dari epithelium bersilia dan sel

cangkir. Silia ini bergerak menuju atas ke arah laring. maka dengan gerakan ini
debu-debu dan butir-butirhalus lainnya yang turu masuk bersama dengan

pernapasan dapat dikeluarka (Syaifuddin, 2011).

5). Bronkus

Bronkus adalah kaliber jalan udara pada sistem pernapasan yang membawa

udara ke paru-paru. Tidak terdapat pertukaran udara yang terjadi pada bagian

paru-paru ini (Syaifuddin, 2011).

6). Bronkiolus

Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang

membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas

(Syaifuddin, 2011).

7). Alveolus

Kedua sisi dari alveolus merupakan tempat pertukaran udara dengan

darah. Membran alveolaris adalah permukaan tempat terjadinya pertukaran gas.

Darah yang kaya karbondioksida dipompa dari seluruh tubuh ke dalam pembuluh

darah alveolaris, dimana, melalui difusi, ia melepaskan karbon dioksida dan

menyerap oksigen (Syaifuddin, 2011).

8). Paru-paru

Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada

pernapasan melaluai paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut

melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan

pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam

kapiler pulmonaris. Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler,

yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan
dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawah kejantung. Dari sini

dipompa ke dalam arteri ke semua bagian tubuh. Di dalam paru-paru, salah satu

hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler

darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar

melalui hidung dan mulut (Syaifuddin, 2011).

2.1.3. Etiologi

Mycobacterium Tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang

berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen

M. tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan

terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan factor fisik.

Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak

oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-

paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang

kondusif untuk penyakit tuberculosis (Somantri, Irman, 2012 ).

2.1.4. Patofisiologi

Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. tuberculosis. Bakteri

menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat

bertumpuk. Perkembangan M. tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area

lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui system limfe dan

aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain

dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, system kekebalan tubuh memberikan

respon dengan melakukan reaksi inflamasi. Neotrofil dan makrofag melakukan

aksi fagositosis (menelan bakter), sementara limfosit spesifik – tuberculosis


menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal.Reaksi jaringan ini

mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan

bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu

setelah terpapar bakteri.

Interaksi antara M. tuberculosis dan system kekebalan tubuh pada masa

awal nfeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.

Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh

makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa

jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi

yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya

membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal

ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen,kemudian

bakteri menjadi nonaktif.

Setelah infeksi awal, jika respon system imun tidak adekuat maka penyakit

akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi

ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus

ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa

di dalam bronchus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan

membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,

mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tubercle, dan

seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini

berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel.

Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan

10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang

dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respon berbeda,

kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh

tuberkel (Somantri, Irman, 2012 )


Patway TB Paru

Invasi bakteri tuberculosis via


inhalasi
Penyebaran bakteri Infeksi primer Merokok
secarabronkogen,linfoge
n,dan hematogen Sembuh dengan focus Ghon

Bakteri dorman

Infeksi pasca-primer Bakteri muncul beberapa Sembuh dengan fibrotic


(reaktivasi) tahun kemudian dan farmakologi

Reaksi
Reaksi sistemis
 Edema infeksi/inflamasi,membentuk
: kelemahan
trakeal/faringeal kavitas dan merusak parenkim paru
 Peningkatan
produksi secret  Kelelahan
 Pecahnya  Batuk  Penurunan daya
pembuluh darah  Batuk darah pikir
jalan napas  Sesak napas  Kecemasan
 Penurunan  Mual Muntah
kemampuan  Anoreksia
batuk efektif

(Somantri, Irman. 2012)


2.1.5. Manifestasi klinis

Menurut Andra Saferi Wijaya (2013) Tuberculosis sering dijuluki “the grate

imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan

penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada

sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan

kadang-kadang asimtomatik.

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik

dan gejala sistemik :

1. Gejala Respiratorik,meliputi :

1) Batuk : gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang

paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian

berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

2) Batuk darah : darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin

tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah

segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahan

pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar

kecilnya pembuluh darah yang pecah.

3) Sesak nafas : gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah

luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,

pneumothorax,anemia dan lain-lain.

4) Nyeri dada : nyari dada pada TB paru termasuk nyeri pleuretik yang

ringan.Gejala ini timbul apabila system persarafan di pleura terkena.


1. Gejala sistemik,meliputi:

1) Demam : merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada

sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin

lama makin panjang serangannya sedang massa bebas serangan makin

pendek.

2) Gejala sistemik lain : gejala sistemik lain ialah keringat

malam,anoreksia,penurunan BB serta malaise.

3) Timbulnya gejala biasanya granula dalam beberapa minggu –bulan, akan

tetapi penampilan akut dengan batuk,panas sesak napas walaupun jarang

dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

Tuberkulosis paru termasuk insidious.Sebagian besar pasien menunjukkan

demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan BB ,berkeringat

malam,nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin non

produktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen

dengan hemoptisis. Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada

lansia, seperti perilaku tiada biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia

dan penurunan BB. Basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan

dorman.

2.1.6. Penatalaksanaan Medis

Menurut Andra Saferi Wijaya (2013) tujuan pengobatan pada penderita TB

Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan

atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.

Pengobatan TB Paru terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat

tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO

adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan etambutol. Sedangkan

jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide, dan Amoksisilin +

Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu

berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan

bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping itu

perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai

Derectly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkombinasikan oleh

WHO yang terdiri dari 5 komponen yaitu :

1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam

penganggulangan TB

2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang

pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat

dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut

3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dan pengawasan langsung

oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama

dimana penderita harus minum obat setiap hari

4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup

5. Pencatatan dan pelaporan yang baku

2.1.7. Komplikasi

Menurut Wahid & Suprapto (2013) komplikasi berikut sering terjadi pada
penderita stadium lanjut :

1. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran pernapasan bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan

napas

2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial

3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru

4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan

karena kerusakan jaringan paru

5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan

sebagainya

6. Insufisiensi kardio pulmoner

Menurut Manurung, dkk (2009), komplikasi yang mungkin timbul pada klien

TB paru dapat berupa :

1) Malnutrisi

2) Empisema

3) Efusi Pleura

4) Hepatitis, ketulian, dan gangguan gastrointestinal (sebagai efek samping

obat-obatan)

1.1.8. Pemeriksaan diagnostic

Adapun pemeriksaan doagnostik pada klien dengan tuberculosis paru

ialah :

1. Sputum culture
Untuk memastikan apakah keberadaan M.tuberculosis padaa stadium aktif

2. Ziehl neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid)

Positif untuk BTA

3. Skin test (PPD.mantous,tine,and vollmer patch)

Reaksi positif (area industry 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah

injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya

antibody, tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif

4. Chest X-ray

Dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian atas paru-paru,

deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan

yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang

dan fibrosa

5. Histologi atau kultur jaringan

(Termasuk kumbah lambung,urine dan CSF, serta biopsi kulit) : positif untuk

M.Tuberculosis

6. Needle biopsy of lung tissue

Positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besaryang mengindikasikan

nekrosis

7. Elektrolit

Mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi

8. ABGs

Mungkin abnormal,tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru-paru

9. Bronkografi
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau

kerusakan paru-paru karena TB

10. Darah

Lekositosis, LED meningkat

11. Test fungsi paru-paru

VC menurun,dead space meningkat, TLC meningkat, dan menurunnya

saturasi O2 yang merupakan gejala skunder dari fibrosis atau infiltrasi

parenkim paru-paru dan penyakit pleura

(Somantri, Irman, 2012 ).

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

1). Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada Tuberkulosis Paru meliputi identitas klien, keluhan

utama, riwarat penyakit yang meliputi : riwayat penyakit sekarang, riwayat

penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, pengkajian pola kesehatan yang

meliputi : pola nutrisi dan metabolic, pola aktivitas dan istirahat, pola mekanisme

koping dan toleransi terhadap stress, pemeriksaan fisik.

(1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan,

pekerjaan, alamat, agama, suku, tanggal dan jam masuk RS, no registrasi, dan

diagnosis medis

(2) Keluhan utama

Keluhan yang sering muncul saat masuk RS adalah demam hilang timbul,
batuk dalam jangka waktu >3 minggu, sesak napas, nyeri dada, malaise, keringat

di malam hari

(3) Riwayat penyakit

1. Riwayat sekarang : Napas pendek, nyeri dada, batuk, adanya sputum

2. Riwayat penyakit dahulu : Adanya riwayat penyakit cidera dan pembedahan

3.Riwayat penyakit keluarga : Adanya anggota keluarga yang menderita

empisema, asma, alergi, dan TB.

(4) Pola kesehatan

1. Pola nutrisi dan metabolic

Gejala : kehilangan napsu makan, tidak dapat mencerna, penurunan BB

Tanda : Turgor kulit buruk, kering atau kulit bersisik, Kehilangan otot

2. Pola aktivitas dan istirahat

Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, Napas pendek karena kerja,

Kesulitan tidur pada malam hari dan demam di malam hari,

menggigil, dan berkeringat

Tanda : Takikardia, takipnea atau dispnea saat kerja, Kelelahan otot, nyeri

dan sesak (tahap lanjut)

3. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress

Gejala : Adanya stress lama, Masalah keuangan atau rumah, Perasaan tidak

berdaya atau tidak ada harapan

Tanda : Menyangkal, Ansietas, ketakutan, dan mudah terangsang

(5) Pemeriksaan fisik

Pada tahap dini klien sering kali tidak menunjukkan kondisi tuberculosis.
Tanda dan gejala baru dapat terlihat pada tahap selanjutnya berupa :

1. System pernapasan

1). Sering kali ditemukan pernapasan ronchi, kasar, dan nyaring terjadi

akibat adanya peningkatan produksi secret pada saluran pernapasan

2). Hipersonor atau timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada

auskultasi memberikan suara sedikit bergemuruh (umforik)

3). Tanda-tanda adanya infiltrat luas atau konsolidasi, terdapat fremitus

menggeser

4). Pemeriksaan ekspansi pernapasan ditemukan gerakan dada asimetris

5). Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi interkostal, dan fibrosis

6). Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara

pekak)

7). Bentuk dinding dada pectus karinatum

2. System pencernaan

Meningkatnya sputum pada saluran napas secara tidak langsung akan

memengaruhi system persarafan khususnya saluran cerna. Klien mungkin akan

mengeluh tidak nafsu makan dikarenakan menurunnya keinginan untuk makan

disertai dengan batuk, pada akhirnya klien akan mengalami penurunan berat

badan yang signifikan (Andra, Saferi, 2013).

2. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola napas (00032)

Domain 4 : aktivitas atau istirahat

Kelas 4 : respon kardiovaskular atau pulmonal


Definisi : inspirasi dan ekspirasi yang tidak member ventilasi adekuat

Batasan karakteristik

 Perubahan kedalaman pernapasan

 Perubahan ekskursi dada

 Mengambil posisi tiga titik

 Bradipnea

 Penurunan tekanan ekspirasi dan inspirasi

 Penurunan ventilasi semenit

 Penurunan kapasitas vital

 Dispnea

 Peningkatan diameter anterior – posterior

 Pernapasan cuping hidung

 Ortopnea

 Fase ekspirasi memanjang

 Pernapasan bibir

 Takipnea

 Penggunaan otot aksesorius untuk bernapas

Faktor yang berhubungan

 Ansietas

 Posisi tubuh

 Deformitas tulang

 Deformitas dinding dada

 Keletihan
 Hiperventilasi

 Sindrom hipoventilasi

 Gangguan muskuloskletal

 Kerusakan neurologis

 Imaturasi neurologis

 Disfungsi neuromuscular

 Obesitas

 Nyeri

 Keletihan otot pernapasan

 Cedera medulla spinalis

(Herdman, Heater, 2012)

2. Gangguan pola tidur (00198)

Domain 4 : aktivitas/istirahat

Kelas 1 : tidur/istirahat

Definisi : gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat factor eksternal

Batasan karakteristik

 Perubahan pola tidur normal

 Penurunan kemampuan berfungsi

 Ketidakpuasan tidur

 Menyatakan sering terjaga

 Menyatakan tidak mengalami kesulitan tidur

 Menyatakan tidak merasa cukup istirahat


Factor berhubungan

 Kelembapan lingkungan sekitar

 Suhu lingkungan sekitar

 Tanggung jawab memberi asuhan

 Perubahan pajanan terhadap cahaya-gelap

 Gangguan (mis, untuk tujuan terapeutik, pemantauan, pemeriksaan

laboratorium)

 Kurang control tidur

 Kurang privasi

 Bising

 Bau gas

 Restrain fisik

 Teman tidur

 Tidak familier dengan prabot tidur

 (Herdman, Heater, 2012)

3. Ansietas (00146)

Domain 9 : koping atau toleransi stress

Kelas 2 : respons koping

Definisi :

Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons outonom (

sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu ), perasaan

takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan

memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.

Batasan karakteristik :

Perilaku

 Penurunan produktivitas

 Gerakan yang irelevan

 Gelisah

 Melihat sepintas

 Insomnia

 Kontak mata yang buruk

 Mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup

 Agitasi

 Mengintai

 Tampak waspada

Afektif

 Gelisah

 Kesedihan yang mendalam

 Distress

 Ketakutan

 Perasaan tidak adekuat

 Berfokus pada diri sendiri

 Peningkatan kewaspadaan

 Iritabilitas
 Gugup

 Senang berlebihan

 Rasa nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan

 Peningkatan rasa ketidakberdayaan yang persisten

 Bingung

 Menyesal

 Ragu/tidak percaya diri

 Khawatir

Fisiologis

 Wajah tegang

 Tremor tangan

 Peningkatan keringat

 Peningkatan ketagangan

 Gemetar

 Tremor

 Suara gemetar

Simpatik

 Anoreksia

 Eksitasi kardiovaskular

 Diare

 Mulut kering

 Wajah merah

 Jantung berdebar-debar
 Peningkatan tekanan darah

 Peningkatan denyut nadi

 Peningkatan reflex

 Peningkatan frekuensi pernapasan

 Pupil melebar

 Kesulitan bernapas

 Vasokonstriksi superficial

 Kedutan pada otot

 Lemah

Parasimpatik

 Nyeri abdomen

 Penurunan tekanan darah

 Penurunan denyut nadi

 Diare

 Vertigo

 Letih

 Mual

 Gangguan tidur

 Kesemutan pada ekstremitas

 Sering berkemih

 Ayang-ayangan

 Dorongan segera berkemih


Kognitif

 Menyadari gejala fisiologis

 Bloking pikiran

 Konfusi

 Penurunan lapang persepsi

 Kesulitan berkonsentrasi

 Penurunan kemampuan untuk belajar

 Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah

 Ketakutan terhadap konsekuensi yang tidak spesifik

 Lupa

 Gangguan perhatian

 Khawatir

 Melamun

 Cenderung menyalahkan orang lain

Factor berhubungn

 Perubahan dalam :

 Status ekonomi

 Lingkungan

 Status kesehatan

 Pola interaksi

 Fungsi peran

 Status peran

 Pemajanan toksin
 Terkait keluarga

 Herediter

 Infeksi/kontaminan interpersonal

 Penularan penyakit interpersonal

 Krisis maturasi

 Krisis sitiasional

 Stress

 Penyalahgunaan zat

 Ancaman kematian

 Ancaman pada :

 Status ekonomi

 Lingkungan

 Status kesehatan

 Pola interaksi

 Fungsi peran

 Status peran

 Konsep diri

 Konflik yang tidak disadari mengenai tujuan penting hidup

 Konflik yang tidak disadari mengenai nilai yang esensial/penting

 Kebutuhan yang tidak dipenuhui

(Herdman, Heater, 2012)

4. Ketidakefektifan manajemen kesehatan (00078)

Domain 1 : promosi kesehatan


Kelas 2 : manajemen kesehatan

Definisi :

Pola pengaturan dan pengintegrasian ke dalam kebiasaan trapeutik hidup sehari-

hari untuk pengobatan penyakit dan sekuelnya yang tidak memuaskan untuk

memenuhi tujuan kesehatan spesifik

Batasan karakteristik :

 Kegagalan memasukkan regimen pengobatan dalam kehidupan sehari-hari

 Kegagalan melakukan tindakan untuk mengurangi factor resiko

 Pilihan yang tidak efektif dalam hidup sehari-hari untuk memenuhi tujuan

kesehatan

 Mengungkapkan keinginan untuk mengatasi penyakit

 Mengungkapkan kesulitan dalam regimen yang ditetapkan

Faktor berhubungan :

 Kompleksitas system pelayanan kesehatan

 Kompleksitas regimen trapeutik

 Konflik pengambilan keputusan

 Kurang pengetahuan

 Kesulitan ekonomi

 Tuntunan berlebihan (mis, individu, keluarga)

 Konflik keluarga

 Pola perawatan kesehatan keluarga

 Ketidakcukupan petunjuk untuk bertindak

 Persepsi hambatan
 Persepsi keuntungan

 Persepsi keseriusan

 Persepsi kerentangan

 Ketidakberdayaan

 Regimen

 Kurang dukungan social

(Herdman, Heater, 2012).

3. Rencana keperawatan

1. Ketidakefektifan pola napas (00032)

Noc :

 Status pernapasan

 Status jalan napas

Kriteria hasil :

 Mendemonstrasikan peningkatan batuk efektif dan suara napas yang

bersih, tidak ada sianosis dan dispnea (mampu mengeluarkan sputum)

 Menunjukkan jalan napas yang paten (irama, frekuensi, kedalaman,

dalam rentang normal, tidak ada suara pernapasan abnormal)

 Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,

pernapasan)

Nic :

 Manajemen airway

1. Bebaskan jalan napas dengan cara chin lift, jaw thrust

2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan jalan napas


3. Identifikasi potensial jalan napan pasien

4. Monitor status pernapasan dan oksigenisasi

5. Monitor frekuensi, kedalaman, irama, dan usaha respirasi

6. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, dan penggunaan otot

tambahan pernapasan

7. Monitor pola napas (mis, tachipneu, bradipnea, hiperventilasi,

kusmaul)

8. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan

9. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

10. Ajarkan untuk taknik batuk efektif dan relaksasi napas dalam

11. Monitor vital sign

12. Berikan terapi nebulizer dan oksigen yang dilembabkan sesuai

program

2. Gangguan pola tidur (00198)

Noc :

 Peningkatan tidur

Kriteria hasil :

 Pola dan kualitas tidur baik

 Palpebrae tidak ada bayangan hitam

 Pasien melaporkan kualitas tidur yang memuaskan

 Terbangun di waktu yang sesuai

 Perasaan segar setelah tidur


Nic :

 Manajemen tidur

1. Monitor keadaan umum pasien

2. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat

3. Ciptakan lingkungan yang nyaman

4. Fasilitasi untuk mempertahankan aktifitas sebelum tidur (membaca)

5. Kolaborasi pemberian obat tidur jika perlu

6. Berikan posisi tidur yang nyaman

7. Beri keterangan kepada keluarga agar tidak ribut diruangan

8. Fasilitasi pengunjung

9. Monitor jumlah dan kualitas tidur pasien

10. Ajarkan pasien mengambil posisi tidur yang paling efektif

11. Ajarkan pasien untuk menghindari makanan dan minuman saat akan

tidur atau saat tidur yang dapat mengganggu tidur

12. Anjurkan kepada keluarga untuk diskusi dengan dokter tentang

perlunya meninjau kembali program pengobatan jika berpengaruh pada

pola tidur

13. Ansietas (00146)

Noc :

 Anxiety level

 Anxiety self-control

 Coping
Kriteria hasil :

 Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

 Mengidentifikasi, menunjukkan dan mengungkapkan teknik untuk

mengonterol cemas

 Vital sign dalam batas normal

 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas

menunjukkan berkurangnya kecemasan

 Pasien menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi ansietas

 Tidak tampak manifestasi fisik akibat kecemasan

 Tidak tampak manifestasi perilaku akibat kecemasan

Nic :

 Anxiety reduction (penurunan kecemasan)

1. Gunakan pendekatan yang menenangkan

2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien

3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

4. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress

5. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi ansietas

6. Dorong keluarga untuk menemani pasien

7. Lakukan back/neck rub

8. Dengarkan dengan penuh perhatian

9. Identifikasi tingkat kecemasan

10. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

11. Instruksikan pasien menggunakan tekhnik relaksasi


12. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

13. Berikan pijatan punggung, pijatan leher jika perlu

14. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

(Bulecheck, 2013)

14. Ketidakefektifan manajemen kesehatan (00078)

Noc :

 Regimen terapi

 Prosedur terapi

Kriteria hasil :

 Mampu mendemonstrasikan regimen terapi

 Pasien dapat mengembangkan dan mengikuti regimen terapi

 Mampu mencegah perilaku yang beresiko

 Menyadari dan mencatat tanda-tanda perubahan perubahan status

kesehatan

Nic :

1. Lakukan pendekatan yang menenangkan

2. Informasikan pasien dalam mempertahankan program terapi obat

3. Nilai tingkat pengetahuan pasien dalam regimen terapi

4. Beri penyuluhan tentang terapi obat yang benar

5. Interview pasien dan keluarga untuk mendeterminasi masalah yang

berhubungan dengan regimen pengobatan terhadap gaya hidup

6. Hargai alas an pasien

7. Hargai pengetahuan pasien


8. Hargai lingkungan fisik dan social pasien

9. Sediakan informasi tentang penyakit, komplikasi dan pengobatan yang

direkombinasikan

10. Dukung motivasi pasien untuk melanjutkan pengobatan yang

berkesinambungan

Anda mungkin juga menyukai