Anda di halaman 1dari 8

2.

3 Nyeri Pada Rheumatoid Athritis

2.3.1 Definisi Nyeri Rheumatoid Atrhritis

Nyeri merupakan suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial

(Potter & Perry, 2005). Nyeri Rheumatoid Atrhitis adalah nyeri yang dirasakan di

daerah sendi dan merupakan permasalahan utama yang paling sering terjadi dan

hal yang sangat penting untuk ditangani (Jenkins, 2011). Nyeri RA akan

memberat apabila perjalanan penyakit tidak diatasi serta akan meningkat seiring

dengan ambang nyeri pasien sendiri (Isbagio, 2006). Nyeri RA akan menimbulkan

rasa tidak nyaman, keletihan dan disabilitas pada pasien (Clair, Pisetsky, Haynes,

2004).

2.3.2 Etiologi Nyeri Rheumatoid Athritis

Menurut Berman, Snyder, Kozier, Erb (2009), penyebab terjadinya nyeri secara

umum adalah adanya trauma mekanik, trauma termal, trauma kimiawi, trauma

elektrik, neoplasma, peradangan dan faktor psikologis. Nyeri pada RA disebabkan

oleh proses peradangan (inflamasi) pada membran sinovial yang terjadi akibat

proses fagositosis yang menghasilkan enzim-enzim dalam sendi dan akan

memecahkan kalogen sehingga menyebabkan edema, proliferasi membran

sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang

rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya

permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi dan menimbulkan nyeri

(Jenkins, 2011).
2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Rheumatoid Athritis

Menurut Potter & Perry (2005), secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi

nyeri meliputi usia, jenis kelamin, kebudayaan, perhatian, ansietas, pengalaman

sebelumnya, efek plasebo, dukungan keluarga dan sosial, keletihan dan pola

koping. Menurut Ari (2009), terdapat dua faktor yang berperan dalam beratmya

rasa nyeri pada pasien RA yaitu beratnya rasa nyeri pada pasien RA yaitu

beratnya penyakit dan ambang nyeri pasien. Makin berat penyakit, maka makin

bertambah pula rasa nyeri yang dirasakan pasien RA dan apabila perjalanan

penyakit dapat di hentikan (remisi), maka rasa nyeri akan berkurang. Pasien

dengan ambang nyeri yang tinggi akan merasakan nyeri ringan dan tidak akan

mengganggu aktivitasnya. Faktor lainnya yang mempengaruhi nyeri pada pasien

RA adalah usia dan jenis kelamin. Insiden RA meningkat pada usia 40 tahun dan

lebih sering terjadi pada wanita (Price & Wilson, 2005).

2.3.4 Fisiologi Nyeri Rheumatoid Athritis

Fisiologi dari setiap nyeri yang dirasakan pasien adalah sama. Reseptor nyeri

adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri. Organ

tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit

yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.

Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri

(nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielien dari syaraf

perifer (Corwin, 2009).

Menurut Potter & Perry (2005), berdasarkan letaknya, nosireceptor dapat

dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (cutaneus), somatik
dalam (deep somatic), dan pada daerah visceral. Karena letaknya yang berbeda-

beda inilah nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor

cutaneus berasal dari kulit dan subkutan, nyeri yang berasal dari daerah ini

biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.

a. Reseptor A-§ (A- § fiber)

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det)

yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang

apabila penyebab nyeri dihilangkan.

b. Serabut C (C fiber)

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang

terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan

sulit dilokalisasi. Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor

nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan

penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang

timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

c. Reseptor visceral

Reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan

sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap

pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan

inflamasi.

2.3.5 Karakteristik Nyeri Rheumatoid Athritis


Menurut Mutaqqin (2008), karakteristik nyeri RA dapat dikaji menggunakan

PQRST yang terdiri dari:

1. Provoking Incident (faktor penyebab nyeri)

Nyeri RA dirasakan ketika sendi yang mengalami peradangan

digerakkan atau sering disebut Joint Tenderness on Moving

(Mutaqqin, 2008).

2. Quality and Quantity of Pain (kualitas dan kuantitas nyeri)

Nyeri yang dirasakan oleh pasien RA adalah nyeri dengan rasa

terbakar di bagian sendi yang mengalami pembengkakan, nyeri

akan berkurang ketika sendi yang mengalami pembengkakan

diistirahatkan (Dewi, 2009)

3. Region

Nyeri RA biasanya terjadi di daerah lutut, bahu, siku, pergelangan

tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki (Buffer, 2010).

4. Severuty (Scale) of Pain

Nyeri yang dialami oleh pasien RA didapatkan skala nyeri rata-rata

enam mengindikasikan nyeri sedang (Dewi, 2009).

5. Time

Nyeri pada pasien RA digolongkan menjadi nyeri kronis non

malignant yang mengindikasikan nyeri tidak bersifat responsif

terhadap metode-metode pembebasan nyeri (Prasetyo, 2010). Pada

umumnya, pasien dengan RA akan merasakan nyeri paling berat

terjadi pada pagi hari, membaik pada siang hari dan sedikit lebih

berat pada malam hari (Yatim, 2006). Nyeri RA juga akan


dirasakan lebih berat saat pasien dalam posisi duduk atau berbaring

dalam jangka waktu yang lama (Jenkins, 2011)

2.3.6 Pengukuran Skala Nyeri Rheumatoid Athritis

Nyeri secara umum dapat diukur dengan berbagai metode yaitu dengan

menggunakan alat pengukuran skala nyeri seperti skala nyeri numerik, deskriptif

dan analog visual (Potter & Perry, 2005). Menurut Datak (2008), pengukuran

skala nyeri dengan menggunakan skala nyeri numerik (Numeric Rating

Sace/NRS) merupakan skala yang paling efektif digunakan saat mengkaji

intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.

NRS lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini,

pasien menilai nyeri dengan menggunakan 0-10. NRS merupakan skala nyeri

yang paling sering dan lebih banyak digunakan di klinik. NRS digunakan untuk

mengukur intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik. NRS mudah

digumakan dan didokumentasikan.

2.3.7 Penatalaksanaan Nyeri Rheumatoid Athritis

Menurut Jenkins (2011), penatalaksanaan nyeri pada pasien RA adalah sebagai

berikut:

1) Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS merupakan stimulasi kutaneus yang menggunakan arus listrik ringan

yang dihantarkan melalui elektroda luar dan efektif untuk mengontrol nyeri

pasca bedah serta mengurangi nyeri yang disebabkan prosedur pascaoperasi

(Potter & Perry, 2005)

2) Masase
Masase merupakan teknik relaksasi dengan usapan perlahan menggunakan

lotion dan dapat memberikan sensasi hangat dengan mengakibatkan dilatasi

pada pembuluh darah local sehingga mampu menurunkan nyeri pada pasien

RA (Kusyati, 2006)

3) Kompres panas / dingin

Kompres panas / dingin dapat melebarkan pembuluh darah, menstimulasi

sirkulasi darah, dan mengurangi kekakuan (Alimul, 2008)

4) Distraksi

Distraksi merupakan suatu tindakan pengalihan nyeri dengan memberikan

stimulus yang menyenangkan dan menyebabkan pelepasan endophrin (Potter

& Perry, 2005)

5) Aktifitas

Aktifitas fisik akan mampu melepaskan endofin dan mampu mengurangi

nyeri yang dirasakan pasien RA (Jenkins, 2011)

6) Splinting

Splinting merupakan sebuah terapi okupasional yang bermanfaat dalam

menurunkan nyeri pada sendi ketika beraktifitas (Jenkins, 2011)

7) Obat Farmakologis

Analgesik merupakan pengobatan yang paling umum untuk mengatasi nyeri.

Terdapat tiga jenis analgesik yaitu Non- narkotik dan obat antiinflamasi

nonsterois (NSAID), analgesik narkotik atau opiat dan obat tambahan

(adjuvan) atau koanalgesik (Potter & Perry, 2005)

8) Pembedahan

Tindakan pembedahan dilakukan apabila pasien RA mengalami nyeri yang

menetap dan dapat mencegah pergeseran sendi (Jenkins, 2011)


2.3.8 Kompres Hangat Jahe

Kompres hangat merupakan terapi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah

terjadinya spasme otot dan memberikan rasa hangat (Alimul, 2008). Selain itu, kompres

hangat berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah serta menstimulasi sirkulasi darah,

dan mengurangi kekakuan. Indikasi pemberian kompres hangat adalah untuk pasien yang

mengalami perut kembung, pasien yang mengalami kedinginan, pasien dengan radang

sendi, pasien yang mengalami kejang otot, pasien yang mengalami abses ataupun

hematoma (Kusmiati, 2009). Kompres hangat seringkali di kombinasikan dengan

rempah-rempah, salah satu jenis rempah-rempah yang sering digunakan adalah jahe.

Secara historis, jahe telah digunakan dalam pengobatan Asia untuk mengobati

sakit perut, mual, diare. Sekarang jahe digunakan obat tradisional untuk pasca operasi

mual seperti gejala mual, kemoterapi, dan kehamilan, rheumatoid athritis, osteoarthritis

dan nyeri sendi dan otot. Rimpangnya yang mengandung zingiberol dan kurkuminoid

terbukti berkhasiat mengurangi peradangan dan nyeri sendi melalui aktifitas COX-2 yang

menghambat produksi PGE2, leukotrein dan TNF-α pada sinoviosit dan sendi manusia

(NCCAM, 2006).

Menurut Susanti (2014), sebelum dilakukan pengompresan jahe dibersikan dan

ditumbuk terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam air yang telah dihangatkan.

Setelah itu, handuk dimasukkan ke dalam air hangat jahe dan diperas dahulu sebelum

dilakukan pengompresan. Kompres dilakukan di daerah yang mengalami nyeri. Kompres

hangat jahe dilakukan selama 10-15 menit. Menurut Utami (2005), kompres hangat jahe

merupakan jenis terapi tradisional yang dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien

RA selain itu efek farmakologis pada jahe adalah memiliki rasa pedas dan panas,

berkhasiat sebagai pencahar, antiemeltik dan antirematik. Komponen utama dari jahe

adalah senyawa gingerol (Misrha, 2009)


Pengaruh kompres hangat jahe terhadap nyeri adalah sesuai dengan teori gate

control yang mengatakan bahwa stimulasi kulit mengaktifkan transmisi serabut saraf

sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri

melalui serabut C dan deta A berdiameter kecil. Gerbang sinap menutup transmisi impuls

nyeri. Kompres menggunakan air hangat akan meningkatkan aliran darah, dan meredakan

nyeri dengan menyingkirkan produk-produk inflamasi, seperti bradikinin, histamin, dan

prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal. Panas akan merangsang serat saraf yang

menutup gerbang sehingga transmisi impuls nyeri ke medula spinalis dan ke otak di

hambat (Potter & Perry, 2005)

Anda mungkin juga menyukai