Anda di halaman 1dari 14

Blok 6

Anemia
Riki Hanafiah
1010098
Hematopoesis
 Permulaan hematopoisis terjadi kira–kira dalam bulan pertama kehamilan tampak sebagai
kelompok – kelompok sel pada yolk sac yang berasal dari jaringan mesenkim embrional.
 Dari enam minggu kehidupan janin maka hati merupakan organ utama yang menghasilkan
sel darah dan terus berlangsung sampai kira – kira 2 minggu setelah lahir. Pada pertengahan
kehidupan janin limpa dan nodus limfatikus berperan kecil pada hematopoiesis.
 Pada kehidupan janin selanjutnya sumsum tulang (S.T.) merupakan tempat terpenting
pembentukan sel – sel darah.
 Tidak lama setelah lahir, peran hematopoiesis hepar berhenti dan S.T. adalah satu – satunya
tempat terjadinya hematopoisis. Sel induk hematopoietik dan comitted progenitor cells
menetap dalam S.T.
 Setelah sel induk hematopoitik diinduksi menjadi comitted progenitor cells dan mengalami
proliferasi dan maturasi dalam stroma S.T. maka sel darah masuk ke dalam sirkulasi melalui
atau di antara sel – sel endotelial dinding sinus.
 Pada masa bayi, semua S.T. membentuk darah sedangkan pada masa anak terjadi
pergantian menjadi lemak sumsum yang progresif sepanjang tulang panjang, sehingga pada
masa dewasa sumsum hematopoitik terbatas pada rangka pusat.
 Faktor–faktor pertumbuhan hematopoietik atau juga interleukin mengatur proliferasi dan
diferensiasi sel prekursor hematopoietik dan menfasilitasi fungsi dari sel-sel darah dewasa,
antara lain :
o Eritropoietin (EPO)
 Mengurangi waktu pematangan prekursor sel darah merah
 Melepaskan retikulosit dalam S.T. ke dalam darah tepi lebih awal daripada
keadaan normal
o Granulocyte/monocyte colony-stimulating factor ( GM-CSF)
 menyebabkan peningkatan neutrofil, monosit, dan eosinofil serta
mengaktivasi fungsi fagositik.
o Granulocyte colony-stimulating factor (G–CSF)
 menstimulasi produksi granulosit dan mengaktifkan fungsinya.
o Monocyte/macrophage colony-stimulating factor (M–CSF) = Colony-stimulating
factor–1(CSF–1)
o Trombopoietin
o IL–1 sampai dengan IL–18.
o Kit ligand (KL)
o Flt–3 ligand (FL).
Organ dan faktor lain yang juga berperan pada hematopoesis :
 Sumsum tulang, ada 2 macam :
o Sumsum merah  aktif mengadakan hematopoiesis
o Sumsum kuning  tidak aktif lagi,

 Kelenjar getah bening (nodulus limfatikus) terdiri dari :


o Serabut retikulum
o Sel retikulum  termasuk bagian dari RES
o Sel limfosit  dibentuk dalam kelenjar getah bening, jaringan limfoid, dan limpa
 Limpa:
o Memproduksi limfosit
o Destruksi eritrosit yang tidak terpakai lagi
o Tempat cadangan darah
o Mengatur jumlah darah yang beredar
 RES yang termasuk di sini antara lain :
o Sel retikulum dari jaringan limfosit dan S.T.
o Sel Kupffer dari sinusoid hepar
o Sel adventitia dari dinding pembuluh darah
o Histiosit
o Fungsinya sebagai organ hematopoiesis tergantung pada kebutuhan, maka sel–sel
RES yang bebas dapat berubah menjadi sel–sel darah.
 Gaster
o Kelenjar pilorikus  mensekresi faktor intrinsik (Castle) untuk absorbsi vitamin B12
 faktor ekstrinsik
o Asam lambung (HCl)
o Untuk absorpsi Fe dan substansi lain untuk proses hematopoiesis
 Hepar
o Fungsinya:
 Organ hematopoiesis pada masa janin
 Fungsi metabolisme KH, protein dan lemak
 Produksi : protein plasma (albumin dan globulin), pigmen empedu untuk
absorbsi Vit K
 Pada proses pembekuan darah, sebagai sumber : protrombin ,fibrinogen
 Detoksifikasi : kuman , mineral dan hormon
 Faktor Nutrisi
o Untuk maturasi sel – sel darah perlu :
 Protein  asam amino
 Vitamin-vitamin : vitamin B12 , E , C, B6 dan asam pantotenat
 asam folat, tiamin, riboflavin
 Mineral : Fe, Cu, Mangan, Cobalt
 Faktor endokrin
o Hormon yang menstimulasi eritropoiesis yaitu hormon tiroid, kortikosteroid, dan
androgen.
o Hormon yang menghambat eritropoiesis yaitu estrogen.

Eritropoesis
 Proses pembentukan eritrosit di dalam sumsum tulang, dibagi dalam beberapa tingkat :
o Sel awal umum (pluripotent stem cell) mengalami diferensiasi menjadi seri eritrosit
o Stadium dini eritropoiesis tidak tergantung pada eritropoietin
o Stadium lanjut eritropoiesis tergantung pada eritropoietin
 Normoblas dalam sumsum tulang berkembang dari proliferasi dan diferensiasi sel eritrosit
imatur yang disebut sebagai progenitor eritrosit.
 Dikenal ada dua progenitor eritrosit yaitu :
o Burst–forming unit–erythroid (BFU–E)
o Colony–-forming unit–erythroid (CFU–E)
 BFU–E merupakan progenitor eritrosit yang kurang matur dibandingkan CFU–E dan lebih
dekat pada multipotent hematopoietic stem cell dan dapat dianggap sebagai progenitor dari
CFU–E.
 CFU– E merupakan sel seri eritrosit yang dekat hubungannya dengan proeritroblas
(pronormoblas).

Proses Absorbsi Besi :


Absorbsi Besi
 Absorbsi besi paling banyak terjadi di bagian proksimal duodenum disebabkan oleh pH
dari asam lambung dan kepadatan protein tertentu yang diperlukan dalam absorbsi besi
pada epitel usus.
 Proses absorbsi besi dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase luminal, fase mukosal, fase
korporeal.

Fase Luminal
 Besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap diserap di duodenum. Besi dalam
makanan terdapat dalam 2 bentuk yaitu:
o Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsinya tinggi, tidak
dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi.
o Besi non-heme berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, tingkat absorbsinya rendah,
dipengaruhi oleh aktivator atau inhibitor sehingga bioavailabilitasnya rendah.
 Yang tergolong sebagai aktivator absorbsi besi adalah "meat factors" dan vitamin C,
sedangkan yang tergolong sebagai inhibitor ialah tanat, phytat dan serat (fibre). Dalam
lambung karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan
senyawa lain, kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri ke fero yang siap untuk diserap.

Fase Mukosal
 Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
 Sel absorptif terletak pada puncak dari vili usus (apical cell).
 Pada brush border dari sel absortif, besi feri dikonversi menjadi besi fero oleh enzim feri-
reduktase, diperantarai oleh protein duodenal cytochrome-like (DCYTB).
 Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT 1).
 Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian
diloloskan melalui basolateral transporter (ferroprotin disebut juga sebagai IREG 1) ke dalam
kapiler usus.
 Pada proses ini terjadi reduksi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh
hephaestin, yang identik dengan seruloplasmin pada metabolisme tembaga), kemudian besi
(feri) diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.

Fase Korporeal
 Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel–sel yang memerlukan,
dan penyimpanan besi oleh tubuh.
 Besi setelah diserap oleh enterosit (epitel usus), melewati bagian basal epitel usus,
memasuki kapiler usus, kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin.
 Transferin akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis. Satu molekul
transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi.
Anemia Defisiensi Besi
Definisi
Anemia adalah suatu keadaan karena adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan
jumlah eritrosit di bawah nilai normal.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh,
sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoiesis tidak cukup, yang ditandai dengan gambaran
sel darah merah hipokrom–mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) , persen saturasi, dan
serum feritin menurun. Kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity = TIBC) meninggi dan
cadangan besi dalam sumsum tulang serta di tempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama
sekali.

Epidemiologi dan Insidensi


 Anemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problema kesehatan yang dialami oleh
wanita di seluruh dunia terutama di negara berkembang.
 Badan kesehatan dunia (World Health Organization = WHO) melaporkan bahwa prevalensi
ibu–ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35–75 % serta semakin meningkat
seiring dengan pertambahan usia kehamilan

Etiologi
 Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan
absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
 Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari :
o saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang.
o saluran genitalia perempuan : menorrhagia atau metrorhagia.
o saluran kemih : hematuria
o saluran napas : hemoptoe.
o Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan
rendah daging).
o Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
o Gangguan absorbsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
o Penyebab perdarahan paling sering pada laki–laki ialah perdarahan gastrointestinal,
di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang, sedangkan pada
perempuan dalam masa reproduksi paling sering karena menor-metrorhagia..
Klasifikasi
 Stadium 1 : Deplesi Besi
o Cadangan besi berkurang, penyediaan besi untuk eritropoesis masih normal
 Stadium 2 : Eritopoesis defisiensi besi
o Cadangan besi kosong, penyediaan terganggu, belum timbul anemia
 Stadium 3 : Anemia defisiensi Besi
o Cadangan besi kosong, timbul anemia

Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis :


A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit : def besi, def asam folat
2. Gangguan pengguanaan besi : anemia akibat peny kronik
3. Kerusakan sumsum tulang : anemia aplastik
B. Anemia akibat hemoragi
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarhan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati)
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang kompleks.

Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi :


I. Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia major
II. Anemia normokromik normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia Aplastik
III. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12
b. Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
Faktor Resiko
 Fe dalam diet sehari-hari tidak adekuat
 Kebutuhan yang meningkat, seperti pada saat hamil, masa pertumbuhan, menstruasi
 Malabsorpsi dan kehilangan Fe yang meningkat
 Hemoglobinopati yang merupakan non-nutritional factors, seperti pada Thalassemia dan Sickle
Cell Anemia
 Obat-obatan dan faktor-faktor lain, misalnya anticancer, anticonvulsant, terapi radiasi,
leukemia, idiosinkrasi obat, reaksi inflamasi kronik

Patogenesis dan patofisiologi


Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb).
 Perdarahan menahun , intake kurang
Kekurangan Fe
 keadaan kosong
Iron depleted state
 berlanjut terus-menerus
Penyediaan Fe untuk eritropoesis berkurang

Iron deficient erythropoiesis

anemia hipokromik mikrositer = iron deficiency anemia.

Sintesis Hb berkurang kadar Hb, Ht ,dan jumlah


eritrosit menurun

Transport Oksigen ke
jaringan menurun vasokonstriksi pembuluh darah
Dyspnoe perifer karena darah dialirkan
ke organ yang lebih vital
Hipoksia Kompensasi Jantung Palpitasi
Conjuntiva palpebrae, bibir, lidah, dan
defisiensi Sitokrom C Fatique kulit pucat
oksidase

Spoon nails Atrofi papil lidah

Gejala Klinis
 Fatigue karena anemia
 Atrofi papil lidah karena defisiensi enzim sitokrom (oksidase)
 Spoon nails (hipoksi jar.kulit dan kekurangan sitokrom C)
 Conjunctiva palpebrae
 Dyspnoe
 Palpitasi
 Malaise
 Pika : suatu keinginan memakan zat yang bukan makanan seperti es batu, kotoran atau
kanji
 Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
 Glositis : iritasi lidah
 Keilosis : bibir pecah-pecah
 Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.

Dasar Diagnosis
Ny K, 24 tahun, buruh perkebunan karet (faktor resiko)
Keluhan :
 sering palpitasi dan dyspnoe sejak 3 bulan terakhir. (Palpitasi dan dyspnoe akibat pada
anemia terjadi hipoksia (oksigenasi jaringan menurun) )
 Pandangan sering berkunang–kunang dan malaise sejak 1 tahun yang lalu
 Kadang–kadang saat pergi bekerja penderita tidak memakai alas kaki.
 Penderita mempunyai 3 orang anak dan anak terkecil umur 2 tahun. ( Faktor predisposisi )
Riwayat persalinan dahulu : pasien mengalami perdarahan saat persalinan terakhir.
Riwayat kebiasaan : Sehari–hari biasa minum teh ( Teh : mengganggu absorbsi Fe)

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : compos mentis, tampak sakit sedang.
Tanda–tanda vital :
 Tensi 100/60 mmHg ( Normal : 120 /80 mmHg )
 Nadi 100x/menit ( Normal 60 – 100 x/ mnt )
 Respirasi 24 x/menit ( normal 16 – 24 x/mnt )
 Suhu 37°C
Muka tampak agak pucat, conjunctiva anemis, lidah anemis dan papil lidah atrofi
Jantung : dalam batas normal, systolic murmur grade I
Paru–paru : tidak jelas kelainan
Abdomen : tidak jelas kelainan
Ekstremitas : kuku tampak pucat dan berbentuk ”spoon’nails” ( adanya hipoksia )

Pemeriksaan Laboratorium
 Hb 7,7 g/dl ( Menurun, anemia. Normal Laki – laki : 13 – 18 g/dl, wanita : 12- 16 g/dl )
 Ht 23 % ( Menurun. Normal Laki – laki : 40 – 50% , wanita : 37 – 47 % )
 Leukosit 8.000/mm3
 Hitung jenis leukosit : 0/4/5/59/27/5 (%)
 SADT :
o Eritrosit : Hipokrom anisopoikilositosis, sebagian mikrositer, ditemukan pencil
cells, target cells, dan tear drop cells.
o Leukosit : morfologi dalam batas normal
o Trombosit : kesan jumlah dan bentuk dalam batas normal.

Diagnosis Banding
 Anemia defisiensi besi
 Talasemia
 Anemia pada penyakit kronis

Diagnosis Kerja
Anemia Defisiensi Besi (berdasarkan gambaran morfologi SADT) + suspek Ankilostomiasis

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah :
o Serum Iron (SI), Total Iron Binding Capacity (TIBC), dan persen saturasi
o Serum feritin
o Hitung retikulosit
 Pemeriksaan morfologi Sumsum Tulang / Bone Marrow (BM)
 Persen sideroblas pada apus sumsum tulang dengan pewarnaan Prussian blue
 Pemeriksaan feses dengan metode konsentrasi untuik mencari telur Ankilostoma

Penatalaksanaan
 Non medikamentosa :
o Diet kaya Fe, nutrisi adekuat (cukup protein)
o Hindari konsumsi zat penghambat absorpsi Fe (stop minum teh)
o Memakai alas kaki waktu bekerja
 Farmakologis :
o Preparat Fero-sulfat 3 x 300 mg/hari untuk suplementasi Fe
o Asam askorbat 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorpsi Fe
o Obat cacing
Aspek Gizi
Bentuk Fe dalam makanan sehari – hari :
 Fe Heme yang berasal dari otot atau darah hewan dalam bentuk Hemoglobin atau
Mioglobin, Fe dalam bentuk ini lebih mudah diabsorpsi, kira–kira 3 kali lebih baik
absorpsinya dibandingkan dengan Fe Non–heme.
 Fe Non–heme yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan jaringan hewan yang berbentuk Fe
Anorganik, lebih sukar diabsorpsi
 Sumber terbaik adalah hati kemudian seafood (kerang dan ikan), ginjal, jantung, daging
tanpa lemak, daging unggas.Sumber terbaik dari tumbuh–tumbuhan adalah kacang-
kacangan dan sayur-sayuran.
 Beberapa jenis makanan yang mengandung banyak Fe adalah kuning telur, buah kering,
molasses, whole grain breads, wine, cereal, produk kedelai, legumes, lentils
 Susu dan produknya sedikit sekali mengandung Fe. Jagung merupakan sumber Fe yang
buruk
 Enhancers of NonHeme Fe bioavailability; vitamin C, daging, alcohol, EDTA, lactoferrin,
lactalbumin (whey protein), sugars, asam laktat, asam suksinat, asam sitrat
 Inhibitors of NonHeme Fe bioavailability : polyphenol (tannin), phytate, kalsium, myricetin,
kopi, oxalate, fibers, fosfor, kacang, antasida

Pencegahan
 Pendidikan kesehatan:
o Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban. perbaikan lingkungan
kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing
tambang penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu
absorbs! besi
 Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling
sering dijumpai di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan
dengan pengobatan masal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.
 Suplementasi besi yaitu pemberian besi profllaksis pada segmen penduduk yang rentan.
seperti ibu hamil dan anak balita, Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak
balita memakai pil besi dan folat.
 Fortifikasi bahan makanan dengan besi. yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di
negara Barat dilakukan dengan mecampur tepung untuk rod atau bubuk susu dengan besi.

Komplikasi
 Gagal jantung

Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam
Quo ad sanationam : Ad bonam
Anemia Megaloblastik
Definisi
Anemia dimana sel eritrosit muda di dalam sumsum tulang memperlihatkan abnormalitas
yang khas yaitu pematangan inti terlambat dibandingkan pematangan sitoplasma , yang termasuk
anemia megaloblastik adalah anemia karena defisiensi folat dan B12

Epidemiologi
Rata-rata kejadian pada umur 60tahun (>40 tahun) dan lebih sering pada wanita
30% memiliki riwayat keluarga

Etiologi
 Asupan B12 yang kurang (defisiensi B12 ) misalnya pada vegetarian dan ibu yang menyusui
 Malabsorbsi (menyebabkan defisiensi B12 , Asam Folat) misal pada gastrectomy dan atrofi
mukosa gaster
 Gangguan faktor intrinsik
 Gangguan pada ileum
 Obat-obatan seperti colcisin dan neomisin

Absorbsi B12 Normal


1. Tahap Absorbsi
B12 dalam makanan ,terikat dengan protein

Dicerna dalam lambung, dengan pH rendah

B12 terpisah dengan R protein

Melalui duodenum

Oleh pancreatic protease di degradasi ikatan R protein – B12

Terbentuk ikatan B12-intrinsic factor complex

Masuk ke jejunum dan kemudian ileum

Berikatan pada reseptor B12-intrisic factor complex pada mikrovili dari sel mukosa ileum
2. Tahap Transportasi
B12 diangkut oleh eritrosit

Diangkut oleh Transcobalamin 2

Diangkut Transcobalamin 1 (protein penyimpan cobalamin dalam darah)

Transcobalamin 3

Ekskresi

Patogenesis

1. Kegagalan melepaskan B12 dari protein makanan oleh asam lambung & pepsein
2. Defisiensi faktor intrinsik karena total/parsial gastrectomy,pemyakit autoimun atau atrofi
mukosa lambung
3. Insuffisiensi pankreas yang menyebabkan kegagalan pemecahan kobalamain – R protein
complex
4. Terapi antibiotik  Bacterial overgrowth  absorbsi kobalamin  tidak dapat mengikat
faktor intrinsik
5. Cacing (Dipyllobothrium latum) pada jejunum yang menghambat absorbsi B12
6. Obat-obatan misalnya metformin yang mengurangi Intrinsic factor dan sekresi asam

Defisiensi B12
Asupan asam folat kurang

Sintesis DNA terganggu


Defisiensi Asam Folat
Maturasi antara inti sel dengan sitoplasma asinkron

Megaloblastik (pada ST)

Gejala Klinik
 Lelah, lesu, lemas ( gejala khas anemia)
 Gangguan saraf
 Hepatosplenomegali
 Febris
 Thyromegaly (berkaitan dengan autoimun)

Pemeriksaan Penunjang
 SADT = Normokrom makrositer ( MCV > 110fl)
 ST = Megaloblast & hipersegmentasi
 Darah rutin
o Hb < 5g/dl
o Neutropenia
o Trombositopenia
pansitopenia
 Serum cobalamin < 200 pg/ml
 Schilling Test untuk mengetahui etiologi

Diagnosis Banding
Anemia Defisiensi Asam Folat Anemia Defisiensi Vitamin B 12
Kadar asam folat pada serum dan Kadar asam folat pada serum dan
eritrosit menurun eritrosit normal
Kadar vitamin B12 pada serum Kadar vitamin B12 pada serum
normal menurun
Tes Schilling dalam kondisi normal Tes Shilling : <15% vitamin B12
(>15%) radioabelled diekskresikan
Tidak menyebabkan gejala neurologis Gejala neurologis (parestesia dan
hipoestesia)

Penatalaksanaan
Vitamin B12 (1mg/hari)

Anda mungkin juga menyukai