Tutorial 6 Asma Bronkiale
Tutorial 6 Asma Bronkiale
BLOK 13 -14
ASMA BRONKIALE
- Anggrety
- Ardi SC
- Felix .H
- Leonard Owen
- Riki Hanafiah
- Teddy Wibowo
- Winson
Hipersensitivitas
ASMA BRONKIALE
Definisi
Asma adalah kelainan inflamasi kronik saluran nafas, yang melibatkan berbagai sel
inflamasi (sel Mast, Eosinofil, Limfosit T, Neutrofil). Pada individu yang sensitif kelainan
inflamasi ini menyebabkan gejala-gejala yang berhubungan dengan obstruksi saluran nafas
yang menyeluruh dengan derajat yang bervariasi, yang sering membaik (reversible) secara
spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi kronik ini juga menyebabkan hipereaktivitas
bronkus terhadap berbagai rangsangan.
Etiologi
Endogenous Factors Environmental Factors Triggers
Predisposisi genetik Indoor allergens allergens
Atopy Outdoor allergens upper respiratory tract
Airway Occupational sesitizers infections
hyperresponssiveness Passive smoking excercise &
Gender Respiratory infections hyperventilation
udara dingin
sulfur dioxides &
irritant gasses
obat (B-blocker,
aspirin)
stress
irritans (bau cat,
pengharum ruangan)
Faktor Resiko
Genetik
Lingkungan ( alergen , zat iritan seperti asap rokok)
Cuaca (lembab , suhu, tekanan udara)
Emosi
Aktivitas
Patogenesis dan Patofisiologi
Etiologi dari asma adalah multifaktorial , tetapi biasanya melibatkan faktor genetik dan
lingkungan
Dari segi faktor genetik, terjadinya asma dapat karena adanya polimorfisme pada gen –
gen yang berperan dalam meregulasi IL-4, IL-5, IL -13 , ADAM 33 (berhubungan dengan
asma dan hiperresponsive dari bronkus)
Dari faktor lingkungan , yang dapat menyebabkan asma misalnya karena terpajan zat –
zat yang bersifat iritan (asap rokok, parfum ,debu), makanan, cuaca (lembab, suhu,
tekanan udara) , emosi, aktivitas , infeksi saluran pernafasan
Asma atopik (ekstrinsik) adalah tipe asma yang umum dan biasanya serangan didapat
sejak kecil. Dapat ditemukannya riwayat keluarga yang positif dan biasanya serangan
asma diikuti dengan gejala seperti rhinitis, urtikaria, dan eksim. Biasanya serangan akan
timbul jika terpajan antigen dari lingkungan , misalnya debu , pollen, bulu binatang, dan
makanan. Pada pemeriksaan skin test didapatkan reaksi wheal and flare ( edema dan
eritema ).
Berbeda dengan asma atopik, pada asma non – atopik (instrinsik) biasanya tidak
didapatkan riwayat keluarga yang positif, dan serangan dapat timbul karena infeksi
saluran pernafasan oleh virus ( paling sering ), inhalasi polusi udara ( sulfur dioksida,
ozon, nitrogen dioksida). Biasanya bronkospasme yang terjadi lebih severe dan terus –
menerus / progresif. Dikemukakan bahwa virus dapat menginduksi radang pada mukosa
saluran pernafasan dan merendahkan ambang rangsang reseptor vagal subepitelial
terhadap zat iritan.
Mekanisme terjadinya asma atopik ( IgE Mediated Hypersensitivity ) :
o Terpajan antigen dari lingkungan luar stimulasi induksi sel TH2
mengeluarkan IL-4 & IL-5 sintesis IgE oleh Sel B IgE berikatan dengan
reseptor pada sel mast Kontak selanjutnya dengan antigen yang sama
menyebabkan reaksi silang dengan IgE – Sel Mast tadi Terjadi degranulasi dari
sel mast pengeluaran mediator –mediator kimia
o Mediator Kimia :
Leukotrien C4, D4, E4 : Bronkokontriksi , Peningkatan permeabilitas
vascular dan sekresi mukus
Histamin : Bronchospasme, Peningkatan permeabilitas vascular
Prostaglandin : Bronkokontriksi dan vasodilatasi
Asetilkolin : dikeluarkan oleh saraf motorik intrapulmonal , menstimulasi
langsung pada reseptor muskarinik dan menyebabkan kontraksi otot
polos
Platelet – activating factor : agregasi platelet dan dikeluarkannya
histamin dari granula platelet
o Mediator kimia yang dikeluarkan ini dapat membuka mucosal intercellular
junctions, menyebabkan penetrasi dari antigen ke sel mast lain yang terdapat di
mukosa , selain itu juga stimulasi dari reseptor saraf vagal subepitelial dan
menyebabkan refleks bronkokontriksi. Hal ini berlangsung dalam beberapa
menit dan disebut sebagai immediate phase/ acute phase ,yang ditandai dengan
adanya bronkonstriksi, edema, dan sekresi mukus.
o Fase selanjutnya adalah late phase ( 4 – 8 jam setelah immediate phase ) ,
dimana mast cells akan memproduksi sitokin untuk kemotaksis dari sel – sel
inflamasi seperti neutrofil , sel MN, dan terutama eosinofil. Sel epitel bronkiolus
juga akan memproduksi suatu kemokin ( e.g : eotaxin ) untuk memanggil
eosinofil. Eosinofil akan mengeluarkan berbagai mediator seperti major basic
protein, eosinophil cationic protein, eosinofil peroxidase yang bersifat toxic
terhadap epitel saluran pernafasan. Eosinofil juga memproduksi leukotrien yang
menyebabkan bronkokontriksi lanjut.
o Ringkasan proses tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :
Inhalasi Alergen / zat iritan
Produksi IL -4 , IL – 5, IL-8 , IL - 13
Aktivasi, migrasi ,
priliferas eosinofil Ikatan IgE dengan
Sel mast Kemotaksis sel PMN Terganggunya mucociliary
clearance, proliferasi fibroblast ,
Produksi neuropeptida bronkontriksi
yang bersifat toxic Kontak kedua dengan
antigen yg sama Reaksi inflamasi
lebih lanjut
Hiperresponsive dari
bronkial
Proliferasi fibroblast Degranulasi Sel
Obstruksi sal.Nafas Mast
Mediator kimia
Asma Bronkiale
Bronkokontriksi
Inflamasi
Hipersekresi mukus
Edema
Infiltrasi sel radang Hipersekresi mukus
Auskultasi : ekspirasi
Air trapping Venous return turun
memanjang
Hipoksia Cyanosis
Merangsang
respiratory centre
Takikardia
Hiperventilasi
Alkalosis respiratorik
Retensi CO2
hiperkapnia Respiratorik Resiko gagal nafas
asidosis bahkan kematian
Drug Induced Asthma
o Beberapa agen farmakologi dapat menimbulkan asma, misalnya aspirin. Individu
dengan reaksi sensitif terhadap aspirin biasanya akan menimbulkan gejala –
gejala berupa rhinitis, nasal polyps, urtikaria dan bronkospasme. Mekanisme
pastinya belum diketahui, tetapi diduga aspirin memiliki efek inhibitor terhadap
jalur siklooksigenase dari metabolisme asam arakidonat tanpa berefek pada jalur
lipooksigenase , sehingga terjadi elaborasi leukotrien.
Morfologi :
o Pada kasus yang fatal/ berat, secara makroskopik dapat dilihat bahwa paru telah
mengalami hyperinflasi, dan adanya area yang mengalami ateletaksis
o Gambaran makroskopik yang paling mencolok adalah oklusi bronkus dan
bronkiolus oleh sumbatan mukus yang kental dan lengket. Secara histologis,
sumbat mukus ini mengandung epitel yang terlepas ( spiral Curschmann)
o Juga terdapat banyak eosinofil dan kristal Charcot – Leyden ( Kumpulan
kristaloid yang terbentuk dari protein eosinofil )
Gejala Klinik
Batuk ( biasa non – productive )
Dyspnoe
Mengi ( Wheezing )
Rasa berat atau ketat di dada
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
o Ekspirasi memanjang
o Takikardia
o Takipnoe
o Retraksi interkostal , suprasternal, supraclavicular
o Tanda – tanda sianosis
o Wheezing ekspiratoir, pada kasus berat dapat terjadi pada inspirasi maupun
ekspirasi
o Hiperinflasi paru
Dasar Diagnosis
Seorang wanita, 37 th
keluhan utama :
sesak napas disertai batuk
dyspnoe disertai wheezing sejak 2 hari sebelum msk RS.
Sesak bertambah berat saat malam hari terutama cuaca dingin, sehingga sering
terbangun dr tidur pd tengah malam.
Dyspnoe jg muncul bila kena debu/mencium bau menyengat. Sesak berkurang pd siang
hari/bila berbaring dgn 2-4 susun bantal.
Setiap kali sesak selalu berkeringat banyak sampai ganti baju 2-3 kali.
Saat sesak, tdk ada nyeri/panas di dada.
Pasien jg mengeluh batuk terus-menerus dgn dahak warna putih, agak kental & sulit
dikeluarkan, darah (-).
Saat batuk kadang mual, tp tdk muntah.
Tidak ada rhinitis, cephalgia, febris, leher kaku, nafsu makan turun, ggn. BAK/BAB.
Riwayat berobat: minum Salbutamol 4 mg u/ sesak napas, bila tak berkurang berobat ke RS
& diberi obat yg dihisap melalui mulut
RPD: pernah mengalami sesak napas beberapa kali sejak masa anak2, sempat hilang, tp dlm
beberapa thn terakhir muncul lg, dlm 4 bln terakhir, sesak timbul 2-3x/minggu (derajat
eksaserbasi asma akut : berat )
Riwayat alergi: Udang (+), obat (-)
RPK: kakek dan ayah menderita keluhan & penyakit yg sama (Asma Atopik, riwayat keluarga
+)
Pemeriksaan Fisik
KU: sakit berat & sesak napas
Vital sign: TD: 130/90 mmHg R: 40x/menit (Takipnoe)
Nadi: 120x/menit ( Takikardi) T: 37 C
BB: 60 kg, TB: 155 cm BMI: 24,9 (Obese 1)
Kepala: pernapasan cuping hidung (+), bibir & perioral tampak agak cyanosis
Leher: M. Sternocleidomastoideus hipertrofi, retraksi suprasternal & supraclavicular
Toraks: Pulmo: Auskultasi: suara napas ekspirasi memanjang, wheezing ekspiratoir, Slym +/+
Ekstremitas: kuku jari agak cyanosis
Pemeriksaan Laboratorium
LED: 25 mm/jam ( Inflamasi )
Hit. Jenis leukosit: 0/12/2/54/24/8 (eosinofilia)
Diagnosis Banding
Pada anak dengan usia kurang dari 6 bulan, mengi dapat disebabkan oleh bronkiolitis,
pada usia lebih besar mungkin disebabkan oleh asma
Pada orang dewasa, mengi /wheezing dapat disebabkan oleh penyakit obstruksi saluran
pernafasan yaitu asma dan PPOK ( Bronkitis kronik dan emfisema )
Diagnosis Kerja
Asma Bronkiale eksaserbasi akut berat pada asma yang tidak terkontrol
Pemeriksaan Penunjang
1. Lung Function Test
Peak expiratory flow rate (PEFR) atau FEV1 berfungsi untuk mendiagnosis asma
dan tingkatannya.
Variabilitas nilai APE sebesar 20% atau lebih antara pagi dan sore merupakan
diagnostik asma
2. Skin prick
Pemeriksaan dilakukan dengan meneteskan ekstrak alergen pada kulit volar
lengan bawah sisi dalam atau punggung yang sudah ditandai dan digores dengan
jarum yang sebelumnya didesinfeksi kapas alkohol 70%.
Hasil reaktif ditunjukkan dengan munculnya benjolan merah dengan diameter
tertentu disertai rasa gatal dalam waktu 15 – 20 menit
Bermanfaat untuk menentukan alergen inhalan
3. Intracutaneus test
Indikasi : jika skin prick tidak memberikan hasil reaktif yang cukup kuat
Dilakukan bila terdapat dugaan alergi karena obat dengan cara menyuntikkan
obat tersebut di kulit lengan bawah , hasil didapatkan setelah 15 menit , bila
positif timbul bejolan kemerahan disertai rasa gatal
4. Patch test
Dilakukan bila terdapat dugaan reaksi alergi akibat kontak dengan bahan kimia
atau dermatitis
5. Chest X-ray
Menyingkirkan penyakit paru lain yang bergejala seperti asma atau penyakit
penyerta
Berfungsi untuk komplikasi (pneumotoraks) atau untuk memeriksa pulmonary
shadows dengan allergic bronchipulmonary aspergilosis
6. Histamine bronchial provocation test
Untuk mengindikasikan adanya airway yang hiperresponsif, biasanya ditemukan
pada seluruh penyakit asma, terutama pada pasien dengan gejala utama batuk.
Dilakukan bila ada kecurigaan asma tetapi pada pemeriksaan fisik dan faal paru
tidak ditemukan kelainan
7. Blood and sputum test
Pasien dengan asma mungkin memiliki peningkatan eosinofil di darah perifer
(>9,4x109/L)
8. Pemeriksaan IgE Rast ( Imunoserologi )
Pemeriksaan imun sistem humoral
Metode ELISA dengan sampel serum
9. Panel Atopi
Mendeteksi sejumlah alergen serta tingkat sensitivitas seseorang terhadap
alergen yang bisa terpapar lewat udara pernafasan ataupun makanan yang dapat
menyebabkan reaksi alergi , termasuk asma
10. Analisis Gas Darah
Memantau apakah terjadi kelainan seperti asidosis respiratorik
Penatalaksanaan
Tujuan Terapi :
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
Mencegah eksaserbasi penyakit
Meningkatkan fungsi paru mendekati normal dan mempertahankan nilai
tersebut
Mengusahakan tercapainya tingkay aktivitas normal
Menghindari efek samping obat
Mencegah terjadinya penyempitan aliran udara yang irreversible
Mencegah kematian
Obat Asma
Dikelompokkan menjadi dua golongan :
o Reliever / pelega : untuk mengatasi serangan akut asma
o Controller : untuk mengontrol asma tersebut untuk jangka waktu yang lama
Yang termasuk obat reliever / pelega :
o Short Acting Beta Agonis (SABA) inhalasi (Ventolin Inhaler)
o SABA oral (Salbutamol)
o Anti kolinergik inhalasi (Ipratropium Bromida)
o Kortikosteroid Sistemik (Metil Prednisolon, Prednison)
o Metil Xantin (Teofilin lepas cepat)
Yang termasuk obat controler :
o Kortikosteroid Inhalasi (Budesonide, Flutikason)
o Kortikosteroid Sistemik
o Long Acting Beta Agonis(LABA) Inhalasi (Formoterol)
o LABA oral (prokaterol, bambuterol)
o Metil Xantin ( Teofilin lepas lambat)
o Kombinasi Beta Agonis kerja lama dan Kortikosteroid Inhalasi ( Seretide ,
Symbicort )
Pencegahan
Menghindari allergen
Menghindari polusi udara terutama rokok baik pasif maupun aktif
Menghindari obat obatan tertentu aspirin dan anti inflamasi non steroid dapat
menimbulkan eksaserbasi asma
Komplikasi
Gagal nafas bahkan kematian
Aritmia ( penggunaan Beta agonis dosis tinggi pemanjangan segment QT )
Asphyxia ( terjadinya hiperkapnia dan hipoxemia )
Prognosis
Quo Ad Vitam : ad bonam
Quo Ad Functionam : ad bonam
Qou Ad Sanactionam : ad bonam