Anda di halaman 1dari 15

TUTORIAL 6

BLOK 13 -14
ASMA BRONKIALE
- Anggrety
- Ardi SC
- Felix .H
- Leonard Owen
- Riki Hanafiah
- Teddy Wibowo
- Winson
Hipersensitivitas
ASMA BRONKIALE

Definisi
Asma adalah kelainan inflamasi kronik saluran nafas, yang melibatkan berbagai sel
inflamasi (sel Mast, Eosinofil, Limfosit T, Neutrofil). Pada individu yang sensitif kelainan
inflamasi ini menyebabkan gejala-gejala yang berhubungan dengan obstruksi saluran nafas
yang menyeluruh dengan derajat yang bervariasi, yang sering membaik (reversible) secara
spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi kronik ini juga menyebabkan hipereaktivitas
bronkus terhadap berbagai rangsangan.

Etiologi
Endogenous Factors Environmental Factors Triggers
 Predisposisi genetik  Indoor allergens  allergens
 Atopy  Outdoor allergens  upper respiratory tract
 Airway  Occupational sesitizers infections
hyperresponssiveness  Passive smoking  excercise &
 Gender  Respiratory infections hyperventilation
 udara dingin
 sulfur dioxides &
irritant gasses
 obat (B-blocker,
aspirin)
 stress
 irritans (bau cat,
pengharum ruangan)

Epidemiologi dan Insidensi


Menyerang : anak laki > anak perempuan, setelah pubertas wanita> pria. 8% populasi di
AS dengan gejala asma, sebagian besar beronset pada usia <25 tahun. Prevalensi asma di dunia
meningkat lebih dari 45% sejak akhir 1970an. Kebanyakan terjadi pada negar yang sedang
mengadopsi gaya hidup industrialisasi. Dari data ditemukan, bahwa anak yang hidup di daerah
pedesaan mempunyai resiko asma yang lebih rendah dari yang hidup di daerah perkotaan
Klasifikasi
 Klasifikasi berdasarkan etiologi :
1) Asma intrinsic (stress)
2) Asma ekstrinsik (karena adanya allergen; debu,dll)

 Klasifikasi asma berdasarkan pola waktu terjadi serangan :


1) Asma intermiten : pada jenis ini serangan asma timbul kadang kadang. Diantara dua
serangan, nilai APE normal, tidak terdapat atau hanya ada hipereaktivitas bronkus yang
ringan
2) Asma persisten : terdapat variabilitas APE antara siang dan malam, serangan sering
terjadi, dan terdapat hipereaktivitas bronkus. Pada beberapa penderita asma persisten
yang berlangsung lama, faal paru tidak pernah kembali normal meskipun diberikan
pengobatan kortikosteroid yang intensif.
3) Brittle asma : Penderita jenis ini mempunyai saluran nafas yang sensitive, variabilitas
obstruksi saluran nafas Dari hari ke hari sangat ekstrim. Penderita mempunyai risiko
untuk eksaserbasi tibatiba yang berat dan mengancam jiwa.

 Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit


Berat penyakit Gejala Asma malam APE
Asma persisten berat Terus menerus, Sering <60% prediksi,
aktivitas fisik terbatas variabilitas >30%
Asma persisten Setiap hari sehingga >1x/ minggu 60%<APE<80%
sedang membutuhkan agonis prediksi, variaabilitas
beta 2, serangan > 30%
mempengaruhi
aktivitas
Asma persisten >1x/ minggu, tetapi < >2x/ bulan >= 80% prediksi,
ringan 1x/ hari variabilitas 20-30%
Asma intermiten <1x/ minggu, tidak <2x/ bulan >= 80% prediksi,
ada gejala dan APE variabilitas <20%
normal di luar
serangan
 Klasifikasi asma berdasarkan tingkat terkontrolnya gejala klinis asma
Characteristic Controlled Partly controlled Uncontrolled
Daytime symtomps None (twice or More than Three or more
less/week) twice/week features of partly
Limitations of None Any controlled asthma
activities present any week
Nocturnal symptoms None Any
Need reliever/rescue None (twice or More than
treatment less/week) twice/week
Lung function (PEF or Normal <80% predicted or
FEV1) personal best(if
known)
Exacerbations None One or more/year One in any week

Faktor Resiko
 Genetik
 Lingkungan ( alergen , zat iritan seperti asap rokok)
 Cuaca (lembab , suhu, tekanan udara)
 Emosi
 Aktivitas
Patogenesis dan Patofisiologi
 Etiologi dari asma adalah multifaktorial , tetapi biasanya melibatkan faktor genetik dan
lingkungan
 Dari segi faktor genetik, terjadinya asma dapat karena adanya polimorfisme pada gen –
gen yang berperan dalam meregulasi IL-4, IL-5, IL -13 , ADAM 33 (berhubungan dengan
asma dan hiperresponsive dari bronkus)
 Dari faktor lingkungan , yang dapat menyebabkan asma misalnya karena terpajan zat –
zat yang bersifat iritan (asap rokok, parfum ,debu), makanan, cuaca (lembab, suhu,
tekanan udara) , emosi, aktivitas , infeksi saluran pernafasan
 Asma atopik (ekstrinsik) adalah tipe asma yang umum dan biasanya serangan didapat
sejak kecil. Dapat ditemukannya riwayat keluarga yang positif dan biasanya serangan
asma diikuti dengan gejala seperti rhinitis, urtikaria, dan eksim. Biasanya serangan akan
timbul jika terpajan antigen dari lingkungan , misalnya debu , pollen, bulu binatang, dan
makanan. Pada pemeriksaan skin test didapatkan reaksi wheal and flare ( edema dan
eritema ).
 Berbeda dengan asma atopik, pada asma non – atopik (instrinsik) biasanya tidak
didapatkan riwayat keluarga yang positif, dan serangan dapat timbul karena infeksi
saluran pernafasan oleh virus ( paling sering ), inhalasi polusi udara ( sulfur dioksida,
ozon, nitrogen dioksida). Biasanya bronkospasme yang terjadi lebih severe dan terus –
menerus / progresif. Dikemukakan bahwa virus dapat menginduksi radang pada mukosa
saluran pernafasan dan merendahkan ambang rangsang reseptor vagal subepitelial
terhadap zat iritan.
 Mekanisme terjadinya asma atopik ( IgE Mediated Hypersensitivity ) :
o Terpajan antigen dari lingkungan luar  stimulasi induksi sel TH2 
mengeluarkan IL-4 & IL-5  sintesis IgE oleh Sel B  IgE berikatan dengan
reseptor pada sel mast  Kontak selanjutnya dengan antigen yang sama
menyebabkan reaksi silang dengan IgE – Sel Mast tadi  Terjadi degranulasi dari
sel mast  pengeluaran mediator –mediator kimia
o Mediator Kimia :
 Leukotrien C4, D4, E4 : Bronkokontriksi , Peningkatan permeabilitas
vascular dan sekresi mukus
 Histamin : Bronchospasme, Peningkatan permeabilitas vascular
 Prostaglandin : Bronkokontriksi dan vasodilatasi
 Asetilkolin : dikeluarkan oleh saraf motorik intrapulmonal , menstimulasi
langsung pada reseptor muskarinik dan menyebabkan kontraksi otot
polos
 Platelet – activating factor : agregasi platelet dan dikeluarkannya
histamin dari granula platelet
o Mediator kimia yang dikeluarkan ini dapat membuka mucosal intercellular
junctions, menyebabkan penetrasi dari antigen ke sel mast lain yang terdapat di
mukosa , selain itu juga stimulasi dari reseptor saraf vagal subepitelial dan
menyebabkan refleks bronkokontriksi. Hal ini berlangsung dalam beberapa
menit dan disebut sebagai immediate phase/ acute phase ,yang ditandai dengan
adanya bronkonstriksi, edema, dan sekresi mukus.
o Fase selanjutnya adalah late phase ( 4 – 8 jam setelah immediate phase ) ,
dimana mast cells akan memproduksi sitokin untuk kemotaksis dari sel – sel
inflamasi seperti neutrofil , sel MN, dan terutama eosinofil. Sel epitel bronkiolus
juga akan memproduksi suatu kemokin ( e.g : eotaxin ) untuk memanggil
eosinofil. Eosinofil akan mengeluarkan berbagai mediator seperti major basic
protein, eosinophil cationic protein, eosinofil peroxidase yang bersifat toxic
terhadap epitel saluran pernafasan. Eosinofil juga memproduksi leukotrien yang
menyebabkan bronkokontriksi lanjut.
o Ringkasan proses tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :
Inhalasi Alergen / zat iritan

Patogenesis : Aktivasi Sel T helper

Produksi IL -4 , IL – 5, IL-8 , IL - 13

IL - 5 IL-4 merangsang sintesis IL -13


IL - 8
IgE dari sel B

Aktivasi, migrasi ,
priliferas eosinofil Ikatan IgE dengan
Sel mast Kemotaksis sel PMN Terganggunya mucociliary
clearance, proliferasi fibroblast ,
Produksi neuropeptida bronkontriksi
yang bersifat toxic Kontak kedua dengan
antigen yg sama Reaksi inflamasi
lebih lanjut
 Hiperresponsive dari
bronkial
 Proliferasi fibroblast Degranulasi Sel
 Obstruksi sal.Nafas Mast

Mediator kimia

Histamin Prostaglandin Leukotrien

Bronkokontriksi dan Bronkokontriksi dan Bronkokontriksi, Permeabilitas vascular


permeabilitas vascular Vasodilatasi meningkat, sekresi mukus meningkat

Asma Bronkiale

Kelainan utama pada asma : bronkokontriksi, inflamasi , hipersekresi mukus.


Asma bersifat reversible, tetapi dengan proses inflamasi yang berat dan kronik dapat
terjadi :
 Proliferasi fibroblast  perubahan struktural dan fungsional (remodelling) 
irreversible
 Hipetrofi & hiperplasia otot polos saluran nafas serta sel goblet submukosa
Asma Bronkiale
Patofisiologi :

 Bronkokontriksi
 Inflamasi
 Hipersekresi mukus
 Edema
 Infiltrasi sel radang Hipersekresi mukus

Sumbatan Batuk, tapi dahak


Obstruksi sal.nafas
saluran nafas sukar dikeluarkan

Ateletaksis Resistensi Aliran udara


Wheezing
ekspiratoir
Aliran udara ekspirasi terganggu

Auskultasi : ekspirasi
Air trapping Venous return turun
memanjang

Hiperinflasi paru CO turun


Tekanan intrapleural
dan alveoli meningkat
Pulsus paradoxus
Kerja pernafasan
meningkat Gangguan
ventilasi - perfusi Tachypnoe, PCH
(+) , retraksi
Dyspnoe
Hypoxemia

Hipoksia Cyanosis
Merangsang
respiratory centre
Takikardia
Hiperventilasi

Alkalosis respiratorik

Jika obstruksi semakin berat, hiperinflasi menjadi semakin parah


 kerja pernafasan meningkat  kelelahan otot pernafasan

Retensi CO2 
hiperkapnia Respiratorik Resiko gagal nafas
asidosis bahkan kematian
 Drug Induced Asthma
o Beberapa agen farmakologi dapat menimbulkan asma, misalnya aspirin. Individu
dengan reaksi sensitif terhadap aspirin biasanya akan menimbulkan gejala –
gejala berupa rhinitis, nasal polyps, urtikaria dan bronkospasme. Mekanisme
pastinya belum diketahui, tetapi diduga aspirin memiliki efek inhibitor terhadap
jalur siklooksigenase dari metabolisme asam arakidonat tanpa berefek pada jalur
lipooksigenase , sehingga terjadi elaborasi leukotrien.
 Morfologi :
o Pada kasus yang fatal/ berat, secara makroskopik dapat dilihat bahwa paru telah
mengalami hyperinflasi, dan adanya area yang mengalami ateletaksis
o Gambaran makroskopik yang paling mencolok adalah oklusi bronkus dan
bronkiolus oleh sumbatan mukus yang kental dan lengket. Secara histologis,
sumbat mukus ini mengandung epitel yang terlepas ( spiral Curschmann)
o Juga terdapat banyak eosinofil dan kristal Charcot – Leyden ( Kumpulan
kristaloid yang terbentuk dari protein eosinofil )

Gejala Klinik
 Batuk ( biasa non – productive )
 Dyspnoe
 Mengi ( Wheezing )
 Rasa berat atau ketat di dada
 Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
o Ekspirasi memanjang
o Takikardia
o Takipnoe
o Retraksi interkostal , suprasternal, supraclavicular
o Tanda – tanda sianosis
o Wheezing ekspiratoir, pada kasus berat dapat terjadi pada inspirasi maupun
ekspirasi
o Hiperinflasi paru
Dasar Diagnosis
Seorang wanita, 37 th
keluhan utama :
 sesak napas disertai batuk
 dyspnoe disertai wheezing sejak 2 hari sebelum msk RS.
 Sesak bertambah berat saat malam hari terutama cuaca dingin, sehingga sering
terbangun dr tidur pd tengah malam.
 Dyspnoe jg muncul bila kena debu/mencium bau menyengat. Sesak berkurang pd siang
hari/bila berbaring dgn 2-4 susun bantal.
 Setiap kali sesak selalu berkeringat banyak sampai ganti baju 2-3 kali.
 Saat sesak, tdk ada nyeri/panas di dada.
 Pasien jg mengeluh batuk terus-menerus dgn dahak warna putih, agak kental & sulit
dikeluarkan, darah (-).
 Saat batuk kadang mual, tp tdk muntah.
 Tidak ada rhinitis, cephalgia, febris, leher kaku, nafsu makan turun, ggn. BAK/BAB.
Riwayat berobat: minum Salbutamol 4 mg u/ sesak napas, bila tak berkurang berobat ke RS
& diberi obat yg dihisap melalui mulut
RPD: pernah mengalami sesak napas beberapa kali sejak masa anak2, sempat hilang, tp dlm
beberapa thn terakhir muncul lg, dlm 4 bln terakhir, sesak timbul 2-3x/minggu (derajat
eksaserbasi asma akut : berat )
Riwayat alergi: Udang (+), obat (-)
RPK: kakek dan ayah menderita keluhan & penyakit yg sama (Asma Atopik, riwayat keluarga
+)

Pemeriksaan Fisik
KU: sakit berat & sesak napas
Vital sign: TD: 130/90 mmHg R: 40x/menit (Takipnoe)
Nadi: 120x/menit ( Takikardi) T: 37 C
BB: 60 kg, TB: 155 cm  BMI: 24,9 (Obese 1)
Kepala: pernapasan cuping hidung (+), bibir & perioral tampak agak cyanosis
Leher: M. Sternocleidomastoideus hipertrofi, retraksi suprasternal & supraclavicular
Toraks: Pulmo: Auskultasi: suara napas ekspirasi memanjang, wheezing ekspiratoir, Slym +/+
Ekstremitas: kuku jari agak cyanosis

Pemeriksaan Laboratorium
LED: 25 mm/jam ( Inflamasi )
Hit. Jenis leukosit: 0/12/2/54/24/8 (eosinofilia)
Diagnosis Banding
 Pada anak dengan usia kurang dari 6 bulan, mengi dapat disebabkan oleh bronkiolitis,
pada usia lebih besar mungkin disebabkan oleh asma
 Pada orang dewasa, mengi /wheezing dapat disebabkan oleh penyakit obstruksi saluran
pernafasan yaitu asma dan PPOK ( Bronkitis kronik dan emfisema )

Diagnosis Kerja
Asma Bronkiale eksaserbasi akut berat pada asma yang tidak terkontrol

Pemeriksaan Penunjang
1. Lung Function Test
 Peak expiratory flow rate (PEFR) atau FEV1 berfungsi untuk mendiagnosis asma
dan tingkatannya.
 Variabilitas nilai APE sebesar 20% atau lebih antara pagi dan sore merupakan
diagnostik asma
2. Skin prick
 Pemeriksaan dilakukan dengan meneteskan ekstrak alergen pada kulit volar
lengan bawah sisi dalam atau punggung yang sudah ditandai dan digores dengan
jarum yang sebelumnya didesinfeksi kapas alkohol 70%.
 Hasil reaktif ditunjukkan dengan munculnya benjolan merah dengan diameter
tertentu disertai rasa gatal dalam waktu 15 – 20 menit
 Bermanfaat untuk menentukan alergen inhalan
3. Intracutaneus test
 Indikasi : jika skin prick tidak memberikan hasil reaktif yang cukup kuat
 Dilakukan bila terdapat dugaan alergi karena obat dengan cara menyuntikkan
obat tersebut di kulit lengan bawah , hasil didapatkan setelah 15 menit , bila
positif timbul bejolan kemerahan disertai rasa gatal
4. Patch test
 Dilakukan bila terdapat dugaan reaksi alergi akibat kontak dengan bahan kimia
atau dermatitis
5. Chest X-ray
 Menyingkirkan penyakit paru lain yang bergejala seperti asma atau penyakit
penyerta
 Berfungsi untuk komplikasi (pneumotoraks) atau untuk memeriksa pulmonary
shadows dengan allergic bronchipulmonary aspergilosis
6. Histamine bronchial provocation test
 Untuk mengindikasikan adanya airway yang hiperresponsif, biasanya ditemukan
pada seluruh penyakit asma, terutama pada pasien dengan gejala utama batuk.
 Dilakukan bila ada kecurigaan asma tetapi pada pemeriksaan fisik dan faal paru
tidak ditemukan kelainan
7. Blood and sputum test
 Pasien dengan asma mungkin memiliki peningkatan eosinofil di darah perifer
(>9,4x109/L)
8. Pemeriksaan IgE Rast ( Imunoserologi )
 Pemeriksaan imun sistem humoral
 Metode ELISA dengan sampel serum
9. Panel Atopi
 Mendeteksi sejumlah alergen serta tingkat sensitivitas seseorang terhadap
alergen yang bisa terpapar lewat udara pernafasan ataupun makanan yang dapat
menyebabkan reaksi alergi , termasuk asma
10. Analisis Gas Darah
 Memantau apakah terjadi kelainan seperti asidosis respiratorik

Penatalaksanaan
Tujuan Terapi :
 Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
 Mencegah eksaserbasi penyakit
 Meningkatkan fungsi paru mendekati normal dan mempertahankan nilai
tersebut
 Mengusahakan tercapainya tingkay aktivitas normal
 Menghindari efek samping obat
 Mencegah terjadinya penyempitan aliran udara yang irreversible
 Mencegah kematian

Obat Asma
 Dikelompokkan menjadi dua golongan :
o Reliever / pelega : untuk mengatasi serangan akut asma
o Controller : untuk mengontrol asma tersebut untuk jangka waktu yang lama
 Yang termasuk obat reliever / pelega :
o Short Acting Beta Agonis (SABA) inhalasi (Ventolin Inhaler)
o SABA oral (Salbutamol)
o Anti kolinergik inhalasi (Ipratropium Bromida)
o Kortikosteroid Sistemik (Metil Prednisolon, Prednison)
o Metil Xantin (Teofilin lepas cepat)
 Yang termasuk obat controler :
o Kortikosteroid Inhalasi (Budesonide, Flutikason)
o Kortikosteroid Sistemik
o Long Acting Beta Agonis(LABA) Inhalasi (Formoterol)
o LABA oral (prokaterol, bambuterol)
o Metil Xantin ( Teofilin lepas lambat)
o Kombinasi Beta Agonis kerja lama dan Kortikosteroid Inhalasi ( Seretide ,
Symbicort )

Penatalaksanaan serangan asma (eksaserbasi akut)


 Tentukan derajat eksaserbasi , apakah ringan , sedang , berat atau mengancam jiwa :
Komplikasi
 Gagal nafas bahkan kematian
 Aritmia ( penggunaan Beta agonis dosis tinggi  pemanjangan segment QT )
 Asphyxia ( terjadinya hiperkapnia dan hipoxemia )

Pencegahan
 Menghindari allergen
 Menghindari polusi udara terutama rokok baik pasif maupun aktif
 Menghindari obat obatan tertentu aspirin dan anti inflamasi non steroid dapat
menimbulkan eksaserbasi asma

Komplikasi
 Gagal nafas bahkan kematian
 Aritmia ( penggunaan Beta agonis dosis tinggi  pemanjangan segment QT )
 Asphyxia ( terjadinya hiperkapnia dan hipoxemia )

Prognosis
Quo Ad Vitam : ad bonam
Quo Ad Functionam : ad bonam
Qou Ad Sanactionam : ad bonam

Anda mungkin juga menyukai