Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Pneumonia merupakan proses inflamasi pada parenkim paru yang
biasanya berhubungan dengan peningkatan cairan alveolar dan interstisial
(Black & Hawks, 2014). Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru
yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius (Smeltzer & Bare, 2002).
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat ( Soemantri, 2009).
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pneumonia
merupakan proses inflamasi pada parenkim paru oleh agen infeksius dengan
adanya pengisisan cairan di rongga alveolar oleh eksudat.

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Terdapat banyak penyebab pneumonia, termasuk bakteri, virus, agen
jamur, dan protozoa. Pneumonia juga dapat berasal dari aspirasi makanan,
cairan, asap beracun, atau bahan kimia berbahaya, asap, debu. Pneumonia
dapat menyebabkan komplikasi pada orang dengan imobilitas atau penyakit
kronis.
Faktor risiko utama untuk pneumonia yaitu:
1) Usia Lanjut
2) Riwayat merokok
3) Infeksi saluran napas bagian atas
4) Intubasi trakea
5) Imobilitas jangka panjang
6) Terapi imunosupresif
7) Penurunan sistem imun
8) Malnutrisi
9) Penyakit kronis seperti penyakit paru kronik
C. KLASIFIKASI PNEUMONIA
Berdasarkan klinis dan epideologis, pneumonia terdiri dari:
1) Pneumonia masyarakat (Community – Aquired Pneumonia/CAP)
Merupakan pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit.
2) Pneumonia nosokomial (Hospital – Aquired Pneumonia/HAP)
Merupakan pneumonia yang terjadi akibat infeksi di rumah sakit dan
terjadi > 48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit, baik
diruang rawat umum ataupun di ICU tetapi tidak sedang
menggunakan ventilator.
3) Pneumonia aspirasi
4) Pneumonia pada penderita imunocompromised

Berdasarkan lokasi dan tampilan radiologinya, pneumonia terdiri atas:


1) Pneumonia lobaris. Pneumonia ini terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus
2) Bronchopneumonia. Pneumonia ini ditandai dengan adanya bercak –
bercak infiltrate dari ujung /terminal bronkiolus sampai dengan lapang
paru. Disebabkan oleh bakteri maupun virus.
3) Pneumonia interstisial. Pneumonia ini melibatkan respon infamasi d
dalam jaringan paru yang mengelilingi ruang udara atau struktur
vaskular dan bukan jalan napas itu sendiri.
4) Pneumonia alveolar. Pneumonia ini terdapat cairan pada ruang udara
paru bagian distal
5) Pneumonia nekrotik. Pneumonia ini menyebabkan kematian dari
sebagian jaringan paru yang dikelilingi oleh jaringan hidup,
pemeriksaan rontgen akan menunjukan pembentukan kavitas pada
lokasi nekrosis. Jaringan paru yang nekrotik yang tidak sembuh akan
menyebabkan hilangnya fungsi parenkim paru secara permanen

D. PATOFISIOLOGI
Bakteri penyebab terhisap ke paru melalui saluran napas
menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah proliferasi
dan penyeraban kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi,
yaitu terjadinya sebukan sel PMNs (polimorfnuklears), fibrin, eritrosit, cairan
edema dan mikroorganisme di alveoli. Proses ini termasuk dalam stadium
hepatisasi merah. Sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan
proses infeksi berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula
fibrin dan leukosit PMNs di alveoli dan proses fagositosis yang cepat
dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag di
alveoli, degenerasi se dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya
mikroorganisme dan debris.
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu
reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasikan eksudat yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbondioksida. Sel – sel darah putih kebanyakan netrofil juga bermigrasi ke
dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area
paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa dan
bronkopasme menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan
mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang
memasuki paru – paru lewat melalui area yang kurang terventiasi dan keluar
ke sisi jantung. Pencampuran darah yang teroksigenasi dan tidak
teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hiposemia arterial.
(Smeltzer & Bare, 2002).

Menurut Black & Hawks (2014) dijelaskan patofisiologi bahwa


Streptococcus pneumoniae, penyebab utama pneumonia bakterial, biasanya
berdiam diri pada nasofaring dan muncul tanpa gejala pada 20% - 50% orang
sehat. Merupakan kasus pneumoniae yang paling sering terjadi. Infeksi virus
meningkatan pengikatan S. Pneumoniae pada reseptor di epitelium
pernapasan. Sekali terhirup ke dalam alveolus, maka pneumokokus
menginfeksi sel alveolus. Mereka berkembang biak dalam alveolus dan
menginvasi epitel alveolus. Pneumokokkus menyebar dari alveolus ke
alveolus lainnya melalui pori – pori Kohn, sehingga menyebabkan inflamasi
dan konsolidasi lobus. Kantong alveolus yang mengalami inflamasi dan terisi
cairan tidak dapat menukar oksigen dengan karbondioksida dengan efektif.
Eksudasi alveolus cenderung kental, sehingga sangat sulit dikeluarkan dengan
cara batuk. Pneumonia bakterial dapat berhubungan dengan gangguan
ventilasi perfusi yang signifikan saat infeksi semakin parah.

E. MANIFESTASI KLINIS
Pneumonia awal ditandai dengan salah satu manifestasi berikut yaitu demam,
menggigil, berkeringat, rasa lelah, batuk, produksi sputum, dan dispnea.
Gejala yang lebih jarang antara lain hemoptisis, nyeri dada pleuritik, dan sakit
kepala.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia yaitu:
1) Efusi pleura
2) Empiema
3) Abses paru
4) Gagal napas
5) Sepsis
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG dan DIAGNOSTIK
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit
biasanya lebih dari 10.000/mm3, kadang – kadang mencapai
30.000/mm3, disertai peningkatan laju endap darah (LED). Ureum
darah dapat meningkat, dengan kreatinin masih dalam batas normal.
Asidosis respiratorik dapat terjadi pada stadium lanjut akibat
hipoksemia dan hiperkarbia yang ditunjukkan melalui pemeriksaan
Analisa Gas Darah (AGD)
2) Pemeriksaan Radiologi
Pneumonia komunitas dapat didiagnosis berdasarkan manifestasi
klinis yang muncul, misal batuk, demam, produksi sputum dan nyeri
dada pleuritis, dan disertai pemeriksaan radiografi dada. Temuan
dapat berkisar suatu bercak infiltrat kecil di area udara sebagai
konsolidasi lobar. Bercak konsolidasi merata pada
bronkopneumonia.bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia
lobaris.

3) Pemeriksaan Mikrobiologi
Diagnosis pasti biasanya ditentukan menggunakan analisis kultur
sputum. Memiliki tujuan jenis patogen yang sering menjadi penyebab,
mengetahui tingkat resistensi suatu patogen, serta dapat
memperkirakan jenis terapi empirik yang perlu diberikan.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi pneumonia harus melibatkan terapi antibiotik yang spesifik dengan
organisme yang menyerang, dukungan pernapasan seperlunya, dukungan
gizim dan manajemen serta elektrolit. Terapi obat awal harus terdiri atas
spektrum – luas hingga ditemukan organisme spesifik melalui analisis kultur
sputum. Oksigen harus diberikan, obat – obat bronkodilator, pengisapan
nasotrakeal dapat digunakan untuk membebaskan jalan napas.
I. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan keperawatan meliputi pengkajian, penentuan diagnosa,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
1) Pengkajian
Hal – hal yang perlu dikaji pada pasien penumonia menurut Suyono
(2009), Dongoes (2000), Black & Hawks (2014)
a. Riwayat penyakit sekarang
Hal yang perlu dikaji:
1. Keluhan yang dirasakan (batuk mengeluarkan dahak,
seak napas, mudah lelah, demam, menggigil)
2. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan
b. Riwayat penyakit dahulu
Hal yang perlu dikaji:
1. Pernah menderita ISPA
2. Pernah mengalami penyakit kanker paru
3. Pernah mengalami TB paru atau kontak dengan orang
lain yang memiliki tubekulosis aktif
c. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang sakit ISPA atau ada
anggota keluarga yang sakit penumonia.
2) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan pneumonia
yaitu:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi jalan napas, spasme jalan napas, sekresi tertahan,
banyaknya mukus, adanya jalan napas buatan, sekresi bronkus
adanya eksudat di alveolus
b. Keefektifan pola napas berhubungan dengan posisi tubuh,
deformitas dinding dada, keletihan, hiperventilasi.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake oral
tidak adekuat, takipneu, demam, kehilangan volume cairan
secara aktif
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan isolasi respiratory,
tirah baring atau immobilisasi, kelemahan, ketidakseimbangan
suplai oksigen dengan kebutuhan

3) Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan /Kriteria Intervensi
Evaluasi
1 Bersihan jalan napas tidak Kriteria NIC
efektif evaluasi/hasil a. Pastikan kebutuhan
Definisi : (NOC): suctioning
ketidakmampuan a. Suara napas b. Auskultasi nafas
membersihkan sekresi vesikuler sebelum dan
atau obstruksi dari saluran b. Irama napas sesudah suctioning
napas untuk teratur c. Informasikan
mempertahankan bersihan c. Tidak ada kepada keluarga
jalan napas batuk tantang suctioning
d. RR 16 – d. Lakukan fisioterapi
20x/mnt dada
e. Monitor status o2
pasien
2 Keefektifan pola napas Kriteria NIC
evaluasi/hasil a. Posisikan semi
Definisi : (NOC): fowler
inspirasi/ekspirasi yang a. Status TTV b. Auskultasi suara
tidak memberikan ventlasi normal napas
yang adekuat b. Klien mampu c. Observasi pola
mengeluarkan napas
sputum, d. Berikan
mampu brokodilaot
bernapas
dengan mudah
c. Irama napas
teratur
d. RR 16 –
20x/mnt
e. Tidak
menggunakan
otot – otot
bantu
pernapasan
f. Tidak
menggunakan
pernapasan
bibir(purs lips
breathing)
g. Tidak
menggunakan
pernapasan
cuping hidung

3 Kekurangan volume Kriteria NIC:


cairan evaluasi/hasil a. Pertahankan intake
(NOC): dan output yang
Definisi: penurunan a. Balance cairan adekuat
cairan intravaskular, seimbang b. Monitor status
interstisial, dan atau b. TTV normal hidrasi
interselular ini mengacu c. Tidak ada c. Monitor tanda
pada dehidrasi tanda tanda vital
dehidrasi
(turgor kulit
baik, membran
mukosa
lembab, tidak
haus
berlebihan)
d. Tidak lemas

4 Intoleransi aktivitas Kriteria NIC:


Definisi: Ketidakcukupan evaluasi/hasil a. Bantu klien dalam
energi psikologis atau (NOC): mengidentifikasi
fisiologis untuk a. Mampu aktivitas yang
mempertahankan atau melakukan mampu dilakukan
menyelesaikan aktivitas aktivitas b. Kaji adanya faktor
kehidupan sehari – hari sehari – hari penyebab
yang harus atau yang secara mandiri kelelahan
ingin dilakukan b. Berpartisipasi c. Monitor respon
dalam kardiovaskuler
melakukan terhadap aktivitas
aktivitas fisik d. Observasi lamanya
tanpa disertai istirahat pasien
peningkatan
TTV

Anda mungkin juga menyukai