Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Waham merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. Waham sering ditemui pada gangguan
jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita
skizofrenia. Semakin akut psikosis semakin sering ditemui waham disorganisasi dan
waham tidak sistematis. Kebanyakan pasien skizofrenia daya tiliknya berkurang dimana
pasien tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhadap pengobatan, meskipun
gangguan pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain (Tomb, 2003 dalam Purba, 2008).
Waham terjadi karena munculnya perasaan terancam oleh lingkungan, cemas, merasa
sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi sehingga individu mengingkari ancaman dari
persepsi diri atau objek realitas dengan menyalah artikan kesan terhadap kejadian,
kemudian individu memproyeksikan pikiran dan perasaan internal pada lingkungan
sehingga perasaan, pikiran, dan keinginan negatif tidak dapat diterima menjadi bagian
eksternal dan akhirnya individu mencoba memberi pembenaran personal tentang realita
pada diri sendiri atau orang lain ( Purba, 2008 ).
Prevalensi gangguan waham di Amerika Serikat diperkirakan 0,025 sampai 0,03 persen.
Usia onset kira-kira 40 tahun, rentang usia untuk onset dari 18 tahun sampai 90 tahunan,
terdapat lebih banyak pada wanita. Menurut penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa
dalam masyarakat berkisar satu sampai tiga permil penduduk. Di Jawa Tengah dengan
penduduk lebih kurang 30 juta, maka akan ada sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik.
Bila 10% dari penderita perlu pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus
dirawat. Waham seperti yang digambarkan di atas terjadi pada 65 % dari suatu sampel
besar lintas negara ( Sartorius & jablonsky, 1974 dalam Davison, 2006). Menurut data yang
diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun
2010, pasien gangguan berjumlah 15.720 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia
adalah sebanyak 12.021 orang (76,46%). Pasien gangguan jiwa yang di rawat inap
berjumlah 1.949 orang, sedangkan untuk pasien rawat inap yang mengalami skizofrenia
paranoid sebanyak 1.758 orang (90,20%). Pasien rawat inap yang mengalami gangguan
jiwa skizofrenia paranoid dan gangguan psikotik dengan gejala curiga berlebihan, sikap
eksentrik, ketakutan, murung, bicara sendiri, galak dan bersikap bermusuhan. Gejala ini
merupakan tanda dari skizoprenia dengan prilaku waham sesuai dengan jenis waham yang
diyakininya (Medical Record, 2010).
Tindakan perawat dalam melaksanakan praktek keperawatan pada pasien waham memiliki
beberapa terapi yang digunakan salah satunya yaitu terapi modalitas, dimana terapi
modalitas yang umum dilaksanakan adalah terapi bermain, terapi aktivitas kelompok
(TAK), terapi individual, terapi keluarga, terapi milieu, terapi biologis, intervensi krisis,
hipnosis, terapi perilaku, terapi singkat dan terapi pikiran jasmani rohani. Dalam terapi
individual, tindakan praktek keperawatan pada pasien waham adalah pembentukan
hubungan yang terstruktur dan satu persatu antara perawat dengan klien untuk mencapai
perubahan pada diri klien, mengembangkan suatu pendekatan yang unik dalam rangka
menyelesaikan konflik,
dan mengurangi penderitaan serta untuk memenuhi kebutuhan klien yaitu dengan
pemberian asuhan keperawatan (Erlinafsiah, 2010)
Adapun standar asuhan keperawatan yang diterapkan pada klien dalam keperawatan jiwa
yaitu strategi pelaksanaan komunikasi teraupetik. Dalam melakukan strategi pelaksanaan
komunikasi teraupetik perawat mempunyai empat tahap komunikasi, yang setiap tahapnya
mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat. Empat tahap tersebut yaitu tahap
prainteraksi, orientasi atau perkenalan, kerja dan terminasi. Dalam membina hubungan
teraupetik perawat- klien, diperlukan ketrampilan perawat dalam berkomunikasi untuk
membantu memecahkan masalah klien. Perawat harus hadir secara utuh baik fisik maupun
psikologis terutama dalam penampilan maupun sikap pada saat berkomunikasi dengan klien
(Riyadi, 2009).
Telah banyak penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara yang berhubungan dengan strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik yaitu tentang
pengaruh komunikasi terapeutik terhadap interaksi gangguan hubungan sosial pada pasien
gangguan jiwa, pengaruh pelaksanaan standar asuhan keperawatan halusinasi terhadap
kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam mengontrol halusinasi, dan pengaruh
strategi pelaksanaan komunikasi terhadap kemampuan pasien perilaku kekerasan dalam
mengendalikan perilaku, tetapi penelitian tentang pengaruh strategi pelaksanaan
komunikasi terapeutik pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita belum
pernah dilakukan. Penelitian ini dilakukan agar pasien waham mampu mengungkapkan
keyakinannya sesuai dengan kenyataan, berkomunikasi sesuai kenyataan dan dapat
menggunakan obat dengan benar dan patuh setelah di lakukan strategi pelaksanaaan
komunikasi terapeutik (Wawancara dengan Bagian Diklat Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara, 2011).
Sebagaimana telah diketahui bahwa kebanyakan pasien gangguan jiwa yang mengalami
waham terjadi gangguan orientasi realita sehingga pasien tidak mampu menilai dan
berespon secara realita. Dari pengamatan selama ini yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam melakukan strategi pelaksanaan strategi komunikasi
terapeutik sering sekali perawat kesulitan untuk melakukan strategi pertemuan terhadap
pasien waham yang mengalami gangguan orientasi realita, karena perawat sulit untuk
berupaya dalam mengidentifikasi isi ataupun jenis waham, sehingga mengakibatkan bahkan
lebih menguatkan waham pasien sehingga perawat mengalami kesulitan memberikan
strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien waham. Dan dari informasi yang
didapatkan melalui wawancara dengan Pihak Diklat Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Sumatera Utara (2011), bahwasannya Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara belum
memiliki prosedur tetap dan melaksanakan standar asuhan keperawatan yaitu strategi
pertemuan pada pasien waham yang mengalami gangguan orientasi realita. Sehingga
timbul keinginan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap pengaruh pelaksanaan
komunikasi terapeutik pada pasien waham terhadap kemampuan menilai realita di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

2. Tujuan Penelitian
2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh strategi pertemuan pada pasien waham terhadap kemampuan
menilai realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik pasien waham di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

2. Mengetahui kemampuan kognitif dan psikomotor pasien dalam menilai realita sebelum
dan sesudah diberikan intervensi strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien
waham kelompok intervensi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.
3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui ”bagaimanakah pengaruh


pelaksanaan komunikasi terapeutik pada pasien waham terhadap kemampuan menilai
realita di Rumah Sakit Jiwa Daerah Medan.
4. Manfaat Penelitian

4.1 Praktek Keperawatan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber data atau informasi bagi
peningkatan praktek keperawatan khususnya pengembangan ilmu keperawatan jiwa pada
pasien waham dalam penerapan pelaksanaan komunikasi terapeutik terhadap kemampuan
menilai realita.

4.2 Pendidikan Keperawatan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi peningkatan
pengetahuan maupun wawasan peserta didik keperawatan tentang pelaksanaan standar
keperawatan jiwa dengan memberikan pelaksanaan komunikasi
Universitas Sumatera Utara
.

4.3 Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan bagi peneliti berikutnya yang
terkait dengan pengaruh pelaksanaan komunikasi teraupetik pada pasien waham terhadap
kemampuan menilai realita.

Anda mungkin juga menyukai