PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraktur merupakan masalah kesehatan yang perlu adanya penanganan yang
serius dan optimal, hal ini dikarenakan pada pasien yang menderita fraktur dapat
mengalami hilangnya fungsi gerak, tanda-tanda inflamasi berupa nyeri akut / berat,
pembengkakan lokal, perubahan warna (merah), panas pada daerah tulang yang
patah dan terjadinya deformitas, angulasi, rotasi / pemendekan serta krepitasi.
Namun pada kasus fraktur tidak semua tanda dan gejala akan muncul, maka perlu
adanya pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis yaitu pemeriksaan X-
Ray (dilakukan dengan 2 proyeksi : anterior-posterior) untuk melihat ada tidaknya
patah tulang, luas dan keadaan fragmen tulang dan untuk mengikuti proses
penyembuhan tulang.
Departemen Kesehatan RI (2011) juga menyebutkan bahwa fraktur dengan
jumlah lebih dari 8 juta orang yang mengalami kejadian fraktur dengan jenis yang
berbeda dan penyebab yang berbeda yaitu didapatkan penderita yang mengalami
kematian sebanyak 25 %, yang mengalami cacat fisik sebanyak 45 %, yang
mengalami stres psikologis dan depresi sebanyak 15 %, serta yang mengalami
kesembuhan dengan baik yaitu sebanyak 10 %.
Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi, hal ini
sangat mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat yaitu adanya
peningkatan penggunaan alat transportasi / kendaraan bermotor sehingga terjadinya
peningkatan arus lalu lintas yang tinggi dan cenderung menyebabkan kecelakaan
lalu lintas (Usman, 2012).
Selanjutnya, Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan
Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan
oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul.
Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8
%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770
orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang (1,7 %).
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah
dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur
yaitu fiksasi interna melalui operasi Orif (Smeltzer,2001: 2361). Penanganan
tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya
terjadi akibat tiga faktor utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan
infeksi (Rasjad, 1998 : 363).
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan
keperawatan segera dan langsung kepada klien yang mengalami fraktur.
B. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan umum
Diharapkan agar mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada
klien gawat darurat dengan fraktur, cedera jaringan lunak, prosedur balut bidai
dan penghentian dan perdarahan dengan cara manual dan jahitan
b. Tujuan khusus
1. Melakukan pengkajian keperawatan secara komprehensif pada klien gawat
darurat pada fraktur, cedera jaringan lunak.
2. Menentukan dan mengidentifikasi masalah serta menentukan diagnosa
keperawatan baik aktual maupun risiko yang muncul pada klien gawat
darurat pada fraktur dan cidera jaringan lunak
3. Merumuskan perencanaan asuhan keperawatan pada klien masalah
kegawatdaruratan fraktur dan cidera jaringan lunak
4. Melaksanakan asuhan keperawatan yang telah direncanakan secara tepat,
cepat dan tepat.
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien
6. Mendokumentasikan tahap-tahap dari proses keperawatan
7. Melakukan prosedur balut bidai, dan penghentian perdarahan dengan cara
manual dan heacting
C. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini penulis susun secara sistematis dalam lima bab sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan, bab ini terdiri dari latar belakang masalah, tujuan
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis, bab ini menjelaskan tentang konsep dasar,
meliputi pengertian fraktur, etiologi fraktur, penatalaksanaan,
klasifikasi fraktur, tahap penyembuhan, tanda dan gejala,
pengelolaan klien fraktur, penatalaksanaan fraktur, penanganan
fraktur, cedera jaringan lunak, dan klasifikasi luka.
BAB III : Konsep dasar asuhan keperawatan gawat darurat pada fraktur dan
cedera jaringan lunak, berisi penjelasan tentang asuhan keperawatan
dari survey primari, survey sekunder, merumuskan diagnosa,
membuat intervensi keperawatan
BAB IV : Prosedur, berisi penjelasan tentang prosedur balut bidai, dan
teknik penghentian perdarahan dengan jahitan atau manual
BAB V : Penutup, merumuskan kesimpulan yang dianggap relavan dalam
rangka pemecahan masalah.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI FRAKTUR
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur: Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Syamsuhidayat, 2004).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Brunner & Suddarth, 2005).Kemudian menurut Sjamsuhidayat (2005), fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda
paksa. Price A. dan L. Wilson (2006), memberikan batasan fraktur merupakan patah
tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Sedangkan Soelarto Reksoprodjo (2013), mendefinisikan fraktur adalah putusnya
kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi. Arif Muttaqin (2012 :
364), memberikan pengertian fraktur falang yaitu terputusnya hubungan tulang jari kaki
dan dislokasi falang adalah lepasnya sendi pada jari-jari kaki yang disebabkan oleh cedera
dari trauma langsung yang mengenai kaki.
B. ETIOLOGI
Menurut Price and Wilson (2006), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
dan progresif.
2. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skeletal lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan
orang yang bertugas dikemiliteran.
C. Klasifikasi Fraktur
Menurut Brunner & Suddarth (2005) jenis-jenis fraktur adalah:
a. Jenis Khusus Fraktur
1. Bentuk garis patah
a) Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya
membengkok.
b) Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
c) Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
d) Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
e) Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
f) Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan wajah).
g) Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
h) Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
paget, metastasis tulang, tumor).
i) Epifisal, fraktur melalui epifisis.
j) Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
2. Jumlah garis patah
a) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan.
c) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
d) Complete fracture (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah tulang,
luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
e) Fraktur incomplete, Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.
b. Klasifikasi Fraktur Berdasarkan Bentuknya
1. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka
dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
a. Derajat I
1) Luka kurang dari 1 cm,
2) Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk,
3) Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan, dan
4) Kontaminasi ringan.
b) Derajat II
1) Laserasi lebih dari 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
3) Fraktur komuniti sedang.
c) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
D. Tahap Penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu : (Sjamsuhidajat, 2011)
1. Fase Hematom
Yaitu dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematom disekitar fraktur
Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat.
2. Fase Granulasi Jaringan
a. Terjadi 1 – 5 hari setelah injuri
b. Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
c. Hematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah
baru fogoblast dan osteoblast
3. Fase Formasi Callus
a. Terjadi 6 – 10 hari setelah injuri
b. Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase Ossificasi
a. Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
b. Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam
kalsium yang menyatukan tulang yang patah
5. Fase Consolidasi dan Remadelling
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan
oksifitas osteoblast dan osteuctas.
G. PENATALAKSAAN FRAKTUR
Menurut PERMENKES RI, 2014, penatalaksanaan dapat dilakukan dengan:
a. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat mengancam jiwa.
b. Pasang cairan untuk mengantisipasi kehilangan darah yang tidak terlihat misalnya pada
fraktur pelvis dan fraktur tulang panjang
c. Lakukan stabilisasi fraktur dengan spalk, waspadai adanya tanda-tanda kompartemen
syndrome seperti odema, kulit yang mengkilat dan adanya nyeri tekan.
H. Penatalaksanaan Dengan Konservatif Dan Operatif
a) Cara Konservatif
Dilakukan pada anak-anak dan remaja dimana masih memungkinkan
terjadinya pertumbuhan tulang panjang.Selain itu, dilakukan karena adanya infeksi
atau diperkirakan dapat terjadi infeksi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan gips
dan traksi.
1) Gips (fiksasi)
Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.
Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
a) Immobilisasi dan penyangga fraktur
b) Istirahatkan dan stabilisasi
c) Koreksi deformitas
d) Mengurangi aktifitas
e) Membuat cetakan tubuh orthotic
b. Luka Tertutup
Cedera jaringan lunak tanpa kerusakan/terputusnya jaringan kulit, yang rusak hanya
jaringan dibawah kulit.Luka tertutup yang sering ditemukan adalah
a) Luka memar
Terjadi akibat benturan dengan benda tumpul, biasanya terjadi di daerah
permukaan tubuh,darah keluar dari pembuluh dan terkumpul di bawah hulit
sehingga bisa terlihat dari luar berupa warna merah kebiruan.
b) Hematoma (darah yang terkumpul di jaringan)
Prinsipnya sama dengan luka memar tetapi pembuluh darah yang rusak berada
jauh di bawah permukaan kulit dan biasanya besar, sehingga yang terlihat adalah
bengkak, biasanya besar yang kemerahan.
c) Luka remuk
Terjadi akibat himpitan gaya yang sangat besar. Dapat juga menjadi luka terbuka.
Biasanya tulang menjadi patah di beberapa tempat
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA
FRAKTUR DAN CIDERA JARINGAN LUNAK
A = Airway
Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur, meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur wajah, fraktur
mandibula atau maksila, fraktur laring atau trachea.Usaha untuk membebaskan jalan nafas
harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan patahnya tulang servikal harus
selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift, tetapi tidak boleh
mengakibatkan hiperekstensi leher. Cara melakukan chinlift dengan menggunakan jari-jari
satu tangan yang diletakan dibawah mandibula, kemudian mendorong dagu ke anterior.
Ibu jari tangan yang sama sedikit menekan bibir bawah untuk membuka mulut dan jika
diperlukan ibu jari dapat diletakkan didalam mulut dibelakang gigi seri untuk mengangkat
dagu. Jaw trust juga merupakan tekhnik untuk membebaskan jalan nafas. Tindakan ini
dilakukan oleh dua tangan masing-masing satu tangan dibelakang angulus mandibula dan
menarik rahang ke depan. Bila tindakan ini dilakukan memakai face-mask akan dicapai
penutupan sempurna dari mulut sehingga dapat dilakukan ventilasi yang baik. Jika
kesadaran klien menurun pembebasan jalan nafas dapat dipasang guedel (oro-pharyngeal
airway) dimasukkan kedalam mulut dan diletakkan dibelakang lidah. Cara terbaik adalah
dengan menekan lidah dengan tongue spatol dan mendorong lidah kebelakang, karena
dapat menyumbat fariks. Pada klien sadar tidak boleh dipakai alat ini, karena dapat
menyebabkan muntah dan terjadi aspirasi. Cara lain dapat dilakukan dengan memasukkan
guedel secara terbalik sampai menyentuh palatum molle, lalu alat diputar 180o dan
diletakkan dibelakang lidah. Naso-Pharyngeal airway juga merupakan salah satu alat untuk
membebaskan jalan nafas.Alat ini dimasukkan pada salah satu lubang hidung yang tidak
tersumbat secara perlahan dimasukkan sehingga ujungnya terletak di fariks.Jika pada saat
pemasangan mengalami hambatan berhenti dan pindah kelubang hidung yang
satunya.Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi leher.
B = Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.Pertukaran gas yang terjadi pada
saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari
tubuh.Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan
diafragma.Dada klien harus dibuka untuk melihat pernafasan yang baik.Auskultasi
dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru.Perkusi dilakukan untuk
menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura.Inspeksi dan palpasi dapat
mengetahui kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi.Evaluasi kesulitan
pernafasan karena edema pada klien cedera wajah dan leher. Perlukaan yang
mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension pneumothoraks, flail chest
dengan kontusio paru, open pneumothoraks dan hemathotoraks massif. Jika terjadi hal
yang demikian siapkan klien untuk intubasi trakea atau trakeostomi sesuai indikasi.
C = Circulation
Control pendarahan bena dengan menekan langsung sisi area perdarahan bersamaan
dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area perdarahan. Kaji tanda-tanda syok
yaitu penurunan tekanan darah, kulit dingin, lembab dan nadi halus.Darah yang keluar
berkaitan dengan fraktur femur dan pelvis. Pertahankan tekanan darah dengan infuse IV,
plasma. Berikan transfuse untuk terapi komponen darah sesuai ketentuan setelah tersedia
darah. Berikan oksigen karena obstruksi jantung paru menyebabkan penurunan suplai
oksigen pada jaringan menyebabkan kolaps sirkulsi.Pembebatan ekstremitas dan
pengendalian nyeri penting dalam mengatasi syok yang menyertai fraktur.
D = Disability/evaluasi neurologis
Dievalusai keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu tingkat kesadaran ukuran dan reaksi
pupil.Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen atau penurunan perfusi ke
otak atau perlukaan pada otak.
B. Survay sekunder
1. Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena penampilan luka kadang
tidak sesuai dedngan parahnya cidera, jika ada saksi seseorang dapat menceritakan
kejadiannya sementara petugas melakukan pemeriksaan klien.
2. Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaku secara
sistematis, inspeksi adanya laserasi bengkak dan deformitas.
a. Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian sering disertai dengan trauma
pada lumbal
b. Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat disertai dengan
trauma panggul
c. Trauma lengan sering menyebabkan trauma pada siku sehingga lengan dan siku
harus dievakuasi bersamaan.
d. Trauma proksimal fibula dan lutut sering menyebabkan trauma pada tungkai
bawah.
6. Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis dan femur.
D. Intervensi keperawatan
a. Kaji TTV
d. Atur posisi klien sesuai kondisi, untk fraktur ekstremitas bawah sebaiknya
posisikan kaki lebih tinggi dari badan.
e. Dorong latihan drentang gerak aktif dan pasif pada sendi yang tidak
diimobilisasi; dorong untuk melakukan perubahan posisi sebatas yang bisa
dilakukan
f. alat imobilisasi.
g. Kaji TTV
A. Prosedur Bidai
Pada setiap kecelakaan dengan benturan yang keras, kemungkinan patah tulang harus
dipikirkan.Bahkan bila ragu-ragu, korban tetap harus diperlakukan sebagai penderita patah
tulang. Salah satu cara yag dilakukan untuk menangani patah tulang adalah dengan teknik bidai.
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistem muskuloskeletal
untuk mengistirahatkan ( immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan
menggunakan suatu alat.
Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yangmengalami cedera,
dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fixator/imobilisator.
a. Tujuan pemasangan bidai
1. Mencegah pergerakan tulang yang patah (mempertahankan posisi patah tulang)
2. Mencegah bertambahnya perlukaan pada patah tulang
3. Mengurangi rasa sakit/ nyeri
4. Mengistirahatkan daerah patah tulang (immobilisasi)
b. Indikasi pemasangan bidai
1. Pada klien patah tulang terbuka dan tertutup
2. Dislokasi persendian
c. Kontra Indikasi Pembidaian
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasandan sirkulasi
penderita sudah distabilisasi.Jika terdapat gangguan sirkulasidan atau gangguan
persyarafan yang berat pada distal daerah fraktur, jikaada resiko memperlambat sampainya
penderita ke rumah sakit, sebaiknyapembidaian tidak perlu dilakukan.
d. Persyaratan bidai yang baik
1. Terbuat dari bahan yang kaku (papan, triplek, dll)
2. Cukup panjang untuk immobilisasi persendian diatas dan dibawah fraktur
3. Cukup luas untuk kesesuaian anggota tubuh secara nyaman
4. Bagian yang menempel tubuh dilapisi dengan kapas dan dibalut dengan verban
e. Macam-macam bidai
1. Bidai keras (Rigid splint)
Jenis ini terbuat dari bahan yang keras, umumnya terbuat dari kayu, alumunium,
karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan ringan. Pada dasarnya merupakan bidai
yang paling baik dan sempurna dalam keadaan darurat.Kesulitannya adalah
mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.Contoh: bidai kayu, bidai
udara, bidai vakum.
2. Bidai traksi (Traction splint)
Traction splint bergunauntuk immobilisasi, dan mengurangi nyeri. Bentuk ini
dirancang untuk fraktur ekstremitas bawah. Splint ini menyebabkanimmobilisasi paha
dengan melakukan tarikan pada ekstremitas dengan menggunakan counter traction
terhadap ischium dan sendi panggul. Traksi ini akan mengurangi terjadinya spasme
pada otot. Jika traksi ini tidak dilakukan akan meebabkan nyeri hebat karenaujung
tulang akan saling bersinggungan. Ad banyak tipe dan design dari splint yang cocok
untuk traksi ekstremitas bawah, tetapi harus hati-hati dan teliti untuk mencegah tarikan
yang terlalu besar sehingga dapat menyebabkan gangguan sirkulasi pada kaki. Contoh:
bidai traksi tulang paha
3. Soft splint
Jenis ini terbuat dari bahan yang lembut. Jenis soft splint meliputi splint udara, bantal,
dan mitella. Soft splint sebaiknya tidak dipergunakan pada fraktur angulasi, karenakan
meningkatkan tekanan secara otomatis. Saat akan menggunakan splint udara, harus
secara rutin diperiksa tekananya untuk memastikan bahwa splint tidak terlalu kencang/
kendor. Splint udara baik untuk fraktur pada lengan bawah dan tungkai bawah. Splint
udara berguna untuk memperlambat perdarahan, tetapi dapat meingkatkan tekanan
seperti peningkatan suhu/tekanan. Kelemahan dari splint udara adalah nadi tidak daat
di monitor bilasplint terpasang, dapat menimbulkan sindrom kopartemen dan
menimbulkan sakit pada kulit dan nyeri bila dibuka.
Bantal adalah splint yang baik untuk trauma pada lutut atau kaki dan digunakan untuk
stabilisasi dislokasi bahu.
Mitela adalah sangat baik untuk fiksasi trauma klavikula, bahu, lengan atas, siku, dan
kadang-kadang telapak tangan. Beberapa trauma pada ahu menyebabkan bahu tidak
dapat di dekatkan pada dinding dada tanpa menggunakan paksaan. Dalam kasus ini
bantal digunakan untuk menjembatani gap yang ada antara dinding dada dan lengan
atas.
f. Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa ditimbulkan
oleh tindakan pembidaian :
a. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur olehujung fragmen
fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh
yang mengalami fraktur saat memasang bidai.
b. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat
g. Prinsip pembidaian
1. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera;
2. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus
dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang;
3. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan. (proksimal dan distal daerahfraktur). Sendi
yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah tulang. Sebagai
contoh, jika tungkai bawahmengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi
pergelangan kaki maupun lutut.
h. Persiapan pasien
1. Diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan dan keadaan
i. Persiapan alat
1. Pelindung diri (masker/sarung tangan)
2. Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan
3. Kasa steril dan desinfektan
4. Verban/ Mitella
j. Pelaksanaan pemasangan splinting
1. Petugas menggnakan masker da sarung tangan
2. Petugas 1 mengangkat daerah yang akan di pasang bidai
3. Petugas 2 meletakkan bidai melewati dua persendian anggota gerak
4. Jumlah dan ukuran bidai yang dipakai disesuaikan dengan lokasi patah tulang
5. Petugas 1 mempertahankan posisi, sementara petugas 2 mengikat bidai.
6. Pengikatan tidak boleh terlalu kencang atau kendor
7. Mengatur posisi klien, sesuaikan dengan kondisi luka
8. Pada fraktur terbuka atau tertutup dengan luka, rawat luka terlebih dahulu dan tutup
luka dengan kasa steril
9. Mencatat respon dan tindakan yang telah dilakukan dalam catat perawat.
k. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Respon/keluhan pasien
2. Observasi tekanan darah, nadi dan pernafasan.
3. Pengikatan tidak boleh terlalu kencang/ longgar
4. Observasi vaskularisasi daerah dital
l. Cara pemasangan bidai
1. Bidai pada Kasus Patah Tulang Lengan Atas
Tulang lengan atas hanya ada sebuah dan berbentuk tulang panjang. Tanda-tanda
patah pada tulang panjang baik lengan maupun tungkai antara lain: nyeri tekan pada
tempat yang patah dan terdapat nyeri sumbu. Nyeri sumbu adalah rasa nyeri yang
timbul apabila tulang itu ditekan dari ujung ke ujung.
Tindakan pertolongan
1. Pasanglah bidai di sepanjang lengan atas dan berikan balutan untuk mengikatnya.
Kemudian dengan siku terlipat dan lengan bawah merapat ke dada, lengan
digantungkan ke leher.
2. Apabila patah tulang terjadi di dekat sendi siku, biasanya siku tidak dapat dilipat.
Dalam hal ini dipasang juga bidai yang meliputi lengan bawah, dan biarkan lengan
dalam keadaan lurus tanpa perlu digantungkan ke leher
Tindakan pertolongan:
1. Pasanglah sepasang bidai di sepanjang lengan bawah. Bidai ini dapat dibuat dari
dua bilah papan, dengan sebilah papan di sisi luar dan sebilah lagi di sisi dalam
lengan. Dapat pula dipergunakan bidai dengan setumpuk kertas koran
membungkus lengan.
2. Berikan alas perban antara lengan dan bidai untuk mengurangi rasa sakit.
3. Ikat bidai-bidai tersebut dengan pembalut
4. Periksa apakah ikatan longgar atau terlalu keras menjepit lengan sehingga pasien
merasa lengannya menjadi lebih sakit.
5. Gantungkan lengan yang patah ke leher dengan memakai mitella.
Tindakan pertolongan:
Sepasang bidai dipasang memanjang dari pinggul hingga ke kaki.
1. Apabila bagian yang patah berada di bagian atas paha maka bidai sisi luar harus
dipasang sampai pinggang.
2. Apabila bagian yang patah berada di bagian bawah paha maka bidai cukup sampai
panggul
B. Prosedur Balut
a. Tehnik membalut pada klien cedera
Luka dan patah tulang akibat kecelakaan atau trauma merupakan slah satu kondisi yang sering
terjadi. Dan pertolongan luka yang paling sering dapat dilakukan pertama adalah dengan
melakukan pembalutan
Prinsip membalut ialah untuk menahan sesuatu agar tidak bergeser dai tempatnya. Sehingga
tujuan pembalutan ialah
1. Mempertahankan bidai, kasa penutup dan lain-lain
2. Immobilisasi, dengan menunjang bagian tubuh yang cedera dan menjaga agar bagian tubuh
yang yang cedera tidak bergerak
3. Sebagai penekan untuk menhentikan perdarahan dan menahan pembengkakan
4. Mempertahankan keadaan asepsis
b. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membalut
1. Balutan harus rapi dan menutup luka.
2. Balutan tidak terlalu longgar karena pembalut akan bergeser terutama pada bagian yang
bergerak. Tetapi juga tidak terlalu kencang karenadapat mengganggu peredaran darah atau
menyebabkan nyeri. Periksa tiap 15 menit untuk mengetahui apakah balutan terlalu
kencang dengan memeriksa bagian distal anggota tubuh yang dibalut (pucat/ sianosis,
nyeri yang timbul setelah dibalut, teraba dingin tersa baal dan kesemutan (parestesi)
3. Simpul balutan yang rata agar tidak menekan kulit dan simpul balutan dilakukan pada sisi
yang tidak mengalami injuri
c. Macam-macam pembalut
1. Plester
Plester biasanya dipergunakan untuk menutup luka yang telah diberi antiseptik, juga dapat
dipakai merekatkan penutup luka dan difiksasi pada sendi yang terkilir.
2. Pembalut segitiga (Mitella)
Pembalut segitiga disebut juga mitella yang terbuat dari kain segitiga sama kaki, dengan
ukuran panjang kakinya masing-masing 90 cm. Fungsinya untuk menggantung bagian
tubuh dan menggantung lengan yang cedera.
3. Pembalut pita
Pembalut pita dapat terbuat dari kain katun, kain planel, kain kasa (verban), bahan elastik
(elastik verban). Ukuran pembalut pita bermacam-macam meliputi 2,5 cm (untuk
membalut jari-jari), 5 cm (untuk membalut pergelangan tangan dan kaki), 7,5 cm (untuk
membalut kepala, lengan, betis), 10 cm (untk membalut paha dan pinggul) dan 15 cm
(untuk membalut dada, punggung dan perut).
d. Cara melakukan pembalutan
Secara umum untuk melakukan pembalutan diperlukan prosedur sbagai berikut:
1. Menanyakan penyebab luka atau bagaimana luka tersebut terjadi
2. Memperhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan berdasar pada masalah
berikut:
1) Bagian tubuh yang mana ?
2) Apakah ada luka terbuka atau tidak ?
3) Bagaimana luas luka ?
4) Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu ?
Jika ada luka terbuka, maka sebelum dibalut perlu diberi desinfektan atau di balut dengan
pembalut yang mengandung desinfektan. Demikian pula jika terjadi dislokasi, maka perlu
dilakukan reposisi terlebih dahulu
c) Menggendong lengan
C. Tehnik Penghentian pendarahan
Pendarahan (bahasa Inggris: hemorrhage, exsanguination; bahasa Latin: exsanguinātus, tanpa
darah) merupakan istilah kedokteran yang digunakan untuk menjelaskan ekstravasasi atau
keluarnya darah dari tempatnya semula. Pendarahan dapat terjadi hanya di dalam tubuh, misalnya
saat terjadi peradangan dan darah keluar dari dalam pembuluh darah atau organ tubuh dan
membentuk hematoma; atau terjadi hingga keluar tubuh, seperti mengalirnya darah dari dalam
saat kulit terluka.
Perdarahan adalah peristiwa keluarnya darah dari pembuluh darah karena pembuluh tersebut
mengalami kerusakan.kerusakan ini bisa disebabkan oleh benturan fisik, sayatan, atau pecahnya
pembuluh darah yang tersumbat.
a. Macam-macam pendarahan
1. Pendarahan luar
Ada 3 macam pendarahan luar :
a) Pendarahan dari pembuluh rambut (Kapiler), tanda-tandanya: Perdahan tidak hebat.
keluar perlahan-lahan berupa rembesan, biasanya pendarahan berhenti sendiri
walaupun tidak diobati, mudah ntuk menghentikan denga perawatan luka biasa.
b) Perdarahan dari pembuluh darah balik (Vena), tanda-tandanya: Warna darah merah
tua, pancaran darah tidak begitu hebat dibanding pendarahan arteri, pendarahan
mudah untuk dihentikan, dengan cara menekandan meninggikan anggota badan yang
luka lebih tinggi dari jantung.
c) Perdarahan dari pembuluh nadi (Arteri), tanda-tandanya: Warna darah merah muda,
keluar secara memancar sesuai irama jantung, biasanya pendarahan sukar untuk
dihentikan.
2. Perdarahan dalam
Perdaran dalam adalah perdarahan yang terjadi didalam rongga dada, rongga tengkorak
dan rongga perut. Biasanya tidak tampak darah mengalir keluar, tapi terkadang dapat juga
darah keluar melalui lubang hidung, telinga, mulut, dan pelepasan. Perdarhan dalam dapat
disebabkan:
1) Pukulan keras, terbentur hebat
2) Luka tusuk dan luka tembak.
3) Pecahnya pembuluh darah karena suatu penyakit
4) Robeknya pembuluh darah akibat terkena ujung tulang yang patah
30
Tanda-tanda yang mudah dikenali pada perdarahan dalam:
a) Memar disertai nyeri tubuh
b) Pembengkakan terutama di atas alat tubuh penting
c) Cedera pada bagian luar yang juga mungkin merupakan petunjuk bagian dalam yang
mengalami cedera
d) Nyeri, bengkak dan perubahan bentuk pada alat gerak
e) Nyeri bila ditekan atau kekakuan pada dinding perut, dinding perut membesar
f) Muntah darah
g) Buang air besar berdarah, baik darah segar maupun darah hitam seperti kop
h) Luka tusuk khususnya pada batang tubuh
i) Darah atau cairan mengalir keluar dari hidung atau telinga
j) Batuk darah
k) Buang air kecil bercampur darah
l) Gejala dan tanda syok.
31
d. Immobilisasi
Bertujuan untuk meminimalkan gerakan anggota tubuh yang luka. Dengan sedikitnya
gerakan, diharapkan aliran darah ke bagian yang luka tersebut menurun.
e. Torniquet
Teknik ini hanya dilakukan untuk menghentikan perdarahan di tangan atau kaki saja,
merupakan pilihan terakhir, dan hanya diterapkan jika ada kemungkinan amputansi. Bagian
lengan atau paha atas diikat dengan sangat kuat sehingga darah tidak dapat mengalir. Tempat
yang terbaik untuk memasang torniket adalah lima jari di bawah ketiak (untuk perdarahan
lengan) dan lima jari di bawah lipat paha (untuk perdarahan di kaki).
f. Hecting
Tujuan utama penjahitan luka adalah adalah untuk merapatkan luka yang terbuka guna
mempercepat proses penyembuhan. Dengan merapatkan kembali jaringan kulit yang terputus
maka sel-sel darah akan membentuk bekuan darah yang diikuti dengan pembentukan jaringan
kulit baru. Proses ini akan mengurangi terjadinya pendarahan dan mempercepat penyembuhan
luka.
32
terakhir dari jahitan jelujur terkunci adalah terikat.Cara melakukan penjahitan dengan teknik
ini hampir sama dengan teknik jahitan jelujur, bedanya pada jahitan jelujur terkunci dilakukan
dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, sebelum beralih ke tusukan berikutnya.
e. Mattress Suture (Matras : Vertikal danHorisontal)
Jahitan matras dibagi menjadi dua, yaitu matras vertical dan matras horizontal. Prinsip teknik
penjahitan ini sama, yang berbeda adalah hasil akhir tampilan permukaan. Teknik ini sangat
berguna dalam memaksimalkan eversi luka, mengurangi ruang mati, dan mengurangi
ketegangan luka
Teknik jahitan matras vertical dilakukan dengan menjahit secara mendalam di bawah luka
kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan
luka yang cepat karena didekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.
F. Prosedur Hecting
a. Persiapan Alat
1. Hanscoen
2. Duk bolong steril
3. Kasa steril
4. Lidokain steril
5. Supratul
6. Betadine solution
7. Alcohol 70 %
8. Benang silk untuk kulit
9. Benang catgut untuk pembuluh darah
10. Bak instrumen steril berisi :
11.Pinset chirugis
12.Pinset anatomi
13.Klem arteri kecil
14.Naldvoulder
15.Jarum kulit
16.Gunting
17..Cairan Na Cl
18.Cairan H2O2 hodrogen peroksida
b. Penatalaksanaan
2. Perawat menyiapkan alat kedekat pasien dan menjelasakan kepasien atau keluarga
pasien (informed concern)
3. Perawat memakaia handscoen
4. Dep luka dengan kasa steril, kemudian bersihkan dengan cairan NaCl. Apabila kotor
siram dengan H2O2
33
5. Olesi daerah luka dengan betadine
6. Olesi dengan kapas alcohol, lalu suntikan lidokain injeksi ± 2 cc disekitar pingiran luka
tunggu ± 5 menit
7. Dep lagi luka dengan kasa steril kemudian bila ada pembuluh darah yang terpotong
diklem diikiat dengan benang catgut
8. Pegang bibir luka dengan pinset chirugis, kalau ada kotoran ambil dengan pinset anatomi
9. Pasang jarum kulit dan benang kulit dinalvolder, lalu jahit bibir luka dengan rapi, setelah
luka ditutup olesi dengan betadine. Kemudian beri supratul,lalu tutup dengan kasa steril
dan verband.
10.Bersihkan daerah bekas luka
11.duk bolong dibuka
12.konseling pada pasien (anjuran untuk menjaga sterilitas didaerah luka)
34
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
35