Anda di halaman 1dari 5

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Debit Aliran Sungai Selokan Mataram yang Dibagi Menjadi 4 Jalur

Kec. Pelampung
Waktu Rerata Kec. Akhir (V) Debit (Q) Debit Rerata (Qr)
(U)
Parameter Dengan Tanpa
Dengan Tanpa Dengan Tanpa Dengan Tanpa Dengan Tanpa
Bandul Bandul

Bandul Bandul Bandul Bandul Bandul Bandul Bandul Bandul


(k=0,6) (k=0,85)

B1 129,33 128,67 0,545 0,548 0,327 0,466 0,302 0,430

B2 127,33 122,33 0,554 0,576 0,332 0,490 0,306 0,452


0,287 0,423
B3 136,67 129,00 0,516 0,547 0,310 0,465 0,286 0,428

B4 150,00 141,00 0,470 0,500 0,282 0,425 0,252 0,380

Tabel 2 Hasil Uji T Pelampung

Perlakuan Rerata P-value Keterangan


*) Perlakuan
Bandul 0,287 bandul berbeda
0.0004348 nyata dengan
Tanpa Bandul 0,423* perlakuan tanpa
bandul

B. Pembahasan

Debit adalah jumlah aliran air (volume) yang mengalir melalui suatu penampang dalam
waktu tertentu, umumnya dinyatakan dalam satuan volume/waktu yaitu (m3/detik). Pengukuran
debit aliran sangat diperlukan untuk mengetahui potensi suatu sumber daya air di suatu daerah
atau wilayah debit aliran sungai. Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan
mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumber daya air permukaan
yang ada. Pengukuran debit sungai yang dilakukan pada saat praktikum menggunakan metode
apung (floating method). Penentuan debit air sungai diperlukan untuk mengetahui besarnya air
yang mengalir dari sungai ke laut. Dalam penentuan debit air sungai perlu di ketahui luas
penampang stasiun, yaitu dengan mengukur kedalaman, masing-masing titik pengukuran
(Ongkosongo, 1980).

Mengetahui debit aliran kita dapat menentukan debit dalam pembuatan irigasi dan
drainase. Debit sungai sangat berpengaruh dalam pembuatan irigasi dan drainase. Irigasi sangat
erat hubungannya dengan pertanian. Irigasi pada bidang pertanian berfungsi untuk menyuplai
pasokan air ke lahan pertanian agar kebutuhan air tanaman dapat terpenuhi sesuai standar
kebutuhannya. Suatu jaringan irigasi, kita perlu mengetahui seberapa besar debit air yang
mengalir di sungai tersebut dan seberapa cepat aliran airnya itu. Terdapatnya nilai debit kita bisa
mengetahui dan mendistribusikan air secara efisien dan tidak ada air yang tidak terpakai.
Menurut Umi dan Agus (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi debit adalah:

1. Kecepatan aliran sungai


Kecepatan aliran maksimal pada tengah alur sungai, bila sungai membelok maka
kecepatan maksimal ada pada daerah cut of slope. Pengendapan terjadi bila kecepatan
sungai menurun atau bahkan hilang.
2. Gradien atau kemiringan lereng sungai
Bila air mengalir dari sungai yang kemiringann lerengnya curam ke dataran yang
lebih rendah maka kecepatan air berkurang dan tiba-tiba hilang sehingga
menyebabkan pengendapan pada dasar sungai.
3. Bentuk aliran sungai
Aliran air akan mengerus bagian tepi dan dasar sungai. Semakin besar gesekan yang
terjadi maka air akan mengalir lebih lambat. Sungai yang dalam, sempit dan
permukaan dasar tidak kasar akan mempunyai aliran air yang deras. Sementara itu,
sungai yang lebar, dangkal dan permukaan dasarnya tidak kasar, atau sempit dalam
tetapi permukaan dasarnya kasar, maka mempunyai aliran air yang lambat.
Pengukuran debit dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu pengukuran debit secara
langsung dan pengukuran secara tidak langsung. Pengukuran secara langsung dapat dilakukan
dengan cara volumetrik dan cara ambang ukur. Cara volumetrik merupakan cara yang paling
sederhana. Aliran dimasukkan dalam bejana ukur dan dicatat waktunya, sehingga didapat Q =
V/T. Cara ambang ukur dapat menggunakan bangunan air yang mempunyai hubungan tertentu
tergantung dari dimensinya. Pengukuran debit secara langsung dapat menggunakan beberapa
metode, salah satunya adalah metode pelampung (Suyono dan Takeda, 1993).

Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode apung (float method). Cara ini
dilakukan dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam di permukaan aliran sungai
pada jarak tertentu dan mencatat waktu yang diperlukan oleh benda terapung tersebut bergerak
dari satu titik pengamatan ke titik pengamatan yang lain. Pengukuran kecepatan aliran dengan
pelampung permukaan (metode apung) digunakan dalam keadaan banjir atau jika diperlukan
nilai perkiraan kasar debit, karena cara ini sangat sederhana dan dapat menggunakan bahan tanpa
suatu pilihan. Perlakuan yang digunakan pada praktikum ini adalah dengan penggunaan
pelampung yang ditambahkan bandul dan pelampung yang tidak ditambahkan dengan bandul.

Metode apung digunakan pada saluran yang mempunyai kedalaman besar serta pada
aliran laminar yang tidak bergejolak dan memiliki penampang sungai yang seragam. Cara
pengukuran ini efektif pada pengukuran aliran selokan atau sungai yang relatif lurus dengan
jarak yang panjang. Keuntungan dari metode apung adalah mudah dilakukan, sederhana,
menggunakan bahan tanpa suatu preferensi khusus (benda apapun dengan syarat dapat terapung
di permukaan air mengalir), tidak dipengaruhi oleh pengotor yang hanyut di saluran. Kelemahan
dari metode ini adalah adanya pengaruh kecepatan dan arah angin yang sewaktu-waktu bisa
berubah dapat mempercepat atau memperlambat hanyutnya pelampunng. Selain itu, data yang
diperoleh kurang akurat karena penaksiran kecepatan alirannya secara kasar akibat pengaruh
angin atau perbandingan yang berubah-ubah dari kecepatan aliran permukaan terhadap kecepatan
aliran rata-rata yang sesuai dengan keadaan sungai, memerlukan waktu yang lama untuk
mendapatkan data kecepatan rata-rata sungai, karena penampang melintang sungai harus dibagi
menjadi banyak bagian, vertikal dan horizontal, pada setiap bagian tersebut dilakukan
pengukuran kecepatan aliran. Di samping itu, metode ini memiliki debit besar yang biasanya
berlangsung singkat dan berfluktuasi, momentum pengukuran yang diharapkan mewakili debit
besar tersebut sering kali tidak terpenuhi karena waktu pengukuran terserap pada satu bagian
penampang sungai yang terbagi dalam banyak sesi-sesi pengukuran.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dari setiap titik pengamatan
mempunyai kecepatan aliran yang berbeda-beda. Pengukuran kecepatan aliran menggunakan
bandul pada B1 adalah 0,302 m3/s, sedangkan tanpa bandul 0,430 m3/s. Pada titik B2 kecepatan
aliran dengan bandul sebesar 0,306 m3/s dan tanpa bandul 0,452 m3/s. Pada titik B3 kecepatan
aliran dengan bandul sebesar 0,286 m3/s dan tanpa bandul 0,428 m3/s. Pada titik B4 kecepatan
aliran dengan bandul sebesar 0,252 m3/s dan tanpa bandul 0,380 m3/s. Secara keseluruhan debit
perlakuan tanpa bandul lebih besar daripada debit perlakuan dengan bandul. Hal tersebut terjadi
karena adanya penghambat berupa bandul mengakibatkan massa benda terapung bertambah
sehingga lebih berat, berakibat waktu yang diperlukan pelampung untuk sampai titik pengamatan
menjadi lebih lambat.

Berdasarkan hasil uji T test diperoleh nilai P value 0,0004348. Dari nilai P value ini
dapat disimpulkan jika nilai P value < 0,05 berarti signifikan. Maka dari nilai P value sebesar
0,0004348 termasuk signifikan. Hasil uji T test menunjukkan bahwa debit air sungai metode
apung dengan bandul dan tanpa bandul tersebut berbeda nyata. Adapun rerata hasil pengukuran
debit di selokan Mataram dengan perlakuan bandul dan tanpa bandul yaitu 0,287 dan 0,423.
Adanya perlakuan dengan bandul dimaksudkan untuk mengukur debit aliran di bagian dalam
saluran, sedangkan perlakuan tanpa bandul dimaksudkan untuk mengukur debit aliran di bagian
permukaan saluran air. Dari hal tersebut dapat diasumsikan bahwa debit di selokan Mataram
antara bagian permukaan dan dalam saluran mempunyai debit yang berbeda karena hasil T test
menunjukkan beda nyata.

Perbedaan debit (Q) pada kedua perlakuan bisa disebabkan oleh beberapa hal, pertama
kecepatan aliran selokan pada setiap titik dan ulangan berbeda sehingga debit yang dihasilkan
pun akan berbeda apabila tidak dirata-rata. Alasan kedua adalah perbedaan debit yang diperoleh
karena beban pada setiap bandul berbeda. Pelampung tanpa bandul lebih mudah bergerak
dibandingkan pelampung dengan bandul. Akibatnya, waktu yang diperlukan pelampung tanpa
bandul untuk mencapai titik pengamatan lebih cepat, sehingga pada volume air selokan yang
sama, debit air yang diukur menggunakan pelampung tanpa bandul menjadi lebih besar.
DAPUS

Ongkosongo. 1980. Pengelolaan Air Irigasi. Dinas Pertanian, Jawa Timur.

Sihotang, C. 2009. Limnologi II. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNRI, Pekanbaru.

Suyono, S. dan K. Takeda. 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramitha, Jakarta.

Umi, M. dan S. Agus. 2002. Pengantar Kimia dan Sedimen Dasar Laut. Badan Riset Kelautan
Dan Perikanan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai