Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Otomikosis dapat di jelaskan sebagai infeksi jamur dari liang telinga luar dan jarang
melibatkan dinding telinga tengah. Meskipun jarang menimbulkan ancaman kematian,
penyakit ini memberikan tantangan dan rasa frustasi bagi pasien dan dokter spesialis THT.
Penyakit ini memerlukan pengobatan jangka panjang dan tindak lanjut seterusnya dengan
tingkat rekurensi yang tinggi.
Otomikosis sebagian besar disebabkan oleh organisme komensal normal dari kulit liang
telinga yang tidak bersifat patogen pada kondisi normal. Namun beberapa keadaan dapat
menggeser keseimbangan antara bakteri dan jamur di liang telinga. Beberapa faktor
predisposisi yang dapat mencetuskan terjadinya otomikosis, antara lain kebiasaan
penggunaan alat pembersih telinga, dermatitis, hygiene yang baruk, individu dengan
immunocompromised, penyakit telinga sebelumnya, penggunaan berkepanjangan dari obat
antibiotik tetes telinga, antibiotik spektrum luas, steroid, dan terpapar dengan kemoterapi.2

Penegakan diagnosis otomikosis dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


tambahan berupa otoskopi, mikrobiologi, tes KOH, dan kultur. Investigasi dari hematologi
memiliki peranan penting untuk memberikan konfirmasi diagnosis dan status dari imunitas
pasien. Pada pasien diabetik dengan otomikosis, kadar gula darah harus di kontrol dengan
terapi medis untuk menjaga komplikasi dari otomikosis.

1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

2.1.Anatomi Telinga
2.1.1. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dan rangka
tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang, dengan panjang 2,5–3 cm.

Gambar 1. Anatomi telinga

Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang
telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Serumen
memiliki sifat antimikotik dan bakteriostatik dan juga repellant terhadap serangga.
Serumen terdiri dari lemak (46-73%), protein, asam amino, ion-ion mineral, dan juga
mengandung lisozim, immunoglobulin, dan asam lemak tak jenuh rantai ganda. Asam lemak
ini menyebabkan kulit yang tak mudah rapuh sehingga menginhibisi pertumbuhan bakteri.
Oleh karena komposisi hidrofobiknya, serumen dapat membuat permukaan kanal menjadi
impermeable, kemudian mencegah terjadinya maserasi dan kerusakan epitel. Otomikosis
sendiri merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur yang terjadi di telinga bagian luar,
yang terkadang disebabkan oleh ketiadaan serumen.

2
2.1.2. Telinga tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :


- Batas luar : membran timpani Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis )
- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.
- Batas atas : tegmen timpani ( meningen/otak )
- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontalis,
kanalisfasialis, tingkap lonjong (oval window) dan tingkap bundar ( round window)
dan promontorium.
Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
danterlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran
sharpnell), sedangkan bagian bawah pars tensa ( membran propria). Pars flaksida hanya
berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam
dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai
satu lagi di tengah,yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang
berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran
didalam telinga saling berhubungan. Prosessus longus maleus melekat pada membran
timpani, maleus melekat dengan inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring, dengan telinga tengah.

3
2.1.3. Telinga dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi sirkularis. Ujung atau puncak koklea
disebut elikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak skala
vestibuli disebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.
Ion dan garam yang terdapat pada perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut dengan membrane vestibuli (Reissner’s
membrane), sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak
Organ corti. Pada skala mediaterdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar, dan kanalis Corti, yang membentuk organ corti.

2.2 Fisiologi Pendengaran


Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran. Adapun fisiologi pendengaran adalah
sebagai berikut : Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaranvdan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi
getar yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap

4
lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui
membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif
antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadiny adefleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-
40) di lobus temporalis.

5
BAB III
OTOMIKOSIS

3.1 Definisi
Otomikosis ( dikenal juga dengan Singapore Ear ), adalah infeksi telinga yang
disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur, yang superficial pada kanalis auditorius
eksternus.
Otomikosis ini sering dijumpai pada daerah yang tropis. Infeksi ini dapat bersifat akut
dan subakut, dan khas dengan adanya inflammasi, rasa gatal, dan ketidaknyamanan.
Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superfisial, adanya
penumpukan debris yang berbentuk hifa, disertai suppurasi, dan nyeri.

3.2 Epidemiologi
Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada daerah dengan
cuaca yang panas, juga pada orang-orang yang senang dengan olah raga air. 1 dari 8
kasus infesi telinga luar disebabkan oleh jamur. 90 % infeksi jamur ini disebabkan oleh
Aspergillus spp, dan selebihnya adalah Candida spp. Angka prevalensi Otomikosis ini
dijumpai pada 9 % dari seluruh pasien yang mengalami gejala dan tanda otitis eksterna.
Otomikosis ini lebih sering dijumpai pada daerah dengan cuaca panas, dan banyak
literatur menyebutkan otomikosis berasal dari negara tropis dan subtropis. Di United
Kingdom ( UK ), diagnosis otitis eksterna yang disebabkan oleh jamur ini sering
ditegakkan pada saat berakhirnya musim panas.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yan Edward tahun 2012, Otomikosis
dijumpai lebih banyak pada wanita daripada pria. Otomikosis biasanya terjadi pada
dewasa, dan jarang pada anak-anak.

3.3 Etiologi
Infeksi jamur di liang telinga berhubungan dengan kelembaban yang tinggi di suatu
daerah. Jamur yang menyebabkan otomikosis pada umumnya adalah spesies jamur
saprofit yang berlimpah di alam dan bentuk itu adalah bagian dari flora komensalis dari
meatus akustikus eksternus (MAE) yang sehat. Jenis jamur yang paling sering adalah
Pityrosporum dan Aspergillus (A. niger, A. flavus, A. funigatus, A. terreus), Candida
albikans, dan C. parapsilosis (yeast-like fungi) juga sering. Kadang-kadang juga
ditemukan Phycomycetes, Rhizopus, Actinomyces, dan Penicillium.8,9
6
Pada penelitian pasien otomikosis Kulal B (2017) didapatkan prevalensi
penyebabnya Aspergillus niger (49,63%), Candida spp (34,82%), Aspergilus flavus
(9,63%), Penicillum spp (2,22%). Beberapa peneliti melaporkan adanya organisme
penyebab lainnya seperti Staphylococcus aureus dan spesies lain seperti Candida seperti
C.parapsilosis, C.gulliermondi dengan berbagai persentasi.10

3.4 Faktor Predisposisi


Faktor predisposisi otomikosis adalah kebiasaan penggunaan alat pembersih telinga,
dermatitis, kurangnya kebersihan, individu dengan immunocompromised, penyakit telinga
sebelumnya, penggunaan berkepanjangan dari obat antibiotik tetes telinga, antibiotik
spektrum luas, steroid, dan terpapar dengan kemoterapi. Selain itu, sering juga menyerang
pasien yang melakukan mastoidektomi open cavity dan mereka yang menggunakan alat
bantu dengar.
Otomikosis dapat terjadi karena hilangnya proteksi lipid atau asam dari telinga.
Kegagalan dari mekanisme pertahanan dari telinga (perubahan pada lapisan epitel,
perubahan PH, perubahan kualitas dan kuantitas serumen, infeksi bakteri, alat bantu
dengan atau prosthesis hearing, trauma yang ditimbulkan sendiri (membersihkan telinga
menggunakan Q-tips, berenang, atau neoplasma). Host dengan immunocompromised lebih
rentan menderita otomikosis. Pasien dengan diabetes, lymphoma atau AIDS dan pasien
yang menjalani atau mendapatkan kemoterapi atau terapi radiasi memiliki resiko tinggi
untuk terjadinya komplikasi dari otomikosis.

3.5 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan :
- Anamnesa
Pasien datang dengan keluhan gatal, yang datang terus – menerus pada liang
telinga, perasaan tidak nyaman, ataupun sakit pada telinga, keluarnya cairan dengan bau
yang tidak enak. Faktor predisposisi juga harus ditanyakan apakah ada riwayat diabetes,
penggunaan antibiotik topikal ataupun preparasi steroid. Faktor lain yang mempengaruhi
yakni kehamilan, post operasi mastoid, trauma, ataupun infeksi bakteri sebelumnya

7
- Pemeriksaan Fisis
Pada otoskopi tampak jamur yang terlihat dengan hifa halus dan spora biasanya
terlihat pada golonga Aspergillus. Pada Aspergillus niger kelihatan seperti
pertumbuhan kepala hitam berfilamen, pada Aspergillus fumigates tampak
berwarnabiru pucat atau hijau dan candidiasis tampak seperti gumpalan keju dengan
debris yang menutupi kanal. Kulit liang telinga tampak oedem dan basah.

- Pemeriksaan Laboratorium
Spesimen dapat diperoleh dengan mengambil sekret atau pus dari liang telinga
luar dengan bantuan cottom swab steril. Spesimen yang telah diambil diperiksa
dengan
a. KOH 10%
b. Pewarnaan PAS
Atau spesimen yang telah diambil di biakkan pada media Sabouraud’s
Dextrose Agar dengan dan tanpa antibiotika dan diinkubasi pada suhu
25 dan 37ºC selama 4 minggu

3.6 Diagnosis Banding


Otomikosis terkadang sulit dibedakan dari otitis eksterna terutama otitis eksterna
difusa. Infeksi campuran kadang terjadi. Biasanya isolasi bakteri terdiri dari negative
coagulase staphylococci, pseudomonas sp., Staphylococcus aureus, E. coli, dan
Klebsiella sp. Infeksi jamur dapat juga berkembang dari OMSK.

8
3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari otomikosis terdiri dari eliminasi dari faktor predisposisi,
penggunaan dari anti jamur, dan pembershan liang telinga. Sediaan anti jamur dapat
dibagi menjadi:

1. Tipe non spesifik


Tipe non spesifik termasuk solusio pengasaman dan pengeringan seperti asam
borie, aluminium sulfat, calcium asetat, gentian violet 2%, castellani’s paint (acetone,
alkohol, phenol, fuchsin,resorcinol) dan Cresylate (Merthiolate, M-Cresyl acetat,
propylene glycol, asam borak, dan alkohol).

2. Tipe Spesifik
Tipe spesifik terdiri atas kream, solusio, dan tepung seperti clotrimazole,
amphotericin B, tolnaftate, mikonazole, dan nystatin. Pada umumnya ada 4 klasifikasi
obat anti jamur yakni: Golongan polyenes terdiri atas ampoterisin B, dan nystatin.
Golongan triazole terdiri dari fluconazole, clotrimazole, dan miconazole. Analog
nukleosid terdiri dari flucytosin. Analog echinocandins

Bentuk salep lebih memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan formula


tetes telinga karena dapat bertahan di kulit untuk waktu yang lama. Salep lebih aman
pada kasus perforasi membran timpani karena akses ke telinga tengah sedikit
diakibatkan tingginya viskositas. Penggunaan cresylate dan gentian violet harus
dihindari pada pasien dengan perforasi MT karena memiliki efek iritasi pada mukosa
telinga tengah.
Serta menghentikan penggunaan antibiotik topikal bila dicurigai sebagai
penyebabnya. Pada pasien immunocompromised, pengobatan otomikosis harus lebih
kuat untuk mencegah komplikasi seperti hilangnya pendengaran dan infeksi invasif ke
tulang temporal.
Otomikosis terkadang sulit diatasi walaupun telah diobati dengan pengobatan
yang sesuai. Maka dari itu perlu ditentukan apakah kondisi ini akibat penyakit
otomikosis itu sendiri atau berhubungan dengan gangguan sistemik lainnya atau hasil
dari gangguan immunodefisiensi yang mendasari.

9
Pengobatan lain selain medikamentosa yaitu menjaga telinga tetap kering dan
mengarahkan pada kembalinya kondisi fisiologis dengan mencegah gangguan pada
MAE.

3.9 KOMPLIKASI
1. Perforasi membran timpani
2. Pendengaran berkurang
3. Infeksi tulang temporal invasife
4. Otomastoiditis fungal
5. Meningoencepalitis

3.10 PROGNOSIS
Terapi anti jamur biasanya memberikan penyembuhan yang baik pada pasien
yang memiliki daya tahan tubuh baik. Bagaimana pun resiko terjadinya kekambuhan
kembali tinggi jika infeksi asal tidak diobati dan fisiologi normal dari lingkungan
liang telinga luar tetap terganggu. Pencegahan meliputi menghindari faktor
predisposisi seperti mengurangi kebiasaan mengorek telinga, berenang, dll.

10
BAB IV
KESIMPULAN

Otomikosis atau otitis eksterna fungi adalah infeksi akut, subakut, dan kronik pada
epitel skuamosa dari kanalis auditorius eksterna oleh ragi dan filamen jamur. Komplikasi
otomikosis dapat mencapai ke telinga tengah dan kavitas terbuka mastoid. Sebagian besar
disebabkan oleh organisme komensal normal dari kulit liang telinga yang tidak bersifat
patogen pada kondisi normal.
Beberapa faktor predisposisi yang dapat mencetuskan terjadinya otomikosis, antara lain
kebiasaan penggunaan alat pembersih telinga, dermatitis, hygiene yang baruk, individu
dengan immunocompromised, penyakit telinga sebelumnya, penggunaan berkepanjangan dari
obat antibiotik tetes telinga, antibiotik spektrum luas, steroid, dan terpapar dengan
kemoterapi.
Gejala dari otitis eksterna bakteri dan otomikosis sering sulit dibedakan. Bagaimanapun
pruritus merupakan karakteristik paling sering dari infeksi mikosis dan juga tidak nyaman di
telinga, otalgia (nyeri telinga), rasa penuh di liang telinga, rasa terbakar pada telinga,
ottorhoea, hilangnya pendengaran, tinnitus, keluarnya cairan tetapi sering juga tanpa keluhan.
Penatalaksanaan otomikosis adalah dengan membersihkan liang telinga. Larutan asam
asetat 2% dalam alkohol, larutan iodium povidon 5% atau tetes telinga yang mengandung
campuran antibiotik dan steroid yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat
menyembuhkan. Kadang-kadang diperlukan juga obat anti jamur yang dibagi menjadi tipe
non-spesifik dan spesifik.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Soetirto, I. Hendarmin, H. Bashiruddin, J. Gangguan Pendengaran. Dalam : Buku Ajar


Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung – Tenggorok Kepala Leher. Eds 7. Jakarta : FK UI.
2013
2. Edward Y, Irvandy D. Otomycosis. Departemen Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. Diunduh dari
http://respiratory.unand.ac.id/17717/1/crotomycosis.pdf; 2012
3. Kapita selekta Kedokteran edisi IV Jilid II
4. Kulal B, Bhat KS et al. A microbiological study of Otomycosis 2017 ; 4(1) :181-125
5. Prasun Mishra, Sheenu Sachdeva, Maitri Kausshik et al. (eds). Otomycosis treatment:
Topical drops versus cream. A Prospective Randomized Study. Glob J Otolaryngol
10(3):2017
6. Keyvan Kiakojori, Nasim Bagherpour Jamnani, et all.. Otomycosis: Clincal feaures and
treatment implications. Otolaryngol-Head Neck Surg. 2015;135:787-91.
7. Ahmed Z, Hafeez A, Zahid T, Jawaid MA, Mutiullah S, Marfani MS. Otomycosis:
clinical presentation and management. Pak J Otolaryngol 2013;26:78-80.
8. Gutierrez P, Alvarez J, Sanudo E, et al. Presumed diagnosis: Otomycosis. A study of 451
patients. Acta Otorrinolaringol Esp 2015;56:181-6.
9. Lawani AK. External & middle ear: Diseases of the external ear. In: Lawani AK ed.
Current diagnosis & treatment, Head & Neck Surgery. 2nd ed. Mc Graw Hill’s-Lange.
Chapter 47.
10. Pradhan B, Tuladhar N, Amatya R, et al. Prevalence of otomycosis In outpatient
deepartment of otolaryngology in Tribhuvan University TMAEhing Hospital,
Kathmandu, Nepal. Ann Otol Rhinol Laryngol 2014; 112: 384-387.

12

Anda mungkin juga menyukai