Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bumi sebagai tempat makhluk hidup menetap mengandung cairan lebih
banyak jika dibandingkan dengan padatan. Padatan berasal dari lingkungan darat di
bumi sedangkan cairan berasal dari air yang ada di lautan, sungai, dan tempat-tempat
lain yang ada di bumi. Lingkungan menjadi sebuah tinjauan umum karena makhluk
hidup sangat bergantung pada lingkungan itu sendiri, khususnya laut dimana
kebutuhan makhluk hidup sebagian besar adalah air.
Kualitas air memiliki pengertian yang berbeda dari setiap orang, tergantung
pada tinjauannya terhadap air. Kimiawan dalam laboratorium akan menganggap air
laboratorium berkualitas tinggi sebagai air bebas dari pengotor kimia atau padatan
tersuspensi. Air berkualitas tinggi pada lingkungan memiliki kriteria yang berbeda.
Kimiawan yang juga melakukan perjalanan di alam liar mungkin mengidentifikasi
kualitas air sebagai air yang murni dari lingkungannya yang tidak berubah karena
aktifitas manusia. Jika kimiawan juga seorang nelayan, ia mungkin menilai air
berkualitas tinggi sebagai habitat yang bagus untuk ikan dan organisme air lainnya.
Petani lebih menyukai air yang rendah natrium atau garam terlarut lain yang
mungkin menurunkan kesuburam atau menjadi racun untuk tanaman, sedangkan
nitrogen dan fosfor dalam kadar tertentu dinilai sebagai nutrien untuk pertumbuhan
tanaman. Air untuk tumbuhan diartikan sebagai air berkualitas tinggi sebagai air
dengan jumlah minimum senyawa yang dilepas atau digunakan untuk bertumbuh.
Pandangan tentang air berkualitas tinggi hanya bergantung keburtuhan khusus setiap
bidang (Weiner, 2013).
Salah satu parameter dalam menilai kualitas air di laut yaitu kandungan
logam raksa, arsen dan selenium yang ada di laut tersebut. Raksa, arsen dan selenium
merupakan logam berat yang dapat membuat organisme keracunan dan
menyebabkan punahnya organisme di laut. Oleh karena itu dilakukan penentuan
kadar raksa, arsen dan selenium laut untuk menentukan kualitas lautnya. Pada
makalah ini, akan dibahas mengenai prinsip dan aplikasi penentuan kadar raksa,
arsen dan selenium di laut khususnya dengan sensor kimia.

1
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mempelajari dan memahami prinsip analisis penentuan kadar raksa, arsen dan
selenium di laut menggunakan sensor kimia
2. Mempelajari dan memahami aplikasi analisis penentuan kadar raksa, arsen dan
selenium di laut menggunakan sensor kimia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Penentuan Kadar Raksa (Hg) Menggunakan Sensor Kimia


1. Raksa (Hg)
Raksa (nama lama: air raksa) atau merkuri atau hydrargyrum (bahasa
Latin: Hydrargyrum, air/cairan perak) adalah unsur kimia pada tabel periodik
dengan simbol Hg dan nomor atom 80. Unsur golongan logam transisi ini berwarna
keperakan dan merupakan satu dari lima unsur (bersama cesium, fransium, galium,
dan brom) yang berbentuk cair dalam suhu kamar, serta mudah menguap. Hg akan
memadat pada tekanan 7.640 atm. Kelimpahan Hg di bumi menempati di urutan ke-
67 di antara elemen lainnya pada kerak bumi. Di alam, merkuri (Hg) ditemukan
dalam bentuk unsur merkuri (Hg), merkuri monovalen (Hg+), dan bivalen (Hg2+).
Raksa banyak digunakan sebagai bahan amalgam gigi, termometer, barometer, dan
peralatan ilmiah lain, walaupun penggunaannya untuk bahan pengisi termometer
telah digantikan (oleh termometer alkohol, digital, atau termistor) dengan alasan
kesehatan dan keamanan karena sifat toksik yang dimilikinya. Unsur ini diperoleh
terutama melalui proses reduksi dari cinnabar mineral. Densitasnya yang tinggi
menyebabkan benda-benda seperti bola biliar menjadi terapung jika diletakkan di
dalam cairan raksa hanya dengan 20 persen volumenya terendam.
Secara alamiah, pencemaran Hg berasal dari kegiatan gunung api atau
rembesan air tanah yang melewati deposit Hg. Apabila masuk ke dalam perairan,
merkuri mudah ber-ikatan dengan klor yang ada dalam air laut dan membentuk
ikatan HgCl. Dalam bentuk ini, Hg mudah masuk ke dalam plankton dan bisa
berpindah ke biota laut lain. Merkuri anorganik (HgCl) akan berubah menjadi
merkuri organik (metil merkuri) oleh peran mikroorganisme yang terjadi pada
sedimen dasar perairan. Merkuri dapat pula bersenyawa dengan karbon membentuk
senyawa organo-merkuri. Senyawa organo-merkuri yang paling umum adalah metil
merkuri yang dihasilkan oleh mikroorganisme dalam air dan tanah. Mikroorganisme
kemudian termakan oleh ikan sehingga konsentrasi merkuri dalam ikan meningkat.
Metil Hg memiliki kelarutan tinggi dalam tubuh hewan air sehingga Hg terakumulasi
melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan tubuh hewan air,

3
dikarenakan pengambilan Hg oleh organisme air yang lebih cepat dibandingkan
proses ekskresi.
Keracunan kronis oleh merkuri dapat terjadi akibat kontak kulit, makanan,
minuman, dan pernapasan. Toksisitas kronis berupa gangguan sistem pencernaan dan
sistem syaraf atau gingvitis. Akumulasi Hg dalam tubuh dapat menyebabkan tremor,
parkinson, gangguan lensa mata berwarna abu-abu, serta anemia ringan, dilanjutkan
dengan gangguan susunan syaraf yang sangat peka terhadap Hg dengan gejala
pertama adalah parestesia, ataksia, disartria, ketulian, dan akhirnya kematian. Wanita
hamil yang terpapar alkil merkuri bisa menyebabkan kerusakan pada otak janin
sehingga mengakibatkan kecacatan pada bayi yang dilahirkan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa otak janin lebih rentan terhadap metil merkuri dibandingkan
dengan otak dewasa. Konsentrasi Hg 20 µgL dalam darah wanita hamil sudah dapat
mengakibatkan kerusakan pada otak janin. Merkuri memiliki afinitas yang tinggi
terhadap fosfat, sistin, dan histidil yang merupakan rantai samping dari protein,
purin, pirimidin, pteridin, dan porifirin. Dalam konsentrasi rendah ion Hg+ sudah
mampu menghambat kerja 50 enzim yang menyebabkan metabolisme tubuh
terganggu. Garam merkuri anorganik bisa mengakibatkan presipitasi protein,
merusak mukosa saluran pencernaan, merusak membran ginjal maupun membran
filter glomerulus. Toksisitas kronis dari merkuri organik ini dapat menyebabkan
kelainan berkelanjutan berupa tremor, terasa pahit di mulut, gigi tidak kuat dan
rontok, albuminuria, eksantema pada kulit, dekomposisi eritrosit, serta menurunkan
tekanan darah. Keracunan metil merkuri pernah terjadi di Jepang, dikenal sebagai
Minamata yang mengakibatkan kematian pada 110 orang.

2.2 Aplikasi Penentuan Kadar Raksa (Hg) Menggunakan Sensor Kimia


Penelitian bertujuan mendisain ion selektif elektroda penentuan merkuri
(ISE-Hg) dengan menggunakan ionofor 7,16-Dibenzoyl-1,4,10,13-tetraoxa-7,16-
diazacyclooctadecane (DTODC) sebagai komponen aktif yang memberikan respon
terhadap ion merkuri. ISE-Hg dibuat dengan cara mensintesis senyawa ionofor
turunan azacrown DTODC dan diimmobilasi pada matriks polyvynil klorida (PVC)
di dalam membran ISE-Hg sebagai bagian dari elektroda kerja dalam instrumen
analisis potensiometri untuk penentuan ion merkuri. ISE-Hg vs Ag/AgCl
memberikan respon terhadap ion merkuri. Optimasi ISE-Hg sedang dilakukan

4
menggunakan larutan standar merkuri untuk mendapatkan respon yang baik terhadap
ion merkuri. Studi lebih lanjut masih dilakukan untuk meningkatkan sensitifitas dan
selektifitas ISE-Hg terhadap ion merkuri.
Pencarian instrumen analisis yang memiliki daya analisis akurat, cepat,
selektif, sedehana dan dengan biaya relatif murah untuk penentuan merkuri sangat
perlu dilakukan karena penentuan merkuri masih di dominasi atomic absorbtion
spectroscopy (AAS) yang mahal dan sulit dijangkau laboratorium kecil. Beberapa
metode analisis yang telah dikembangkan untuk penentuan merkuri secara kuantitatif
adalah metode spektrometri dengan menggunakan senyawa kompleks ocarboxy
phenyl diazoamino p-azobanzene atau 4-(2-pyridylazo)-resornocinol metode
flouresen, metode phosphorimetry dan phosphorescence energy transfer, metode
elektroanalisa amperometri, metode electrothermal atomic absorption spectromerty
(E-AAS), dan metode Graphite Furnace Atomic Absorption Spectrometry (AAS).
Salah satu metode analisa yang cukup luas adalah elektroanalisa menggunakan
elektroda selektif ion (ISE). Elektroda selektif ion memiliki keunggulan dalam hal
selektifitas dan skala linieritas deteksi. Permasalahan yang dihadapi dalam ISE
adalah sulitnya mendapatkan komponen aktif yang memberikan respon selektif
terhadap ion target seperti ion merkuri. Pencarian senyawa aktif yang memberikan
respon sensitif dan selektif terhadap ion logam berat masih diperlukan sebagai
komponen membran ISE terutama rangka pembuatan sensor elektrokimia. Salah satu
ionofor yang dapat dimodifikasi dan memberikan respon terhadap ion logam adalah
senyawa azokrown dan turunannya karena memiliki gugus fungsi yang dapat
memberikan peluang dalam penggerakkan elektron dalam membran elektroda. Eter
mahkota dapat digunakan sebagai pereaksi pengompleks suatu kation yang bersifat
selektif. Kemampuan eter mahkota sebagai agen pengompleks salah satu faktor
penting adalah kesesuaian ukuran antara kation dan jari-jari kavitas.
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah senyawa
proanalis diantaranya 1,4,10,13-tetraoxa-7,16-diazacyclooctadecane (DC),
2-tiofenilkarbonil klorida, Piridin, HCl, Chloroform, Na2SO4, Tetrahidrofuran (THF),
Kalium tetrakis p-clorophenyl borate (KTpClPB), etanol 99,8 %, PVC, Ditizon,
H2SO4(p), KMnO4, H2SO4 0,18 M, HCl 0,01 M, 0,01 M HgNO3, 0,01 M NaCl dan
Aquades. Peralatan-peralatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah alat refluks,

5
hot plate lengkap dengan magnetic stirer, seperangkat evaporator, desinkator, pH
meter (Keithley 177-Mikrovolt), Powerlab 2/20 (ADI Instrument), dan Spektroskopi
UV-VIS (Perkin Elmer).
Sintesis ionofor turunana azocrown dilakukan dengan mengikuti mengikuti
prosedur yang dilakukan Yang, dkk (1980), Situmorang (2005), dan Situmorang dkk
(2006). Langkah sintesis dilakukan melalui reaksi substitusi senyawa 1,4,10,13
tetraoksa-7,16-diazosiklooktadecana (DC) dengan 2-tiofenilkarbonil klorida
dilarutkan dalam pyridin dan tetrahidrofuran lalu direfluks. Hasil refluks diekstrak
dengan kloroform dan dicuci dengan HCl dan aquades. Hasil ekstrak ditambahkan
Na2SO4, kemudian disaring diuapkan dan dimurnikan secara rekristalisasi. Membran
dibentuk sesuai dengan ukuran elektroda menghasilkan ISE-Hg dan dirangkai
dengan deteksi potensiometri (ISE-Hg versus elektroda referensi Ag/AgCl). Uji
respon ISE-merkuri terhadap merkuri dilakukan dengan membuat larutan buffer
fosfat 0,01 M, pH 5,0 menggunakan larutan standar Hg2+.

Gambar 1. (a) Pembuatan membran ISE yang mengandung ionofot DTODC dengan
cara mencetak di dalam PVC, (b) Skema elektroda kerja (ISE-Hg) penentuan
merkuri

Gambar 2. Skema sistem potensiometri penentuan merkuri dengan ISE-Hg yang


terdiri atas sel elektrokimia, voltmeter dan mikrokomputer

6
Senyawa DTODC hasil sintesis dipergunakan sebagai komponen membran
elektroda ion selektif ISE-Hg untuk analisis potensiometri penentuan merkuri
selanjutnya diuji untuk melihat respon elektroda terhadap ion merkuri. Sensitifitas
dan selektifitas elektroda kerja ISE-Hg ini dilakukan secara statik. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa membran elektroda ion selektif dengan ionofor DTODC
memberikan respon terhadap ion merkuri, yaitu besarnya potensial yang dihasilkan
di dalam potensiometer adalah setara dengan konsentrasi ion merkuri di dalam
larutan. Semakin tinggi kadar merkuri di dalam larutan maka potensial elektroda
yang dihasilkan oleh ISE-Hg juga semakin meningkat. Bentuk respon elektroda
ISEHg terhadap penentuan merkuri dengan konsentrasi bervariasi diperlihatkan pada
Gambar 3a dan Kurva kalibrasi untuk larutan standar Hg2+ dengan menggunakan
elektroda ISE-Hg diperlihatkan pada Gambar 3b.

Gambar 3. (a) Bentuk signal ISE-Hg dengan ionofor DTODC dalam membran PVC
terhadap larutan merkuri, dan (b) Kurva kalibrasi larutan standar merkuri
menggunakan ISE-Hg

2.3 Prinsip Penentuan Kadar Arsen (As) Menggunakan Sensor Kimia


1. Arsen
Arsenik memiliki tiga bentuk alotropik kuning, hitam, dan abu-abu dengan
bentuk stabil berwarna perak abu-abu. Arsenik mudah teroksidasi oleh udara dan
pada suhu tinggi akan terbakar membentuk awan putih arsenik trioksida. Arsenik
merupakan anggota kelompok Va tabel periodik yang mudah bersenyawa dengan
unsur lainnya. Bentuk non logam arsenik kurang reaktif tetapi akan larut ketika
dipanaskan dengan asam dan basa kuat.

7
Arsenik adalah zat kimia yang ditemukan dalam lingkungan alam, terutama
kerak bumi. Sebagai mineral dan zat kimia, arsenik diklasifikasikan sebagai metaloid
dan memiliki sifat seperti logam. Hal ini menjelaskan mengapa arsenik umumnya
digunakan dalam kombinasi dengan unsur-unsur lain, misalnya untuk menghasilkan
paduan logam kuat.Karena arsenik secara alami bersumber dari kerak bumi, jejak
bahan kimia ini sering bisa ditemukan di tanah, di air, dan bahkan di udara.
Kelimpahan dalam lingkungan alam membuat arsenik merupakan zat yang. sangat
dimonitor dan ini adalah karena fakta bahwa arsenik memiliki sifat beracun.
Arsenik dikatakan lebih berlimpah di sungai jika dibandingkan dengan
lautan. Sementara jika tanah kontaminasi oleh arsenik akan lebih parah di daerah
dekat gunung berapi. Arsenik ditemukan dalam makanan seperti produk daging dan
sayuran biasanya berasal dari tanah dan/atau pencemaran air dengan arsenik.
Meskipun dikenal sebagai racun mematikan, arsenik merupakan elemen penting pada
beberapa jenis hewan, dan bahkan mungkin bagi manusia, meskipun asupan yang
diperlukan hanya serendah 0,01 mg/hari.

2.4 Aplikasi Penentuan Kadar Arsen (As) Menggunakan Sensor Kimia


Air tercemar merupakan salah satu perhatian utama yang dihadapi
masyarakat di abad ke-21. Kontaminasi air dengan arsenik merupakan ancaman
serius bagi kesehatan manusia terutama di negara-negara Asia termasuk Bangladesh,
Pakistan, China, bersama dengan dan bagian timur India, yang umumnya ditemukan
karena aktivitas manusia seperti pertambangan, pembakaran bahan bakar fosil,
penggunaan pestisida arsenik, herbisida dan tanaman dll.
Tingkat arsenik rata-rata di beberapa kabupaten di Bangladesh lebih tinggi
dari 50 ppb. Toksisitas arsenik sangat tergantung pada keadaan oksidasi karena
arsenit As(III) 50 kali lebih beracun daripada arsenat As(V) karena reaksinya dengan
enzim dalam metabolisme manusia. Nilai arsenik Organisasi Kesehatan Dunia untuk
air minum adalah 10 ppb. Paparan arsenik dapat menyebabkan berbagai efek
kesehatan yang merugikan, termasuk perubahan dermal, efek pernapasan,
kardiovaskular, gastrointestinal, geno toksik, mutagenik dan karsinogenik. Arsenik
umumnya tidak memberi warna, rasa atau bau air. Oleh karena itu, pengujian arsenik
dengan pengambilan sampel air adalah satu-satunya cara untuk menentukan
keberadaannya. Dalam beberapa dekade terakhir, deteksi elektrokimia arsenik telah

8
mengalami banyak perkembangan dengan batas deteksi lebih rendah dan sensitivitas
yang lebih tinggi.
Saat ini ada sejumlah metode yang tersedia untuk deteksi arsenik di
laboratorium yaitu Spektroskopi Atomic Fluorescence (AFS), Graphite Furnace
Atomic Absorption (GFAA), Spektroskopi Serapan Atom Hydride (HGAAS),
Spektrometri Emisi Atom Atom Tertekan Induktif (ICP-AES) dan Spektrometri
Massa Plasma Induktif (ICP-MS). Namun, instrumen ini berukuran besar, mahal
untuk dioperasikan dan dipelihara, serta membutuhkan laboratorium yang lengkap.
Telah ditunjukkan bahwa emas adalah permukaan metalik yang paling sesuai untuk
deteksi As dalam air.
Kami menyajikan sebuah studi sistematis mengenai sintesis NP Au dan Fe3O4
dan Au/Fe3O4 NCs dan menunjukkan bahwa NC yang disintesis ini dapat digunakan
sebagai kandidat potensial untuk deteksi As(III). NCs yang disintesis ini
menggabungkan absorptivitas tinggi mikrosfer Fe3O4 terhadap As(III) bersama
dengan sifat magnetiknya yang sangat baik dan sifat khusus Au. NCs magnetik ini
dapat tertarik pada permukaan elektroda, yang mempermudah prosedur persiapan
yang membosankan dari elektroda modifikasi konvensional. Karena magnetisme,
biokompatibilitas dan kemudahan fungsionalisasi yang baik, NC ini tidak hanya
memiliki potensi bagus untuk sensor elektrokimia tetapi juga proses pembuatan
sensor bisa sangat disederhanakan.
Semua bahan kimia yang digunakan untuk eksperimen adalah kelas analisis
kemurnian tertinggi yang tersedia. Potassium Ferricyanide, Arsenic trioxide, Kalium
klorida dibeli dari Loba Chemie Pvt. Ltd Mumbai. Besi(II) klorida tetrahidrat, Besi
(III) klorida heksahidrat dibeli dari Sd. Fine Chem. Ltd Mumbai. Asam hidroklorida
dibeli dari Emplura pvt. Ltd Sodium borohidrida diperoleh dari Sisco Research
Laboratories Pvt. Ltd Sodium sitrat dibeli dari Sigma Life Sciences Pvt. Ltd Asam
kloroaurat dibeli dari rumah obat Pusat, New Delhi. Semua larutan disiapkan dengan
air DI.
Voltametogram siklik dicatat menggunakan penganalisis elektrokimia
CHI1140B yang dikendalikan komputer (CH Instruments, America). Pengukuran
spektral serapan UV-Vis dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis
Varian Cary 5000. Morfologi partikel diamati dengan menggunakan FSEM Hitachi
4300.

9
Sitrat Au-stabil 10 dari nm diameter disiapkan dengan menambahkan 0,64
mL 1,15% trisodium sitrat dan baru disiapkan 0,08% NaBH4 (0,32 mL) dalam 1%
trisodium sitrat sampai 30 mL air yang mengandung 1% HAuCl4 (0,32 mL) dan
pengadukan larutan selama 20 menit pada suhu kamar. FeCl3 anhidrat (9,93 mmol)
dan FeCl2•4H2O (5,66 mmol) dilarutkan dalam HCl terdilusi (0,5 mL, 12 M
ditambahkan ke 100 mL air DI). Campuran reaksi dioksigenasi dengan atmosfir
nitrogen saat diaduk. Larutan yang dihasilkan ditambahkan tetes demi tetes menjadi
NaOH (125 mL, 0,85 M) di bawah pengadukan yang kuat. Larutan diaduk pada suhu
70 °C selama 30 menit. NP Fe3O4 yang telah disiapkan dikumpulkan di dasar labu
oleh magnet dan dicuci oleh air DI dan dikeringkan dalam oven pada suhu 200 °C
selama 4 jam. NCs disintesis hanya pencampuran di atas disintesis Au/Fe3O4 dalam
rasio yang berbeda yaitu 1, 1: 2, 1: 3, 2: 1, 3: 1.
Elektroda karbon kaca kosong digunakan sebagai elektroda kerja, itu dipoles
dengan bubur alumina 1,0, 0,3, dan 0,05 μm diikuti dengan pembilasan secara
menyeluruh dengan air suling ganda dan kemudian dibiarkan mengering pada suhu
kamar. Kawat platinum digunakan sebagai elektroda pelengkap dan Electrode
Calomel Jenuh (SCE) diambil sebagai elektroda referensi. Larutan stok (1 gL-1)
As(III) dalam NaOH dibuat dengan melarutkan jumlah As2O3 yang dibutuhkan dan
pH disesuaikan sampai 3 dengan menggunakan HCl 1M. Voltametri siklik dilakukan
pada rentang potensial -1 V sampai 1V.
Gambar 1.(a), Gambar 1.(b) & Gambar 1.(c) menunjukkan Spektrum Uv-Vis
NP, yang tercatat pada kisaran 200-700 nm pada suhu kamar (RT), untuk NP Au,
Fe3O4 NPs dan Au/Fe3O4 NCs. Gambar 1a menunjukkan puncak Plasmon pada 518
nm, yang secara jelas mengindikasikan pembentukan nanopartikel Au, sedangkan
Gambar 1b mengilustrasikan sekumpulan spektrum Uv-Vis khas Fe3O4 NP dan tidak
menunjukkan puncak penyerapan yang tepat seperti yang ditunjukkan oleh NP Au.
Gambar 1c menyajikan serangkaian spektrum Uv-Vis dari berbagai rasio NCs, yang
secara jelas menunjukkan pergeseran merah dalam puncak absorbansi dengan
peningkatan konsentrasi Au dalam NCs. Seiring rasio oksida Fe meningkat, puncak
Permukaan Plasmon memuncak biru terhadap nilai yang diharapkan untuk partikel
Au stabil sitrat murni.

10
Gambar 4. U.V Spektrum Terlihat dari (a) NP Au, (b) Fe3O4 NP dan (c)
Au/Fe3O4
Gambar 2. menunjukkan spektrum FT-IR Fe3O4 murni, dimana puncak
penyerapan pada 780 cm-1, 1622 cm-1, 1498 cm-1 dan 3250 cm-1 termasuk pada mode
getaran peregangan ikatan Fe-O di Fe3O4.

Gambar 5. Spektrum FTIR NP Fe3O4 dengan kisaran spektral 500 sampai4000 cm-1
Studi DLS dilakukan untuk menghitung ukuran NP Au yang disintesis yang
menunjukkan bahwa NP maksimum yang disintesis adalah 10,50 nm dengan rata-
rata keseluruhan 20,1 nm.Morfologi partikel diamati dengan menggunakan SEM dan
disajikan pada Gambar 3a dan Gambar 6b sesuai dengan citra SEM masing-masing
Fe3O4 dan Au/Fe3O4 NCs. Gambar 6a menunjukkan gambar SEM Fe3O4 saat daya
pembesaran yang diterapkan adalah x9.0k pada Vacc8 KV menghasilkan ukuran
piksel 11.02431. Gambar 6b menunjukkan gambar SEM NC Au/Fe3O4 saat daya
pembesaran yang diterapkan adalah x15.0k pada Vacc 5 KV menghasilkan ukuran
piksel 13.22917. Gambar 6a secara jelas menunjukkan bahwa NP Fe3O4 yang
disintesis berbentuk bulat dalam bentuk dan ukuran sangat kurang dari 100 nm,
sedangkan Gambar 6b menggambarkan bahwa ketika Au dan Fe3O4 dicampur dalam
1: 1, partikel membentuk agregat dalam kisaran nm.

11
Gambar 6. Citra SEM dari (a) Fe3O4 NP dan (b) Au/Fe3O4 NCs.
Deteksi elektrokimia As(III) telah diperiksa oleh CV dan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 7. (a) Respon CV elektroda Bare, Au, Fe3O4 untuk 1mM Seperti pada 1M
HCl pada tingkat pemindaian 100 mv/s dan (b) 1 m MAs dalam 1M HCl pada
kecepatan scan 100 mv/s.
Gambar 7a menunjukkan bahwa tidak ada puncak oksidasi yang diamati
dengan menggunakan GCE telanjang, yang berarti GCE yang telanjang bukanlah
kandidat yang baik untuk deteksi As sedangkan elektroda modifikasi Au
menghasilkan puncak oksidasi pada 0,1 V. Dibandingkan dengan GCE yang
telanjang, puncak anodik dan katodik meningkat pada elektrode termodifikasi Fe3O4,
yang dapat dikaitkan dengan konduktivitas Fe3O4. Gambar 4b menunjukkan respon
CV elektroda yang dimodifikasi dengan rasio yang berbeda dari NC's dalam 1M HCl
sebagai elektrolit. Dua puncak oksidasi utama diamati pada kurva NC 1:1 pada 0,086
V dan 0,740 V. Puncak oksidasi pertama pada 0,086V dikaitkan dengan oksidasi As
(0) menjadi As(III) dan yang kedua pada 0,740V sesuai dengan oksidasi As(III)
menjadi As(V). NCs 1:2, menunjukkan puncak reduksi kecil pada -0,652V
sedangkan 3:1 menunjukkan puncak oksidasi pada 0,206V. Puncak reduksi yang
besar pada 0,220 V diamati untuk NC 2:1 bersama dengan puncak oksidasi pada
0,044V dan 0,855V biasanya karena pengurangan lapisan Fe oksida yang terbentuk
di permukaan NP Au selama pemindaian anodik.

12
Sitrat Au NP yang distabilisasi dan bentuk bulat NP Fe3O4 disintesis dengan
metode Co-presipitasi dan kedua NP yang disintesis dicampur dalam proporsi yang
berbeda untuk membentuk NC. NC yang berbeda ini digunakan untuk memodifikasi
GCE yang digunakan untuk mendeteksi As(III) dalam air, yang kepekaannya jauh
lebih baik daripada elektroda biasa, Au dan Fe3O4.

2.5 Prinsip Penentuan Kadar Selenium (Se) Menggunakan Sensor Kimia


1. Selenium
Selenium adalah sebuah metalloid, yang umumnya dikenal karena
sifatnyasebagai polutan air menjadi perhatian karena keberadaannya di sumber air
diatas batas yang diijinkan.Tingginya tingkat selenium di lingkungan menimbulkan
ancaman kesehatan dan ekosistem, Oleh karena itu, pemantauannya terhadap air
menjadi perhatian utama.Kontribusi yang ada saat ini merangkum dan menganalisis
secara kritis teknik – teknik analisis yang sesuai yaitu voltametri dan pendekatan
optik, untuk penentuan selenium dalam air. Peransensor (fluorophores organik,
pewarna kolorimetrik dan titik kuantum), elektroda pengubah permukaan (Hg, Bi,
polimer, bahan nano, dll.), chelators, dan lain-lain, adalah untuk mengatasi berbagai
tantangan dan mencapai kinerja sensor yang lebih baik dalam hal batas deteksi,
jangkauan, reproduktifitas, stabilitas, selektivitas, sensitivitas, dan sebagainya
(Devi dkk., 2017).
Selenium adalah metalloid multifaset alami, dan ditemukan dalam
konsentrasi rendah pada kerak bumi, air, dan atmosfer.Selenium membawa
jangkauan tersempit antara defisiensi gizi (<40 μg / hari) dan toksisitas (> 400 μg /
hari) sehubungan dengan asupannya.Selenenium memainkan peran penting dalam
pertumbuhan & proses pengembangan dan perlindungan dari penyakit kanker.
Misalnya selenoprotein seperti glutathione peroxidases (GSHPx), iodothyronine
deiodinases dan thioredoxin reduktase melindungi terhadap stress, mengatur
metabolisme hormon tiroid, dan membantu dalam pengurangan ikatan disulfida
intramolekul. Gangguan klinis akibat kekurangan selenium pada manusia
mengakibatkan sirosis, karsinoma, Keshan, penyakit Kashin-beck, dll. . Namun, pada
konsentrasi tinggi, selenium menyebabkan toksisitas dan oksidatif yang
menyebabkan penyakit kronis yang disebut selenosis (Devi dkk., 2017).

13
Secara umum, hampir semua logamberpotensi sebagai pencemar lingkungan
dan bersifat toksik bagi organisme jika konsentrasinya di lingkungan melampaui
ambang batas tertentu. Menurut Freedman (1995), logam berat seperti perak (Ag),
kadmium (Cd), krom (Cr), timbal (Pb), kobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe), merkuri
(Hg), molibdenum (Mo), nikel (Ni), timah (Sn), seng (Zn) dan unsur-unsur yang
lebih ringan seperti alumunium(Al), arsen (As), dan selenium (Se)berpotensi besar
mengakibatkan efek toksik bagi organisme (Rahmawati, 2011).
Sumber penting kontaminasi selenium di habitat perairan meliputi, pertanian
irigasi (140 - 1400 ppb), penambangan emas (0,2 - 33 ppm), pembakaran batu bara
(8,8 - 389 ppb), buang perlakuan desulfurisasi gas (1 - 10 ppm), penambangan fosfat
(3 ppb sampai 12 ppm), peleburan timbal (3 - 7 ppm), debit dari tambang uranium
(1600 ppb), penyulingan minyak (7.5 - 55.9 ppb), dll, yang menyebabkan konsentrasi
tinggi di berbagai sumber air. Menurut WHO kandungan selenium yang baik pada
perairan 10 ppb (Devi dkk., 2017).
Salah satu bahan pencemar yang dikhawatirkankeberadaannya karena
memiliki tingkat toksisitas yang tinggi dalam lingkungan perairan adalah pencemar
logam berat.Logam berat sesuai dengan fungsinya dibedakan menjadi logam esensial
(essential metal) dan non esensial (non-essential metal). Logam esensial merupakan
logam yang sangat dibutuhkan keberadaannya dan diperlukan oleh organisme air
dalam jumlah kecil, untuk memacu aktivitas enzim selama proses metabolisme
tubuh. Jenis logam esensial antara lain: Cu, Fe, Zn, Mn, Mo, Se, dan Sn. Namun
demikian, semua logam esensial tersebut mempunyai kecenderungan untuk menjadi
racun selama keberadaannya dalam tubuh organisme telah melampaui ambang batas
toleransi yang diperlukan. Salah satu logam esensial yang dibutuhkan organisme
untuk metabolisme tubuh dan sekaligus memiliki daya toksisitas yang tinggi adalah
logam Tembaga (Cu) (Yulianto dkk., 2013).
Peningkatan kadar logam berat dalam air laut akan diikuti oleh peningkatan
logam berat dalam tubuh ikan danbiota lainnya, sehingga pencemaran air laut oleh
logam berat akan mengakibatkan ikan yang hidup di dalamnya tercemar. Qiao et al
(2007) dalam penelitiannya mengatakan, akumulasi logam total adalah yang terbesar
dalam hatidan terendah dalam otot. Selanjutnya unsur-unsusr logam berat dapat
masuk ke tubuh manusia melalui makanan danminuman, serta pernafasan dan kulit.

14
Pemanfaatan ikan-ikan ini sebagai bahan makanan akan membahayakan kesehatan
manusia (Hutagalung, 1991).
Air yang terkontaminasi dengan logam berat beracun/metaloida (As, Se, Cd,
Hg, Pb, Cr, Ni, dll.) adalah salah satu masalah utama didunia, masalah nutrisi,
ekologi, fisiologis dan lingkungan. Unsur-unsur ini penting (kecuali Hg) yang
berfungsi untuk pemeliharaan metabolisme. Namun, jika berlebih dapat
menyebabkan kerusakan parah pada tulang, organ vital termasuk hati, ginjal dan
sistem saraf pusat. Logam ini menyebabkan seluler disfungsi oleh pembentukan
spesies oksigen reaktif (ROS), yang berakibat pada apoptosis (Devi dkk., 2017).

2. Prinsip Penentuan Kadar dengan Sensor Kimia


Telah banyak dikembangkan teknik untuk mendeteksi logam berat dengan
menggunakan instrumen seperti spektrofotometer serapan atom (AAS).Metode
spektrofotometri serapan atom kadang kurang sensitif untuk penentuan logam berat
karena batas deteksi yang tinggi, tidak bisa menganalisis secara in situ dan life time
lampu katoda berongga yang terbatas. Dengan demikian diperlukan metode lain
untuk penentuan logam berat yang lebih mobile. Oleh karena itu, yang menjadi
permasalahan adalah mencari dan mengembangkan metode yang dapat mengukur
secara in situ untuk penentuan logam berat (Bow dkk., 2015).
Voltametri merupakan elektrolisis dalam ukuran mikroskala dengan
menggunakan mikro elektroda kerja, disebut juga teknik arus voltase.Potensial dari
mikro elektroda kerja divariasikan dan arus yang dihasilkan dicetak sebagai fungsi
dari potensial. Hasil cetakan ini disebut voltamograf/voltamogram (Bow dkk., 2015).
Voltametri mempelajari hubungan voltase arus-waktu selama elektrolisis
dilakukan dalam suatu sel, di mana suatu elektroda mempunyai luas permukaan yang
relative besar, dan elektroda yang lain (elektroda kerja) mempunyai luas permukaan
yang sangat kecil dan seringkali dirujuk sebagai mikroelektroda: lazimnya teknik ini
mencakup pengkajian pengaruh perubahan voltase pada arus yang mengalir di dalam
sel. Mikroelektroda ini biasanya dibuat dari bahan tak reaktif yang menghantar listrik
seperti emas, platinumatau karbon, dan dalam beberapa keadaan dapatdigunakan
suatu elektroda merkurium tetes (D.M.E); untuk kasus istimewa ini teknik tersebut
dirujuk sebagai polarografi (Bow dkk., 2015).

15
Voltametri merupakan metoda elektrokimia yangmengamati perubahan arus
dan potensial.Potensial divariasikan secara sistematis sehingga zat kimia tersebut,
mengalami oksidasi dan reduksi dipermukaan elektroda.Dalam voltametri, salah satu
elektroda pada sel elektrolitnya terpolarisasi.Penelahan pada sistem tersebut diikuti
dengan kurva arus tegangan.Metode ini umum digunakan untuk menentukan
komposisi dan analisis kuantitatif larutan(Bow dkk., 2015).
Dalam sistem voltametri ada yang disebut dengansiklik voltametri.Voltametri
ini merupakan tehnik voltametri dimana arus diukur selama penyapuan potensial dari
potensial awal ke potensial akhir dan kembali lagi potensial awal atau disebut
jugapenyapuan (scanning) dapat dibalik kembali setelah reduksi berlangsung.Dengan
demikian arus katodik maupun anodik dapat terukur. Arus katodik adalah arus yang
digunakan pada saat penyapuan dari arus yang paling besar menuju arus yang paling
kecil danarus anodik adalah sebaliknya (Bow dkk., 2015).
Sel voltametri, terdiri dari 3 elektroda yaitu elektrodapembanding, elektroda
kerja, dan elektroda pembantu.Elektroda kerja pada voltametri tidak bereaksi,
akantetapi merespon elektroda aktif apa saja yang ada dalam sampel. Pemilihan
elektroda bergantung padabesarnya range potensial yang diinginkan untuk menguji
sampel (Bow dkk., 2015).
Voltametri sama halnya dengan potensiometer, yaitumempunyai elektroda
kerja dan elektroda pembanding, bedanya pada voltametri ditambah dengan sebuah
elektroda yaitu elektroda pembantu (auxillary electrode) sehingga voltameter
mempunyai 3 buah elektroda pada amperometer elektroda pembanding yang
mempunyai potensial yang sudah tetap sehingga kelebihan arus ditangkap oleh
elektroda pembantu (Bow dkk., 2015).
Metode pilihan berakhir30 tahun terakhir untuk analisis selenium di air,
voltametri dipilih (anodik dankatodik) karena memiliki sensitivitas tinggi dan sinyal
toRasio noise berhubungan dengan teknik.Dalam voltametri stripping anodik (ASV),
pertamaSelenium terkonsentrasi pada permukaan elektroda dengan menerapkan
deposisi lebih negatif potensial dan kemudian dioksi dasi kembali dalam siklus
positif sesuai dengan persamaan berikut:
HSeO + 6H+ + 6e ↔ HSe + 3H2O

16
Arus puncak yang diperoleh saat pengupasan proporsional dengan
konsentrasi deposit selenium pada langkah reduksi. Di sisi lain, dalam voltametri
pengupasan katodik (CSV), Selenium berkurang pada potensi positif, membentuk
kompleks yang tidak larut dengan bekerja (merkuri) elektroda, yang kemudian
dilucuti dengan cara pemindaian katodik untuk mengurangi diendapkan garam tak
larut sebagai berikut:
Hg → Hg+ + e- ................... (Deposisi pada potensi yang relatif positif)
2Hg+ + 2Metal → Hg 2 Logam 2 (film larut)
Hg 2 Logam 2 + 2e- → 2Hg + 2Metal (Stripping Scan dalam arah negatif)
Selain itu, beberapa teknik analisis elektrokimia lainnya seperti cyclic
voltammetry (CV), linear sweep voltammetry (LSV), square wave voltammetry
(SWV), adsorptive differential pulse stripping voltammetry (AdsDPSV),differential
pulse voltammetry (DPV) juga merupakan teknik-teknik voltametri yang baik
digunakan untuk analisis selenium dalam air.

2.6 Aplikasi Penentuan Kadar Selenium (Se) Menggunakan Sensor Kimia


Elektroda seperti hanging mercury drop electrodes (HMDE) dan elektroda
padat (emas, platinum, perak, dan grafit) telah dilaporkan untuk selenium
kuantifikasi dalam matriks air. HMDE telah menangkap sebagian besar di antara
mereka karena rentang potensi katodik mereka yang sangat baik, keseimbangan
difusi segera, tinggisensitivitas dan reproduktifitas. Oleh karena itu, metode analisis
elektro awal seringmenggunakan HMDE untuk mendeteksi selenium dalam air
seperti yang dirangkum dalam. Gambaran umum Mekanisme pendeteksian dengan
elektroda ini adalah CSV, dimana spesies selenium bersifat asam.Bentuk media
merkuri (II) selenoida kompleks pada permukaan elektroda pada deposisi tertentu.

17
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan di atas, yaitu :


1. Secara umum penentuan kadar raksa, arsen dan selenium di laut dapat dilakukan
dengan sensor kimia dimana sensor kimia memiliki akurasi yang hampir sama
dengn instrumen lain
2. Untuk menentukan kadar logam dengan sensor kimia, harus digunakan elektroda
yang selektif untuk setiap logam
2. Terdapat beberapa aplikasi dalam penentuan kadar raksa, arsen dan selenium di
laut khususnya menggunakan sensor kimia. Adapun pengembangan terbaru untuk
mengembangkan elektroda selektif untuk ketiga logam tersebut

18
DAFTAR PUSTAKA

Hutagalung H. P., 2013, Logam Berat dalam Lingkungan Laut, Oseana, 9(1): 11-20.

Purba, J., Zainiati, Samosir, E. A., dan Situmorang, M., 2013, Pembuatan Ion
Selektif Elektroda Menggunakan Ionofor DTODC untuk Penentuan Merkuri
(ISE-Hg), Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung.

Toor, S. K., Devi, P. dan Bansod, B. S., 2015, Electrochemical Detection of Trace
Amoun of Arsenic (III) at Glassy Carbon Electrode Modified with Au/Fe3O4
Nanocomposites, Aquatic Procedia, 4(1): 1107-1113.

Weiner, E. R., 2013, Application of Environmental Aquatic Chemistry: A Practical


Guide Third Edition, CRC Press, New York.

19

Anda mungkin juga menyukai