PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kejang demam adalah jenis kejang yang paling umum ditemukan pada
anak-anak. Angka kejadian kejang demam di Swedia, Amerika Utara dan Inggris
sebesar 2-5%, terutama pada anak-anak berusia 3 bulan-5 tahun. Di Indonesia,
kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan hingga 5 tahun. Penelitian
di Jepang mendapatkan angka yang lebih tinggi yaitu 7% (Tsuboi, 1986) dan 9,7%
(Maeda, 1993). Lumbantobing (1995) mengemukakan bahwa kejang demam lebih
sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan
1,25:1.
Kejang demam dipicu oleh proses infeksi ekstrakranium. Infeksi ini
menyebabkan naiknya suhu tubuh yang berlebihan (hiperpireksia) sehingga timbul
kejang. Penelitian Nelson dan Ellenberg (1978) serta Lewis (1979) menunjukkan
pencetus kejang demam terbanyak adalah infeksi saluran napas atas (38%), diikuti
dengan otitis media (23%), pneumonia (15%),gastroenteritis (7%), roseola
infantum (5%), dan penyakit non-infeksi (12%). Imunisasi juga dapat menjadi
penyebab kejang demam namun insidennya sangat kecil.
Kejang demam dikelompokkan menjadi kejang demam sederhana dan
kompleks berdasarkan manifestasi klinisnya yaitu lama kejang, frekuensi kejang,
dan sifat kejang. Kejang demam sederhana adalah kejang general (tanpa gerakan
fokal) yang berlangsung kurang dari 15 menit dan hanya terjadi sekali selama
periode 24 jam dari demam pada anak yang secara neurologis normal. Sebagian
besar kejang demam adalah kejang demam sederhana, namun kejang demam
dengan onset fokal, durasi berkepanjangan, atau yang terjadi lebih dari sekali pada
penyakit demam yang sama dianggap sebagai kejang demam kompleks. Klasifikasi
ini berpengaruh pada pengobatan dan menjadi salah satu faktor risiko terjadinya
epilepsi di kemudian hari. Untuk membantu menegakkan diagnosis, berbagai
pemeriksaan penunjang dapat dilakukan. Melalui pemeriksaan laboratorium dapat
1
dievaluasi sumber infeksi penyebab kejang demam. Pemeriksaan cairan
serebrospinal melalui lumbal pungsi dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis banding meningitis. EEG (elektroensefalografi) dan CT
scan juga dapat dikerjakan untuk mengetahui apakah ada kerusakan pada otak.
Penatalaksanaan kejang demam meliputi pemberian obat-obat
antikonvulsan untuk memberantas kejang dan antipiretik untuk menurunkan
demam. Untuk mencegah berulangnya kejang, dapat dilakukan pengobatan
profilaksis secara intermittent dan rumatan. Meskipun kejang demam memiliki
prognosis jangka panjang yang sangat baik, masih ada kemungkinan terjadi kejang
demam berulang dan epilepsi di kemudian hari, terutama pada anak yang memiliki
faktor risiko. Oleh karena itu para dokter harus merencanakan penatalaksanaan
dengan lebih matang.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada
anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% anak yang
berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya (Millichap, 1968).
2.2.Epidemiologi
Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering, biasanya merupakan
kejadian tunggal dan tidak berbahaya. Berdasarkan studi populasi, angka kejadian
kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa 2–7%, sedangkan di Jepang 9–10%.
Dua puluh satu persen kejang demam durasinya kurang dari 1 jam, 57% terjadi
antara 1-24 jam berlangsungnya demam, dan 22% lebih dari 24 jam.2 Sekitar 30%
pasien akan mengalami kejang demam berulang dan kemudian meningkat menjadi
50% jika kejang pertama terjadi usia kurang dari 1 tahun. Sejumlah 9–35% kejang
demam pertama kali adalah kompleks, 25% kejang demam kompleks menjadi
3
PGE2 yang kemudian menstimulus pusat termoregulasi di hipotalamus, sehingga
terjadi kenaikan suhu tubuh. Demam juga akan meningkatkan sintesis sitokin di
hipokampus. Pirogen endogen, yakni interleukin 1ß, akan meningkatkan
eksitabilitas neuronal (glutamatergic) dan menghambat GABAergic, peningkatan
eksitabilitas neuronal ini yang menimbulkan kejang.
2.3. Etiologi
1. Intrakranial
2. Ekstrakranial
Gangguan metabolic : Hipoglikemia, hipokalsemia,
hipomagnesimia, gangguan elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom
putus obat
Kelainan yang diturunkan : Gangguan metabolisme asam amino,
ketergantungan dan kekurangan asam amino
4
3. Idiopatik
Faktor resiko kejang demam yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan
khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama kira kira 33%
anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9 %
anak mengalami recurensi 3 kali atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan
usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperature yang
rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.
Jika kejang terjadi segera setelah demam atau jika suhu tubuh relatif rendah, maka
besar kemungkinannya akan terjadi kembali kejang demam. Risiko berulangnya
kejang demam adalah 10% tanpa faktor risiko, 25% dengan 1 faktor risiko, 50%
dengan 2 faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan 3 faktor risiko.
5
2.5. Patofisiologi
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya. Kecuali ion klorida (CL-). Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan
diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang
disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATPase yang terdapat
pada permukaan sel.
6
listrikc. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang
kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang
anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak
dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang
berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
terjadi apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan
oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot
dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matamg” di kemudian hari,
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi
epilepsi.
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami
kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Sampai saat ini masih
7
terdapat perbedaan pendapat mengenai akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini
namun pendapat yang dominan saat ini kejang pada kejang demam tidak
menyebabkan akibat buruk atau kerusakan pada otak namun kita tetap berupaya
untuk menghentikan kejang secepat mungkin
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10% – 15% dan kebutuhan oksigen 20%. Akibatnya terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi
difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, sehingga terjadi
lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh
sel/membran sel di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter, sehingga terjadi
kejang. Kejang tersebut kebanyakan terjadi bersamaan dengan kenaikan suhu badan
yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat,
misalnya tonsilitis (peradangan pada amandel), infeksi pada telinga, dan infeksi
saluran pernafasan lainnya.
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak
akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam yang
berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan dapat
menimbulkan kerusakan permanen dari otak.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang
kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya
tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkhontinensia (mengeluarkan air
kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas),
dan kulitnya kebiruan.
8
luar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis,
furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama
sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan
saraf. Pada Kejang demam kompleks terjadi kejang dengan onset fokal (parsial
satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial), berlangsung lama (> 15 menit
atau anak tidak sadar diantara 2 kejang), dan berulang ( lebih dari 1 kali dalam
waktu 24 jam dan anak sadar diantara 2 kejang).
1. Elektroensefalogram ( EEG )
2. Pemindaian CT
Menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk mendeteksi
perbedaan kerapatan jaringan.
9
5. Uji laboratorium
a. Pungsi lumbal
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal
c. Panel elektrolit
e. GDA
2.9. Penatalaksanaan
1) Antipiretik
10
kali atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, sebanyak 3-4 kali. Penggunaan asam
asetilsalisilat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan Reye Syndrome.
2) Antikonvulsan
- Antikonvulsan Intermitten
Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena atau per rektal. Kadar diazepam tertinggi dalam
darah akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diberikan secara intravena,
dan tercapai dalam waktu 5 menit bila diberikan secara per rektal. Dosis diazepam
intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal 20 mg. Untuk
memudahkan orangtua di rumah dapat diberikan diazepam rektal dengan dosis
5 mg pada anak dengan berat badan <10 kg, 10 mg untuk berat badan anak
>10 kg.
- Antikonvulsan Rumatan
2. adanya defisit neurologis yang jelas baik sebelum maupun sesudah kejang
misalnya serebral palsi, retardasi mental, atau mikrosefal,
11
Dipertimbangkan apabila kejang demam pertama pada umur dibawah 12
bulan, kejang berulang dalam 24 jam, kejang demam berulang atau ≥4 kali per
tahun.
12
Gambar 1. Algoritma penatalaksanaan kejang
Demam
13
1) tetap tenang dan tidak panik,
2) kendurkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher,
3) bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring, bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung,
4) walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam
mulut,
5) ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang,
6) tetap bersama pasien selama kejang,
7) berikan diazepam rektal, tetapi jangan diberikan bila kejang telah berhenti,
8) bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih
2.11. Prognosa
14
Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang
berulang, baik umum maupun fokal.
2.12. Komplikasi
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan onset fokal, berlangsung
lama (>10-15 menit), atau terjadi lebih dari satu kali dalam 24 jam demam.
16
DAFTAR PUSTAKA
Deliana, Melda. 2002. Tatalaksana Kejang Demam Pada Anak. Jakarta: Jurnal Sari Pediatri,
Volume 4, No 2, September 2002:59-62
Fadli Arif, Rifqi. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Jurnal CDK-232/ vol. 42
No. 9, Tahun. 2015
Murindah, Dewi. 2014. Hubungan antara Kadar Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-α)
Plasma dengan Kejang Demam pada Anak. Jakarta: Jurnal Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol.
28, No. 2.
Nindela, Rini. 2014. Karakteristik Penderita Kejang Demam di Instalasi Rawat Inap Bagian
Anak Rumah Sakit Muhammad Hoesin Palembang. Palembang: Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan, Volume 1, No. 1, Oktober 2014:41-45
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
17
18