Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Seksio Cesarea

2.1.1 Pengertian

Seksio cesarea merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah

anestesia sehingga janin, plasentadan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding

abdomendan uterus. Prosedurini biasanya di lakukan setelah viabilitas tercapai

(mis, usia kehamilan lebih dari 24 minggu ). (Buku Ajar bidan,Myles,edisi

14.2011.hal:567).

Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik ini

digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi

distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi

janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu.

Sectio sesarea dapat merupakan prosedur elektif atau darurat .Untuk sectio

caesarea biasanya dilakukan anestesi spinal atau epidural. Apabila dipilih anestesi

umum, maka persiapan dan pemasangan duk dilakukan sebelum induksi untuk

mengurangi efek depresif obat anestesi pada bayi .(Buku pre operatif .arif

muttaqin.2010.hal:507)

Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding

abdomen (laparotomi)dan dinding uterus (histerotomi).Definisi ini tidak

mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus rupture uteri atau

pada kasus kehamilan abdomen. (obstetri williams,2005).

4
Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas yaitu, Sectio caesarea adalah

pengeluaran janin melalui insisi dinding abdomen. Teknik ini digunakan jika

kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi distres janin.

Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi janin,

plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu.

2.1.2 Etiologi

Indikasi kelahiran dengan bedah caesarea

Absolute Relative

Ibu 1. Indikasi persalinan yang 1. Bedah sesar elektif berulang

gagal 2. Penyakit ibu (pre eklamsi

2. Proses persalinan tidak maju berat,penyakit

(distosia persalinan) diabetes,kanker serviks)

3. Disproporsi

sefalopelvik(panggul sempit

Utero plasenta 1. Bedah uterus sebelumnya 1. Riwayat bedah uterus

(sesar klasik) sebelumnya miomektomi

2. Riwayat ruptur uterus dengan ketebalan penuh)

3. Obstruksi jalan lahir (fibroid) 2. Presentasi funik(tali

4. Plasenta previa,abruption pusat)pada saat persalinan

plasenta berukuran besar

Janin 1. Gawat janin/hasil 1. Mal presentasi janin

pemeriksaan janin yang tidak (sungsang, presentasi alis,

meyakinkan presentasi gabingan)

5
2. Prolaps tali pusat 2. Makrosomia

3. Malpresentasi janin (posisi 3. Kelainan janin (hidrosefalus)

melintang)

Sumber : errol norwis,buku anatomi 2011

2.1.3 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang muncul pada penderita Pre Eklamsi adalah:

1) Pre Eklamsi Ringan

(1) Bila tekanan sistolik > 140 mmHg kenaikan 30 mmHg diatas tekanan

biasa, tekanan distolik 90 mmHg, kenaikann 40 mmHg diatas tekanan

biasa, tekanan darah yang meninggi ini sekurangnya diukur 2x dengan

jarak 6 jam.

(2) Proteinuria sebesar 300 mg/dl dalam 25 jam atau > 1 gr/dl secara random

dengan memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan pada dua waktu

dengan jarak 6 jam karena kehilangan protein adalah bervariasi.

(3) Edema dependent, bengkak dimata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak

terdengar. Edema timbul dengan didahului penambahan berat badan ½ kg

dalam seminggu atau lebih. Tambahan berat badan yang banyak ini

disebabkan oleh retensi air dalam jaringan dan kemudian baru edema

nampak, edema ini tidak hilang dengan istirahat

2) Pre Eklamsi Berat

(1) Tekanan Darah sistolik > 160 mmHg dan diastolik > 110 mmHg pada dua

kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam dengan posisi ibu tirah

baring.

6
(2) Proteinuria > 5 gram dalam urin 24 jam atau lebih dari +3 pada

pemeriksaan diagnostik setidaknya pada 2x pemeriksaan acak

menggunakan contoh urin yang diperoleh cara bersih dan berjarak

setidaknya 4 jam.

(3) Oliguria < 400 mml dalam 24 jam

(4) Gangguan otak atau gangguan penglihatan

(5) Nyeri ulu hati Edema paru/ sianosis

3) Eklamsia

(1) Kejang – kejang / koma

(2) Nyeri pada daerah frontal

(3) Nyeri epigastrium

(4) Penglihatan semakin kabur

(5) Mual, muntah

1.1.5 Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta

previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture

uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,

dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu

tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).

Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan

menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah

intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan

7
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien

secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.

Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan

perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain

itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding

abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh

darah, dan saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang

pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri

akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan

menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan

menimbulkan masalah risiko infeksi.

8
Sumber : Errol norwis,buku anatomi 2011

9
2.1.5 Komplikasi

1. Infeksi Puerperalis

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam

masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-

lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-

gejala infeksi intrapartum atau ada faktor-faktor yang merupakan predisposisi

terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan

vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian

antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam

hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.

2. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria

uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri

3. Komplikasi-komplikasi lain seperti:

1) Luka kandung kemih

2) Embolisme paru-paru

3) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut

pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura

uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea

klasik.

10
2.1.6 Pemeriksaan penunjang

1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar

pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.

2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi.

3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah.

4. Urinalisis / kultur urine.

5. Pemeriksaan elektrolit.

1.2.1 Penatalaksanaan Medis Post SC

1. Pemberian cairan

Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan

perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi

hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang

biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian

dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan

transfusi darah sesuai kebutuhan.

2. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu

dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman

dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca

operasi, berupa air putih dan air teh.

11
3. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:

1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi.

2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini

mungkin setelah sadar.

3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan

diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk

(semifowler)

5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar

duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan

pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan

4. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada

penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.Kateter

biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan

keadaan penderita.

5. Pemberian obat-obatan

1) Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda

setiap institusi.

2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan. Supositoria

= ketopropen sup 2x/24 jam. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.

12
3) Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan

caboransia seperti neurobian I vit. C.

6. Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah

harus dibuka dan diganti.

7. Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan

darah, nadi,dan pernafasan.

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Data pengkajian yang ditemukan pada pasien Post SC Menurut Doenges,

(2011):

1. Identitas klien dan penanggung

2. Keluhan utama klien saat ini

3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara

4. Riwayat penyakit keluarga

5. Keadaan klien meliputi:

1) Sirkulasi

Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan

kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL.

2) Integritas ego

13
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan

atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.Menunjukkan labilitas

emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.

3) Makanan dan cairan

Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).

4) Neurosensori

Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinalepidural.

5) Nyeri / ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi

kandung kemih , efek-efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.

6) Pernapasan

Bunyi paru-paru vesikuler dan terdengar jelas.

7) Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.

8) Seksualitas

Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus.Aliran lokhea sedang.

2.2.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul:

1. Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan perdarahan

2. Devisit Volume Cairan berhubungan dengan perdarahan

3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan luka post operasi

4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi

5. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan

14
6. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, luka post operasi

2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan

1. Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan perdarahan

Tujuan : diharapkan suplai/ kebutuhan darah ke jaringan terpenuhi

Kriteria Hasil :

1. Conjunctiva tidak anemis

2. Acral hangat

3. Hb normal

4. Muka tidak pucat

5. Tidak lemas

6. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-

20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

Intervensi Rasional

1. Jelaskan penyebab terjadi 1. Pasien paham tentang kondisi yang

perdarahan dialami

2. Monitor tanda-tanda vital 2. Tensi, nadi yang rendah, RR dan suhu

tubuh yang tinggi menunjukkan

gangguan sirkulasi darah

3. Mengantisipasi terjadinya syok

3. Kaji tingkat perdarahan setiap

15 – 30 menit 4. Cairan infus isotonik dapat mengganti

4. Kolaborasi pemberian cairan volume darah yang hilang akiba

15
infus isotonik perdarahan.

5. Tranfusi darah mengganti komponen

5. Kolaborasi pemberian tranfusi darah yang hilang akibat perdarahan.

darah bila Hb rendah

2. Devisit Volume Cairan berhubungan dengan perdarahan

Tujuan : Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output

baik jumlah maupun kualitas.

Kriteria Hasil :

1. Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40

x/mnt)

2. Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB

tidak cekung.

Intervensi Rasional

1. Kaji kondisi status 1. Pengeluaran cairan akibat operasi

hemodinamika. yang berlebih merupakan faktor

utama masalah

2. Jumlah cairan ditentukan dari jumlah

2. Ukur pengeluaran harian kebutuhan harian ditambah dengan

jumlah cairan yang hilang selama

masa post operasi dan harian

3. Berikan sejumlah cairan 3. Tranfusi mungkin diperlukan pada

16
pengganti harian kondisi perdarahan masif

4. Evaluasi status hemodinamika 4. Penilaian dapat dilakukan secara

harian melalui pemeriksaan fisik

5. Pantau intake dan output 5. Dapat meningkatkan laju filtrasi

glomerulus membuat keluaran tak

adekuat untuk membersihkan sisa

metabolisme

3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan luka post operasi

Tujuan : Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami

Kriteria Hasil :

1. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang

2. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )

3. Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri

4. Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan

5. TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-

20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

Intervensi Rasional

1. Pertahankan tirah baring selama 1. Meminimalkan stimulasi atau

masa akut meningkatkan relaksasi

2. Terangkan nyeri yang diderita 2. Meningkatkan koping klien dalam

klien dan penyebabnya melakukan guidance mengatasi nyeri

17
3. Ajarkan teknik distraksi 3. Pengurangan persepsi nyeri

4. Kolaborasi pemberian 4. Mengurangi onset terjadinya nyeri

analgetika dapat dilakukan dengan pemberian

analgetika oral maupun sistemik

dalam spectrum luas/spesifik

5. Kaji intensitas, karakteristik, 5. Pengkajian yang spesifik membantu

dan derajat nyeri memilih intervensi yang tepat

4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi

Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi

Kriteria Hasil :

1. klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat kemampuan klien 1. Mungkin klien tidak mengalami

untuk beraktivitas perubahan berarti, tetapi perdarahan

masif perlu diwaspadai untuk

menccegah kondisi klien lebih buruk

2. Kaji pengaruh aktivitas terhadap 2. Aktivitas merangsang peningkatan

kondisi luka dan kondisi tubuh vaskularisasi dan pulsasi organ

umum reproduksi, tetapi dapat

mempengaruhi kondisi luka post

operasi dan berkurangnya energi

18
3. Bantu klien untuk memenuhi 3. Mengistiratkan klilen secara optimal

kebutuhan aktivitas sehari-hari

4. Bantu klien untuk melakukan 4. Mengoptimalkan kondisi klien, pada

tindakan sesuai dengan abortus imminens, istirahat mutlak

kemampuan /kondisi klien sangat diperlukan

5. Evaluasi perkembangan 5. Menilai kondisi umum klien.

kemampuan klien melakukan

aktivitas

5. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan

Tujuan : Memperbaiki integritas kulit dan proteksi jaringan

Kriteria Hasil :

1. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

Intervensi Rasional

1. Berikan perhatian dan 1. Jaringan kulit yang mengalami

perawatan pada kulit kerusakan dapat mengganggu suplai

nutrien dan sangat rentan terhadap

tekanan serta trauma

2. Lakukan latihan gerak secara 2. Lindungi kulit yang sehat dari

pasif kemungkinan maserasi

3. Lindungi kulit yang sehat dari 3. maserasi pada kulit yang sehat dapat

kemungkinan maserasi menyebabkan pecahnya kulit

19
4. Jaga kelembaban kulit 4. untuk tetap menjaga kulit yang sehat

agar tetap lembab

6. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, luka post operasi

Tujuan : Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan dan luka operasi

Kriteria Hasil :

1. Tidak ada tanda-tanda infeksi, seperti : merah, panas, bengkak, fungsio laesa

Intervensi Rasional

1. Kaji kondisi keluaran/dischart 1. Perubahan yang terjadi pada dishart

yang keluar ; jumlah, warna, dikaji setiap saat dischart keluar.

dan bau dari luka operasi. Adanya warna yang lebih gelap

disertai bau tidak enak mungkin

merupakan tanda infeksi

2. Terangkan pada klien 2. Infeksi dapat timbul akibat kurangnya

pentingnya perawatan luka kebersihan luka

selama masa post operasi

3. Lakukan pemeriksaan biakan 3. Berbagai kuman dapat teridentifikasi

pada dischart melalui dischart

4. Lakukan perawatan luka 4. Inkubasi kuman pada area luka dapat

menyebabkan infeksi

5. Terangkan pada klien cara 5. Berbagai manivestasi klinik dapat

mengidentifikasi tanda inveksi menjadi tanda nonspesifik infeksi;

20
demam dan peningkatan rasa nyeri

mungkin merupakan gejala infeksi

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi/pelaksanaan pada diagnosa keperawatan penyakit bursitis

mengacu pada perencanaan yang sudah dibuat. Pelaksanaan rencana tindakan yang

telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal.

Langkah-langkah persiapan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut.

1. Memahami rencana perawatan yang telah ditentukan.

2. Menyiapkan tenaga atau alat yang diperlukan.

3. Menyiapkan lingkungan yang sesuai dengan tindakan yang dilakukan antara lain:

langkah pelaksanaan, sikap yang meyakinkan, sistematika kerja yang tepat,

pertimbangan hukum dan etika, tanggung jawab dan tanggung gugat, mencatat

semua tindakan keperawatan yang telah ditentukan.

2.2.5 Evaluasi

Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan pada

pasien sectio caesarea adalah sebagai berikut.

1. Proses menyusui lancar.

2. Nyeri berkurang atau teradaptasi.

3. Tingkat pengetahuan bertambah.

4. Tingkat kebersihan pasien terpenuhi.

5. Tidak terjadi infeksi luka pascabedah.

21

Anda mungkin juga menyukai