Anda di halaman 1dari 6

Human Trafficking, kejahatan dan ancaman nasional negara Indonesia

Studi Kasus : Kejahatan Human Trafficking terhadap 16 ABG di Medan oleh


Farida Zaharina

Oleh : Prita Firdani (www.sngentertainment.net)

A. Latar Belakang

Human trafficking adalah segala bentuk perdagangan manusia.


Menurut Protokol Palermo human trafficking didefinisikan sebagai
perekrutan, pengiriman pemindah-tanganan, penampungan, atau
penerimaan orang yang dilakukan dengan ancaman, atau penggunaan
kekuatan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainya, seperti penculikan, muslihat,
atau tipu daya, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan posisi rawan
menggunakan pemberian atau penerimaan pembayaran (keuntungan)
sehingga diperoleh persetujuan secara sadar (consent) dari orang yang
memegang kontrol atas orang lainnya untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi
meliputi setidak-tidaknya; pelacuran (eksploitasi/prostitusi) orang lain atau
lainnya seperti kerja atau layanan paksa, pebudakan atau praktik-praktik
serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh. Dalam hal
anak perdagangan anak yang dimaksud adalah setiap orang yang umurnya
kurang dari 18 tahun.

Pada zaman sekarang ini human trafficking adalah isu kejahatan yang
menjadi tantangan global bagi seluruh negara. Dari pengamatan PBB, 4 juta
orang telah menjadi korbannya pada tiap tahun. Pengamatan ini belum
mencakup puluhan ribu hingga ratusan ribu individu yang bergerak dalam
pertumbuhan yang bergerak perdagangan tenaga kerja di kawasan Asia
Tenggara.

Penyebab umum dari kasus human trafficking hampir sama hampir


semua negara di seluruh dunia. Penyebab tersebut adalah kemiskinan,
globalisasi, industri seks komersial, hak-hak perempuan, dan tingkat
pendidikan global secara umum. Dalam gerakan perlawanan terhadap
terhadap perdagangan manusia, penyebab umum tersebut sangat sulit untuk
diatasi.
Penyebab-penyebab di atas memang merupakan titik lemah rakyat
terutama di negara-negara berkembang. Kelemahan itulah yang
dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk memperoleh
keuntungan. Dari kasus kasus yang sudah terjadi terutama di Indonesia,
kelompok kelompok melakukan kejahatan ini secara rapi dan terorganisasi.
Contoh kasus di Indonesia dari laporan Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana modus operandi dari tindak pidana human trafficking adalah
sebagai berikut:

1. Merekrut calon pekerja wanita 16-25 tahun;


2. Dijanjikan bekerja di restoran, salon kecantikan, karyawan hotel, pabrik
dengan gaji rm 500 s/d rm 1.000;
3. Identitas dipalsukan;
4. Biaya administrasi, transportasi, dan akomodasi ditipu oleh pihak agen;
5. Tanpa ada calling visa atau working permit atau menggunakan visa
kunjungan singkat;
6. Putusnya jaringan; dan
7. Korban dijual, disekap, dan dipekerjakan sebagai PSK. Modus yang
terakhir sering sekali terjadi.
Dalam pembahasan kali ini, penulis akan mengangkat kasus yang
dipublikasikan oleh Harian Andalas tanggal 27 Agustus 2014 tentang kasus
human trafficking yang terjadi di Medan.

B. Dinamika Kasus
Mabes Polri mengamankan 16 Anak Baru Gede (ABG), warga negara
Indonesia yang menjadikan korban perdagangan manusia (human trafficking)
yang dipekerjakan menjadi penari telanjang (striptis) dan Pekerja Seks
Komersial (PSK) di Malaysia dengan gaji Rp1-2 juta per bulan. Aktor
intelektual dibalik kasus human trafficking ini diduga Farida Zaharina alias Ina
bertatus DPO yang juga terendus dalam pengungkapan kasus serupa di
Medan.
Kanit Trafficking Tipidum Bareskrim Polri, AKBP Arie Darmanto
mengatakan awal para korban yang berusia antara 15 sampai 17 tahun itu
ditawari bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Namun, sesampainya di
Malaysia, mereka dijadikan pekerja seks komersial.
"Para korban dijanjikan sebagai pembantu rumah malah jadi penari
striptis. Di sana jadi pendamping di pub-pub di Malaysia," kata Arie di Mabes
Polri, Jakarta, Selasa (26/8).
Arie menjelaskan, para korban ini belum setahun bekerja dan tinggal
di sebuah apartemen yang difasilitasi agensi. "Mereka diberi fasilitas seperti
kos-kosan," kata Arie.
Enambelas korban ini datang dari berbagai wilayah di Jawa Tengah
dan Jawa Barat. Korban tergiur dengan pesan-pesan yang tersebar, salah
satunya di Facebook dan iklan media lokal.
"Melalui iklan di beberapa tabloid lokal dan beberapa media seperti
Facebook dengan broadcast pekerjaan," katanya.
Terungkapnya Kasus ini bermula dari laporan seorang warga ke
Bareskrim terkait pengiriman anaknya ke Kuala Lumpur. Dari penyidikan
kepolisian, praktik perdagangan orang ini melibatkan DPO Farida Zaharina
alias Ina. Jejak buron Ina juga terendus dalam praktik perdagangan orang
yang diungkap di Medan.
Polri saat ini sedang memburu Ina yang diketahui jejak rekamnya
merupakan pemain lama dan sudah mendapat kepercayaan dari para
pengusaha hiburan malam di Malaysia.
"Ina tidak asing dalam dunia hiburan striptis. Ini diberikan ruang oleh
pengusaha hiburan di Malaysia, makanya kita berikan red notice dan bekerja
sama Interpol dan FBI," papar Arie.
Polisi menduga korban tidak hanya keenambelas anak bawah umur di
Malaysia. "Diduga tidak cuma di Malaysia tapi di vietnam. Kurang lebih Asia
Tenggara," ujarnya.
Arie mengatakan, para korban berangkat dengan cara ilegal, yaitu
dengan memanipulasi data dan berkas pembuatan Paspor di Imigrasi.
"Paspornya asli, tapi data-datanya palsu. Ada dua orang yang diduga
memalsukan data paspor, mereka calo," kata Arie.
Polisi menduga masih banyak korban lainnya yang diperdagangkan
Ina. "Kemungkinan ada sindikat organized crime. Kemungkinan korban
banyak. Ini korban yang diamankan baru 16," kata Arie.
Dari 16 korban, 14 diantaranya sudah kembali ke daerah asal masing-
masing. Sementara dua lainnya masih berada di Malaysia guna kepentingan
penyelidikan. Dari pengakuan para korban, mereka diberangkatkan oleh
seorang tersangka berinisial Ina.
Dalam kasus ini, beber Arie, pelaku dapat dikenakan UU No 21 Tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan
ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

C. Teori
Dari kasus di atas akan dijelaskan melalui pembahasan teori berikut ini
1. Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association Theory)
Sutherland menghipotesakan bahwa perilaku kriminal itu dipelajari melalui
asosiasi yang dilakukan dengan mereka yang melanggar norma-norma
masyarakat termasuk norma hukum. Proses mempelajari tadi meliputi tidak
hanya teknik kejahatan sesungguhnya, namun juga motif, dorongan, sikap
dan rasionalisasi yang nyaman yang memuaskan bagi dilakukannya
perbuatan-perbuatan anti sosial.
Theori asosiasi differensial Sutherland mengenai kejahatan menegaskan
bahwa :
a. Perilaku kriminal seperti halnya perilaku lainnya, dipelajari.
b. Perilaku kriminal dipelajari dalam hubungan interaksi dengan orang lain
melalui suatu proses komunikasi.
c. Bagian penting dari mempelajari perilaku kriminal terjadi dalam pergaulan
intim dengan mereka yang melakukan kejahatan, yang berarti dalam
relasi langsung di tengah pergaulan.
d. Mempelajari perilaku kriminal, termasuk didalamnya teknik melakukan
kejahatan dan motivasi/ dorongan atau alasan pembenar.
e. Dorongan tertentu ini dipelajari melalui penghayatan atas peraturan
perundang-undangan; menyukai atau tidak menyukai.
f. Seseorang menjadi deliquent karena penghayatannya terhadap peraturan
perundangan lebih suka melanggar daripada mentaatinya.
g. Asosiasi diferensial ini bervariasi tergantung dari frekuensi, durasi,
prioritas dan intensitas.
h. Proses mempelajari perilaku kriminal melalui pergaulan dengan pola
kriminal dan anti kriminal melibatkan semua mekanisme yang berlaku dalam
setiap proses belajar.
i. Sekalipun perilaku kriminal merupakan pencerminan dari kebutuhan
umum dan nilai-nilai, akan tetapi tingkah laku kriminal tersebut tidak dapat
dijelaskan melalui kebutuhan umum dan nilai-nilai tadi, oleh karena perilaku
non kriminal pun merupakan pencerminan dari kebutuhan umum dan nilai-
nilai yang sama.

D. Analisa
Analisa kriminologi dari kasus kejahatan di atas dari sisi pelaku yaitu Farida
Zaharina alias Ina yang statusnya DPO Polri. Selain itu, Ina merupakan
pemain lama dalam kasus perdagangan manusia yang wilayah operasinya
melingkupi Asia Tenggara mendapat red notice dari kepolisian dan menjadi
buron FBI serta Interpol. Korban dalam kasus ini adalah 16 ABG warga
negara Indonesia yang dijadikan penari striptis dengan dalih awalnya akan
dijadikan pembantu rumah tangga.

Terkait kasus tersebut terdapat reaksi formal. Reaksi formal yang ada adalah
jeratan UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Selain itu intepol memasukkan pelaku ke dalam red notice yaitu pengejaran
pelaku dan apabila tertangkap dilakukan ekstradisi.

Kasus human trafficking merupakan salah satu bentuk ancaman serius bagi
Indonesia. Sebagai negara berkembang, Indonesia termasuk ke dalam
negara yang kategorinya tinggi dalam kasus human trafficking seperti
dilaporkan oleh PBB yaitu dari 4.5 juta pekerja Indonesia di luar negeri hampir
40% nya terindikasi merupakan korban dari human trafficking. Hal ini yang
dapat merusak masyarakat Indonesia karena menjadi korban trafficking
bukan kesejahteraan yang didapat justru eksploitasi yang didapat. Selain itu
Indonesia dianggap lemah oleh pihak luar karena dengan mudahnya orang
Indonesia dibeli dan dieksploitasi seperti kasus yang menimpa 16 ABG yang
rencananya akan dijual ke Malaysia.
E. Kesimpulan dan Saran
Human trafficking merupakan kasus yang memang marak terjadi di
Indonesia sebagai negara berkembang. Kurangnya pendidikan dan
sosialisasi menyebabkan masyarakat Indonesia mudah diming-imingi
pekerjaan di luar negeri dengan gaji tinggi, namun masih banyak yang justru
ditipu dan diperjualbelikan untuk dieksploitasi dan kebanyakan pada wanita
dieksploitasi secara seksual.

Untuk mengatasi agar kasus tersebut tidak berlanjut, perlu diadakan


sosialisasi serta pelatihan yang matang kepada calon TKI agar tidak mudah
ditipu untuk bekerja di luar negeri. Selain itu peraturan mengenai penyaluran
tenaga kerja yang resmi dan diawasi oleh pemerintah harus ditegaskan lagi
untuk menghindari calo-calo atau yayasan-yayasan ilegal yang berkedok
menyalurkan TKI, namun pada kenyataannya justru melakukan kejahatan
human trafficking.

F. Referensi

Ahtlas, F. (2013, Februari 14). Teori-teori dalam Kriminologi. Retrieved Oktober 20, 2014, from Cadet
World: http://fahminooradly.wordpress.com/2013/02/14/teori-teori-dalam-kriminologi/

Chawla, S. (2014). Global Report on Trafficking in Persons. New York: United Nation Office Drugs and
Crime.

Criminal Reource Manual: 611 Interpol Red Notices. (1997). Pennsylvania: United States
Attorney'sManual.

Ina Terlibat Human Trafficking di Medan. (2014, Agustus 27). Retrieved Oktober 20, 2014, from
Harian Andalas: http://harianandalas.com/kanal-berita-utama/ina-terlibat-human-
trafficking-di-medan/

Anda mungkin juga menyukai