Dah Mantap Don
Dah Mantap Don
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri /
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita.
Menurut Constantinides (1994, dalam Boedhi-Darmojo dan Hadi
Martono, 1999.
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya
tahan terhadap infeksi dan akan menuntut makin banyak distorsi metabolik
dan struktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif yang akan
menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang
dramatic.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada lansia dengan gangguan
sistem endokrin, sebagai berikut :
1) Health Perception - Health Management
a. Uraikan tentang status kesehatan secara keseluruhan.
b. Uraikan masalah-masalah endokrin yang didapatkan masalah
(pituitary thyroid), paratiroid, adrenal, pankreas, ovarium. testes).
Bagaimana masalah ini diatasi? Apakah dengan obat-obatan,
pembedahan, penggantian hormone, diet? Apa yang menentukan
mengenai pengobatan yang anda lakukan?
c. Apakah anda merokok/menghisap tobako? Jika ya, berapa banyak
perhari dan berapa lama?
d. Apakah anda sudah merasakan tinggi atau rendahnya kadar gula
darah?
e. Apakah anda minum alkohol? Jika ya, berapa banyak dan jenis
apa?
f. Uraikan bagaimana anda merawat kesehatan anda?
g. Kapan terakhir anda melakukan latihan fisik ?
2) Metabolik – Nutrisi
a. Uraikan kebiasaan diet anda..
b. Uraikan berapa banyak air yang diminum selama 24 jam.
c. Dapatkah anda mencatat bahwa anda merasa kehausan yang sangat
dan yang biasanya?
d. Apakah anda mengalami perubahan selera makan? Jika ya,
uraikan!
e. Apakah anda mengalami perubahan berat badan? Jika ya, berapa
banyak? Berapa jarak periodenya?
f. Dapatkah anda mencatat perubahan-perubahan pada kebiasaan
dalam intoleransi antara panas atau dingin?
g. Apakah anda mengalami kesulitan dalam menelan? Jelaskan!
3) Eliminasi
a. Uraikan kebiasaan pola berkemih selama peroide 24 jam. Apakah
ada perubahan? Jika ya, uraikan!
b. Dapatkah anda mencatat perubahan-perubahan terhadap warna dan
bau dari urine anda? Jika ya, uraikan!
c. Apakah anda sering terbangun pada malam hari untuk berkemih?
Seberapa seringkah?
d. Apakah anda pernah menderita batu ginjal? Jika ya, bagaimana
cara mengatasinya/pengobatannya?
e. Apakah anda pernah mengalami perubahan kebiasaan eliminasi?
Jelaskan!
4) Aktivitas – Latihan
a. Uraikan kebiasan aktivitas selama periode 24 jam.
b. Aktivitas apa yang biasa anda lakukan sehingga anda bernapas
pendek (seperti sesak) atau kelelahan? Jelaskan!
c. Apakah anda mengalami perubahan pada kebiasaan perawatan diri
anda berhubungan dengan masalah endokrin? Jika ya, uraikan!
d. Apakah tingkat energi mengalami peningkatan atau penurunan?
Jika ya, jelaskan!
5) Tidur – Istirahat
a. Apakah terjadi gangguan terhadap tidur malam?
b. Apakah anda merasa gugup atau tidak mampu istirahat
6) Kognitif – Persepsi
a. Apakah anda merasakan kelelahan, menarik diri atau bingung?
b. Dapatkah anda mencatat adanya suara parau atau perubahan
terhadap suara anda?
c. Dapatkah anda mencatat perubahan-perubahan terhadap perubahan
warna dan kondisi kulit anda, seperti warna kulit menjadi lebih
gelap, kulit menjadi kering, berminyak atau memar.
d. Apakah anda pernah mengalami palpitasi jantung (berdebar-
debar)?
e. Apakah anda pernah mengalami nyeri abdominal?
f. Apakah anda. mengalami sakit kepala, hilang ingatan, perubahan
sensasi atau depresi?
g. Apakah anda pernah mengalami kekakuan otot atau sendi?
7) Konsep Diri
a. Bagaimana perasaan anda tentang masalah kesehatan ini?
b. Bagaimana perasaan anda setelah mendapati masalah ini terhadap
diri anda dan masa depan anda?
c. Bagaimana perasaan anda mengenai pengobatan untuk selama
istirahat dalam hidup anda?
2. Diagnosa Keperawatan
1) Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi,
perubahan biopsikososial seksualitas.
2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan cemas, takut, stres psikologis.
3) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis proses
penuaan.
4) Gangguan harga diri berhubungan dengan gangguan psikologis; malu, cemas.
3. Intervensi Keperawatan
Dalam Wilkinson (2006), intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
dari diagnosa keperawatan adalah :
1) Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi,
perubahan biopsikososial seksualitas.
Batasan karakteristik : Perubahan dalam penerimaan kepuasan seksual,
perubahan terhadap diri sendiri dan orang lain, ketidakmampuan untuk
mencapai kepuasan yang diharapkan.
Kriteria hasil : Menunjukkan adanya keinginan untuk mendiskusikan
perubahan pada fungsi seksusl, beradaptasi terhadap model pengungkapan
seksual yang berhubungan dengan usia dan perubahan fisik.
Intervensi :
a. Pantau adanya indikator resolusi dari disfungsi seksual.
b. Berikan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan fungsi seksual
(misalnya konseling yang difokuskan pada bimbingan antisipatorik)
c. Diskusikan keadaan kesehatan terhadap seksualitas (misalnya efek
samping pengobatan; aspek normal penuaan)
d. Berikan informasi faktual tentang mitos seksual dan kesalahan informasi
yang pasien kemukakan.
e. Berikan konsultasi/rujukan pada anggota tim pelayanan kesehatan
lainnya.
f. Rujuk pasien kepada ahli terapi seks.
PENUTUP
Kesimpulan
Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
serta memperbaiki kerusakan yang diderita.
Asuhan keperawatan dengan gangguan sistem urinaria 2.1
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELKANG
2. TUJUAN
Sistem urinaria pada manusia terdiri dari ginjal yang di dalamnya terdapat
nefron yangakan melakukan fungsi utama ginjal yaitu melakukan filtrasi, ureter
yang akan mengalirkan urindari ginjal ke kandung kemih atauBlader .
Bladeradalah tempat penyimpanan urin sementarasebelum di keluarkan melalui
uretra, uretra adalah saluran yang akan mengalirkan urin dari blader ke
lingkungan di luar tubuh.
Ada beberapa perubahan yang terjadi pada lansia terkait dengan sistem
urinaria. Padaorang dewasa awal terdapat 2 juta nefron fungsional, sedangkan
pada ginjal dewasa akhir telahhilang setengahnya dan beberapa dari nefron
tersebut tidak bekerja dengan baik. Dalam nefronlansia, terjadi beberapa
perubahan pada bagian glumelurus dan sistem tubular. Dalam glumelurusterjadi
penebalan pada membrane basalis, di temukan adanya sklerosis pada area fekal,
dan penurunan jumlah permukaan glumelurus, dari perubahan ini
akan berpengaruh pada penurunanefisiensi filtrasi yang di lakukan nefron.
Perubahan yang terjadi pada lansia terkait sistem urinaria dapat dilihat pada table
berikut ini :
Perubahan Implikasi
Penebalan membrane basal Filtrasi darah kurang efisien
Penurunan area permukaan glumelurus
Penurunan panjang dan volume
tubulus proksimal
Penurunan masa otot yang tidak berlemak Penurunan total cairan tubuhResiko
Peningkatan total lemak tubuh dehidrasi
Penurunan cairan intrasel
Penurunan sensasi haus
Penurunan kemampuan untuk retensi urin
Penurunan hormone yang penting untuk Peningkatan resiko osteoporosis
absorpsi kalsium dari saluran
gastrointestinal
Penurunan kapasitas kandung kemih Peningkatan resiko inkontensia
Peningkatan volume residu
Peningkatan kontraksi kandung kemih
yang tidak sadari
Atropi kandung kemih
KONSEP TEORI
INKOTINENSIA URINE
A. PENGERTIAN
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002).
B. ETIOLOGI
Persalinan pervaginan
Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat
regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine.
Proses menua
Dengan menurunnya kAadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50
tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran
kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Semakin
tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena
terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.
Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi
saluran kemih bisa menyebabkan inkontinensia urine
C. PATOFISIOLOGI
Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat
kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan
(obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina.
Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan
melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses
persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot
dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan
risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen
pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus
otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan
terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau
kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan
inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami
inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot
dasar panggul.
D. MANIFESTASI KLINIS
Desakan berkemih, di sertai ketidakmampuan mencapai kamar mandi
karena telah berkemih
Frekuensi, dan nokturia.
Inkontinensia stres, dicirikan dengan keluarnya sejumlah kecil urin ketika
tertawa, bersin, melompat, batuk atau membungkuk.
Inkontinensia overflow, dicirikan dengan aliran urin buruk atau melambat
dan merasa menunda atau mengedan.
Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran urin yang
adekuat
Higiene buruk atau tanda- tanda infeksi
E. WOC
F. KLASIFIKASI
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi
ke toilet sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka
inkontinensia urin umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat
mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau
memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke,
arthritis dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi
anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada
vagina dan urethra (vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia
urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut. Berbagai kondisi
yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia urin, seperti
glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat menyebabkan
edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia urin
nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia
urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesicnarcotic,
psikotropik, antikolinergik dan diuretic. Untuk mempermudah mengingat
penyebab inkontinensia urin akut reversible dapat dilihat akronim di bawah ini :
Delirium
Restriksi mobilitas, retensi urin
Infeksi, inflamasi, Impaksi
Poliuria, pharmasi
Merupakan eliminasi urine diluar keinginan melalui uretra sebagai akibat dari
peningkatan mendadak pada tekanan intra-abdomen. seperti pada saat batuk,
bersin atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar
panggul, merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia dibawah
75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki
akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan trans urethral dan
radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri.
Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.
Urge Incontinence
Terjadi bila pasien merasakan drongan atau keinginan untuk urinasi tetapi
tidak mampu menahannya cukup lama sebelum mecapai toilet. Inkontinensia urin
jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor
overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia
urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula
spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul
keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin.
Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada
lansia di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiper aktifitas
detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi
involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali. Mereka
memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress, overflow dan obstruksi. Oleh
karena itu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena dapat menyerupai
inkontinensia urine tipe lain sehingga penanganannya tidak tepat.
Overflow Incontinence
Ditandai oleh eliminasi urine yang sering dan kadang-kadang terjadi hampir
terus-menerus terjadi. Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan
kansdung kemih tidak dapat mengosongkan isinya secara normal dan megalami
distensi yang berlebihan. Meskipun eliminasi urine sering terjadi, kandug kemih
tidak pernah kosong. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti
pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis
multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung
kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya
sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Setelah buang air kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui kateter
diukur atau menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc
berarti pengosongan kandung kemih tidak adekuat. Urinalisis, dilakukan terhadap
spesimen urine yang bersih untuk mendeteksi adanya factor yang berperan
terhadap terjadinya inkontinensia urin seperti hematuri, piouri, bakteriuri,
glukosuria, dan proteinuria. Tes diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan bila evaluasi
awal didiagnosis belum jelas. Tes lanjutan tersebut adalah :
H. PENATALAKSANAAN
Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin
yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak
tertahan, selain itu catat waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.
Terapi non farmakologi
Terapi farmakologi
Terapi pembedahan
Penatalaksanaan pembedahan
Modalitas lain
Kateter
Seperti urinal, komod dan bedpan yang digunakan oleh orang usia
lanjutyang tidak mampu bergerak dan menjalani tirah baring. Alat bantu
tersebutakan menolong lansia terhindar dari jatuh serta membantu
memberikankemandirian pada lansia dalam menggunakan toilet.
A. Pengkajian
1. Identitas klien
2. Riwayat kesehatan
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit
ginjal bawaan/bukan bawaan
3. Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak lemas dan tanda tanda
vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensia
4. Pemeriksaan Sistem :
B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai
oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
B2 (blood)
B3 (brain)
B4 (bladder)
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa
terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
B5 (bowel)
B6 (bone)
Bersedih
Murung
Mudah tersinggung
Mudah marah
Isolasi social
Perubahan peran
B. Diagnosa keperawatan Yang Mungkin Muncul
C. NCP
- Berikan tindakan
keyamanan.
Contoh :
Membantu pasie
memberikan posisi - Meng-hilangkan nyer
yang nyaman, menentukan obat yan
mendorong tepat untuk mencega
penggunaan fluktuasi nyeri ber
relaksasi atau hubungan denga
latihan nafas dalam tegangan
Contoh: analgesik
- Berikan
pemanasan local
sesuai indikasi
2. Kekurangan Volum Klien - TTV Mandiri : - Untuk memperole
cairan b/d diuresis menunjukkan stabil data tentang penyak
- Dapatkan riwayat
osmotic hidrasi yang pasien, agar dapa
- pasien/ orang
adekuat/ melakukan tindaka
Membrane terdekat
kekurangan sesuai yang dibutuhkan
mukosa sehubungan dengan
cairan dapat
bibir lamanya gejala - Indicator hidrasi/volum
diatasi
lembab seperti muntah dan sirkulasi dan kebutuha
pengeluaran urine intervensi.
- Turgor
yang berlebihan
kulit elastic - Membandingkan
- Pantau TTV, catat keluaran actual dan yan
- Intake dan
adanya perubahan diantisipasi membant
output
TD dalam evaluasi adanya
seimbang
derajat stasis/ kerusaka
warna kulit dan
ginjal
kelembaban-nya
- Peningkatan BB yan
- Pantau masukan
cepat mungki
dan pengeluaran
berhubungan denga
urine
retensi
- Memper-tahankan
keseimbangan cairan
- Memenuhi kebutuha
cairan tubuh
- Timbang BB § Mempertahankan
setiap hari volum sirkulas
meningkatkan fungs
- Pertahankan
ginjal
untuk memberikan
cairan paling sedikit
2500 ml/hari dalam
batas yang dapat
ditoleransi jantung
Kolaborasi:
- Berikan terapi
cairan sesuai
indikasi
- Berikan cairan IV
- Jika di pasang
kateter indwelling,
berikan perawatan
kateter 2x sehari
(merupakan bagian
dari waktu mandi
pagi dan pada
- Kateter memberika
waktu akan tidur)
jalan pada bakteri untu
dan setelah buang
memasuki kandun
air besar
kemih dan naik k
- Kecuali saluran perkemihan
dikontraindikasikan,
ubah posisi pasien
setiap 2jam dan
anjurkan masukan
sekurang-kurangnya
2400 ml / hari.
Bantu melakukan
ambulasi sesuai
dengan kebutuhan. - Untuk mencegah stasi
urine.
Berikan terapi
antibiotoik - Mungkin diberika
secara profilakti
sehubungan denga
peningkatn resiko infeks
D. Imlementasi
Dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan, menjelaskan setiap
tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan pedoman atau prosedur tekhnis yang
telah ditentukan.
E. Evaluasi
1) Tujuan tercapai
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inkontinensia urin merupakan keluhan yang banyak dijumpai pada
lanjut usia. Prevalensinya meningkat dengan bertambannya umur, lebih
banyak didapatkan pada wanita dan pada penderita-Penderita lanjut usia
yang dirawat di bangsal akut.
B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) ada tiga aspek yang perlu di pertimbangkan yaitu
;aspke biologi,aspek ekonomi,dan aspek social.Secara biologis penduduk lanjut
usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus yang
ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik sehingga semakin rentannya
terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kematian.hal ini disebabkan
terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,jaringan serta system
organ.secara ekonomi penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban
daripada sebagai sumber daya. banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa
tua tidak lagi memberikan banyak manfaat bahkan ada yang sampai beranggapan
bahwa kehidupan masa tua sering kali di persepsikan secara negative sebagai
beban keluarga dan masyarakat. Dari aspek social,penduduk lanjut usia
merupakan satu kelompok social sendiri.di Negara barat penduduk lanjut usia
menempati strata social di bawah kaum muda.hal ini dilihat dari keterlibatan
mereka terhadap sumber daya ekonomi,pengaruhterhadap pengambilan keputusan
serta luasnya hubungan social yang semakin menurun.Akan tetapi di Indonesia
penduduk lanjut usia menduduki kelas social yang tinggi yang harus di hormati
oleh warga kaum muda.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C.Chalhoum (1995) masa tua
adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya.Tetapi bagi orang lain periode ini adalah permulaan
kemunduran.usia tua dipandang sebagai masa kemunduran,masa kelemahan
manusiawi dan social.Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok
lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogeny.usia tua dialami dengan
cara yang berbeda-beda.ada orang lanjut usia yang mampu melihat arti penting
usia tua dalam konteks eksistensi manusia,yaitu sebagai masa hidup yang
memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh,berkembang serta
berbakti.Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang
berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan,penolokan dan
keputusasaan.Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dengan
demikian semakin cepat kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Proses penuaan adalah sesuatu yang kompleks yang dapat dijelaskan secara
kronologis,fisiologis dan fungsional.
Usia kronologis merujuk pada jumlah tahun seseorang telah hidup. Mudah untuk
diidentifikasikan dan diukur,ini adalah metode objektif yang paling umum
digunakan.Di Amerika serikat,usia tua kadang kala di klasifikasikan dalam tiga
kelompok katagoru kronologis :
1) Tua – Awal (usia 65 sampai usia 74 tahun)
2) Tua – Pertengahan (usia 75 sampai usia 84 tahun)
3) Tua – Akhir (usia 85 tahun keatas)
Selain itu,usia kronologis menjadi criteria dalam masyarakat untuk
mengatagorikan aktivitas-aktivitas tertentu,seperti mengemudi,bekerja sebagai
karyawan, dan pengumpulan pension.dengan berlakunyaSocialsecurity Act dan
didrikannya medicare,usia 65 tahun menjadi usia minimum keabsahan untuk
pension.Dengan demikian usia 65 tahun adalah usia yang diakui untuk menjadi
warga negara senior di Amerika serikat.Akan tetapi,banyak orang yang menetang
ketentuan ini.
Usia Fisiologis merujuk pada penetapan usia dengan fungsi tubuh.Meskipun
perubahan terkait usia dialami setiap orang,mustahil untuk mengetahui dengan
tepat saat perubahan ini terjadi.itulah sebabnya mengapa usia fisiologis tidak
digunakan dalam menetapkan usia seseorang.
Usia Fungsional merujuk pada kemapuan seseorang berkontribusi pada
masyarakat dan bermanfaat untuk orang lain serta dirinya sendiri.Berdasarkan
fakta bahwa tidak semua individu pada usia yang berdasarkan kurun waktu
memiliki fungsi pada tingkat yang sama.banyak orang secara kurun waktu lebih
tua tetapi bugar secara fisik,aktif secara mental, dan anggota masyarakat yang
produktif.ada orang yang muda secara kurun waktu,tetapi secara fisik dan
fungsional tua.
Dengan memandang proses penuaan dari perspective yang luas dapat
membimbing kearah strategi yang lebih kreatif untuk melakukan intervensi
terhadap lansia. Perubahan structural yang paling terlihat terjadi pada otak itu
sendiri, walaupun bagian lain dari system saraf pusat juga terpengaruh. Perubahan
ukuran otak yang di akibatkan oleh atropi girus dan dilatasi sulkus dan ventrikel
otak. Korteks serebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh
kehilangan neuron.
Penurunan aliran darah serebral dan penggunaan oksigen juga telah
diketahui akan terjadi selama proses penuaan. Perubahan dalam system neurologis
dapat termasuk kehilangan dan penyusutan neuron, dengan potensial 10%
kehilangan yang diketahui pada usia 80 tahun. Penurunan dopamine dan beberapa
enzim dalam otak pada lansia berperan terhadap terjadinya perubahan neurologis
fungsional. Secara fungsional, mungkin terdapat suatu perlambatan reflek tendon
profunda. Terdapat kecenderungan kearah tremor dan langkah yang pendek-
pendek atau gaya berjalan dengan langkah kaki melebar disertai dengan
berkurangnya gerakan yang sesuai. Fungsi system saraf otonom dan simpatis
mungkin mengalami penurunan secara keseluruhan.
2. Tujuan
Mengetahui gangguan-gangguan terhadap fungsi gastrointestinal pada lansi.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN
1. SISTEM PENCERNAAN
Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan,
yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
1. Mulut
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat
di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin
dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit,
terdiri dari berbagai macam bau.
2. Tenggorokan ( Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari
bahasa yunani yaitu Pharynk.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,
disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan
melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga
disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον,
phagus – “memakan”).
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
1) bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
2) bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
3) serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus)
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai.Terdiri dari 3 bagian yaitu :
1) Kardia.
2) Fundus.
3) Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk
cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik
untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah
kepada terbentuknya tukak lambung.
2) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
5. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan
serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
1) Kolon asendens (kanan)
2) Kolon transversum
3) Kolon desendens (kiri)
4) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa
penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri
didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
7. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
8. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang
parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga
abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung
dengan caecum.
9. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir
di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,
yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke
dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum
akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke
usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
10. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat
dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
1) Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
2) Pulau pankreas, menghasilkan hormon
11. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa
fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan
penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan.
Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau
hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
12. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah
pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk
proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10
cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna jaringannya, melainkan
karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan
hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
1) Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
2) Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol.
2. PERUBAHAN SISTEM GASTROINTESTINAL PADA LANSIA
Penuaan dicirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan
metabolism di sel lainnya. Proses ini menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan
perubahan komposisi tubuh.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal akibat
proses menua (Brocklehurst and Allen,1987, Morris and Dew,1985, Nelson and
Castel,1990)
1. Rongga Mulut
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada rongga mulut akibat proses
menua:
a. Hilangnya tulang periosteum dan periduntal, penyusutan dan fibrosis
pada akar halus, pengurangan dentin, dan retraksi dari struktur gusi. Implikasi dari
hal ini adalah tanggalnya gigi, kesulitan dalam mempertahankan pelekatan gigi
palsu yang lepas.
b. Hilangnya kuncup rasa. Implikasi dari hal ini adalah perubahan
sensasi rasa dan peningkatan penggunaan garam atau gula untuk mendapatkan
rasa yang sama kualitasnya.
c. Atrofi pada mulut. Implikasi dari hal ini adalah mukosa mulut
tampak lebih merah dan berkilat. Bibir dan gusi tampak tipis kerena penyusutan
epitelium dan mengandung keratin.
d. Air liur/ saliva disekresikan sebagai respon terhadap makanan yang
yang telah dikunyah. Saliva memfasilitasi pencernaan melalui mekanisme sebagai
berikut: penyediaan enzim pencernaan, pelumasan dari jaringan lunak,
remineralisasi pada gigi, pengaontrol flora pada mulut, dan penyiapan makanan
untuk dikunyah. Pada lansia produksi saliva telah mengalami penurunan.
3. Lambung
a. Atrofi penurunan sekresi asam hidroklorik mukosa lambung sebesar
11% sampai 40% dari populasi. Implikasi dari hal ini adalah perlambatan dalam
mencerna makanan dan mempengaruhi penyerapan vitamin B12, bakteri usus
halus akan bertumbuh secara berlebihan dan menyebabkan kurangnya penyerapan
lemak.
b. Penurunan motilitas lambung. Implikasi dari hal ini adalah
penurunan absorbsi obat-obatan, zat besi, kalsium, vitamin B12, dan konstipasi
sering terjadi.
4. Usus halus
Mukosa usus halus juga mengalami atrofi, sehingga luas permukaan
berukurang, menyebabkan jumlah vili berkurang dan selanjutnya juga
menurunkan proses
absorbsi. Di daerah duodenum enzim yang dihasilkan oleh pancreas dan empedu
juga menurun, sehingga metabolisme karbohidrat, protein dan lemak menjadi
tidak sebaik sewaktu muda. Keadaan ini sering menyebabkan gangguan yang
disebut sebagai maldisgesti dan malabsorbsi.
A. Pengertian
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat- zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang
tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Nutrisi adalah zat-zat gizi atau zat-zat lain yang berhubungan dengan
kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia
untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan
menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuh serta
mengeluarkan sisanya.
B. Anatomi
Penuaan dicirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan
metabolism di sel lainnya. Proses ini menyebabkan penurunan fungsi tubuh
dan perubahan komposisi
tubuh. Organ sistem
pencernaan terdiri dari :
1. Mulut
2. Tenggorokan ( Faring)
3. Kerongkongan (Esofagus)
Esofagus dibagi menjadi
tiga bagian:
a. bagian superior
(sebagian besar adalah
otot rangka)
b. bagian tengah
(campuran otot rangka
dan otot halus)
c. serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu :Kardia, Fundus, dan Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam
keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke
dalam kerongkongan.
Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
a. Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung.
b. Asam klorida (HCl)
Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang
terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
c. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
5. Usus halus (usus kecil)
- Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal )
dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
- Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar terdiri dari :
a. Kolon asendens (kanan)
b. Kolon transversum
c. Kolon desendens (kiri)
d. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Rongga Mulut:
Hilangnya tulang periosteum Tanggalnya gigi
dan peridontal
Retraksi dan struktur gusi Mempertahankan pelekatan gigi palsu
yang pas
Hilangnya kuncup rasa Perubahan sensasi rasa:
Peningkatan penggunakan garam
a) Penyakit Periodontal
Penyakit periondontal (gingivitis dan periodontitis) adalah
inflamasi dari struktur yang menyokong gigi, dengan hasil akhir
berupa kerusakan tulang. Kerusakan ini menyebabkan kehilangan
secara progresif dan pada akhirnya terjadi kehilangan gigi. Penyakit
ini disebabkan oleh bakteri yang terdapat di dalam plak.
Tanda Gingivitis Gusi kemerahan dan gusi bengkak yang
beerdarah ketika gosok gigi. Jika infeksi makin berkembang, bau
napas tidak seap (halitosis), rasa tidak enak dalam mulut, atau rasa
tidak enak di mulut, atau adanya eksudat purulen di sekitar garis gusi.
b) Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan dianggap sebagai konsekuensi
normal akibat penuaan, penyebab struktural, vaskular atau neurogenik
sekarang telah dikenal sebagai patologi yang mendasari.
Gangguan menelan biasanya berpangkal pada daerah
presofagus tepatnya di daerah osofaring penyebabnya tersembunyi
dalam system saraf sentral atau akibat gangguan neuromuskuler
seperti jumlah ganglion yang menyusut sementara lapisan otot
menebal dengan manometer akan tampak tanda perlambatan
pengosongan usofagus. Selain itu, produksi saliva yang menurun
dapat mempengaruhi proses perubahan kompleks krbohidrat menjadi
disakarida. Fungsi ludah sebagai pelican makanan berkurang sehingga
proses menelan menjadi sukar.
c) Refluks Gastroesofagus Dan Hernia Hiatal
- Refluk Gastroesofagus merupakan aliran balik getah lambung
masuk ke dalam esofagus. Dinding esofagus lebih tipis dan sensitif
pada lansia.
- Hernia Hiatal adalah masuknya lambung, dan organ-organ dalam
abdomen lainya ke dalam rongga toraks melalui suatu pembesaran
hiatus esofagus dalam diafragma. Namun, banyak pula lansia yang
mengalami gejala refluks tanpa hernia hiatal.
Penyakit Malabsorbsi
Merupakan gangguan asimilasi nutrisi dari usus halus. Penurunan
sekresi asam lambung dan penggunaan antasid pada waktu yang lama
mendorong ke pertumbuhan bakteri secara berlebihan, sering
menyebabkan malabsorbsi pada lansia. Malabsorbsi dapa pula
dihubungkan dengan operasi sebelumnya atau obat-obatan yang
dikonsumsi seperti antikolinergik, dan narkotik yang memperlambat
motilitas usu kemudian meningkatkan pertumbuhan bakteri.
Berat total usus halus berkurang diatas usia 40 tahun meskipun
penyerapan zat gizi pada umumnya masih dalam batas normal, kecuali
kalsium (diatas 60 tahun)dan zat besi.
Manifestasi Klinik
Malabsorbsi bukan akibat yang normal dari penuaan, walaupun
masalah malabsorbsi dapat muncul pada lansia, sering dengan manifestasi
lain yang menyertainya. Tanda dan gejala malabsorbsi sering terlihat
dalam hubungan dengan gangguan inflamasi usus. Diare, nyeri abdomen,
dan perdarahan rektum adalah gejala-gejala yang paling jelas.
Gangguan yang sering terjadi pada usus besar yang mempengaruhi lansia
adalah divertikulosis, kanker, konstipasi dan diare.
a) Penyakit Divertikular
b) Obstruksi usus
c) Konstipasi
d) Diare
Diare adalah defekasi yang meningkat dalam frekuensi, lebih cair, dan
sulit untuk dikendalikan. Infeksi bakteri dan virus, impaksi fekal,
pemberian makanan melalui slang, dan diet yang berlebihan dapat
menyebabkan diare akut pada lansia. Diare dapat disebabkan oleh
malabsorbsi, penyakit divertikular, gangguan inflamasi usus, atau
obat-obatan, terutama antasid, antibiotik, antisidisritmia, antihipertensi
dan penyakit sistemik lainya.
F. Masalah Gizi Pada Lansia
1. Gizi berlebih
Gizi berlebih pada lansia banyak terjadi di negara-negara barat
dan kota-kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda
menyebabkan berat badan berlebih, apalai pada lansia penggunaan
kalori berkurang karena berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan
itu sulit untuk diubah walaupun disadari untuk mengurangi makan.
Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit,
misalnya : penyakit jantung, kencing manis, dan darah tinggi.
2. Gizi kurang penghasilan
Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah social
ekonomi dan juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori
terlalu rendah dari yang dibutuhkan menyebabkan berat badan kurang
normal. Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein
menyebabkan kerusakan-kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki,
akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun,
kemungkinan akan mudah terkena infeksi pada organ tubuh yang vital.
Faktor penyebab malnutrisi pada lanjut usia:
a) Penyakit akut dan kronis
b) Keterbatas sumber/penghasilan
c) Faktor psikologis
d) Hilangnya gigi
e) Kesalahan dalam pola makan
f) Kurangnya energi untuk mempersiapkan makanan
g) Kurangnya pengetahuan tentang nutrisi yang tepat
3. Kekurangan vitamin
Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan
ditambah dengan kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu
makan berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, penampilan menjadi
lesu dan tidak bersemangat.
4. Osteoporosis
Kondisi dimana sering disebut tulang kropos yang disebabkan oleh
penurunan densitas tulang akibat kurangnya konsumsi kalsium dalam
jangka waktu yang lama. Mencapai maksimum pada usia 35 tahun pada
wanita dan 45 tahun pada pria.
5. Anemia
Kondisi dimana sel-sel darah mengandung tingkat haemoglobil
yang tidak normal, kimia yang bertugas membawa oksigen di seluruh
tubuh yang disebabkan kurang Fe, asam folat, B12 dan protein. Akibatnya
akan cepat lelah, lesu, otot lemah, letih, pucat, kesemutan, sering pusing,
mata berkunang-kunang, mengantuk, HB <8 gr/dL.
6. Kekurangan anti oksidan
(Banyak dijumpai dalam buah-buahan dan sayuran) mampu
menangkal efek merusak radikal bebas terhadap tubuh, sehingga konsumsi
yang kurang dapat meningkatkan resiko berbagai penyakit akibat radikal
bebas, seperti serangan jantung dan stroke, katarak, persendian hingga
menurunnya penampilan fisik seperti kulit menjadi keriput.
7. Sulit buang air besar
Ini karena pergerakan usus besar semakin lambat, makanan lambat
diolah dalam tubuh. Akibatnya, buang air besar jadi jarang.
8. Kelebihan gula dan garam
o Garam (natrium) dapat meningkatkan tekanan darah, terutama pada
orangtua
o Makanan tinggi gula membuat tubuh mudah gemuk, meningkatkan
kolesterol dan gula darah
Karena itu, sebaiknya kurangi konsumsi gula dan garam
G. Pemeriksaan penunjang
1. Sel darah lengkap (CBC) menghitung atau mencari tanda-tanda
infeksi dan dehidrasi. Sebuah peningkatan jumlah sel darah
putih(15.000-20.000/mm3) adalah tanda infeksi dan mungkin
menunjukan sumbatan atau perforasi usus. Peningkatan tingkat
hematokrit dapat berarti dehidrasi.
2. Pemeriksaan elektrolit dan urinalisis untuk mengevaluasi
ketidakseimbangan cairan elektrolit dan sepsis.
3. Kleatinin dan nitrogen urea darah (BUN), tingkat peningkatan kadar
serum ini menunjukan bahwa kemungkinan pasien mengalami
dehidrasi
4. Rongten abdomen, untuk menentukan lokasi pola dan
jenisnya(mekanisme atau nonmechanical,sebagian atau seluruhnya)
dari obstruksi.
5. Kolonoskopi untuk membantu dalam penilaian dan diagnosis dari
obstruksi usus besar.
6. Tes fungsi hati
7. CT scan abdomen
8. USG.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
d. Bau
Bau mulut (kurangnya kebersihan mulut, penyakit pada rongga mulut
dan paru-paru, infeksi abses paru, penyakit paru dan uremia).
e. Kulit
Turgor kulit yang jelek dihubungkan dengan dehidrasi, kulit bersisik,
gatal, kulit yang pucat, pengikisan kulit bisa disebabkan oleh
bermacam-macam defisiensi nutrisi. Kaji adanya edema akibat
gangguan sistem lain.
f. Pemeriksaan rongga mulut :
- Bibir
Kesimetrisan, warna, kelembaban, kebiru-biruan (rendahnya kadar
O2). Bibir pecah-pecah (defisiensi riboflafin atau perlukaan oleh
gigi yang tajam).
- Rongga mulut
Inspeksi kelembaban dan kemerahan membran mukosa
Membran mukosa dan lidah kering (dehidrasi), bintik putih
pada mukosa (infeksi moniliasis).
Gusi bengkak penyakit periodontal juga akibat fenitoin atau
leukimia. Keracunan timah dideteksi dengan timbulnya garis
biru kehitaman jika gigi masih ada.
- Faring
Selama proses menelan, nervus fagusà palatun lunak terangkat
dan menutup nasofaring dan aspirasi tidak terjadi.
Kaji fungsi gangguan refleks, tekan lidan pada bagian tengah,
tetapi tidak terlalu jauh kebelakang àrespon tersedak. Suruh
lansia mengatakan “ah” palatum lunak terangkat. Jika terjadi
rasa sakit dan kemerahan, atau adanya bintik putih
dikerongkongannya.
g. Pemeriksaan abdomen
a) Suruh pasien mengosongkan abdomen, lihat (tanya) apakah
ada bekas luka akibat apendektomi 50 tahun yang lalu.
b) Lihat apakan ada striae (biasanaya biru-pink atau warna
perak) Hasilà dari obesitas, ansites, kehamilan, atau tumor.
Lihat adanya ruam.
c) Kaji kesimetrisan abdomen dan mencakup semua keempat
kuadran. Catat adanya temuan dan lokasi.distensi bagian
bawah abdomen (dibawah pusar)àdistensi kandung kemih
atau tumor pada uterus dan ovarium.
d) Kaji adanya nyeri atau ketegangan.
e) Perkusi (bunyi abnormal pada sebagian organ abdomen,
misal hati, lambung,dll).
f) Kaji bising usus normal (terdengar satu kali setiap 5-15 detik,
biasanya tidak teratur), jika tidak terdengar, stimulasi dengan
jari. Tidak adanya bising usus kurang dari 5 menit
dibutuhkan evaluasi medis. Peningkatan suara sampai
penurunan peristaltik. Palpasi seharusnya tidak ada masa.
- Pemeriksaan rektum
a) Inspeksi perianal (hemoroid), lakukan DRE untukmengkaji
(fisura, tumor, inflamasi, dankebersihan yang kurang)
b) Minta klien untuk meneran (ada tambahan hemoroid atau
rectal prolaps). Masa yang keras bias menghalangi palpasi
penuh pada rektum.
h. Pemeriksaan feses
a) DRE (pemeriksaan spesimen feses)
b) Feses hitam (makanan yang tinggi besi atau perdarahan usus
proksimal)
c) Darah merah segar (perdarahan usus bagian distal atau
hemoroid). Pucat atau berlemak (masalah absorbsi). Feses
yang abu-abu (obstruksi jaundice) mukus (inflamasi)
(Eliopoulus, 2005)
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lansia merupakan masa-masa yang rentan terhadap penyakit, oleh karena itu
asuhan keperawatannya pun berbeda-beda tergantung jenis penyakit dan tingkat
ketergantungannya terhadap pelayanan.
Pengkajian adalah komponen kunci dari diagnosis yang akurat,
penentuan tujuan, dan intervensi. Salah satu komponen pengkajian fisik dalam
gangguan neurologis adalah pengujian sensasi , koordinasi, fungsi serebral,
refleks, dan saraf saraf cranial. Masalah fisik dan fungsional di masa lalu atau
dimasa sekarang seperti defek fungsi motorik , kejang, cedera otak, kanker,
refleks yang abnormal, kekakuan, masalah pencernaan dan paralisis adalah
pemicu yang harus di evaluasi lebih lanjut. Selain itu defisit kognitif komunikatif
( dalam memori, proses berpikir dalam berbicara, abstraksi, kelancaran), status
mental dan faktor persepsi sensori, dan masalah psikologis memandu perawat
dalam mengembangkan strategi untuk meningkatkan kemampuan fungsional.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo B. 2009. Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut. Edisi keempat. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise,
Missouri : Mosby, Inc.
Lueckenotte, Annette Giesler.Ed . 1998. Pengkajian gerontology..2.Jakarta.EGC