Anda di halaman 1dari 7

Naufal Haq D

1606904983

MASA DEPAN INDUSTRI PEMBANGUNAN DI INDONESIA

Kebanyakan orang mengasumsikan bahwa industri hanyalah kegiatan ekonomi


manusia yang mengolah bahan baku/ bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau bahan
jadi. Padahal pengertian industri sangatlah luas, proses industri ini meliputi semua kegiatan
manusia dalam suatu bidang tertentu yang sifatnya produktif dan komersial. Kata industri
berasal dari bahasa Francis kuno yaitu "industrie" yang berarti aktivitas, tetapi kata tersebut
dasarnya berasal dari bahasa latin yaitu "Industria" yang memiliki arti kerajinan dan aktivitas.
Dalam arti luas industri adalah suatu bidang yang bersifat komersial yang
menggunakan keterampilan kerja serta teknologi untuk menghasilkan suatu produk dengan
tujuan mendapatkan keuntungan. Produk industri tidak hanya berupa barang (manufaktur)
tetapi juga dalam bentuk jasa (pelayanan), contoh hasil produksi dalam bentuk jasa seperti
misalnya perbankan, asuransi, transportasi, jasa pengiriman barang dan sebagainya.
Suatu Industri identik dengan tempat dimana berlangsungnya suatu perindustrian
yaitu pabrik, dalam arti luas pabrik adalah tempat manusia, mesin atau teknologi, material,
energi, modal dan sumberdaya dikelola bersama-sama dalam suatu sistem produksi dengan
tujuan menghasilkan suatu produk dan jasa yang efektif, efisien dan aman yang siap
digunakan oleh masyarakat umum maupun dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan
jenis produk yang lainnya. Pabrik identik dengan pengolahan bahan baku dan menghasilkan
produk jadi dalam bentuk barang.
Industri jasa adalah industri yang bergerak dalam bidang pelayanan atau jasa, baik untuk
melayani maupun menunjang aktifitas industri yang lain serta dapat juga memberikan
pelayanan langsung terhadap masyarakat (kosumen). Industri jenis ini biasanya melakukan
aktivitas di dalam suatu gedung (perkantoran).

1. LATAR BELAKANG
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Tim Pengembangan Industri
Konstruksi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) pada bulan Juni
2004 yang melibatkan para pelaku industri, dilanjutkan dengan penelitian oleh Agung
Budiwibowo (Budiwibowo 2005), pada saat ini industri konstruksi nasional belum siap
benar untuk menghadapi perdagangan bebas. Keikutsertaan Indonesia dalam perdagangan
bebas dan globalisasi harus disikapi dengan tepat bagaimana memanfaatkan segi-segi
positifnya dan meminimalkan dampak buruknya bagi kepentingan Industri konstruksi
nasional. Dengan pengalaman melaksanakan berbagai proyek di tanah air industri
konstruksi telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi ekonomi nasional.
Sektor industri yang sehat dan efisien akan berdampak dua arah yakni mendukung daya
saing industri yang lain dan meningkatkan daya saing industri konstruksi itu sendiri.
Akan tetapi kelemahannya dalam kenyataannya Indonesia masih kekurangan tenaga
terampil dan profesional dan sistem pembinaan keahlian yang belum tertata rapi, struktur
industri, efisiensi usaha dan pemerintahan, pengelolaan usaha konstruksi memerlukan
perbaikan yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak akan menghambat pertumbuhan
industri konstruksi.

2. TUJUAN PEMAPARAN
Maksud pemaparan ini adalah untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai
kondisi konstruksi nasional saat ini, tantangan dan masalah yang dihadapi dan masa
depannya.

3. KERANGKA PEMBAHASAN
Untuk membandingkan masa sekarang dan masa depan diperlukan ditetapkannya suatu
kerangka pembahasan, sehingga dengan demikian dapat dengan mudah dapat
dibandingkan antara apa yang telah terjadi di masa sekarang, di masa lalu dan masa
depan. Untuk itu dipilih kerangka pembahasan sebagai berikut (Porter 1985; Porter 1990;
Porter 1998): Tabel 1. Variabel yang ditinjau Kondisi Faktor. Perburuhan Efisiensi Usaha
Efisiensi Pemerintahan Pendidikan Lembaga Kerja sama Kondisi Struktur & Persaingan.
Spesialisasi. Ukuran Perusahaan. Kondisi Industri Pendukung. Bahan Bangunan
Transportasi Kondisi Demand. Tingkat Tuntutan Besar Pasar. Kemampuan perusahaan:
IT Teknologi Sumbe Daya Manusia Keungan dan Pendanaan Manajemen Proyek
Logistik dan Pengadaan

4. PERMASALAHAN
Kondisi Saat ini Industri konstruksi sebagai penyumbang GDP (gross domestic product)
yang cukup besar 6-7% (BPS- 2002) dan penyedia lapangan kerja yang sangat dominan
sekitar 4 juta tenaga kerja (BPS-2002) seharusnya dapat berkembang dengan pesat dan
penuh gairah. Kenyataannya industri konstruksi belum tumbuh secara sehat dan bergairah
sehingga masih belum mampu menjadi andalan bagi ekonomi nasional, sejak krisis
ekonomi melanda Indonesia tahun 1997 sampai sekarang masih cukup menderita akibat
dampak tersebut terbukti dengan penurunan yang sangat tajam pada saat krisis sampai
sekarang belum pulih benar belanja pembangunan dari total sekitar 25 triliyun rupiah
turun sampai sekitar 7 triliyun rupiah pada tahun 1999 dan mulai berangsur-angsur naik
sejak tahun 2000. Keterpurukan itu tentu akan mengurangi kesempatan industri
konstruksi untuk menyiapkan diri dalam menghadapi globalisasi yang terus mendekat dan
akan berlaku secara penuh tahun 2020, sementara itu secara progressive pemerintah harus
melonggarkan ketentuan pembatasan sesuai aturan yang telah disepakati dalam WTO.
Kondisi Faktor Pekerja dan Profesional Konstruksi, masalah mendasar yang dihadapi
para pekerja kosntruksi dan profesional konstruksi adalah masalah pengaturan spesialisasi
keahlian yang belum terbakukan dan belum tuntasnya kesepakatan saling pengakuan
secara internasional sehingga tidak dapat menikmati kesempatan kerja secara antar negara
(crossborder), kecuali untuk skill dan unskilled labour dengan upah yang rendah. Pada
saat ini asosiasi profesi sedang mencoba untuk membenahinya dengan melakukan
koordinasi yang baik antara perguruan tinggi, pemerintah, asosiasi profesi dan Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi. Efisiensi Usaha, biaya transaksi ekonomi masih terlalu
tinggi, mengakibatkan biaya overhead perusahaan menjadi tinggi menyebabkan kegiatan
usaha secara umum belum efisien. Privatisasi, privatisasi dan investasi dari sektor
prasarana, seperti telekomunikasi, jalan, jembatan, pelabuhan udara serta pelabuhan dan
pembangkit tenaga listrik, belum lancar dan karena dana yang masuk umumnya dari luar
negeri tidak akan banyak membuka kesempatan bagi jasa konstruksi nasional,
kebanyakan mereka sudah membawa pelaku jasa konstruksi dari negara masing-masing,
kalau diadakan persaingan bebas pelaku jasa konstruksi nasional belum tentu mampu
bersaing sebagai kontraktor utama, karena persyaratan yang terlalu berat terutama
pengalaman dan kekayaan perusahaan (networth). Penelitian, Pengembangan, Pendidikan
dan Lembaga Kerja sama, penelitian di bidang industri konstruksi masih sangat kurang,
baik dari sektor pemerintah maupun swasta. Pendidikan dan kerja sama dengan perguruan
tinggi, pelaku usaha, asosiasi dan Lembaga Pengembangan Konstruksi Nasional maupun
daerah masih belum efektif. Efisiensi Pemerintahan, efisiensi pemerintahan juga masih
belum tinggi dan masih sangat perlu ditingkatkan. Pendanaan, pendanaan konstruksi
selama ini didapat dari berbagai sumber yaitu modal asing, ekspor kredit, project
financing, kredit perbankan, modal dalam negeri dan anggaran pemerintah. Pendanaan
dengan project financing dan pola-pola in-konvensional lainnya untuk proyek-proyek
infrastruktur sangat diharapkan. Aturan/code/standard, pada dasarnya standar yang diacu
adalah standar ISO 2000 dan ISO 14000 (untuk manajemen lingkungan hidup) akan
tetapi belum semua pelaku jasa konstruksi menerapkan. Design Standar dan pelaksanaan
konstruksi disusun oleh Badan Badan Terpisah yang sekarang dilebur menjadi
Standardisasi Industri Indonesia (SII). Kondisi Struktur Dan Persaingan Jumlah
perusahaan yang bergerak sebagai kontraktor spesialis belum seimbang dengan
perusahaan generalis, demikian juga jumlah perusahaan besar dan kecil masih timpang
sehingga struktur persaingannya belum sehat. Kondisi Industri Pendukung Industri Bahan
Bangunan sudah tersedia dengan jenis yang beranekaragam dan harga yang cukup
berdaya saing. Industri Transportasi merupakan penunjang yang penting bagi industri
konstruksi seirama dengan kondisi prasarana transportasi nasional yang belum cukup
memadai industri transportasi masih menjadi kendala bagi industri konstruksi. Kondisi
Demand Tuntutan pemberi tugas dalam mutu, waktu dan harga masih belum tinggi dan
belum seragam. Besar pasar, pembelanjaan konstruksi sangat merosot pada saat terjadi
krisis pada tahun 1998 dan mulai merambat naik sejak tahun 2000 diharapkan kenaikan
tersebut akan mampu menggairahkan kembali kegiatan konstruksi. Kegiatan konstruksi
mulai dari sebagian proyek-proyek konstruksi yang tertunda semasa krisis, pembangunan
apartemen dan bangunan komersial telah mulai tampak, proyekproyek baru kebanyakan
bangunan komersial. Sementara proyek-proyek energi juga masih berjalan tetapi investasi
di bidang industri umumnya masih belum banyak bergerak kembali. Pasar lokal dan
regional, Industri Konstruksi Indonesia belum banyak dikenal di lingkungan negara
tetangga yang tergabung baik dalam AFTA maupun APEC, karena pengusaha jasa
konstruksi lebih mengutamakan pasar dalam negeri yang dianggap lebih aman dan tidak
terlalu beresiko. Demand supply, demandsupply pada tahun 2003 adalah supply yang
dihasilkan sektor konstruksi sebesar Rp 8.46 triliun,- demand antara yang dihasilkan
industri konstruksi adalah sebesar Rp 21.528 triliun,- sehingga nilai tambah brutonya
adalah Rp10.96 triliun, (Statistik 2001-2003). Kemampuan perusahaan Information
Communication Technology (ICT), belum banyak dimanfaatkan secara efektif oleh
perusahaan-perusahaan konstruksi nasional. Teknologi, penerapan dan pengembangan
teknologi dirasakan kurang pesat sehingga peningkatan nilai tambah kurang tinggi
dibanding dengan negara berkembang lain, Sumber Daya Manusia, kompetensi
sumberdaya dalam bidang Manajemen Usaha, Manajemen Proyek, Profesional, dan
tenaga terampil belum standar dan belum merata., Keuangan dan Pendanaan, kemampuan
perusahaan dalam memobilisasi dana belum tinggi. Manajemen Proyek, Secara umum
penerapan manajamen proyek berstandar internasional belum membudaya dalam
pelaksanaan proyek-proyek konstruksi. Logistik dan Pengadaan, Kemampuan pengadaan
outsourcing internasional belum cukup tangguh, baik dalam hal networking dan
negosiasi.

5. TANTANGAN YANG DIHADAPI


Masalah Produktivitas Kinerja dan Project Delivery Masa depan industri konstruksi
Indonesia sangat tergantung kepada kemampuannya untuk mengantisipasi, membangun
dirinya dan tanggapannya terhadap masalah-masalah pokok, tantangan dan peluang.
Masalah paling besar yang sedang dihadapi adalah masalah globalisasi, desentralisasi,
penggunaan teknologi informasi, penataan dan pengembangan tenaga kerja profesional,
kekurangan tenaga terampil dan kurangnya kolaborasi diantara pelaku jasa konstruksi
nasional sehingga produktivitasnya rendah sesuai dengan data-data Badan Pusat Statistik
dan hasil penelitian yang dilakukan sehingga daya saingnya masih rendah (Budiwibowo
2005). Industri konstruksi nasional secara sektoral masih mengalami kendala dan
kelemahan dibidang organisasional, dan struktural. Secara individual perusahaan masih
kurang memuaskan baik dari sudut schedule performance index, cost performance index
dan compliant terhadap persyaratan, akibat dari kelemahan organisasi dan management,
penerapan ICT , research dan pengembangan serta kelemahan dalam bidang pendanaan
Penelitian dan Pengembangan Kegiatan research dan pengembangan sangat rendah dan
boleh dikatakan hampir belum tersentuh oleh kebanyakan pelaku usaha jasa konstruksi,
baik dalam bidang manajemen proyek, manajemen konstruksi, construction engineering,
information communication technology, apalagi material engineering. Ini disebabkan
karena persaingan yang terlalu ketat sehingga profit margin-nya sangat tipis, dan struktur
yang kurang sehat, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan investasi di bidang
penelitian dan pengembangan apalagi bagi perusahaan kecil. Usaha-usaha yang tidak
terkoordinir dari berbagai sektor dalam bidang penelitian dan pengembangan yakni sektor
perusahaan, pemerintah, perguruan tinggi makin memperparah kondisi kekurangan dana
riset dan pengembangan. Peluang Dalam Privatisasi Perusahaan Jasa kontruksi nasional
belum mampu mengambil kesempatan dari privatisasi di dalam maupun di luar negeri
yang seharusnya merupakan potensi pasar konstruksi yang cukup besar. Tambahan lagi
perusahaan Indonesia kurang mempunyai kemampuan in-house dalam ”design-
buildoperate-maintain” dan belum menganggap kemampuan ini sebagai satu keperluan.
Sehingga kesempatan ini banyak diambil oleh kontraktor asing. Globalisasi dan
Perdagangan bebas Tantangan yang dihadapi industri konstruksi adalah kesiapan dalam
menghadapi era persaingan bebas global. Seperti telah disampaikan di atas globalisasi
dan perdagangan bebas merupakan tantangan besar dan akan menjadi masalah bagi
industri konstruksi nasional bila tidak segera dilakukan tindakan yang memadai untuk
meningkatkan produktivitas industri konstruksi nasional. Penyebab Berdasarkan survey
didapati penyebab rendahnya daya saing karena rendahnya produktivitas tersebut
terutama karena: 1). penempatan tenaga kerja belum sesuai, 2). intensitas penggunaan
teknologi yang masih rendah, 3). kurangnya koordinasi antar pelaku usaha jasa konstruksi
(belum ada kerja sama dalam pemanfaatan sumber daya, kerja sama operasional, kerja
sama pemasaran, kerja sama pengembangan dan penelitian), 4). belum berfungsinya
secara maksimal lembaga untuk kerjasama antar pelaku jasa konstruksi, pemerintah
maupun perguruan tinggi, 5). struktur dan persaingan yang belum sehat, 6). kemampuan
pengelola usaha jasa konstruksi yang masih belum optimal (Porter 1985), 7). belum
terlalu menuntutnya (demand sophistication) para pengguna jasa konstruksi dalam mutu
dan waktu, 8). struktur industri belum ideal dan 9). biaya transaksi terlalu tinggi.

6. HARAPAN MASA DEPAN


Globalisasi dan Perdagangan Bebas Globalisasi akan memberikan ancaman sekaligus
peluang apabila salah dalam memahami manfaat dan kekurangan WTO dapat diambil
kesimpulan yang salah (Gallagher 2000): Tabel 2. Dampak Positif dan Negatif WTO
Dampak positif Dampak negatif 1. Melancarkan perdagangan alih teknologi. 2. Membeli
barang modal dengan harga competitive. 3. Membeli brainware dengan harga
competitive. 4. Meningkatkan kemampuan menciptakan nilai tambah. 5. Meningkatkan
export untuk mata dagangan yang berpotensi karena comparative advantage. 6.
Meningkatkan kapasitas infrastruktur komunikasi, transportasi dan perbankan. 1. WTO
merusak lingkungan hidup. 2. WTO menginjak-injak hak azasi manusia. 3. WTO
mematikan orang.. 4. WTO meningkatkan ketidak merataan. 5. WTO menggerogoti
perkembangan lokal dan menghukum negara miskin. 6. WTO menggerogoti kedaulatan
nasional. 7. WTO hanya melayani kepentingan perusahaan transnasional. 8. The WTO is
a stacked court. Tabel 3. Pemanfaatan kekurangan dan peluang WTO untuk mengatasi
ancaman Memanfaatkan Kesempatan yang timbul Menggali Comparative advantage 1.
Meningkatkan kapasitas infrastruktur komunikasi, transportasi dan perbankan. 2.
Meningkatkan export untuk mata perdagangan yang mempunyai komparative advantage.
3. Melancarkan perdagangan dan alih tekonologi. 4. Membeli barang modal dengan harga
competitive. 5. Meningkatkan kemampuan menciptakan nilai tambah. 6. Keterbukaan
access terhadap informasi dan pengetahuan. 7. Keseimbangan perdagangan, dan harga
komoditas yang adil. 8. Kesempatan kerja. 1. Sumberdaya alam galian dan energi. 2.
Sumberdaya kelautan. 3. Sumberdaya manusia. 4. Pertumbuhan ekonomi. 5.
Pengembangan pertanian, kehutanan dan perkebunan. 6. Segera memetakan cluster-
cluster industri. Kesehatan Industri Konstruksi Jangka panjang Kesempatan di dalam dan
di luar negeri untuk membangun prasarana umum seperti transportasi, kelistrikan, air
bersih, irigasi dan juga fasilitas produksi akan sangat besar: Dalam hal negara
berkembang adalah pembangunan baru dan di negara maju adalah penggantian yang
sudah lapuk dan ketinggalan jaman. Kesempatan ini masih akan sangat terbuka bagi
kontraktor nasional bila mampu meningkatkan daya saingnya secara global, maupun lokal
Pasar Regional dan Global Pertumbuhan pasar regional dan global dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi dunia, yang dapat mengimbangi penurunan pasar dalam negeri dan
mengambil kesempatan pertumbuhan yang pesat di luar negeri. Kontraktor nasional harus
bersiap untuk memperoleh kesempatan dari pertumbuhan pasar global, khususnya
regional.

7. PERAN PEMERINTAH DAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA


KONSTRUKSI
Karena industri konstruksi memberikan konstribusi yang cukup besar dalam
meningkatkan kemakmuran maka seharusnya menjadi vested interest bagi pemerintah
dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) untuk memastikan
kekuatan dan daya saing industri konstruksi naional. Pemerintah sebagai pengguna,
pengatur, dan partner, pemerintah mempunyai peran yang sangat besar untuk
mengarahkan masa depan industri konstruksi dengan menciptakan lingkungan usaha yang
sehat dan menunjang kegiatan industri konstruksi guna mempercepat tercapainya tujuan
nasional. Pendanaan Pendanaan adalah masalah besar yang dihadapi bagi perumbuhan
industri konstruksi apalagi bila ingin memperoleh kesempatan dalam pasar global. Dalam
hal ini pemerintah hendaknya dapat memfasilitasi setidaknya untuk mendapatkan
dukungan dana dari lembaga-lembaga internasional seperti ADB, IBRD dan pendanaan
lain melalui financial engineering yang kreatif. Membuka Pasar Global Pemerintah dan
LPJKN hendaknya membantu untuk membuka akses pasar global, dengan kebijakan
hubungan bilateral sementara WTO belum berlaku secara penuh. Membantu mengurangi
resiko dengan program bantuan pendanaan melalui lembaga semacam Bank Expor Impor
dalam membantu resiko karena masalah valuta dan masalah politik, misalnya. Menata
Persaingan Yang Sehat Pemerintah harus mempromosikan persaingan yang sehat, tanpa
adanya praktek-praktek korupsi, kolusi dan persaingan yang tidak sehat lainnya. Strategi
Teknologi dan Penelitian Pengembangan Usaha-usaha dalam pengembangan teknologi
hendaknya dikoordinasikan dengan baik antara perusahaan, pemerintah, perguruan tinggi,
salah satunya misalnya data bank pengembangan teknologi konstruksi agar tidak terjadi
overlap, duplikasi dan area yang tertinggal sehingga dana pengembangan teknologi dapat
digunakan secara efektif dan efisien, selain itu pemerintah harus menetapkan kebijakan
mempermudah penyebaran penerapan dan pengembangan teknologi, misalnya dengan
kebijakan insentif, preferential contracting (affirmative action), sistem evaluasi pemenang
tender dengan nilai terbaik bukan penawaran terendah. Penataan profesional Di bidang
Konstruksi Penataan klasifikasi dan sertifikasi serta peningkatan kompetensi dari para
profesional dan pekerja konstruksi dalam hal ini pemerintah dan LPJKN hendaknya
segera membuat pengaturan yang jelas dan transparan. Dan memperoleh pengakuan
internasional dengan menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA).
Penanaman Modal dan Privatisasi Masalah privatisasi hendaknya juga menjadi fokus
perhatian dari pemerintah sehingga laju pembangunan dapat meningkat tanpa melupakan
perlunya kestabilan hubungan sosial, dengan mengusahakan partisipasi kontraktor
nasional secara maksimal melalui program affirmative action yang legal menurut WTI.
Standardisasi Industri konstruksi masih menghadapi masalah peraturan, standar dan code
yang kompleks , dan overlapping. Pemerintah pusat, daerah, lembaga-lembaga
pemerintah dan LPJKN hendaknya mengkonsolidasikannya, menyederhanakan dan
menjelaskan syarat-syarat tersebut sehingga tidak membingungkan masyarakat industri
konstruksi. Penyusunan standar pengadaan konstruksi dan kontrak konstruksi.

8. KESIMPULAN
Agar industri konstruksi nasional dapat bertahan dan berdaya saing tinggi dalam
persaingan global perlu dilakukan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut: 1.
Perbaikan kekurangan a. Kebijakan kompetensi nasional dalam bidang keahlian,
sertifikasi dan regulasi, badan pelatihan. b. Kebijakan kerjasama antara pelaku dan
pendukung jasa konstruksi dalam bidang pengembangan, penyebaran best practice. c.
Kebijakan mengenai badan kerja sama antar pelaku, pendukung, universitas dan
memfungsikan LPJKN sebagai lembaga untuk kolaborasi, pengembangan sumber daya,
kemampuan, dan pemasaran. d. Kebijakan dalam menegakkan Governance dan
persaingan sehat. e. Kebijakan peningkatan kemampuan manajemen bisnis dan
manajemen proyek para pelaku jasa konstruksi. f. Kebijakan penetapan standar tinggi dan
sosialisasi kampanye mutu. g. Kebijakan untuk penurunan entry barrier untuk
meningkatkan persaingan sehat. h. Kebijakan penurunan biaya transaksi agar ekonomi
berjalan lebih efisien. 2. Pemanfaatan potensi a. Kebijakan dalam mengamankan pasar
dalam negeri untuk kontraktor nasional. b. Kebijakan mendorong tumbuhnya industri
bahan bangunan. c. Pelatihan ketrampilan dan profesional bertaraf internasional di bidang
konstruksi. d. Kebijakan dalam memanfaatkan kondisi politik dan ekonomi guna
menunjang pertumbuhan industri konstruksi nasional. 3. Merubah tantangan menjadi
peluang a. Kebijakan penyusun strategi bertahan dan menyerang sekaligus. b. Kebijakan
dalam kerja sama dengan badan-badan internasional, dan kontraktor internasional. 4.
Memanfaatkan harapan untuk perbaikan a. Kebijakan dasar untuk mengoperasionilkan
lembaga kerja sama (institution for collaboration). b. Kebijakan dalam pemanfaatan
pertumbuhan permintaan jasa konstruksi yang meningkat.

9. PENUTUP
Industri konstruksi nasional di masa depan dapat tumbuh cepat dan bergairah bila
ditetapkan kebijakan yang tepat dan secara konsisten dilaksanakan sesuai prioritasnya,
kemungkinan sebaliknya terjadi bila tidak segera dilakukan tindakan yang sesuai.
Demikian wawasan yang dapat disampaikan mengenai industri konstruksi nasional
semoga dapat menjadi masukan bagi sektor industri konstruksi nasional.

10. REFERENSI
Budiwibowo, A. (2005). Cluster Konstruksi Indonesia. Bidang kekhusuan Manajemen
Konstruksi, Program Pascasarjana Bidang Ilmu Teknik. Universitas Indonesia. Magister
Ilmu Teknik. Jakarta. Gallagher, P. (2000). Guide to the WTO and developing Countries.
London, Kluwer Law International, London. Porter, M. (1985). Competitive Advantage.
Free Press. New York, USA. Porter, M. E. (1990). The Competitiveness Advantages of
Nations. The Free Press. New York. Porter, M. E. (1998). On Competition. A Harvard
Buisness Review Book. Boston. Biro Pusat Statistik. (2001-2003). Statistik Konstruksi
Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai