MORFOLOGI KAPANG
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Acara IV mengenai Morfologi Kapang ini
yaitu untuk mempelajari morfologi kapang dengan metode biakan murni
dan slide culture.
B. Tinjauan Pustaka
Fungi merupakan mikroorganisme yang bersifat eukariota
(Hanson, 2008 dalam Listiandini, 2011), memiliki dinding sel yang
sebagian besar tersusun atas berbagai polisakarida dan kitin
(Kavanagh, 2005 dalam Listiandini, 2011). Fungi disebut organisme
heterotrof karena memanfaatkan senyawa karbon organik sebagai sumber
nutrien melalui penyerapan (Campbell, 2003 dalam Listiandini, 2011).
Fungi mensekresikan enzim ekstraselular untuk mengurai molekul yang
bersifat kompleks menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat
diserap melalui hifa (Hogg, 2005 dalam Listiandini, 2011). Kapang
digunakan di dalam produksi antibiotik dan berbagai zat kimia, enzim, dan
produk pangan. Aspergillus niger yang menghasilkan asam sitrat
digunakan dalam produk pangan, sitrat untuk obat, dan untuk transfusi
darah. Aspergillus niger yang menghasilkan asam glukonat digunakan
dalam produk farmasi, tekstil, kulit,dan fotografi. Salah satu pemanfaatan
kapang yang paling terkenal ialah di dalam proses fermentasi yang
digunakan untuk menghasilkan penisilin (Pelczar et al, 1988).
Kapang ditemukan di berbagai tempat di alam dan tumbuh hampir
di mana saja di dalam ruangan dan di luar ruangan. Lebih dari 1.000 jenis
kapang dalam ruangan telah ditemukan di rumah-rumah AS. Kapang
menyebar dan berkembang biak dengan membuat spora, yang sangat kecil
dan ringan, dapat melakukan perjalanan melalui udara, mampu menolak
kering, yang merugikan lingkungan kondisi, dan karenanya mampu
bertahan lama. Kapang membutuhkan kelembaban dan makanan untuk
tumbuh, dan pertumbuhan mereka dirangsang oleh kondisi hangat, basah,
dan lembab (Redd, 2002).
Kapang adalah nama umum untuk berbagai jenis jamur mikro.
Untuk tumbuh, kapang membutuhkan makanan, suhu yang sesuai
(Idealnya antara 70 dan 85 derajat Fahrenheit), oksigen dan kelembaban
(Zabel, 1992 dalam Robbins dan Morrell, 2001). Ketika kondisi ini
terpenuhi, cetakan akan tumbuh dan berkembang biak dengan
menciptakan spora yang dilepaskan ke udara. Cetakan sangat mudah
beradaptasi dan dapat tumbuh bahkan pada bahan anorganik basah seperti
kaca, logam, beton atau permukaan dicat jika lapisan mikroskopis nutrisi
organik tersedia. Nutrisi tersebut dapat ditemukan dalam debu rumah
tangga dan partikel tanah (Robbins dan Morrell, 2001).
Kapang dan khamir merupakan kelompok mikroorganisme yang
termasukfilum Fungi. Kehadiran mikroorganisme di lingkungan terutama
di perairan dapat bersifat menguntungkan, karena kemampuannya dalam
merombak senyawa organik komplek menjadi senyawa sederhana yang
sangat dibutuhkan tanaman sebagai sumber nutriennya. Fungsi lain dari
fungi adalah menghasilkan berbagai jenis enzim, vitamin, hormon tumbuh,
asam-asam organik dan antibiotik. Sementara itu dari segi merugikan,
kehadiran fungi ini dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang
membahayakan bagi organisme lain terutama manusia (Noverita, 2009).
Kapang berlawanan dengan bakteri dan khamir, seringkali dapat
dilihat dengan mata. Pertumbuhannya dapat berwarna hitam, putih atau
berbagai macam warna. Secara biokimia, kapang bersifat aktif karena
terutama merupakan organisme saprofitik. Organisme ini dapat memecah
bahan-bahan organik kompleks menjadi yang lebih sederhana termasuk
pembusukan daun-daun dan bahan lain dalam tanah. Berbeda dengan
bakteri dan khamir, kapang adalah multiseluler, terdiri dari banyak sel
yang bergabung menjadi satu. Di bawah mikroskop dapat dilihat bahwa
kapang terdiri dari benang yang disebut hifa, kumpulan hifa ini dikenal
sebagai miselium. Kapang tumbuh dengan memperpanjang hifa pada
ujungnya, dikenal sebagaipertumbuhan apikal atau pada bagian tengah
hifa yang disebut pertumbuhan interkalar. Hifa pada beberapa kapang
mempunyai penyekat melintang atau septa dan adanya septa ini
dipergunakan untuk identifikasi. Beberapa bagian hifa terlibat dalam
pembentukan spora baik secara aseksual atau proses seksual, dengan
perkawinan (Buckle et al, 1985).
Karena dasar identifikasi jamur adalah bentuk dan susunan spora,
penting bahwa struktur ini tetap utuh. Bagian dari koloni jamur di mana
spesimen harus diambil dari tiga perempat dari jarak antara pusat dan tepi
koloni. Media mounting untuk persiapan ini harus baik kapas lactophenol
noda, lactofuchsin noda, atau garam biru. Lactophenol cotton blue terdiri
dari asam laktat yang mempertahankan jamur, fenol yang membunuh
jamur, dan cotton blue yang mewarnai struktur jamur. Lactofuchsin terdiri
dari asam laktat yang mempertahankan jamur dan fuchsin yang mewarnai
struktur jamur. Noda ini tidak membunuh jamur yang diperiksa karena
tidak mengandung fenol. Laktofenol umumnya digunakan untuk membuat
persiapan mikroskop semi permanen dari jamur. Laktofenol ini memberi
warna jamur yang diamati (Sivasankari, 2014).
Pengamatan mikroskopik dilakukan dengan pembuatan preparat
menggunakan laktofenol dan diamati di bawah mikroskop untuk melihat
ada tidaknya septum hifa. Hifa berpigmentasi hialin atau gelap. Hifa
berbentuk spiral/bernodul/mempunyai rhizoid. Spora seksual/aseksual,
bentuk, ukuran, jumlah dan pengaturan letak spora (Pangestu, 2009).
Mikroskop medan terang adalah sebuah mikroskop yang baik
dengan perlengkapan optik medan terang merupakan alat paling dasar bagi
seorang mikrobiologiwan. Seperti tercermin dari namanya, mikroskop
medan terang adalah suatu bentuk mikroskop dengan medan yang
mengelilingi spesimen kelihatan terang (berwarna cerah), sedangkan
spesimennya memperlihatkan warna lebih gelap. Berbeda dengan
mikroskop berlensa tunggal yang sederhana dari zaman Leeuwenhoek,
mikroskop yang umum dipakai pada masa kini menggunakan dua sistem
lensa terpisah, yaitu lensa obyektif dan lensa okuler untuk menembah
perbesaran, karena itu sering kali disebut juga sebagai mikroskop
majemuk (Hadioetomo, 1993).
C. Metodologi
1. Alat
a. Jarum enten
b. Pipet tetes
c. Gelas objek
d. Gelas penutup
e. Mikroskop
2. Bahan
a. Larutan laktofenol cotton blue
b. Biakan murni Rhizopus pada medium PDA
c. Alkohol 75%
d. Aquadest
3. Cara Kerja
1. Hifa
2. Sporangium
3. Sporangiofor
4. Rhizoid
1 40 x 10
1. Hifa
2 40 x 10
Rhizopus
oryzae
1. Sporangium
2. Sporangiofor
3. Hifa
4. Stolon
5. Rhizoid
3 10 x 10
1. Hifa
4 40 x 10
1. Sporangium
2. Sporangiofor
3. Hifa
5 40 x 10 4. Rhizoid
1. Hifa
2. Sporangium
Rhizopus
oryzae 6 10 x 10
1. Rhizoid
2. Sporangium
3. Hifa
7 40 x 10
1. Hifa
2. Rhizoid
3. Sporangium
8 40 x 10
1. Sporangium
2. Hifa
Rhizopus 9 40 x 10
oryzae
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. UI-
Press: Jakarta.
Hadioetomo, Ratna Siri. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek Teknik dan
Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Jutono. 1980. Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: UGM
Kusnadi dkk. 2012. Buku Common Text Mikrobiologi. Universitas Pendidikan
Indonesia: Jakarta.
Listiandini, Kirana. 2011. Identifikasi Kapang Endofit ES1, ES2, ES3, dan ES4 Dari
Broussonetia papyrifera vent. dan Pengujian Aktivitas Antimikroba. Skripsi
Fakultas MIPA UI.
Masniawati A., Tutik Kuswinanti, Risco B. Gobel, Risnawatry R. 2013.
Identifikasi Cendawan Terbawa pada Benih Padi Lokal Aromatik Pulu
Mandoti, Pulu Pinjan, dan Pare Lambau Asal Kabupaten Enrekang,
Sulawesi Selatan. Manasir. Vol. 1. No. 1. Hal: 51-59.
Noverita. 2009. Identifikasi Kapang dan Khamir Penyebab Penyakit Manusia
pada Sumber Air Minum Penduduk pada Sungai Ciliwung dan Sumber
Air Sekitarnya. Vis Vitalis. Vol. 2. No. 2.
Pangestu, Dwi. 2009. Isolasi, Identifikasi, Dinamika dan Skrining Pertumbuhan
Fungi dari Biokonversi Palm Kernel Meal. FMIPA UI.
Pelczar, Michael J. Jr, E.C.S. Chan, dan Merna Foss Pelczar. 1988. Dasar-dasar
Mikrobiologi 2. UI-Press: Jakarta.
Redd, Stephen C. 2002. State of the Science on Molds and Human Health. Centers
for Disease Control and Prevention, U.S. Department of Health and
Human Services.
Robbins, Coreen dan Jeff Morrell. 2001. Mold, Housing & Wood. Western Wood
Products Association.
Sivasankari S., Vinotha T. 2014. In Vitro Degradation of Plastics (Plastic Cup)
Using Micrococcus Luteus and Masoniella Sp. Sch. Acad. J. Biosci. Vol.
2. No. 2.
LAMPIRAN
A. Sporangium
B. Sporangiofora
Rhizopus
C. Sporangiospora
oryzae
D. Kolumela