Anda di halaman 1dari 24

ANAK TUNA CAKAP BELAJAR

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Bimbingan Penyuluhan di SD
Yang dibimbing oleh Bapak Drs. Rochani, S. Pd., M.Pd.

Oleh : Offering G6

Kelompok 6

Deana Widya Ningrum (09/160151601006)


Riska Septiovan Debby (31/160151600098)
Ryco Sastra Wardana (33/160151601195)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DAN PRASEKOLAH
PRODI S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
Maret 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan. Makalah ini berisikan tentang Anak Tuna Cakap Belajar.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang sudah terlibat
langsung dalam penyusunan makalah ini sampai akhir. Terutama kepada Bapak
Drs. Rochani, S.Pd., M.Pd. karena telah membimbing kami hingga terselesainya
makalah ini.
Kami mengakui bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang membangun sehingga kedepannya makalah kami bisa
menjadi lebih baik lagi.
Kami berharap dengan terselesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
pemakalah sendiri juga bisa menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi teman-
teman dan dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman
bagi pembaca.

Maret 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Anak Tuna Cakap Belajar .................................................................... 3
2.2 Jenis-Jenis Anak Tuna Cakap Belajar .................................................................... 5
2.3 Karakteristik Anak Tuna Cakap Belajar ................................................................ 8
2.4 Faktor yang Menimbulkan Tuna Cakap Belajar .................................................. 11
2.5 Teknik Membantu Anak Tuna Cakap Belajar ..................................................... 13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 20
3.2 Saran ..................................................................................................................... 20
DAFTAR RUJUKAN ..................................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Layanan bimbingan di sekolah dasar lebih banyak terkait dan terpadu
dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran menjadi wahana bagi
layanan bimbingan belajar, pribadi, sosial, dan karir, baik untuk anak
berbakat, berkesulitan belajar, maupun anak dengan perilaku bermasalah.
Bimbingan adalah kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah
kepada pencapaian tujuan dan bukan kegiatan sewaktu-waktu atau insidental.
Bimbingan ditujukan untuk memberikan bantuan kepada peserta didik dalam
menghadapi persoalan-persoalan yang timbul dalam hidupnya. Bantuan
semacam itu sangat tepat diberikan di sekolah, agar peserta didik lebih
berkembang ke arah yang maksimal. Namun dalam masa perkembangannya
peserta didik kerap sekali mengalami kesulitan. Salah satunya yaitu anak
mengalami tuna cakap belajar. Mereka dapat dikategorikan sebagai populasi
khusus yang menuntut layanan bimbingan-bimbingan yang khusus pula.
Ketunacakapan belajar murid yang dijumpai di Sekolah Dasar akan banyak
tergantung jenis, karakteristik, serta faktor-faktor yang melatar belakanginya.
Peran guru selain sebagai pengajar juga memberikan layanan
bimbingan khususnya terhadap murid-murid yang mengalami tuna cakap
belajar. Teknik bantuan yang diberikan meliputi cara mengajar san cara
mengevaluasi serta layanan bimbingan yang dikembangkan secara terpadu
dengan proses pembelajaran baik dengan proses pembelajaran baik dengan
teknik layanan remediasi maupun teknik layanan kompensasi serta upaya
pencegahan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan anak tuna cakap belajar?
2. Apa sajakah jenis-jenis anak tuna cakap belajar?
3. Bagaimanakah karakteristik anak tuna cakap belajar?
4. Apa sajakah faktor yang menimbulkan tuna cakap belajar?
5. Bagaimanakah teknik membantu anak tuna cakap belajar?

1
2

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan pengertian anak tuna cakap belajar.
2. Menjelaskan jenis-jenis anak tuna cakap belajar.
3. Menjelaskan karakteristik anak tuna cakap belajar.
4. Menjelaskan faktor yang menimbulkan tuna cakap belajar.
5. Menjelaskan teknik membantu anak tuna cakap belajar.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anak Tuna Cakap Belajar


Istilah tentang anak tuna cakap belajar masih belum banyak dikenal
oleh masyarakat. Namun dalam kehidupan di sekolah terlebih dalam
kondisi pembelajaran guru sering kali menjumpai hal tersebut. Istilah yang
sudah lazim digunakan dalam pendidikan di Indonesia adalah murid yang
mengalami kesulitan belajar dnegan sebutan anak “berkesulitan belajar”.
Secara esensial kedua istilah tersebut dapat dikatakan “identik”.
Meskipun jika dilihat dari faktor yang menimbulkan ketunacakapan
belajar cenderung lebih bersifat internal (faktor yang berasal dari dalam
diri anak). Namun karena sama-sama menunjukkan ketidakmampuan di
dalam belajar, maka kedua istilah tersebut cenderung sama. Menurut
Kartadinata, dkk (1999:83), tuna cakap belajar (berkesulitan belajar)
sebagai terjemahan dari learning disabilities. Keragaman istilah ini di
sebabkan oleh sudut pandang ahli yang berbeda-beda, seperti di
kemukankan berikut ini :
a. Kelompok ahli pendidikan menyebutnya dengan istilah Educationally
Handicapped. Di gunakan istilah ini karena murid-muirid di tinjau
mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pendidikan, sehingga
memerlukan layanan pendidikan khusus sesuai dengan bentuk dan
derajat kesulitannya. Layanan ini tidak hanya berkaitan dengan
kesulitan yang di hadapinya tetapi juga dalam strategi atau pendekatan
bantuannya (Hallan dan Kauffman, 1991).
b. Bidang medis menyebutnya dengan Brain Injured, minimal Brain
Dyshfuncion, alasannya karena dari hasil deteksi secara medis anak-
anak tuna cakap belajar mengalami penyimpangan dalam
perkembangan otaknya, yang diakibatkan adanya masalah pada saat
persalinan atau memang sejak lahir mengalami penyimpangan.
Penyimpangan perkembangan otak biasanya tidak menimbulkan
kelainan struktural, akan tetapi penyimpangan tersebut dapat
menimbulkan gangguan fungsi pada otak.

3
4

c. Kelompok ahli Psiko Linguistik menggunakan istilah Language


Disorders karena anak-anak tuna cakap belajar cenderung mengalami
gangguan dalam berbahasa. Gangguan bahasa yang dimaksud meliputi
berbahasa ekspresif yaitu kemampuan menangkap ide atau
menangkap perasaan orang lain yaitu disampaikan secara lisan.
2.1.1 Pengertian Learning Disabilities Menurut Para Ahli
a. Samuel Kirk (1971). Mengemukakakn definisi learning
disabilities adalah murid yang tidak digolongkan kepada
katergori di bawah normal (keluarbiasaan), namun mereka
yang mengalami kelemahan dalam berbicara perceptual-
motorik (berbahasa), persepsi visual dan auditorium.
b. Canadian Associatiaon For Children and Adults With
Learning Disabilities (1981), menjelasakan pergertian tentang
murid berkesulitan berlajar yaitu merekan yang tidak mampu
mengikuti pelajaran di sekolah meskipun kecerdasannya
termasuk normal sedikit di atas normal, atau sedikit di bawah
normal. Keadaan ini sebagai akibat disfungsi minimal otak
yang terjadi karena penyimpangan perkembanngan otak yang
dapat berwujud dalam berbagai kombinasi gejala gangguan,
seperti : gangguan persepsi, pembentukan konsip, bahasan,
ingatan, control perhatian atau gangguan motori. Keadaan ini
tidak disebabkan oleh ganguan prima pada penglihatan,
pendengaran, cacat motorik atau ganguan emosional, retardasi
mental, atau akibat lingkungan (Cartwringht, dkk, 1984).

Kesulitan belajar lebih di definisikan sebagai gangguan


perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam proses
belajar. Dan uraian di atas dapat di katakan bahwa kesulitan
belajar atau learning disabilities merupakan istilah generik yang
merujuk kepada keragaman di mana gangguan tersebut di
5

wujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan yang dapat


menimbulkan gangguan proses belajar.
Sehingga anak tuna cakap belajar dapat diartikan bahwa anak
yang memiliki kesulitan-kesulitan yang signifikan dalam dirinya
yang dapat menimbulkan gangguan pada proses belajarnya

2.2 Jenis-Jenis Anak Tuna Cakap Belajar


2.2.1 Minimal Brain Dysfunction
Minimal Brain Dysfunction adalah ketidak berfungsian
minimal otak digunkan untuk merujuk suatu kondisi gangguan
syaraf minimal pada murid. Ketakberfungsian ini bisa
termanifestasi dalam berbagai kombinasi kesulitan seperti :
persepsi, konseptualisasi, bahasa, memori pengendalaian perhatian,
impulse (dorongan) atau fungsi motorik. Anak-anak yang
mengalami ketaberfumgsian otak minimal mungkin akan
menampakan berbagai simptom. Menurut Kartadinata, dkk
(1999:90-92), beberapa simptom spesifik ketakberfungsian otak
minimal ialah:
a. Kelemahan dalam persepsi dan pembentukan konsep
1. Kelemahan dalam membedakan ukuran
2. Kelemahan tilikan ruang
3. Kelemahan orientasi tertentu
4. Kelemahan dalam memperkirakan jarak
5. Kelemahan membedakan bagian-bagian keseluruhan
6. Kelemahan memahami keutuhan
b. Gangguan bicara dan komunikasi
1. Kelemahan membedakan stimulus auditif
2. Perkembangan bahasa yang lamban
3. Seringkali kehilangan pendengaran
4. Seringkali berbicara tak teratur
c. Gangguan fungsi motorik
1. Seringkali gemetar atau menunjukkan kekakuan gerak
6

2. Hiperaktivitas
3. Hipoakstivitas
d. Prestasi dan penyesuaian akademik
1. Ketakcakapan membaca
2. Ketakcakapan berhitung
3. Ketakcakapan mengeja
4. Ketakcakapan menulis, menggambar
5. Kelambanan menyesuaikan pekerjaan
6. Kebimbangan memahami instruksi
e. Karakteristik emosional
1. Impulsif
2. Eksplosif
3. Kelemahan kendali emosi dan dorongan
4. Toleransi rendah terhadap frustasi
f. Gangguan proses berpikir
1. Ketakcakapan berpikir abstrak
2. Umunya berpikir konkret
3. Kesulitan membentuk konsep
4. Seringkali berpikirnya tak teroganisasi
5. Keterbatasan tentang memori
6. Seringkali berpikir autistik.
2.2.2 Aphasia
Aphasia merujuk suatu kepada suatu kondisi dimana anak
gagal menguasai ucapan-ucapan bahasa yang bermakna pada usia
sekitar 3,0 tahun. Ketidakcakapan bicara ini tidak dapat dijelaskan
karena factor ketulia ,keterbelakangan mental, ganngguan organ
bicara,tau faktor lingkungan.
Simptom aphasia digolongkan kedalam tiga karakteristik
utama yakni:
a. Receptive aphasia
1. Tidak dapat mengeidentifikasi apa yang didengar.
2. Tidak mendapat melacak arah.
7

3. Kemiskinan kosa kata.


4. Tidak dapat memahami apa yang terjadi dalam gambar.
5. Tidak dapat memahami apa yang dia baca.
b. Expressive aphasia
1. Jarang bicara di kelas.
2. Kesulitan dalam melakukan peniruan.
3. Banyak pembicaraan yang tidak sejalan dengan ide.
4. Jarang menampilkan gesture (gerak tangan).
5. Ketidakcakapan menggambar dan menulis.
c. Inner aphasia
1. Tidak mampu melakukan asosiasi, oleh karena itu sulit
berfikir abstrak.
2. Memberikan respon yang tak layak atas panggilan/sahutan.
3. Lamban merespon.
2.2.3 Dyslexsia
Dyslexia, ketidakcakapan membaca, adalah jenis lain
gangguan belajar. Yakni anak-anak berkecerdasan normal yang
mengalami kesulitan berkompitisi dengan temannya di sekolah.
Simptom umum dyslexsia :
1. Kelemahan orientasi kanan–kiri.
2. Kecendurungan membaca kata bergerak maju mundur. Seperti
“dia” dibaca “aid”.
3. Kelemahan keterampilan jari.
4. Kesulitan dalam berhitung.
5. Kelemahan memori.
6. Kesulitan auditif.
7. Kelemahan memori visual.
8. Dalam membaca keras tidak mampu mengkonversikan simbol
visual ke dalam simbol auditif sejalan dengan bunyi secara
benar. Kata yang diucapkan tidak sesuai dengan apa yang
dilihatnya.
2.2.4 Kelemahan Perseptual atau Perseptual-Motorik
8

Kelemahan preseptual dan preseptual-motorik sebenarnya


merujuk kepada masalah yang sama, persepsi dapat diidentifikasi
tanpa mengaitkan dengan aspek motorik. Persepsi itu sendiri
membedakan stimulus sensoris, yang pada gilirnnya harus
diorganisasikan ke dalam pola-pola yang bermakna.
2.3 Karakteristik Anak Tuna Cakap Belajar
Karakteristik tuna cakap belajar yang ditemukan pada murid
kecendrungan menunjukkan kesulitan dalam hal-hal berikut :
2.3.1 Aspek Kognitif
Yaitu murid yang menunjukkan karakteristik kesulitan dalam
masalah-masalah khusus, seperti : kemampuan membaca, menulis
mendengarkan, berpikir dan matematis.
Kasus kesulitan membaca (dyslexia) yang sering ditemukan di
sekolah merupakan contoh klasik kurang berfungsinya aspek
kognitif anak yang mengalami tuna cakap belajar. Kasus-kasus ini
membuktikan bahwa anak tuna cakap belajar memiliki kemempuan
kognitif yang normal, akan tetapi kemempuan tersebut tidak
berfungsi secara optimal sehingga terjadi keterbelakangan akademik
(academic retardation), yakni terjadinya kesenjangan antara apa
yang mestinya dilakukan dengan apa yang dicapainya secara nyata.
2.3.2 Aspek Bahasa
Yaitu murid yang menunjukkan karakteristik kesulitan dalam
mengekspresikan diri, baik secara lisan (verbal) maupun tertulis.
Dengan kata lain murid yang mengalami tuna cakap belajar dalam
aspek bahasa,cenderung mengalami kesulitan dalam menerima dan
memahami bahasa (bahasa reseptif) serta dalam mengekpresikan diri
secara verbal (bahasa ekspresif).
2.3.3 Aspek motorik
Masalah motorik murupakan salah satu masalah yang dikaitkan
dengan murid tuna cakap belajar yang behubungan dengan keulitan
dalam keterampilan motorik-perseptual (perceptual-motorproblem)
yang deperlukan untuk mengembangakan keterampilan meniru
9

rancangan atau pola, kemampuan ini diperlukan untuk menggambar,


menulis menggunakan gunting, serta sangat diperlukan koordinasi
yang baik antara tangan dan mata, yang dalam banyak hal koordinasi
tersebut kurang dimiliki murid yang mengalami tuna cakap belajar.
2.3.4 Aspek Sosial dan Emosi
Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik
social-emosional murid tuna cakap belajar ialah kelabilan emosional
dan keimpulsif-an. Kelebihan emosi onal ditunjukkan sering
berubahnya suasana hati dan temperamen yang menyebabkan
lemahnya pengendalian terhadap dorongan-dorongan tersebut.

Prosedur diidentifikasi dan metode pengajaran yang digunakan


untuk murid yang mengalami tuna cakap belajar, memiliki prinsip-prinsip
dengan evaluasi yang perlu dipahami para guru. Prinsip-prinsip dasar
tersebut sebagai berikut :
a. Tes atau teknik evaluasi lain harus diberikan dalam bahasan anak dapat
dipahami oleh anak.
b. Tidak ada prosedur tunggal yang bisa digunakan untuk menentukan
program pendidikan yang layak bagi anak berkesulitan belajar.
c. Evaluasi harus dilakukan oleh rim dari berbagai disiplin, setidak-
tidaknya terdiri atas seorang guru atau ahli yang lain yang mengetahui
masalah berkesulitan.
Berikut merupakan prosedur lain yang diperlukan dalam menilai
seorang murid yang diduga memiliki tuna cakap belajar yang khusus
(kantor pendidikan Amerika, 1977).
a. Penambahan anggota tim. Setiap tim berasal dari berbagai disiplin harus
meliputi (1) guru tetap, dan (2) seseorang ahli yang melakukan ujian
diagnostik (ahli psikologi dan guru ahli remedial).
b. Kriteria untuk menentukan ketunacakapan belajar yang khusus.
1. Seorang anak dikatakan mengalami tuna cakap belajar jika murid
tidak mampu mencapai prestasi sesuai usia dan tingkat kecakapan
dalam satu atau lebih bidang :
10

a) Ekspresi lisan
b) Mendengarkan pemahaman
c) Ekspresi tulisan
d) Keterampilan membaca dasar
e) Membaca pemahaman
f) Perhitungan matematika
g) Berpikir matematis
2. Seorang murid tidak diidentifikasikan mengalami tuna cakap belajar
jika kesenjangan antara kecakapan dengan prestasi disebabkan oleh :
a) Hambatan visual, pendengaran, atau motorik
b) Keterbelakangan mental
c) Gangguan emosional
d) Keterberutungan lingkungan, kultur, atau ekonomis
3. Observasi
a) Guru melakukan pengamatan terhadap kegiatan belajar murid
di kelas.
b) Mengamati murid dalam suatu lingkungan yang cocok bagi
murid sesuai dengan usianya.
4. Laporan Tulis
a) Tim mempersiapkan laporan tertulis hasil evaluas.i
b) Dalam laporan itu harus meliputi laporan berikut.
c) Tuna cakap belajar khusus apa yag dialami muri Dasar yang
digunakan untuk menentukan jenis ketuna cakapan.
d) Prilaku-prilaku yang relevan yang tercatat selama dilakukannya
pengamatan.
e) Hubungan antara perilaku tersebut dengan keberfungsian belajar
murid.
f) Temuan-temuan medis yang relevan dengan pendidikan.
g) Kesenjangan antara prestasi dan kecakapan yang tak dapat
diatasi tanpa pendidikan dan layanan khusus.
11

2.4 Faktor Yang Menimbulkan Tuna Cakap Belajar


Setelah diidentifikasi serta dapat diketahui jenis dan karakteristik
dari murid yang mengalami tuna cakap belajar, maka langkah selanjutnya
adalah guru mampu mendiagnosis faktor-faktpr yang menimbulkan
ketunacakapan belajar muridnya.
Jerome Rosner (1993) melihat bahwa hal-hal yang paling umum,
yang secara langsung berkaitan dengan masalah kesulitan khususnya
dalam ketunacakapan belajar murid di tingkat sekolah dasar ialah
keterlambatan dalam perkembangan ketermpilan perseptual dan kecakapan
berbahasa.
Selanjutnya, Kephart (1967) mengelompokkan penyebab ketuna
cakapan belajar kedalam katagori utama yaitu :
a. Kerusakan Otak
Kerusakan otak berarti terjadinya kerusakan syaraf seperti dalam
satu kasus encephalitis, meningitis, toksik. Kondisi seperti ini dapat
menimbulkan gangguan fungsi otak yang diperlukan untuk prosis
belajar pada anak remaja. Pada anak yang mengalami minimal brain
dysfunction pada saat lahir akan menjadi masalah besar pada saat anak
mengalami proses belajar.
b. Faktor Gangguan Emosional
Gangguan emosional terjadi karena adanya trauma emosional yang
berkepanjangan sehingga menggangu hubungan fungsional sistem urat
syaraf. Dalam kondisi seperti ini perilaku-perilaku yang terjadi
seringkali seperti perilaku oada kasus kerusakan otak. Namun demikian
tidak semua trauma emosional menimbulkan gangguan belajar.
c. Faktor “Pengalaman”
Faktor pengalaman mencakup faktor-faktor seperti kesenjangan
perkembangan dengan kemiskinan pengalaman lingkungannya. Kondisi
seperti ini biasanya dialami oleh anak yang terbatas memperoleh
rangsangan lingkungan yang layak atau tidak memperoleh kesempatan
menangani peralatan atau mainan tertentu, kesempatan seperti ini dapat
mempermudah anak dalam mengembangkan keterampilan manipulatif
12

dalam penggunaan alat tulis seperti pensil atau ballpoint. Biasanya


kemiskinan pengalaman ini berkaitan erat dengan konisi sosial ekonomi
orang tua, sehingga seringkali juga berkaitan erat dengan masalah
kekurangan gizi yang pada akhirnya dapat menggamggu perkembangan
dan keberfungsian otak.
Tahapan dalam tuna cakap belajar yang diklasifikasikan ke dalam
empat tahapan yaitu melai dari penyebab sampai hasil. Penjelasannya
dapat diuraikan sebagai berikut :
Tahapan 1 menunjukkan penyebab asli, baik yang terjadi pada saat
kelahiran (baru lahir) maupun setelah lahir (diperoleh). Hasil tahapan 1
ini terwujud dalam.
Tahapan 2 yang cenderung berupa kerusakan otak, ketidak
seimbangan kimiawi hambatan emosional kesenjangan kematangan,
dan kemiskinan pengalaman yang dapat menimbulkan kesulitan dalam
persepsi pembentukan konsep, memori dan proses lainnya.
Tahapan 3 kesulitan-kesulitan yang terjadi pada tahapan ke 3
menghasilakan berbagai gaya belajar sebagaimana tampak pada tahapan
4 jika dilihat dari proses tersebut, maka ketunacakapan belajar dapat
disebabkan oleh faktor ganda, faktor pada tahapan 2 lebih banyak
menyangkut aspek medis, biologis, atau sosiologis sehingga
bidangmedis lebih banyak terlibat dalam penanganan masalah ini.
Sedangkan pada tahapan ke 3 akan lebih banyak melibarkan ahli
psikologi dan pada tahapan 4 akan banyak melibatkan guru dan ahli
pendidikan.
Gaya belajar tahapan ke 4 merupakan hal yang baru tetapi
merupakan dimensi yang sangat penting dalam memahami
ketunacakapan belajar murid.
Sebagai contoh, seorang murid yang mempunyai gaya belajar
auditif tentu tidak akan efektif mencerna informasi yang disajikan
melalui rangsangan visual. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kekeliruan dalam gaya penyajian dapat menimbulkan kelambanan atau
kegagalan yang dialaminya dalam belajar pada saat ini. Oleh karena itu
13

guru, seyognya memahami benar faktor-faktor yang dapat


menimbulkan kesulitan pada muridnya, terlebih pada murid yang
mengalami tuna cakap belajar.
2.5 Teknik Membantu Anak Tuna Cakap Belajar
Catwright (1984), mengemukakan secara rinci tentang cara
mengajar murid yang mengalami tuna cakap belajar adalah sebagai
berikut.
a. Bagi murid yang memiliki masalah pendengaran dan penglihatan.
1) Guru duduk seperti murid di depan kelas.
2) Memberikan tugas kelompok dengan dibantu oleh temannya untuk
memberikan penjelasan tentang petunjuk bagi semua tugas yang
diberikan.
3) Guru memberikan petunjuk secara tertulis dan lisan untuk semua
tugas yang diberikan.
b. Bagi murid yang memiliki masalah pendengaran.
1) Menggunakan alat-alat visual, seperti : peta, slide, gambar-gambar,
dan grafik pada saat proses pembelajaran.
2) Merangkum materi pokok dari setiap mata pelajaran di akhir
proses pembelajaran.
3) Memberikan rancangan tertulis bagi setiap pokok baahsan
pelajaran.
4) Membantu murid untuk mengingat pelajaran dengan teknik
mnemonic (teknik untuk memperkuat daya ingat murid terhadap
pelajaran yang tlah diberikan).
5) Menggunakan tape recorder pada saat guru sedang mengajar
(menjelaskan).
c. Bagi murid yang mengalami masalah visual (penglihatan) dan motor
(gerak).
1) Menggunakan bahan-bahan bacaan yang sesuai dengan tingkat
kelas murid.
2) Memberikan kesempatan kepada murid untuk merekam penjelasan
guru, diskusi, dan petunjuk, dari pada harus mencatatnya.
14

3) Memberikan tugas-tugas secara tertulis yang sederhana.


4) Mencoba memberikan tes lisan.
5) Memberikan tes tulisan yang beragam, seperti menjodohkan,
pilihan ganda, salah benar, dan isian singkat.
6) Memberikan tugas-tugas yang bervariasi dengan melalui: contoh
(model), diagram, tape recorder, slide, dan penyajian secara lisan.
7) Memberikan rancangan tertulis tentang tugas membaca secara
ringkas.
Berikut ini Cartwright (1984) mengemukakan pula secara rinci
tentang :
Cara menilai (mengevaluasi) murid tuna cakap belajar.
a. Menyusun ilustrasi dari setiap pokok bahasan yang diteskan.
b. Mempersiapkan glosari atau kata-kata khusus dan definisi dari setap
konsep yang diajarkan.
c. Membuat kartun atau gambar yang menjelaskan tentang gagasan dari
setiap pokok bahasan/sub pokok bahasan.
d. Membuat rangkaian gambar yang berhubungan dengan gagasan yang
beragam dalam setiap pokok bahasan.
e. Membuat majalah dinding.
f. Menulis atau merekam berita mengenai suatu hal yang berkaitan
dengan pelajaran.
g. Mewawancarai seseorang yang memahami topic-topik pelajaran.
h. Mempelajari informasi baru dari jurnal, yang sesuai dengan materi
pelajaran.
i. Mempersiapkan proposal penilaian.
j. Mempersiapkan slide, filmstrip, atau penyajian videotape bagi
kelompok.

Terdapat dua dasar layanan bimbingan yang dapat dikembangkan


secara terpadu dengan proses pembelajaran dalam upaya membantu murid
tuna cakap belajar. Jerome Rosner (1993) menggolongkan pola tersebut ke
dalam layanan Remediasi, Konpensasi dan Prevensi.
15

a. Layanan remediasi terfokus kepada upaya menyembuhkan,


mengurangi, atau jika mungkin menghilangkan kesulitan. Dalam
layanan ini murid dibantu untuk mengatasi kekurangan dalam
keterampilan perseptual maupun kecakapan dasar berbahasa, sehingga
dia dilengkapi dengan keterampilan yang dapat menjadikannya
mampu memperoleh kemajuan dalam kondisi pembelajaran normal.
Dengan kata lain, remediasi ini mengubah dan memperbaiki
keterampilan murid shingga dia dapat belajar dalam kondisi normal
dan tidak perlu menyiapkan kondisi sekolah khusus.
b. Layanan Kompensasi yaitu mengembangkan komisi pembelajaran
khusus luar kondisi yang normal atau baku yang memungkinkan
murid memperoleh kemajuan yang memuaskan dalam keadaan
kekurang terampilan perseptual dan bahasa. Untuk mencapai tujuan
tersebut layanan yang bersifat kompensasi ini hendaknya
memperhatikan patokan atau rambu-rambu berikut:
1) Pahami dan pastikan bahwa murid memiliki pengetahuan factual
yang diperlukan dalam mempelajari bahan ajaran.
2) Batasi jumlah informasi baru kepada hal-hal yang tercantum pada
bahan atau unit ajaran, dan sampaikan sedikit demi sedikit, jika
perlu gunakan system jembatan keledai.
3) Sajikan informasi secara jelas tentang apa yang harus murid
pelajari.
4) Nyatakan secara eksplisit bahwa informasi yang diajarkan
berkaitan dengan informasi yang telah dimiliki murid.
5) Jika murid sudah mampu menguasai unit-unit kecil perkenalkan dia
kepada unit-unit yang lebih besar.
6) Siapkan pengalaman ulang untuk memperkuat informasi baru
dalam ingatan murid.
7) Lakukan drill dan, latihan yang paling efektif, jika perlu minta
murid mengatakan dan menuliskan apa yang dia lihat dan dengar.
Selanjutnya Jerome Rosner (1993), mengemukakan petunjuk
pengambilan keputusan dalam melakukan treatment sebagai berikut.
16

Pertama, mengidentifikasi kasus utama tentang ketunacakapan


belajar yang secara signifikan mengganggu perkembangan
kemampuan-kemampuan pokok belajar murid. Yang termasuk
kemampuan pokok belajar murid yaitu :
1) Keterampilan-keterampilan perseptual, yang dapat diidentifikasi
melalui system “coding” dalam bentuk bacaan, tulisan, ejaan, dan
hitungan.
2) Bahasa, yang berkaitan dengan upaya murid dalam memperoleh
informasi.
Kedua, mengidentifikasi dan menilai kemampuan pokok
belajar murid baik dalam hal keterampilan perseptual maupun bahasa.
Ketiga, memberikan remediasi terhadap kelemahan-kelemahan
melalui proses pembelajaran.
Tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam mengambil
keputusan (faktor-faktor prognostic) untuk melakukan treatment,
yaitu:
1) Kasus yang mungkin terjadi baik menyangkut aspek kelemahan
bahasa atau keterampilan perseptual.
2) Usia murid dan kelemahan dalam prestasi belajarnya di sekolah.
3) Tersedianya sumber-sumber emosi, fisik, waktu dan energy yang
diperlukan dalam program remedial.
c. Prevensi
Langkah pertama dalam prevensi adalah mengidentifikasi murid
sebelum dia mengalami kesulitan atau ketunacakapan belajar di
sekolah. Langkah-langkah ini dilaksanakan melalui tes atau
pemeriksaan terhadap aspek-aspek pribadi murid yaitu sebagai
berikut.
1) Kesehatan
Untuk mengetahui kesehatan murid perlu keterangan dari dokter
ahli anak (pediatrician) yang menjelaskan tentang kondisi
kesehatan murid tersebut.
2) Perkembangan
17

Perkembangan murid yang perlu dipahami itu menyangkut aspek-


aspek sosial, bahasa, motor, dan tingkah laku adaptif.
3) Penglihatan dan Pendengaran
Untuk mengetahui kesehatan atau kondisi kesehatan murid bisa
memeriksakan murid ke dokter ahli mata sedangkan untuk
mengetahui kondisi pendengarannya dapat diperoleh keterangan
dari dokter ahli telinga (THT).
4) Keterampilan dan perseptual
Untuk mengetahui keterampilan perseptual ini dapat melalui
pemeriksaan di samping dari ahli mata juga melalui tes psikologis
tentang keterampilan perseptual, penglihatan, dan pendengaran.
5) Usia Pra Sekolah
Dewasa ini banyak anak yang masuk sekolah usia lima tahun.
Dalam hal ini, mereka perlu dipilih secara hati-hati apakah akan
mengalami resiko atau tidak.
6) Usia Masuk TK
Menurut aturan anak-anak tidak boleh masuk TK sebelum usia
lima tahun. Pada kenyataannya mungkin saja ditemukan anak yang
belum berusia lima tahun sudah menampilkan perkembangan yang
baik dalam perilaku sosial, bahasa, dan penyesuaian dirinya.
Namun anak seperti ini relatif masih sangat sedikit.

Dalam laman online Rijal (2016), adapun tekhnik untuk membantu


anak yang mengalami tuna cakap belajar yaitu:
a. Memberikan perhatian dan kesempatan-kesempatan yang sepadan,
selaras sesuai dengan kebutuhannya.
b. Khususnya bagi orang tua, terimalah kelemahan yang dimiliki anak
dengan kesabaran, tanggung jawab untuk membimbingnya.
c. Maafkan dan jangan dimaki, berilah motivasi atau dorongan sebagai
pemacu semangat mereka.
d. Jangan sekali-kali memberi anak cap bodoh karena itu akan menjadi
beban baginya. .
18

e. Dekatilah dan menjadi teman curhat setia bagi mereka.


f. Pergunakanlah metode bimbingan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Jenis bimbingan yang di ambil diarahkan kepada kelemahan atau
ketidak mampuan (anak tuna cakap belajar) yang menjadi bahan dalam
makalah ini. Dimana fungsi bimbingan yang bersifat pencegahan,
penyuluhan, dan pengobatan
Adapun beberapa fungsi bimbingannya yaitu antara lain:
a. Penyuluhan (distributive)
b. Pengadaptasian (adaptive)
c. Penyesuaian (adjustive)
Jenis dan layanan bimbingan berupa bantuan-bantuan diantaranya:
a. Pemberian informasi sebagai orientasi
b. Bantuan untuk menyesuaikan diri
c. Penyuluhan tentang perkembangan individu.
Beberapa metode yang digunakan dalam bimbingan ini, antara lain:
a. Observasi (pengamatan)
Teknik atau cara mengamati suatu keadaan atau suatu kegiatan
(tingkah laku) anak di kelas. Karena sikapnya mengamati, maka alat
yang cocok untuk teknik ini adalah Panca Indra penglihatan yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Dilakukan sesuai dengan tujuan yang dirumuskan terlebih dahulu.
2. Direncanakan secara sistematis.
3. Hasil yang dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan.
4. Perlu diperiksa ketelitiannya.
Teknik observasi ini dapat dikelompokan kedalam beberapa jenis,
yaitu:
2. Observasi sehari-hari, saat kita melakukan proses belajar mengajar.
3. Observasi Sistematis
4. Observasi Partisipatif
5. Observasi Nonpartisipatif
b. Dokumentasi
19

Dokumentasi ini meliputi Lapor dan Buku Leger karena kita bisa
tahu perkembangan anak dari hasil catatan guru selama Proses Belajar
Mengajar di nilai. Anak yang mengalami kelemahan atau ketidak
mampuan (tuna cakap) akan menunjukan tingkat prestasi yang jauh
tertinggal dari anak-anak normal lainnya. Tapi disesuaikan dengan
tingkat kemampuan anak.
c. Wawancara
Wawancara merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan
informasi melalui komunikasi langsung dengan sesponden (orang
yang diminta informasi) atau orang yang bersangkutan dengan
bimbingan. Dalam bimbingan wawancara dilakukan oleh guru dengan
siwa. Misalnya:
1. Wawancara guru dengan murid (tuna cakap) secara langsung
ditempat khusus.
2. Wawancara guru dengan teman-teman terdekatnya.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesulitan belajar atau learning disabilities merupakan istilah


generik yang merujuk kepada keragaman di mana gangguan tersebut di
wujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan yang dapat menimbulkan
gangguan proses belajar. Sehingga anak tuna cakap belajar dapat diartikan
bahwa anak yang memiliki kesulitan-kesulitan yang signifikan dalam dirinya
yang dapat menimbulkan gangguan pada proses belajarnya. Adapun jenis-
jenis tuna cakap belajar diantaranya Minimal Brain Dysfunction, Aphasia,
Dyslexia, dan kelemahan Perseptual atau Perseptual-Motorik. Selain itu
terdapat juga karakteristik anak tuna cakap belajar yang dilihat dari berbagai
aspek seperti aspek kognitif, aspek bahasa, aspek motorik, dan aspek sosial
dan emosi. Setelah mengetahui karakteristik dari anak yang mengalami tuna
cakapn belajar langkah selanjutnya adalah memahami faktor-faktor yang
menimbulkan ketunacakapan seperti kerusakan otak, faktor gangguan
emosional, dan faktor pengalaman. Sebagai guru hendaknya kita mempunyai
teknik dalam membantu anak tuna cakap belajar. Dalam membantu kita
terlebih dahulu mengenali masalah yang dihadapi si anak misalnya bagi
murid yang memiliki masalah pendengaran dan penglihatan, bagi murid yang
memiliki masalah pendengaran, dan bagi murid yang mengalami masalah
visual (penglihatan) dan motor (gerak). Karena anak tuna cakap belajar
termasuk dalam anak yang mengalami kesulitan belajar tentunya terdapat cara
sendiri dalam mengevaluasinya serta cara pemberian bimbingan.
3.2 Saran
Sebagai calon guru atau pendidik kita harus mempunyai pengetahuan,
kreatifitas juga wawasan yang luas untuk memahami peserta didiknya. Selain
itu kita harus memahami faktor-faktor yang menyebabkan peserta didik
terlebih dahulu agar kita dapat mengambil langkah yang tepat ketika
memberikan bimbingan.

20
DAFTAR RUJUKAN

Cartwright, Philip G. et.all. 1984. Educating Special Learners Wadsworth.


California: Inc. Belmont.

Kartadinata, Sunaryo, dkk. 1999. Bimbingan di Sekolah Dasar. Jakarta: CV.


Rajawali.

Rijal. 2016. Bimbingan Bagi Anak Tuna Cakap Belajar. (Online).


(http://www.rijal09.com/2016/03/bimbingan-bagi-anak-yang-tuna-
cakap.html?m=1), diakses 1 Maret 2018.

21

Anda mungkin juga menyukai