Anda di halaman 1dari 35

BAB VII

PENENTUAN TEKANAN KAPILER PADA SAMPEL


BATUAN RESERVOIR

7.1. Tujuan Percobaan


1. Mengetahui pengertian tekanan kapiler.
2. Menentukan perbandingan antara mercury saturation dengan
indicator pressure.
3. Untuk menunjukkan semakin besar volume maka tekanan kapiler
semakin meningkat.
4. Mengetahui fungsi tekanan kapiler pada batuan reservoir
5. Mengetahui pengaruh tekanan kapiler dalm reservoir

7.2. Teori Dasar


Distribusi fluida vertikal dalam reservoir memegang peranan penting
didalam perencanaan well completion. Distribution secara vertikal ini
mencerminkan distribusi saturasi fluida yang menempati setiap porsi
rongga pori. Adanya tekanan kapiler ( Pc ) mempengaruhi distribusi
minyak dengan gas didalam rongga pori tidak terdapat batas yang tajam
atau berbentuk zona transisi. Oleh tekanan kapiler dapat dikonversi
menjadi ketinggian diatas kontak minyak air ( H ), maka saturasi minyak,
air dan gas yang menempati level tertentu dalam reservoir dapat
ditentukan. Dengan demikian distribusi saturasi fluida ini merupakan salah
satu dasar untuk menentukan secara efisien letak kedalaman sumur yang
akan dikomplesi.
Di dalam batuan reservoir, gas, minyak dan air biasanya terdapat
bersama-sama dalam pori-pori batuan, yang masing-masing fluida tersebut
mempunyai tegangan permukaan yang berbeda-beda.

104
105

Dalam sistem hidrokarbon di dalam reservoir, terjadi beberapa


tegangan permukaan antara fluida, yaitu antara gas dan cairan, antara dua
fasa cairan yang tidak bercampur ( immicible ) dan juga antara cairan atau
gas dengan padatan. Kombinasi dari semua tegangan permukaan yang
aktif akan menentukan tekanan kapiler dan kebasahan dari batuan porous.
Tekanan kapiler pada batuan berpori didefinisikan sebagai perbedaan
tekanan antara fluida yang membasahi batuan dengan fluida yang bersifat
tidak membasahi batuan jika di dalam media berpori tersebut terdapat dua
atau lebih fasa fluida yang tidak bercampur dalam kondisi statis.
Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida
“non-wetting fasa” (Pnw) dengan fluida “wetting fasa” (Pw) atau secara
matematis dapat dilihat bahwa :

Pc = Pnw - Pw

Dimana :
Pc = Tekanan Kapiler, dyne/cm2
Pnw = Tekanan pada permukaan fluida non wetting phase, dyne/cm2
Pw = Tekanan pada permukaan fluida wetting phase, dyne/cm2
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi
pertemuan permukaan fluida immiscible yang cembung. Di reservoir
biasanya air sebagai fasa yang membasahi (wetting phase), sedangkan
minyak dan gas sebagai non-wetting phase atau tidak membasahi.
Tekanan kapiler mempunyai pengaruh yang penting dalam reservoir
minyak atau gas, yaitu:
1. Mengontrol distribusi fluida di dalam reservoir.
2. Merupakan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak
atau mengalir melalui pori-pori reservoir sampai mencapai batuan
yang impermeabledalam arah vertikal.
3. Mengetahui batas antara air dan minyak.
4. Mengetahui halus – kasarnya suatu batuan reservoir.
106

Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-


pori dan macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam
hubungan sebagai berikut :

2. . cos 
Pc    .g .h
r

Dimana :
Pc = Tekanan Kapiler, dyne/cm2
σ = Tegangan permukaan antara dua fluida, dyne/cm2
Cos Ө = sudut kontak permukaan antara dua fluida
r = jari – jari pori – pori, cm
∆ρ = Perbedaan densitas fluida, gr/cm3
g = percepatan gravitasi, cm/s2
h = tinggi kolom, cm

Persamaan diatas dapat dilihat bahwa tekanan kapiler berhubungan


dengan ketinggian di atas permukaan air bebas (oil-water contact),
sehingga data tekanan kapiler dapat dinyatakan menjadi plot antara h
versus saturasi air (Sw). Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida
akan mempengaruhi bentuk kurva tekanan kapiler dan ketebalan zona
transisi.
Dari Persamaan diatas ditunjukkan bahwa h akan bertambah jika
perbedaan densitas fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal
ini berarti bahwa reservoir gas yang terdapat kontak gas-air, perbedaan
densitas fluidanya bertambah besar sehingga akan mempunyai zona
transisi minimum.Demikian juga untuk reservoir minyak yang mempunyai
API gravity rendah maka kontak minyak – air akan mempunyai zona
transisi yang panjang.
Ukuran pori – pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan
besaran permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang
107

rendah dan ketebalan zona transisinya lebih tipis dari pada reservoir
dengan permeabilitas yang rendah.

Gambar 7.1. Hubungan Antara Tekanan Kapiler dan Saturasi

Gambar di atas menjelaskan hubungan antara tekanan kapiler dan


saturasi water dimana menghasilkan dua aliran fuida yaitu :
a. Imbibisi: adalah proses aliran fluida dimana saturasi fasa pembasah
(water) meningkat sedangkan saturasi non weting (oil) menurun.
b . Drainage: adalah proses kebalikan dari imbibisi, dimana saturasi fasa
pembasah menurun dan saturasi non wetting meningkat.

Hubungan tekanan kapiler di dalam rongga pori batuan dapat


dilukiskan dengan sebuah sistem tabung kapiler. Dimana cairan fluida
akan cenderung untuk naik bila ditempatkan didalam sebuah pipa kapiler
dengan jari-jari yang sangat kecil. Hal ini diakibatkan oleh adanya
tegangan adhesi yang bekerja pada permukaan tabung. Besarnya tegangan
adhesi dapat diukur dari kenaikkan fluida, dimana gaya total untuk
menaikkan cairan sama dengan berat kolom fluida. Sehingga dapat
dikatakan bahwa tekanan kapiler merupakan kecenderungan rongga pori
108

batuan untuk menata atau mengisi setiap pori batuan dengan fluida yang
berisi bersifat membasahi.
Tekanan didalam tabung kapiler diukur pada sisi batas antara
permukaan dua fasa fluida. Fluida pada sisi concave (cekung) mempunyai
tekanan lebih besar dari pada sisi convec (cembung). Perbedaan tekanan
diantara dua fasa fluida terebut merupakan besarnya tekanan kapiler di
dalam tabung.

Gambar 7.2. Tekanan Kapiler di dalam Tabung

a. Untuk sistem udara-air :


Pa – Pw = Pc
Pa = Pw
Pa + ρa . g . h = Pw + ρw . g . h
Pa - Pw = (ρw – ρa) . g . h
109

Karena nilai ρa sangat kecil maka :

Pc = ρw . g . h

Dimana :
Pa = Tekanan udara, dyne/cm2
Pw = Tekanan air, dyne/cm2
Pc = Tekanan kapiler, dyne/cm2
ρw = Densitas air, gr/cc
ρo = Densitas minyak, gr/cc
g = Percepatan gravitasi, m/det2
h = tinggi kolom, m
Kenaikan fluida di dalam tabung kapiler juga dapat diamati dari
keseimbangan gaya – gaya yang bekerja pada permukaan tabung. Gaya –
gaya yang bekerja pada permukaan tabung kapiler adalah :

Fa = AT . 2  . r (Gaya ke atas)
Fa =  r2 . ρw . g . h (Gaya ke bawah)

Dalam keadaan seimbang, maka gaya – gaya ini akan dapat dibuat
menjadi persamaan tekanan kapiler, yakni :
Fa = Fb
AT . 2  . R =  r2 . ρw . g . h
2 . AT= r . ρw . g . h
2𝜎𝑜𝑤 . cos 𝜃
= ρw . g . h
𝑟
2𝜎𝑜𝑤 . cos 𝜃
= Pc
𝑟

Dimana :
σow = Tegangan permukaan antar fluida, dyne/cm2
r = Jari – jari tabung, cm
Pc = Tekanan kapiler, dyne/cm2
110

b. Untuk sistem minyak-air :


Untuk sistem minyak – air penurunan persamaannya sama
dengan sistem udara – air, hanya saja pada sistem minyak – air nilai
dari densitas minyak diperhitungkan, sehingga persamaannya menjadi:

Pc = (ρw – ρo) . g . h

2𝜎𝑜𝑤 . cos 𝜃
𝑃𝑐 =
𝑟

7.3. Peralatan dan Bahan


7.3.1. Peralatan
Mercury Injection Capillary Pressure Apparatus dengan
komponen – komponen sebagai berikut:
1. Pump Cylinder
2. Measuring Screw
3. Make Up.Nut
4. Picnometer Lid
5. Sample Holder
6. Observation Window
7. Pump Scale
8. Mecrometer Dial
9. Pressure Hoss
10. 0 – 2 atm (0 – 30 psi) Pressure Gauge
11. 0 – 15 atm (0 – 200 psi) Pressure Gauge
12. 0 – 150 atm (0 – 200 psi) Pressure Gauge
13. Vacuum Gauge
111

14. 14 - 15 Pressure Control


15. 16 - 17 dan 21 Pressure Relief Velve
16. Pump Plunger
17. Yoke Stop
18. Traveling Yoke

Gambar 7.3. Mercury Injection Capillary Pressure Apparatus

Gambar 7.4. Pump Cylinder


112

Gambar 7.5. Measuring Screw

Gambar 7.6. Make Up. Nut


113

Gambar 7.7. Picnometer Lid

Gambar 7.8. Sample Holder


114

Gambar 7.9. Pump Scale

Gambar 7.10. Micrometer Dial


115

Gambar 7.11. Vacuum Gauge

Gambar 7.12. Pressure Control


116

Gambar 7.13. Pressure Relief Valve

Gambar 7.14. Pump Plunger


117

Gambar 7.15. Pressure Hoss

Gambar 7.16. Travelling Yoke


118

7.3.2. Bahan :
1. Fresh Core
2. Gas

Gambar 7.17. Fresh Core

Gambar 7.18. Gas


119

7.4. Waktu dan Tempat Praktikum


Hari : Senin
Tanggal : 13 November 2017
Waktu : 13.00 - Selesai
Tempat : Gedung C STT Migas Balikpapan

7.5. Prosedur Kerja


7.5.1. Kalibrasi Alat
Yaitu untuk menentukan volume picnometer (28; 150 cc).
1. Pasang picnometer lidpada tempatnya, pump metering plunger
diputar penuh dengan manipulasi handwheel.
2. Buka vacuum valve pada panel, sistem dikosongkan sampai
small gauge menunjukkan nol, kemudian panel valve ditutup,
picnometer dikosongkan sampai tekanan absolute kurang dari
20 micro.
3. Putar handwheel sampai metering plunger bergerak maju dan
mercury level mencapai lower reference mark.
4. Moveable scale ditetapkan dengan yoke stop (pada 28 cc) dan
handwheel dial diset pada pembacaan miring kanan pada angka
15.
5. Mercury diinjeksikan ke picnometer sampai pada upper
referencemark, skala dan dial menunjukkan angka nol(0).
6. Jika pembacaan berbeda sedikit dari nol, perbedaan tersebut
harus ditentukan dan penentuan untuk dial handwheel setting
pada step 4. Jika perbedaan terlalu besar yoke stop harus direset
kembali dan deviasi pembacaan adalah  0,001 cc.

Karena dalam penggunaan alat ini memakai tekanan yang besar


tentu akan terjadi perubahan volume picnometer dan mercury.
Untuk itu perlu dilakukan Pressure-volume Correction yaitu :
120

a. Letakkan picnometer lid pada tempatnya, pump metering


plunger diputar penuh dengan memanipulasi handwheel.
b. Ubah panel valve ke vacuum juga small pressure gauge dibuka,
sistem dikosongkan sampai absolut pressure kurang dari 20
micro.
c. Mercury diinjeksikan sampai mencapai upper reference mark,
adjust moveable scale dan handwheel scale dial pada
pembacaan 0,00 cc kemudian tutup vacuum valve.
d. Putar bleed valvemercury turun 3 mm di bawah upper
reference mark.
e. Putar pompa hingga mercury mencapai upper reference mark
lagi dan biarkan stabil selama  30 detik.
f. Baca dan catat tekanan pada small pressure gauge serta
hubungan volume scale dan dial handwheel (gunakan dial)
yang miring kekiri sebagai pengganti 0-5 cc, Graduated
interval pada skala.
g. Step d, e, f diulang untuk setiap kenaikan pada sistem,
kemudian catat volume dan tekanan yang didapat. Jika tekanan
telah mencapai limit 1 atm, bukan Nitrogen valve.
h. Jika telah mencapai limit gunakan 0,150 atm gauge.
i. Jika test telah selesai tutup panel nitrogen valve, sistem tekanan
dikurangi dengan mengeluarkan gas sampai tekanan sistem
mencapai 1 atm.
j. Data yang didapat kemudian diplot, maka akan terlihat
bagaimana terjadinya perubahan pressure-volume.
A – B = Perubahan volume oleh tekanan (pada tekanan rendah)
C – D = Perubahan volume pada tekanan tinggi
E = Inflection point
121

7.5.2. Prosedur Untuk Menentukan Tekanan kapiler


1. Siapkan core (memperoleh core vol) yang telah diekstraksi
dengan volume 1 – 2 cc, kemudian tempatkan pada core
holder.
2. Picnometer lid dipasang pada tempatnya dan putar
handwheel secara penuh.
3. Ubah panel valve ke vacum dan pressure gauge dibuka,
sistem dikosongkan sampai absolut pressure kurang dari 29
micron.
4. Tutup vacuum, putar pump metering plunger sampai level
mercury mencapai lower reference mark.
5. Pump scale diikat dengan yoke stop dan dial handwheeldiset
pada pembacaan 15 (miring ke kanan). Dan berikan
pembacaan pertama 28,150 cc.
6. Mercury diinjeksikan sampai mencapai upper reference
mark. Baca besarnya bulk volume dari pump scale dan
handwheel dial. Sebagai contoh jika pembacaan skala lebih
besar dari 12 cc dan dial handwheel menunjukkan 32,5 maka
bulk volume sample 12,325 cc.
7. Gerakkan pump scale dan handwheel dial pada pembacaan
0,000 cc.
8. Putar bleed valve, maka gas / udara mengalir ke sistem
sampai level mercury turun 3 sampai 5 mm di bawah upper
reference mark.
9. Putar pompa sampai permukaan mercury mencapai tanda
paling atas dan usahakan konstan selama 30 detik.
10. Baca dan catat tekanan (low pressure gauge) dan volume
scale beserta handwheel dial (miring ke kiri) untuk
mengganti 0-5 cc graduated interval pada scale.
11. Step 8, 9, 10 diulang untuk beberapa kenaikkan tekanan. Jika
tekanan telah mencapai 1 atm buka nitrogen valve. Jika
122

sistem telah mencapai limit pada 0-2 atm gauge, gauge


diisolasi dari sistem dan gunakan 0-150 atm gauge.
12. Step 11 diulangi sampai tekanan akhir didapat.
Catatan : fluktuasi thermometer  1 – 2 oC.
13. Jika test telah selesai, nitrogen valve ditutup. Tekanan sistem
dikurangi sampai mencapai tekanan atm dengan
mengeluarkan gas lewat bleed valve.

7.6. Hasil Analisa dan Perhitungan


7.6.1. Hasil Analisa
Vb = 60 cc
Vp = 30 cc

Tabel 7.1. Hasil Perhitungan Tekanan Kapiler


Actual
Indicator Pressure
Indicator Correct Volume of Mercury
Volume of Volume
NO Pressure Pressure Mercury Saturation
Injection Correction
(atm) (atm) Injection (%)
Mercury (cc)
(cc)
1. 0,55 0,6 26 0,0825 25,917 86,39
2. 1,63 1,8 23,7 0,1743 23,525 78,41
3. 3,8 3,85 16 0,2433 15,756 52,52
4. 4,65 4,7 14,4 0,263 14,137 47,12
5. 7 7,05 13,7 0,31 13,39 44,63
6. 8,8 8,85 11,3 0,33 10,97 36,56
7. 11,9 11,95 9,9 0,374 9,526 31,75
8. 16,4 16,45 9,2 0,407 8,793 29,31
9. 25,8 25,85 8,64 0,454 8,186 27,28
10. 36,6 36,65 8,2 0,4832 7,716 25,72
11. 58,5 58,55 7,9 0,5085 7,391 24,63
12. 78,9 78,95 7,5 0,5241 6,975 23,25
123

13. 81,6 81,65 7,3 0,4847 6,815 22,71


14. 86 86,05 7,4 0,498 6,902 23,00
15. 90,5 90,55 6,98 0,5115 6,468 21,56
16. 95,8 95,85 6,4 0,5274 5,872 19,57
17. 101 101,05 6,92 0,542 5,378 21,26
18. 105,6 105,65 6,35 0,5512 5,798 19,32
19. 115,5 115,55 6,8 0,5765 6,223 20,74
20. 120,9 120,45 6,6 0,5954 6,004 20,01

Tabel 7.2. Pressure dan Volume


Pressure (atm) Volume (cc)
0 0
1 0.15
4 0.25
9 0.35
15 0.4
25 0.45
35 0.48
40 0.49
50 0.5
60 0.51
100 0.54
110 0.56
120 0.59
125 0.62
128 0.64
130 0.67
131 0.69
132 0.71
133 0.74
134 0.77
124

7.6.2. Perhitungan
 Kolom 2 (Correct Pressure) = Indicator Pressure + 0,05 atm
1. 0,55 + 0,05 = 0,6 atm
2. 1,63 + 0,05 = 1,68 atm
3. 3,8 + 0,05 = 3,85 atm
3. 4,65 + 0,05 = 4,7 atm
4. 7 + 0,05 = 7,05 atm
5. 8,8 + 0,05 = 8,65 atm
6. 11,9 + 0,05 = 11,95 atm
7. 16,4 + 0,05 =16,45 atm
8. 25,8 + 0,05 =25,85 atm
9. 36,6 + 0,05 =36,65 atm
10. 58,5 + 0,05 =58,55 atm
11. 78,9 + 0,05 =78,95 atm
12. 81,6 + 0,05 =81,65 atm
13. 86 + 0,05 =88,05 atm
14. 90,5 + 0,05 =90,55 atm
15. 95,8 + 0,05 =95,85 atm
16. 101 + 0,05 =101,05 atm
17. 105,6 + 0,05 =105,65 atm
18. 115,5 + 0,05 =115,55 atm
19. 120,9 +0,05 =120,95 atm
125

 Kolom 4 (Pressure Volume Correction)


Dengan cara interpolasi antara PV correction dengan P = Kolom 1
1−0 0,15−0
1. = 1
1−0,55 0,15−x
0,52
1 0,15
=
0,45 0,15−x
0
0,15 - x = 0,0675
0,15 x 0
x = 0,0825 cc

4−1 0,25−0,15 4
2. = 1,63
4−1,63 0,25−x
3 0,1
=
2,37 0,25 − x
1
0,75 – 3x= 0,249 0,25 x 0,15
x = 0,1743 cc

4 1 0,25  0.15 4
3. =
4  3,8 0,25  x 3,8
3 0,1
=
0,2 0,25  x
1
0,75 – 3x= 0,02
0,25 x 0,15
x = 0,2433 cc

94 0,35  0,25 9


4. =
9  4,65 0,35  x 4,65
5 0,1
=
4,35 0,35  x
4
1,75 - 5x = 0,435
0,35 x 0,25
x = 0,263 cc
126

9  4 0,35  0,25 9
5. =
97 0,35  x 7

5 0,1
=
2 0,35  x 4
1,75 – 5x = 0,2 0,35 x 0,25
x =0,31 cc

9  4 0,35  0,25 9
6. =
9  8,8 0,35  x 8,8
5 0,2
=
0,2 0,35  x
4
1,75 – 5x = 0,1 x 0,25
0,35
x =0,33 cc

15  9 0,4  0,35 15
7. =
15  11,9 0,4  x 11,9
16 0,05
=
3,1 0,4  x
9
2,4 – 6x = 0,155 x 0,35
0,4
x =0,374 cc

25  15 0,45  0,4 25
8. =
25  16,4 0,45  x 16,4
10 0,05
=
8,6 0,45  x
15
4,5 – 10x = 0,43 x 0,4
0,45
x =0,407 cc
127

25  15 0,45  0,4 25
9. =
25  25,8 0,45  x 25,8
11 0,05
=
 0,8 0,45
15
4,5 – 10x= -0,04 x 0,4
0,45
x =0,454 cc

40  35 0,49  0,48 40
10. =
40  36,5 0,49  x 36,6
5 0,01
=
3,4 0,49  x
35
2,45 – 5x = 0,034 x 0,48
0,49
x =0,4832 cc

60  50 0,51  0,5 60
11. =
60  58,5 0,51  x 58,5
10 0,01
=
1,5 0,51x
50
5,1 – 10x = 0,015 x 0,5
0,51
x =0,5085 cc

100  60 0,54  0,51 100


12. =
100  78,9 0,54  x 78,9
40 0,03
=
21,1 0,54  x
60
21,6 – 40x= 0,633 x 0,51
0,54
x =0,521 cc
128

100  60 0,54  0,51 100


13. =
100  81,6 0,54  x 81,6
40 0,03
=
18,4 0,54  x
60
21,6 – 40x= 0,552 x 0,51
0,54
x = 0,5262 cc

100  60 0,54  0,51 100


14. =
100  86 0,54  x 86
=
14,1 0,03 60
=
40 0,54  x
0,54 x 0,51
21,6 – 40x= 0,42
x = 0,5295 cc

100  60 0,54  x 100


15 .=
100  90,5 0,54  0,51 90,5
40 0,03
=
9,5 0,54  x
60
21,6 – 40x= 0,285 x 0,51
0,54
x =0,412 cc

100  60 0,54  x 100


16. =
100  95,8 0,54  0,51 95,8
40 0,03
=
4,2 0,54  x
60
21,6 – 40x= 0,126 x 0,51
0,54
x = 0,408 cc
129

110  100 0,56  0,54 110


17. =
110  101 0,56  x 101
10 0,02
=
9 0,56  x
100
5,6 – 10x= 0,18 x 0,54
0,56
x =0,542 cc

110  100 0,56  0,54 110


18. =
110  105,6 0,56  x 105,6
10 0,02
=
4,4 0,56  x
100
5,6 – 10x= 0,088 x 0,54
0,56
x =0,5512 cc

120  110 0,59  0,56 120


19. =
120  115,5 0,59  x 115,5
10 0,03
=
4,5 0,59  x
110
5,9 – 10x= 0,135 x 0,56
0,59
x =0,5765 cc

125  120 0,62  0,59 125


20. =
125  120,9 0,62  x 120,9
5 0,03
=
4,1 0,62  x
120
3,1 – 5x= 0,123 x 0,59
0,62
x =0,5954 cc
130

 Kolom 5 (Actual Volume of Mercury Injection)

Kolom3 – Kolom 4

1. 26cc– 0,0825cc = 25,917 cc


2. 23,7cc- 0,1743cc = 23,527 cc
3. 16cc - 0,2433cc = 15,756 cc
4. 15,4cc- 0,263cc = 14,137 cc
5. 13,7cc- 0,31cc = 13,39 cc
6. 11,3cc – 0,33cc = 10,97 cc
7. 9,9cc- 0,374cc = 9,526 cc
8. 9,2cc – 0,407cc = 8,793 cc
9. 8,64cc- 0,454cc = 8,186 cc
10. 8,2cc – 0,4832cc = 7,716 cc
11. 7,9cc – 0,5085cc = 7,391 cc
12. 7,5cc - 0,5241cc = 6,975 cc
13. 7,3cc – 0,5262cc = 6,773 cc
14. 7,4cc – 0,5295cc = 6,870 cc
15. 6,98cc – 0,412cc = 6,568 cc
16. 6,4cc – 0,4081cc = 5,991 cc
17. 6,92cc- 0,541cc = 6,378 cc
18. 6,35cc – 0,550cc = 5,798 cc
19. 6,8cc- 0,575cc = 6,223 cc
20. 6,6cc- 0,594cc = 6,004 cc
131

 Kolom 6 (Mercury Saturation)

𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑀𝑒𝑟𝑐𝑢𝑟𝑦 𝑜𝑓 𝐼𝑛𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛


𝑥 100%
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑜𝑟𝑖

1. 25,917cc = 86,39 %
x 100%
30cc
23,525cc
x 100%
2. 30cc = 78,41 %

15,756cc
x 100%
3. 30cc = 52,52 %

14,137cc
x 100%
4. 30cc = 47,12%

13,39cc
x 100%
5. 30cc = 44,63 %

6. 10,97cc = 36,56 %
x 100%
30cc

9,526cc
x 100%
7. 30cc = 31,75 %

8,793cc
x 100%
8. 30cc = 29,31 %

8,186cc
x 100%
9. 30cc = 27,28 %

10. 7,716cc = 25,72 %


x 100%
30cc
132

11. 7,391cc = 24,63 %


x 100%
30cc

6,975cc
x 100%
12. 30cc = 23,25 %

6,773cc
x 100%
13. 30cc = 22,57 %

6,870cc
x 100%
14. 30cc = 22,9 %

6,568cc
x 100%
15. 30cc = 21,89 %

16. 5,991cc = 19,97 %


x 100%
30cc

6,378cc
x 100%
17. 30cc = 21,26 %

65,798cc
x 100%
18. 30cc = 19,32 %

6,223cc
x 100%
19. 30cc = 20,74 %

6,004cc
x 100%
20. 30cc = 20,01 %
133

7.7. Pembahasan
Pada percobaan 6, kita menghitung tekanan kapiler dari 20 sampel
reservoir dan yang pertama kita hitung adalah correct pressure (kolom 2)
dengan menembahkan 0,05 dari indicator pressure. Tahap 2 kita
menghitung pressure volume correction dengan metode interpolasi dan
hasilnya pressure volume correction berbanding lurus dengan indicator
pressure dan correct pressure sedangkan pressure volume correction
berbanding terbalik dengan indicator volume of mercury injection.
Tahap 3 kita menghitung actual volume of mercury injection
dengan mengurangkan hasil dari indicator volume of mercury
injection(kolom 3) dengan pressure volume correction(kolom
4).Selanjutnya tahap 4,kita menghitung mercury saturation dengan
menggunakan rumus :

𝐴𝑐𝑡𝑢𝑎𝑙𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑜𝑓𝑀𝑒𝑟𝑐𝑢𝑟𝑦𝐼𝑛𝑗𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
𝑥 100%
𝑉𝑝

Hasilnya nilai mercury satutarion berbanding lurus dengan indicator


volume of mercuryinjection danactual volume of mercury injection,
dimana dari 20 sampel apabila indicator pressurenya dinaikkan maka nilai
indicator volume of mercuryinjection, actual volumeof mercury injection
dan mercury saturation akan semakin berkurang nilainya.
Dalam menghitung pressure volume correction , kami menggunakan
kolom antara tekanan dan volume yang kami gambarkan dengan grafik di
bawah ini :
134

Pressure Vs Volume
160

140 1, 140
120
Pressure (atm)

100

80

60 Pressure Vs Volume

40

20
0,0
0
0 0.5 1 1.5
Volume (cc)

Grafik 7.1. Hubungan Antara Volume (cc) dan Pressure (atm)

Grafik di atas membahas mengenai hubungan antara volume dengan


pressure yang terdapat dalam suatu formasi batuan reservoir. Dilihat dari
grafik di atas, dapat kita ketahui bahwa semakin besar volume yang
terdapat dalam batuan, maka semakin besar pula pressure yang diberikan
kepada batuan tersebut. Seperti halnya pada grafik, ketika volume pada
batuan sebesar 0,15 cc, maka pressure yang diberikan adalah sebesar 1
atm. Dan ketika volume dinaikkan menjadi 0,25 cc, pressure yang
diberikan juga bertambah besar yaitu 4 atm.
135

HUBUNGAN ANTARACORRECT PRESSURE


VS MERCURY SATURATION
140
CORRECT PRESSURE (atm)

120
100
80
60
40
20
0
0 20 40 60 80 100
MERCURY SATURATION (%)

Grafik 7.2. Hubungan Mercury Saturation (%) dan Correct Pressure (atm)

Grafik di atas merupakan grafik mercury saturation pada suatu


batuan reservoir terhadap correct pressure. Dari grafik tersebut dapat kita
ketahui bahwa correct pressure sangat mempengaruhi besar kecilnya
mercury saturation suatu batuan reservoir, karena apabila correct pressure
semakin besar maka mercury saturation pada batuan akan semakin kecil.
Misal, pada data ke-1 correct pressure sebesar 0,5atm dan mercury
saturationnya sebesar 83,073%. Akan tetapi, pada data ke-2 ketika correct
pressure diperbesar menjadi 1,5 atm batuan tersebut menghasilkan
mercury saturation lebih kecil, yaitu 75,11 %.

Tekanan kapiler mempunyai hubungan denganporositas,


pemeabilitas dan saturasi karena apabila menghitung porositas dan
permeabilitas baik maka keseragaman, bentuk dan ukuran butiran baik
dan akan lebih mudah menghitung tekanan kapiler, karena setiap pori di
136

dalam batuan dianggap sebagai tabung kapiler, dan tekanan kapiler juga
berhubungan dengan saturasi karena apabila Pc besar maka Sw kecil
begitu pula sebaliknya.
Pada percobaan ini penentuan tekanan kapiler dengan menggunakan
mercury sebagai fluida yang diinjeksikan, diperoleh bahwa untuk setiap
perubahan saturasi mercury terjadi pula perubahan tekanan koreksi. Hal
ini juga dapat dianalogikan pada reservoir, dimana untuk perbedaan
saturasi fluida yang tidak saling larut maka akan diperoleh nilai tekanan
kapiler yang berbeda pula.
Pengaplikasian Tekanan Kapiler dalam dunia perminyakan adalah
sebagai tahap awal untuk menentukan kedalaman zona perforasi dan
sebagai tahap awal dalam menentukan Well komplesi.
137

7.8. Kesimpulan
1. Perbedaan tekanan yang ada antara permukaan dua fluida yang tidak
tercampur sebagai akibat dari pertemuan permukaan yang
memisahkan kedua fluida tersebut.
2. Correct pressure berbanding terbalik dengan mercury saturation
yaitu dengan berkurangnya Correct pressure akan meningkatkan
mercury saturation.Sedangkan padahubungan tekanandengan
volume berbanding lurus, semakin besar volume maka nilai tekanan
akan semakin menigkat.
3. Nilai dari pressure berbanding lurus dengan volume.
4. Dengan mengetahui tekanan kapiler suatu formasi kita dapat
menentukan secara efesien letak kedalaman sumur yang akan di
komplesi.
5. Hubungan Pc dan Sw, jika Pc meningkat maka Sw menurun.
138

Anda mungkin juga menyukai