Oleh :
1
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
BAB 1
Pendahuluan
3
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien intoksikasi IFO (baygon).
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mampu memahami definisi dari intoksikasi IFO (baygon).
2. Agar mahasiswa mampu memahami patofisiologis dari intoksikasi IFO
(baygon).
3. Agar mahasiswa mampu memahami cara kerja racun dari intoksikasi IFO
(baygon).
4. Agar mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis dari intoksikasi IFO
(baygon).
5. Agar mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik dari intoksikasi
IFO (baygon).
6. Agar mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan kegawatdaruratan dari
intoksikasi IFO (baygon).
7. Agar mahasiswa mampu memahami prognosis dari intoksikasi IFO (baygon).
8. Agar mahasiswa mampu memahami komplikasi dari intoksikasi IFO (baygon).
9. Agar mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan yang diberikan pada
pasien intoksikasi IFO (baygon).
4
BAB 2
Tinjaun Pustaka
1.1. Definisi
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh
obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik. Keracunan juga merupakan
kondisi atau keadaan fisik yang terjadi jika suatu zat,dalam jumlah relatif sedikit,
terkena zat tersebut pada permukaan tubuh, termakan, terinjeksi, terisap atau
terserap serta terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang,
hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak
diinginkan dalam jangka panjang yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan
struktur/gangguan fungsi tubuh.
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut,
hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit atau digunakan terhadap
organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau
mengganggu dengan serius fungsi satu atau lebih organ tubuh atau jaringan (Mc.
Graw Hill Nursing Dictionary).
Menurut Taylor racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatif
kecil bila masuk kedalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan
menyebabkan penyakit atau kematian . Baygon termasuk kedalam salah satu jenis
racun, yaitu racun serangga (insektisida).
Berdasarkan struktur kimianya insektisida dapat digolongkan menjadi :
1. Insektisida golongan fospat organic (IFO), seperti : Malathoin, Parathion,
Paraoxan , diazinon, dan TEP.
2. Insektisida golongan karbamat, seperti : carboryl dan baygon
3. Insektisida golongan hidrokarbon yang diklorkan, seperti : DDT endrin,
chlordane, dieldrin dan lindane.
Keracunan akibat insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan
bunuh diri , jarang sekali akibat pembunuhan .
5
1.2. Patofisiologis
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim
asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang
dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf
parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase
menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat
tersebut.
Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di post
sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi
adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di
sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm neomuscular junction dan sel darah merah,
Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor
muskarinik dan nikotinik.
Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu diketahui dulu
bahwa didalam baygon itu terkandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan
transfluthrin. Propoxur adalah senyawa karbamat yang merupakan senyawa Seperti
organofosfat tetapi efek hambatan cholin esterase bersivat reversibel dan tidak
mempunyai efek sentral karena tidak dapat menembus blood brain barrier. Gejala
klinis sama dengan keracunan organofosfat tetapi lebih ringan dan waktunya lebih
singkat. Penatalaksanaannya juga sama seperti pada keracunan organofosfat.
Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat yang akan
mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi
kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik langsung pada
miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat
kardiovaskular di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung
lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi
mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak
karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi
akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia.
6
1.3. Cara kerja racun
Bila dilihat dari cara kerjanya, maka insektisida golongan fospat organik dan
golongan karbamat dapat dikategorikan dalam antikolinesterase (Cholynesterase
inhibitor insektisida), sehingga keduanya mempunyai persamaan dalam hal cara
kerjanya , yaitu merupakan inhibitor yang langsung dan tidak langsung terhadap
enzim kholinesterase.
Racun jenis ini dapat diabsorbsi melalui oral, inhalasi, dan kulit. Masuk ke
dalam tubuh dan akan mengikat enzim asetilkholinesterase ( AChE ) sehingga
AChE menjadi inaktif maka akan terjadi akumulasi dari asetilkholin. Dalam
keadaan normal enzim AChE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH )
dengan jalan mengikat Akh –AChE yang bersifat inaktif. Bila konsentrasi racun
lebih tinggi akibatnya akan terjadi penumpukan AKH ditempat-tempat tertentu,
sehingga timbul gejala gejala berupa ransangan AKH yang berlebihan yang akan
menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi
kemudian depresi SSP).
Pada keracunan IFO, ikatan-ikatan IFO – AChE bersifat menetap (ireversibel),
sedangkan keracunan carbamate ikatannya bersifat sementara (reversible ). Secara
farmakologis efek AKH dapat dibagi 3 golongan :
1. Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat,
pupil, bronkus dan jantung.
2. Nikotinik, terutama pada otot-otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan
otot pernafasan.
3. SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang (konvulsi)
sampai koma
Kita dapat menduga terjadinya keracunan dengan golongan ini jika :
1. Gejala–gejala timbul cepat, bila > 6 jam jelas bukan keracunan dengan
insektisida golongan ini.
2. Gejala–gejala progresif, makin lama makin hebat, sehingga jika tidak segera
mendapatkan pertolongan dapat berakibat fatal, terjadi depresi pernafasan dan
blok jantung.
7
3. Gejala–gejala tidak dapat dimasukkan kedalam suatu sindroma penyakit
apapun, gejala dapat seperti gastroenteritis, ensephalitis, pneumonia, Dan lain-
lain.
4. Dengan terapi yang lazim tidak menolong.
5. Pada pemeriksaan anamnesa ada kontak dengan keracunan golongan ini.
8
dalam Rohim, 2001). Kegagalan pernafasan dapat pula terjadi karena adanya
kelemahan otot pernafasan, spasme bronchus dan edema pulmonum.
9
dengan head tilt chin lift/jaw trust/nasopharyngeal airway/
pemasangan guedal.
Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien diturunkan,
menggunakan jalan napas orofaring dan pengisap. Jika ada gangguan
jalan napas maka dilakukan penanganan sesuai BHD (bantuan hidup
dasar). Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender,
gigi palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan
“Oropharyngealairway”, alat penghisap lendir. Posisi kepala
ditengadahkan (ekstensi), bila perlu lakukan pemasangan pipa ETT.
2) Breathing
Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui
analisa gas darah atau spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik
jika terjadi depresi pernpasan. Tekanan ekspirasi positif diberikan
pada jalan napas, masker kantong dapat membantu menjaga alveoli
tetap mengembang. Berikan oksigen pada klien yang mengalami
depresi pernapasan, tidak sadar dan syock. Jaga agar pernapasan tetap
dapat berlangsung dengan baik.
3) Circulation
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang
tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan
kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena
di ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai
dengan meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji TTV,
kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena
sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG.
4) Disability
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan
GCS, ukuran dan reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan
kesadaran dapat terjadi pada klien keracunan alcohol dan obat-obatan.
Penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena penurunan
oksigenasi, akibat depresi pernapasan seperti pada klien keracunan
baygon, botulinum
10
2. Survey Sekunder
Kaji adanya bau baygon dari mulut dan muntahan, sakit kepala, sukar
bicara, sesak nafas, tekanan darah menurun, kejang-kejang, gangguan
penglihatan, hypersekresi hidung, spasme laringks, brongko kontriksi, aritmia
jantung dan syhock.
Langkah selanjutnya setelah survey primer (resusitasi) dan survey skunder
adalah sebagai berikut :
a. Dekontaminasi
Merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan pemaparan
terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan. Ada
beberapa dekontaminasi yang perlu dilakukan yaitu:
b. Dekontaminasi pulmonal
Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari
pemaparan inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas dan
berikan oksigen 100% dan jika perlu beri ventilator.
c. Dekontaminasi mata
Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari
racun yaitu dengan memposisikan kepala pasien ditengadahkan dan miring
ke posisi mata yang terburuk kondisinya. Buka kelopak matanya perlahan
dan irigasi larutan aquades atau NaCL 0,9% perlahan sampai zat racunnya
diperkirakan sudah hilang.
d. Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)
Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji,
sepatu dan aksesoris lainnnya dan masukkan dalam wadah plastik yang
kedap air kemudian tutup rapat, cuci bagian kulit yang terkena dengan air
mengalir dan disabun minimal 10 menit selanjutnya keringkan dengan
handuk kering dan lembut.
e. Dekontaminasi gastrointestinal
Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga tindakan
pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan
isi lambung dengan cara induksi muntah atau aspirasi dan kumbah
lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan toksik.
11
3. Eliminasi
Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran
racun yang sedang beredar dalam darah, atau dalam saluran gastrointestinal
setelah lebih dari 4 jam. Langkah-langkahnya meliputi :
a. Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar
atau dengan pemberian sirup ipecac 15 – 30 ml. Dapat diulang setelah 20
menit bila tidak berhasil.
b. Katarsis, (intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila diduga racun
telah sampai diusus halus dan besar.
c. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya
menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasilnya paling
efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila
keracunan terjadi kurang dari 4-6 jam. pada koma derajat sedang hingga berat
tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan
pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4. Antidotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat
antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial sangat
sedikit jumlahnya. Salah satu antidotum yang bisa digunakan adalah Atropin
sulfat (SA) yang bekerja menghambat efek akumulasi AKH pada tempat
penumpukannya.
Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Pengobatan Pada pasien yang sadar :
1) Kumbah lambung
2) Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intra muscular
3) 30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM, diulang tiap 30
menit sampai terjadi artropinisasi.
4) Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1 ampul) IM tiap
4 jam selama 24 jam .
b. Pada pasien yang tidak sadar
1) Injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)
12
2) 30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi setiap 30
menit sampai klien sadar.
3) Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai tercapai
atropinisasi, ditandai dengan midriasis, fotofobia, mulut kering,
takikardi, palpitasi, dan tensi terukur.
4) Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul) IM tiap 4
jam selama 24 jam.
c. Pada Pasien Anak
1) Lakukan tindakan cuci lambung atau membuat klien muntah.
2) Berikan nafas buatan bila terjadi depresi pernafasan dan bebaskan jalan
nafas dari sumbatan– sumbatan.
3) Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata, bersihkan dengan air.
4) Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 – 0,05 mg / Kg BB secara
intra vena dan dapat diulangi setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala
atropinisasi. Kemudian berikan dosis rumat untuk mempertahankan
atropinisasi ringan selama 24 jam.
5) Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 gram secara intra
vena sangat perlahan – lahan atau melalui IVFD
6) Pengobatan simtomatik dan suportif.
1.7. Prognosis
Prognosis dari kasus ini pada umumnya baik, bila pengobatan dilakukan
secepat mungkin, namun akan berdampak fatal hingga pada kematian jika terjadi
kesalahan dalam pengobatan. Beberapa kesalahan pengobatan yang sering terjadi,
berupa :
1. Resusitasi kurang baik dikerjakan.
2. Eliminasi racun kurang baik.
3. Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.
1.8. Komplikasi
Komplikasi yang bisa muncul pada kasus ini diantaranya adalah :
1. Shock
13
2. Henti nafas
3. Henti jantung
4. Kejang
5. Koma
14
d. Pada pemeriksaan ADL (Activity Daily Living) data yang mungkin muncul
adalah sebagai berikut :
1) Aktifitas dan istirahat
Keletihan,kelemahan,malaise, kelemahan, hiporefleksi
2) Makanan Cairan
Dehidrasi, mual , muntah, anoreksia, nyeri uluhati, perubahan turgor
kulit/kelembaban, berkeringat banyak.
3) Eliminasi
Perubahan pola berkemih, distensi vesika urinaria, bising usus
menurun, kerusakan ginjal, perubahan warna urin contoh kuning
pekat, merah, coklat.
4) Nyaman/ nyeri
Nyeri tubuh, sakit kepala, perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
5) Keamanan
Penurunan tingkat kesadaran, koma, syok, asidemia.
e. Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil sebagai
berikut :
1) Eritrosit menurun
2) Proteinuria
3) Hematuria
4) Hipoplasi sumsum tulang
2. Diagnosa Keperawatan
a. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pernapasan
akibat efek langsung dari intoksikasi baygon.
b. Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat.
c. Resiko gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang
berlebihan.
3. Intervensi
a. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan depresi pernapasan
akibat efek langsung dari toksisitas baygon.
15
Tujuan : Mempertahankan keefektifan pola nafas.
Kriteria hasil : RR dalam batas normal, jalan nafas bersih, sputum tidak
ada.
Intervensi Rasional
Pantau tingkat, irama Efek insektisida mendepresi SSP yang
pernapasan & suara napas mungkin dapat mengakibatkan
serta pola pernapasan hilangnya kepatenan aliran udara atau
depresi pernapasan, pengkajian yang
berulang kali sangat penting karena
kadar toksisitas mungkin berubah-
ubah secara drastis.
Tinggikan kepala tempat Menurunkan kemungkinan aspirasi,
tidur diafragma bagian bawah untuk
menigkatkan inflasi paru.
Dorong untuk batuk/ nafas Memudahkan ekspansi paru &
dalam mobilisasi sekresi untuk mengurangi
resiko atelektasis/pneumonia.
Auskultasi suara napas Pasien beresiko atelektasis
dihubungkan dengan hipoventilasi &
pneumonia.
Berikan O2 jika dibutuhkan Hipoksia mungkin terjadi akibat
depresi pernapasan
Kolaborasi untuk sinar X Memantau kemungkinan munculnya
dada, Blood Gas Analysis komplikasi sekunder seperti
atelektasis/pneumonia, evaluasi
kefektifan dari usaha pernapasan.
b. Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat
Tujuan : Tingkat kesadaran klien dapat dipertahankan
Kriteria hasil :
1) Kesadaran composmentis (GCS : 15)
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
16
Intervensi Rasional
Monitor vital sign tiap 15 Bila ada perubahan yang bermakna
menit merupakan indikasi penurunan
kesadaran
Observasi tingkat kesadaran Penurunan kesadaran sebagai indikasi
pasien penurunan aliran darah otak
Kaji adanya tanda-tanda Gejala tersebut merupakan manifestasi
distress pernapasan, nadi dari perubahan pada otak, ginjal,
cepat, sianosis dan kolapsnya jantung dan paru.
pembuluh darah
Monitor adanya perubahan Tindakan umum yang bertujuan untuk
tingkat kesadaran keselamatan hidup, meliputi resusitasi
: Airway, breathing, sirkulasi
Kolaborasi dengan tim medis Anti dotum (penawar racun) dapat
dalam pemberian anti dotum membantu mengakumulasi
penumpukan racun
c. Resiko gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang
berlebihan
Tujuan : Kekurangan cairan tidak terjadi
Kriteria hasil :
1) Tanda-tanda vital stabil
2) Turgor kulit stabil
3) Membran mukosa lembab
4) Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg BB/jam
Intervensi Rasional
Monitor pemasukan dan Dokumentasi yang akurat dapat
pengeluaran cairan. membantu dalam mengidentifikasi
pengeluran dan penggantian cairan.
Monitor suhu kulit, palpasi Kulit dingain dan lembab, denyut yang
denyut perifer. lemah mengindikasikan penurunan
sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk
pengantian cairan tambahan.
17
Observasi adanya mual, Mual, muntah dan perdarahan yang
muntah, perdarahan berlebihan dapat mengacu pada
hipordemia.
Pantau tanda-tanda vital Hipotensi, takikardia, peningkatan
pernapasan mengindikasikan
kekurangan cairan
(dehindrasi/hipovolemia).
Kolaborasi dengan tim medis Cairan parenteral dibutuhkan untuk
dalam pemberian cairan mendukung volume cairan /mencegah
parenteral hipotensi.
Kolaborasi dalam pemberian Antiemetik dapat menghilangkan
antiemetik mual/muntah yang dapat menyebabkan
ketidak seimbangan pemasukan.
Berikan kembali pemasukan Pemasukan peroral bergantung kepada
oral secara berangsur-angsur. pengembalian fungsi gastrointestinal.
Pantau studi laboratorium Sebagai indikator untuk menentukan
(Hb, Ht). volume sirkulasi dengan kehilanan
cairan.
18
BAB 3
Penutup
3.1. Simpulan
Keracunan juga merupakan kondisi atau keadaan fisik yang terjadi jika suatu
zat,dalam jumlah relatif sedikit, terkena zat tersebut pada permukaan tubuh,
termakan, terinjeksi, terisap atau terserap serta terakumulasi dalam organ tubuh,
tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan
menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang yang selanjutnya
akan menyebabkan kerusakan struktur/gangguan fungsi tubuh.
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim
asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang
dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf
parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik.
19
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, Nur. 2008. Buku Panduan Pelatihan BC & TLS (Basic Cardiac & Trauma
Life Support). Jakarta : EMS 119
Blantan, Kamanti Indriyani. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Keracunan Insektisida. (Online :
http://id.scribd.com/doc/94941402/ASKEP-Intoksikasi-Baygon) Diakses
tanggal 1 Desember 2016
https://www.scribd.com/doc/310135281/keracunan-baygon Diakses tanggal 1
Desember 2016
20