Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PENYULUHAN

PRETERM LABOR

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
MEDAN
2018
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Preterm Labor”.
Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, dr.
Arvita Muriany, M.Ked(OG), Sp.OG yang telah memberikan bimbingan dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
makalah selanjutnya.

Medan, 19 Januari 2018

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 5

2.1. Definisi Persalinan Prematur ................................................... 5

2.2 Epidemiologi ............................................................................ 4

2.3 Faktor Risiko Persalinan Prematur .......................................... 6

2.4. Patogenesis Persalinan Prematur.............................................. 9

2.5. Penyebab Persalinan Prematur ................................................. 11

2.6. Diagnosis Persalinan Prematur ................................................ 14

2.7. Pengelolaan Persalinan Prematur ............................................. 16

2.8. Dampak Persalinan Prematur ................................................... 20

BAB 3 KESIMPULAN ............................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 23


3

BAB 1
PENDAHULUAN

Persalinan prematur adalah persalinan yang berlangsung pada umur


kehamilan antara 20 sampai menjelang 37 minggu yang ditandai dengan munculnya
kontraksi uterus dengan intensitas dan frekuensi yang cukup untuk menyebabkan
penipisan dan dilatasi serviks.1 Menurut WHO tahun 2013, persalinan prematur
adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan genap 37 minggu. Persalinan
prematur adalah masalah global yang terjadi di berbagai negara di dunia. Di negara
yang berpenghasilan rendah, 12% bayi dilahirkan prematur dan di negara yang
berpenghasilan tinggi bayi yang lahir prematur mencapai angka 9%. Sepuluh
negara dengan kasus persalinan prematur tertinggi adalah India, China, Nigeria,
Pakistan, Indonesia, Amerika Serikat, Bangladesh, Filipina, Republik Kongo, dan
Brazil.2 Prematuritas merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas
neonatus. Prematuritas berkaitan dengan morbiditas serta cacat pada anak dan
hampir seluruh kasus gangguan perkembangan neurologis.3 Menurut WHO, setiap
tahun, 15 juta bayi dilahirkan sebelum usia kehamilan 37 minggu dan lebih dari 1
juta bayi meninggal karena komplikasi persalinan prematur. Prevalensi persalinan
prematur di Indonesia sendiri juga masih tinggi.2 Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar pada tahun 2007, kematian perinatal (usia 0-7 hari) 32,3% disebabkan oleh
persalinan prematur.4 Berdasarkan penelitian sebelumnya, data indikator kesehatan
provinsi yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan menunjukkan bahwa
proporsi kelahiran prematur dengan BBLR pada tahun 2001 berkisar antara 0,54%
(NAD), dan 6,90% (Sumatera Utara).5
Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial.
Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya persalinan premature.6 Kurang lebih 30% persalinan
prematur tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan 70% sisanya, disumbang oleh
beberapa faktor seperti kehamilan ganda (30% kasus), infeksi genitalia, ketuban
pecah dini, perdarahan antepartum, inkompetensia serviks, dan kelainan kongenital
4

uterus (20-25%). Sisanya 15-20% sebagai akibat hipertensi dalam kehamilan,


pertumbuhan janin terhambat, kelainan kongenital dan penyakit-penyakit lain
selama kehamilan. Selain itu, terdapat sejumlah morbiditas yang turut berperan
dalam terjadinya persalinan prematur, misalnya anemia.3
Salah satu tujuan dari Millennium Development Goals (MDGs) adalah
meningkatkan kesehatan ibu, dimana diharapkan agar angka kematian ibu menurun
sebesar tiga perempatnya antara 1990 dan 2015. Namun, berdasarkan data yang
didapat, Indonesia tidak akan bisa mencapai target ini. Dan salah satu keadaan yang
dapat meningkatkan mortalitas ibu adalah komplikasi saat persalinan premature.7
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Persalinan Prematur


Persalinan prematur adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan
37 minggu.8 Organisasi Kesehatan Dunia yaitu WHO pada tahun 2013 membagi
persalinan prematur menjadi tiga kategori berdasarkan umur kehamilan, yaitu:2
a. extremely preterm bila kurang dari 28 minggu
b. very preterm bila kurang dari 32 minggu
c. moderate to late preterm antara 32 dan 37 minggu
Persalinan prematur dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus
yang teratur yang disertai pendataran dan/atau dilatasi serviks serta turunnya bayi
pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari
259 hari) sejak pertama haid terakhir.9
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20–37 minggu) atau dengan berat janin
kurang dari 2.500 gram. Persalinan prematur menggambarkan individu yang
mengalami atau berisiko tinggi mengalami pengeluaran janin viabel sebelum
gestasi 37 minggu.10

2.2. Epidemiologi
Angka kejadian prematur yang tinggi masih menjadi pusat perhatian dunia
hingga kini. Tingkat kelahiran prematur di Amerika Serikat sekitar 12,3% dari
keseluruhan 4 juta kelahiran setiap tahunnya dan merupakan tingkat kelahiran
prematur tertinggi di antara negara industri.3
Angka kejadian kelahiran prematur di Indonesia belum dapat dipastikan
jumlahnya, namun berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan
tahun 2007, proporsi BBLR di Indonesia mencapai 11,5%, meskipun angka BBLR
tidak mutlak mewakili angka kejadian kelahiran prematur. Persalinan preterm
paling rendah terjadi pada iu berusia 20 tahun-an, dan akan meningkat pada remaja
6

dan ibu di atas usia 30 tahun. Insidensi persalianan preterm lebih tinggi terjadi pada
persalinan pertama.3

2.3. Faktor Risiko Persalinan Prematur


Faktor risiko adalah pengalaman, perilaku, tindakan, atau aspek-aspek pada
gaya hidup, yang dapat memperbesar peluang terkena atau terbentuknya suatu
penyakit, kondisi, cedera, gangguan, ketidakmampuan, atau kematian.23 Dalam hal
ini, faktor risiko adalah kondisi atau keadaan pada ibu hamil yang dapat
menyebabkan kemungkinan risiko atau bahaya terjadinya komplikasi pada
persalinan yang mengakibatkan terjadinya persalinan prematur.

a. Pendidikan
Latar belakang pendidikan ibu yang rendah menyulitkan berlangsungnya
suatu penyuluhan terhadap ibu. Mereka kurang menyadari pentingnya informasi-
informasi tentang kesehatan ibu hamil sehingga tidak mengetahui cara memelihara
kesehatan terutama pada saat hamil. Menurut penelitian Irmawati, ibu
berpendidikan SD lebih berisiko 3,33 kali mengalami persalinan prematur
dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi (CI:1,29-9,16 nilai
p=0,0025).11

b. Pekerjaan
Pekerjaan fisik yang berat, tekanan mental (stress), kecemasan yang tinggi
dapat meningkatkan kejadian prematur. Pekerjaan fisik yang berat, yang
mengkondisikan ibu hamil untuk berdiri lama, seperti Sales Promotion Girl (SGP),
perjalanan panjang dan pekerjaan yang mengangkat beban berat berisiko
melahirkan prematur. Selain itu, tingkat stress serta waktu kerja yang panjang juga
akan berdampak buruk bagi si calon bayi.

c. Umur
Umur merupakan faktor penting dalam menentukan waktu yang ideal untuk
hamil. Umur yang paling aman untuk hamil dan melahirkan adalah sekitar 20 – 35
7

tahun. Pada usia ini wanita dalam keadaan optimal dengan kata lain risiko angka
kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) ibu dan bayi yang terjadi akibat
kehamilan dan persalinan dalam kelompok usia tersebut paling rendah
dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Risiko ini akan semakin meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Pada ibu yang berusia 35 tahun dan lebih tua
adanya risiko mengalami masalah seperti tekanan darah tinggi, diabetes selama
hamil, dan komplikasi selama persalinan.
Anak yang dilahirkan oleh ibu remaja mengalami berbagai masalah di
antaranya; perkembangan yang terhambat, prematur, dan BBLR. Hal ini biasanya
disebabkan karena gizi ibu remaja yang buruk. Bayi yang baru lahir dari ibu yang
remaja cenderung untuk lahir prematur, BBLR, dan menderita gangguan
pertumbuhan dan kecacatan.Sehingga risiko kematian bayi juga lebih tinggi bila
ibunya berusia kurang dari 20 tahun. Ibu yang hamil dengan usia di bawah 18 tahun
dan lebih 35 tahun, mempunyai risiko tinggi untuk melahirkan bayi prematur dan
persalinan prematur dengan tindakan akan meningkatkan 2-4 kali lipat atau
meningkatkan sekitar 40% pada ibu di atas 40 tahun.

d. Riwayat Abortus
Menurut WHO, abortus adalah hilangnya janin atau embrio dengan berat
kurang dari 500 gram atau setara dengan sekitar 20-22 minggu kehamilan. Aborsi
bisa meningkatkan risiko infeksi yang bisa mempengaruhi kehamilan selanjutnya.
Aborsi dapat merusak dinding rahim, tempat janin tumbuh dan berkembang.
Dinding rahim merupakan tempat melekatnya plasenta, salah satu fungsi plasenta
ialah tempat pembuatan hormon-hormon dan jika plasenta tidak bekerja dengan
baik maka pembuatan hormon terganggu. Jika kadar progesteron turun akan timbul
kontraksi pada rahim.
Kejadian abortus diduga mempunyai efek terhadap kehamilan berikutnya,
baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil kehamilan itu sendiri.
Wanita dengan riwayat abortus mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk
terjadinya persalinan prematur, abortus berulang, dan BBLR.2
8

e. Jarak Kehamilan
Jarak kehamilan yang terlalu dekat yaitu kurang dari 24 bulan merupakan
jarak kehamilan yang berisiko tinggi sewaktu melahirkan. Jarak kehamilan yang
dekat mengakibatkan rahim ibu belum pulih sempurna sehingga mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin.

f. Anemia Kehamilan
Anemia adalah suatu keadaan di mana jumlah eritrosit yang beredar atau
konsentrasi hemoglobin yang menurun..Selama kehamilan, anemia lazim terjadi
dan biasanya disebabakan oleh defisiensi besi, sekunder terhadap kehilangan darah
sebelumnya atau masukan besi yang tidak adekuat. Anemia jarang menciptakan
krisis kedaruratan akut selama kehamilan, namun pada hakekatnya setiap masalah
kedaruratan dapat diperberat oleh anemia yang telah ada. Pada kehamilan 36
minggu, volume darah ibu meningkat rata-rata 40 sampai 50 persen di atas keadaan
tidak hamil.Walaupun eritropoesis diperkuat oleh volume eritrosit meningkat,
namun lebih banyak plasma ditambahkan ke dalam sirkulasi ibu, akibatnya
konsentrasi hemoglobin maupun hematokrit menurun selama kehamilan.
Semakin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahiran akan
semakin banyak kehilangan zat besi dan semakin anemis. Pengaruh anemia pada
masa kehamilan terutama pada janin dapat mengurangi kemampuan metabolisme
tubuh ibu sehingga menganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
rahim, akibatnya terjadi abortus, kematian intrauterin, persalinan prematur, berat
badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia, terjadi cacat bawaan, bayi mudah
mendapat infeksi dan inteligensi rendah.
Pada ibu yang mengalami anemia kehamilan mempunyai risiko untuk
mengalami komplikasi persalinan 1,42 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu
yang tidak mengidap anemia.

g. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan
darah dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali selama 4 jam. Hipertensi kronis adalah
9

hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap
sampai 12 minggu pascapersalinan. Wanita yang mengalami hipertensi kronis
berisiko mengalami pre-eklmapsia. Pada hipertensi atau preeklamsia, penolong
persalinan cenderung untuk mengahiri kehamilan. Hal ini menimbulkan prevalensi
prematur meningkat. Pasien dengan hipertensi harus selalu dicurigai mengalami
pelepasan plasenta prematur.

2.4. Patogenesis Persalinan Prematur


Persalinan prematur dapat terjadi secara spontan atau karena ada indikasi.
Persalinan prematur secara spontan dapat terjadi pada selaput ketuban yang masih
intak atau karena ketuban pecah dini (preterm premature rupture of
fetalmembranes). Persalinan prematur atas indikasi bisa terjadi karena kondisi yang
terjadi pada ibu ataupun janin. Kondisi pada ibu yang sering menginduksi adalah
kejadian preeclampsia, plasenta previa sedangkan pada janin adalah karena
pertumbuhan janin terhambat. Namun, kedua kondisi ini dapat terjadi secara
bersamaan. Dari semua kasus persalinan prematur yang terjadi, 25% terjadi atas
indikasi dan 75% terjadi secara spontan dimana 45% dengan selaput ketuban yang
masih intak dan 30% dengan kasus ketuban pecah dini.12
Proses persalinan aterm dan prematur pada dasarnya adalah sama,
perbedaannya hanya pada usia kehamilan. Mekanisme umum persalinan yaitu
adanya kontraksi uterus, pendataran serviks, dan ketuban pecah. Perbedaan yang
paling mendasar antara persalinan aterm dan prematur adalah persalinan aterm
terjadi sebagai hasil proses fisiologis dari mekanisme umum persalinan sedangkan
persalinan prematur sebagai hasil proses patologis yang mengaktifkan salah satu
atau lebih komponen dari mekanisme umum persalinan.12
Mekanisme umum persalinan pada persalinan aterm ataupun prematur
melibatkan psoses anatomik, biokimia, imunologi, endokrin, dan hal klinis pada
ibu dan janin. Banyak klinisi lebih menekankan pada komponen uterus meliputi
kontraksi miometrium, dilatasi serviks, dan pecahnya ketuban. Namun, dapat
terjadi perubahan sistemik seperti peningkatan kadar Corticotropin Releasinng
Hormone (CRH) di plasma. Keseluruhan aktivasi mekanisme persalinan dipicu oleh
10

suatu sinyal. Prostaglandin dipertimbangkan sebagai kunci dalam onset persalinan


karena dapat memicu kontraksi miometrium, perubahan matrix ekstraselular yang
berhubungan dengan pendataran serviks dan aktivasi membran desidua.12

Gambar 2.1 Mekanisme biokimia dalam persalinan umum

PG : Prostaglandin RE-α : Resepor Estrogen


RP-A: Reseptor Prostaglandin-A MMPs : Metaloproteinisasi
RP-B : Reseptor Prostaglandin-B IL-8 : Interleukin-8

Infeksi merupakan salah satu penyebab persalinan prematur.


Mikroorganisme ataupun produk yang dihasilkan dapat memicu inflamasi pada
cairan amnion dan korioamnion.13 Penelitian menunjukkan bahwa 25%-40% kasus
persalinan prematur karena infeksi. Microbial invasion of the amniotic cavity
(MIAC) terdapat pada 12,8% wanita yang mengalami persalinan prematur dengan
selaput ketuban yang masih intak dan 32% pada persalinan prematur dengan
ketuban pecah dini. Mikroorganisme yang paling sering ditemui di cairan amnion
adalah mikoplasma dari daerah genitalia.12
11

Gambar 2.2 Jalur infeksi intrauterin

Tahap 1: Perubahan flora normal di vagina/serviks


Tahap 2: Mikroorganisme berada di antara korion dan amnion
Tahap 3: Infeksi intraamnion
Tahap 4: Invasi fetus

Kasus persalinan prematur dapat terjadi sebagai akibat proses patogenik


yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi
rahim dan perubahan serviks, yaitu:6
1. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun
janin, akibat stress pada ibu atau janin.
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asendens dari traktus
genitourinaria atau infeksi sistemik.
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelainan pada uterus atau serviks

2.5. Penyebab Persalinan Prematur


Persalinan prematur dapat disebabkan oleh banyak fakor yang dapat dibagi
menjadi:13
12

1. Komplikasi medis dan obstetrik


Kurang lebih 1/3 dari kejadian persalinan prematur disebabkan oleh hal-hal
yang berkaitan dengan komplikasi medis atau obstetrik tertentu misalnya pada
kasus-kasus perdarahan antepartum atau hipertensi dalam kehamilan yang sebagian
besar memerlukan tindakan terminasi saat kehamilan preterm. Akan tetapi, 2/3 dari
kejadian persalinan prematur tidak diketahui secara jelas penyebabnya karena
persalinan prematur pada kelompok ini terjadi persalinan yang spontan atau
idiopatik.14

2. Faktor gaya hidup


Perilaku seperti merokok, gizi buruk, penambahan berat badan yang kurang
baik selama kehamilan, serta penggunaan obat seperti kokain atau alkohol telah
dilaporkan memainkan peranan penting pada kejadian prematur dan hasil akhir bayi
dengan berat lahir rendah.13 Penyalahgunaan alkohol tidak hanya dikaitkan dengan
kelahiran prematur melainkan dengan peningkatan cedera otak pada bayi yang lahir
prematur. Konsumsi alkohol yang berlebihan selama kehamilan dapat
memengaruhi perkembangan fetus dan harapan hidup neonates. Faktor usia juga
diduga berhubungan dengan kejadian persalinan prematur. Wanita usia muda
cenderung mempunyai pasangan seksual yang lebih banyak dan infeksi pada
vagina, sementara wanita usia yang lebih tua cenderung mengalami kontaksi uterus
yang irregular, seperti mioma.15

3. Faktor genetik
Kelahiran prematur juga diduga sebagai suatu proses yang terjadi secara
familial karena sifat persalinan prematur yang berulang dan prevalensinya yang
berbeda-beda antar ras.13

4. Infeksi cairan amnion dan korion


Infeksi koriamnion yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme telah
muncul sebagai penyebab kasus pecah ketuban dini dan persalinan prematur. Proses
persalinan aterm diawali dengan aktivasi dari fosfolipase A2 (PLA-2) yang
13

melepaskan bahan asam arakidonat dari selaput amnion janin sehingga


meningkatkan penyediaan asam arakidonat benas untuk sintesis prostaglandin.
Banyak mikroorganisme yang menghasilkan fosfolipase A2 sehingga mencetuskan
persalinan prematur. Endotoksin bakteri (liposakarida) dalam cairan amnion
merangsang sel desidua untuk memproduksi sitokin dan prostaglandin yang
memicu persalinan.13 Proses persalinan prematur yang dikaitkan dengan infeksi
diperkirakan diawali dengan pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivasi
monosit. Berbagai sitokin termasuk interleukin-1, tumor nekrosing faktor (TNF),
dan interleukin 6 adalah produk sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan
prematur. Sementara itu, Platelet Activating Factor (PAF) yang ditemukan dalam
air ketuban terlibat secara sinergik pada aktivasi jalinan sitokin tadi. PAF diduga
dihasilkan dari paru dan ginjal janin. Dengan demikian janin memerankan peran
sinergik dalam mengawali proses persalinan prematur yang disebabkan oleh
infeksi. Bakteri sendiri mungkin menyebabkan kerusakan membran melalui
pengaruh langsung dari protease.6
Terdapat beberapa kondisi yang terjadi selama kehamilan dapat berisiko
terhadap kejadian persalinan prematur yang dibagi dalam dua faktor, yaitu:6

1. Janin dan plasenta


a) perdarahan trimester awal
b) perdarahan antepartum (plasenta previa, solution plasenta, vasa previa)
c) ketuban pecah dini (KPD)
d) pertumbuhan janin terhambat
e) cacat bawaan janin
f) kehamilan ganda/gemeli
g) polihidramnion

2. Ibu
a) penyakit berat pada ibu
b) diabetes mellitus
c) preeklamsia/hipertensi
14

d) infeksi saluran kemih/genital/intrauterin


e) penyakit infeksi dengan demam
f) stress psikologik
g) kelainan bentuk uterus/serviks
h) riwayat persalinan prematur/abortus berulang
i) inkompetensia serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
j) pemakaian obat narkotik
k) trauma perokok berat
l) kelainan imunologik/kelainan resus

2.6. Diagnosis Persalinan Prematur


Diagnosis persalinan prematur didasarkan pada pemeriksaan klinis dari
kontraksi uterus dan perubahan seviks. Penegakan diagnosa menjadi lebih sulit
ketika pasien mengalami kontraksi yang regular tetapi dengan dilatasi serviks yang
minimal. Bila pasien dengan usia kehamilan di bawah 37 minggu, kontraksi uterus
yang regular dengan dilatasi serviks 3 cm dan penipisan 80%, dipertimbangkan
mengalami persalinan prematur tanpa menunggu perubahan serviks
(Chalermchockcharoenkit, 2012). Menurut Prawirohardjo (2011), sering terjadi
kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan prematur. Tidak jarang
kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar merupakan ancaman
proses persalinan.

Penegakan diagnosis dilakukan melalui hal – hal berikut :


1.Anamnesis :
 Keluhan utama :
- Kontraksi uterus yang teratur
- Nyeri pada pelvis
- Nyeri punggung bawah
- Keluarnya lendir bercampur darah dari vagina
- Adanya riwayat keputihan disertai gatal
 Ada tidaknya faktor resiko
15

 Riwayat penyakit terdahulu


 Riwayat persalinan
 Riwayat penggunaan obat
 Riwayat operasi

2.Pemeriksaan fisik
 status hemodinamik
 status generalisata
 status obstetri :
- usia kehamilan < 37 minggu
- terjadi kontraksi sebanyak 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60
menit diikuti dengan perubahan serviks yang progresif
 status ginekologi : pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi
pembukaan sedikitnya 2 cm

3.Pemeriksaan penunjang
 pemeriksaan laboratorium : darah lengkap dan urinalisis untuk evaluasi
adanya infeksi maternal
 amniosentesis : untuk menilai maturasi paru janin
 ultrasonography (Kemenkes, 2013)

Menurut Prawirohardjo (2011), beberapa indikator dapat dipakai untuk


mempertimbangkan terjadinya persalinan prematur, yaitu sebagai berikut:

1. Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan
pemendekan serviks (secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya ketuban
pecah dini juga meramalkan akan terjadinya persalinan prematur.

2. Indikator laboratorik
16

Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah jumlah


leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7 mg/ml), dan
pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (>13.000/ml)

3. Indikator biokimia
a. Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina, serviks,
dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antar
korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar fibronektin
janin 50ng/ml atau lebih mengindikasikan risiko persalinan prematur.
b. Corticotropin Releasing Hormone (CRH): peningkatan CRH dini atau pada
trimester 2 merupakan indikator kuat untyk terjadinya persalinan premature.
c. Sitokin inflamasi: pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin
sebanyak 10 U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama kehamilan
dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8±53 U/ml. Penurunan
kadar dalam serum akan berisiko terjadinya persalinan prematur.
d. Feritin: Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitive untuk
keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan
berbagai keadaan fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa peneliti
menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar feritin dan kejadian
penyulit kehamilan, termasuk persalinan prematur.

2.7. Pengelolaan Persalinan Prematur


Tujuan utama pengelolaan persalinan prematur adalah sebagai berikut:
a. Menghambat atau mengurangi kekuatan dan kontraksi uterus untuk
menunda proses persalinan.
b. Untuk meningkatkan kualitas janin sebelum dilahirkan
c. Menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal (Goldenberg, 2012)

Prinsip pengelolaan persalinan prematur bergantung pada:


a. Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat bilamana
selaput ketuban sudah pecah.
17

b. Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4


cm.
c. Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan
makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila
TBJ > 2.000 atau kehamilan >34 minggu.
d. Penyebab/komplikasi persalinan prematur
e. Kemampuan neonatal intensive care facilities.
f. Ada atau tidaknya gejala klinis dari infeksi intrauterin
g. Ada atau tidaknya pertanda-pertanda yang meramalkan persalinan dalam
waktu yang singkat ini (Prawirohardjo, 2011)

Pengelolaan pada kasus persalinan prematur dengan ketuban yang masih intak
dimana tidak didapatkan bahaya pada ibu dan janin maka pengelolaannya adalah
konservatif, yang meliputi:
a. Menunda persalinan prematur dengan tirah baring dan pemberian obat-obat
tokolitik.
b. Memberikan obat-obat untuk pematangan paru janin.
c. Memberikan obat-obat antibiotik untuk mencegah risiko infeksi perinatal.
d. Merencanakan cara persalinan prematur yang aman dan dengan trauma
yang minimal.
e. Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-bayi
prematur (Fadlun dan Feryanto, 2013).

Menurut Goldenberg, pengelolaan persalinan prematur dapat mencakup:

1. Tirah Baring
Tirah baring adalah salah satu intervensi yang digunakan sebagai pencegahan atau
pengobatan pada persalinan prematur yang mengancam.

2. Hidrasi/Sedasi
18

Alasan diberikannya hidrasi adalah karena wanita dengan risiko persalinan


prematur memiliki volume plasma di bawah normal.Namun, pemberian hidrasi
ataupun sedasi masih belum memilki data yang mendukung. Hidrasi ataupun sedasi
belum memperlihatkan efek menurunkan kejadian persalinan prematur.

3. Progesteron
Adanya hipotesis persalinan prematur karena progesterone withdrawal, maka salah
satu pencegahan ataupun pengobatan persalinan prematur adalah dengan pemberian
progesteron. Namun, penggunaan progersteron ini belum berhasil menghentikan
persalinan prematur.

4. Tokolisis
Pemberian tokolisis untuk menghambat persalinan masih belum efektif. Namun,
pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus
yang regular dengan perubahan serviks. Alasan pemberian tokolisis dalam
pengelolaan persalinan prematur adalah:
- Mencegah mortalitas dan morbiditas bayi prematur
- Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir
surfaktan paru janin
- Memberi kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang lebih lengkap

Beberapa jenis obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis adalah:


a. Obat β-mimetik
Ada tiga reseptor β mimetik di tubuh manusia.β1 di jantung, usus halus, dan
jaringan adiposit, β2 di uterus, β3 di jaringan lemak. Stimulasi di reseptor β2
menyebabkan relaksasi otot polos uterus. Contoh obat β2 selektif adalah ritrodin
dan terbutalin.
b. Sulfas magnesikus
Sulfas magnesikus belum efektif dalam menghentikan persalinan prematur.
Kontraindikasi absolut dalam pemberian sulfas magnesikus adalah miastenia gravis
dan blokade jantung. Kontraindikasi relatif adalah penyakit ginjal dan infark
19

miokardial.Walaupun terdapat efek samping pada ibu dan janin, sulfas magnesikus
masih kurang berbahaya dibandingkan obat β-mimetik. Oleh karena itu, banyak tim
medis yang menggunakan obat ini sebagai obat tokolisis utama.

c. Prostaglandin Synthetase Inhibitors


Contoh obatnya adalah indometasin. Namun, penggunaan ini tidak banyak
dilakukan karena efek samping pada ibu dan janin.

d. Calcium Channel Blockers


Calcium Channel Blockers adalah obat untuk mengurangi masuknya
kalsium sehingga dapat mengontrol kontraktilitas otot dan aktivitas pacemaker di
jantung dan jaringan uterus. Obat yang digunakan adalah nifedipin. Nifedipin
dilaporkan dapat memperpanjang usia kehamilan dibandingkan ritrodin atau
plasebo. Nifedipin juga sama efektifnya dengan sulfas magnesikus dalam menunda
persalinan. Kontraindikasi dalam menggunakan nifedipin adalah hipotensi, gagal
jantung, dan stenosis aorta. Efek samping pada ibu dalam penggunaan nifedipin
adalah sebagai hasil vasodilatasi pembuluh darah yaitu sakit kepala dan edema
perifer. Efek samping untuk janin masih perlu diteliti lebih lanjut. Penggunaan
nifedipin sebagai tokolisis yang lebih baik daripada sulfas magnesikus masih
memilki bukti yang sedikit.

5. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid dapat menurunkan kejadian Respiratory
Distress Syndrome (RDS) sehingga dapat menurunkan morbiditas perinatal pada
nonatus yang lahir sebelum usia 34 minggu. Efek ini diperoleh hanya pada
persalinan yang terjadi lebih dari 24 jam setelah pemberian dosis pertama dan
sebelum 7 hari. Ibu hamil yang berada pada usia kehamilan antara 23 dan 34
minggu yang berisiko mengalami persalinan prematur sebaiknya diberikan
kortikosteroid. Pada pasien yang megalami ketuban pecah dini, kortikosteroid
direkomendasikan untuk diberi pada kehamilan 30-32 minggu.
20

Kortikosteroid yang paling sering digunakan adalah:


- Betametason : 2 x 12 mg intramuskular dengan jarak pemberian 24 jam
- Deksametason : 4 x 6 mg intravena dengan jarak pemberian 6 jam
Betametason dilaporkan lebih efektif dalam menurunkan perdarahan
intraventrikular dibandingkan dengan deksametason.

6. Antibiotika
Antibiotika diberikan hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung
risiko terjadinya infeksi, seperti ketuban pecah dini. Obat diberikan per oral dan
yang dianjurkan adalah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain
adalah ampisilin 3 x 500 mg selama tiga hari atau antibiotka lain klinsdamisin

7. Proses persalinan
Pada kasus persalinan dengan usia 24 minggu, sebaiknya dilakukan operasi
section cesarean.

2.8. Dampak Persalinan Prematur


Permasalahan pada persalinan prematur bukan saja pada kematian perinatal,
melainkan bayi prematur sering disertai kelainan, baik kelainan jangka pendek
maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi adalah: RDS
(Respiratory Distress Syndrome), perdarahan intra/periventrikular, NEC
(Necrotizing Entero Cilitis), displasi bronko-pulmoner, sepsis, dan paten duktus
arteriosus. Adapun kelainan jangka panjang sering berupa serebral palsi, retinopati,
retardasi mental, juga dapat berupa disfungsi neurobehavioral dan prestasi sekolah
yang kurang baik.6 Bayi yang lahir sebelum 32 minggu memiliki risiko yang sangat
besar akan kematian dan kesehatan yang buruk di masa kehidupannya, begitu juga
dengan bayi yang lahir di antara 32 sampai 36 minggu masih tetap memiliki
masalah kesehatan dan perkembangan dibandingkan bayi yang dilahirkan cukup.6
Komplikasi pada persalinan prematur terjadi karena sistem organ yang
masih imatur yang masih belum siap untuk mendukung kehidupan di lingkungan
ekstrauterin. Inflamasi dan pengeluaran sitokin yang mencetuskan parsalinan
21

prematur diduga sebagai patogenesis chronic lung disease, NEC


(NecrotizingEntero Cilitis), ROP (Rethinopathy of Prematurity), dan kerusakan
pada brainwhite matter.16
22

BAB 3
KESIMPULAN

Persalinan prematur adalah persalinan yang berlangsung pada umur


kehamilan antara 20 sampai menjelang 37 minggu yang ditandai dengan
munculnya kontraksi uterus dengan intensitas dan frekuensi yang cukup untuk
menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks.
Penyebab persalinan prematur disebabkan oleh banyak faktor yaitu
komplikasi medis dan obstetrik, faktor gaya hidup ( merokok, gizi buruk,
penambahan berat badan yang kurang baik selama kehamilan, serta penggunaan
obat seperti kokain atau alkohol).
Permasalahan pada persalinan prematur bukan saja pada kematian
perinatal, melainkan bayi prematur sering disertai kelainan, baik kelainan jangka
pendek maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi
adalah: RDS (Respiratory Distress Syndrome), perdarahan intra/periventrikular,
NEC (Necrotizing Entero Cilitis), displasi bronko-pulmoner, sepsis, dan paten
duktus arteriosus.
Oleh karena itu sangat penting mengetahui pengelolaan persalinan prematur
dengan tujuan menghambat atau mengurangi kekuatan dan kontraksi uterus untuk
menunda proses persalinan, untuk meningkatkan kualitas janin sebelum dilahirkan.
Dan menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Ross, M.G. 2013. Preterm Labor. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/260998-overview#aw2aab6b3.
[Accesed 25 Desember 2017].
2. WHO. 2013. Preterm Birth. Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/. [Accesed 25
Desember 2017]
3. Health Technology Assessment Indonesia. 2009. Prediksi Persalinan
Preterm. Dirjen Bina Pelayanan Medik, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Available from:
http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc.
[Accesed 25 Desember 2017]
4. Depkes. 2007. Riset Kesehatan Dasar. Available from:
http://terbitan.litbang.depkes.go.id. [Accesed 26 Desember 2017].
5. Rahayu, A. 2011. Pengaruh Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu
terhadap Perawatan Lanjutan Bayi Prematur di RSUD Dr. Pirngadi Medan
pada Tahun 2010. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27202/5/pdf. [Accesed 26
Desember 2017]
6. Prawirohardjo, S. 2011. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
7. Stalker, P. 2008. Kita Suarakan MDGs Demi Pencapainnya di Indonesia.
Available from: http://www.undp.or.id/pubs/. [Accesed 24 Desember
2017].
8. American College of Obstetricians and Gynecologists; 2013. Preterm
Labor and Preterm Birth. Available from
http://www.acog.org/~/media/For%20Patients/faq087.pdf. /. [Accesed 25
Desember 2017].
9. Oxorn, 2013.Pelayanan Obstetri dan Ginekologi.EGC. Jakarta.
24

10. Carpenito, L.J., 2009. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik


Klinis.Edisi IX. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
11. Irmawati, 2010.Pengaruh Anemia Ibu Hamil dengan Terjadinya Persalinan
Prematur di Rumah Sakit Ibu dan Anak Budi Kemuliaan Jakarta.Tesis FKM
UI.
12. Romero, R., Iams, JD. 2007.Preterm Birth.Gabbe. Obstetrics: Normal and
Problem Pregnancies. Churchill Livingstone. 5th Ed. Elsevier
13. Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C.,
Wenstrom, K.D. 2007.Obstetri Williams. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
14. Feryanto A., dan Fadlun. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta:
Salemba Medika.
15. Chalermchockcharoenkit, A. 2012.Preterm Labor, Mahidol University.
Available from ://www.rtcog.or.th/07-01-03-14-17-53filepdf.pdf. [Accesed
26 Desember 2017].
16. Behrman, R.E. and Butler, A.S., 2007. Preterm Birth: Causes,
Consequences, and Prevention. Available from:
http://www.nap.edu/catalog/11622.html. [Accesed 2 Desember 2017].

Anda mungkin juga menyukai