PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan beberapa masalah
diantaranya sebagai berikut :
1. Apa definisi asma bronkiale ?
2. Bagaimana etiologi asma bronkiale ?
3. Bagaimana manifestasi klinis asma bronkiale ?
4. Bagaimana patofisiologis asma bronkiale ?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?
6. Apa saja komplikasinya ?
7. Bagaimana konsep askep dari asma bronkiale ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami konsep teori dan konsep askep pada asma
bronkiale secara keseluruhan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP TEORI
2.1.2 Definisi Asma Bronkiale
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (
Smeltzer, 2002 : 611).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronkhi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan
dispnea, batuk dan mengi (Smeltzer,C.Suzanne, 2002).
Asma adalah adanya gangguan pada selaput bronkus yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pernafasan (Murwani, 2011)
. Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial dengan ciri
bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma merupakan
saluran komplek yang dapat diakibatkan oleh factor biokimia, endokrin, infeksi
otonomik dan psikologi (Somantri, 2008).
Asma merupakan bentuk inflamasi kronis yang terjadi pada saluran jalan
nafas dengan memperlihatkan berbagai inflamasi sel dengan gejala
hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkatan, obstruksi jalan nafas, dan
gejala pernafasan yang lain (mengi dan sesak) (Mansjoer, 2001).
2.2.2 Etiologi Asma bronkiale
A Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
1. Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
2. Reaksi antigen-antibodi.
B Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
1. Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
2. Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
3. Iritan : kimia
4. Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
5. Emosional : takut, cemas dan tegang
6. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
(Suriadi, 2001 : 7)
3
2.3.2 Manifestasi Klinis AsmaBronkiale
Menurut Somantri ( 2008 ), gambaran klinis pasien penderita asma yaitu:
A. Gambaran Objektif :
1. Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
2. Dapat disertai batuk dengan spuntum kental dan sulit dikeluarkan.
3. Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan.
4. Sianosis,takikardi,gelisah dan pulsus paradokus
5. Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing(diapeks dan hilus)
B. Gambaran subjektif yang dapat ditangkap perawat adalah pasien
mengeluhkan sukar bernafas, sesak dan anoreksia.
C. Gambaran Psikososial yang diketahui perawat adalah cemas, takut,
mudah tersinggung, dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi
penyakit.
4
2.4.2 Patofisiologis Asma Bronkiale
Spasme otot
polos sekresi Konsentrasi O2
kelenjar bronkus dalam darah
naik menurun
Penyempitan/obstruk
si proksimal dari hipoksemia
bronkus pada tahap
ekspirasi dari inspirasi
Gangguan
pertukaran gas
Mucus berlebih,
Tekanan partial
batuk, wheezing,
oksigen dialveoli
sesak napas
menurun
Ketidakefektifan
bersihan jalan Penyempitan jalan
napas napas
Ketidakefektifan
pola napas
5
2.5.2 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
b. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2. Pemeriksaan darah
a. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
d. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
e. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.
6
f. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan
tes tempel.
g. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis
deviasi dan clockwise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB (Right bundle branch block)
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
h. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting
untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. (Medicafarma,2008)
7
b. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau
terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang
setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat
secara subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam
larutan dekstrose 5%
c. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setenga dosis
d. .Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon
segera atau dalam serangan sangat berat.
e. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya
golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
B. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
a. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan
sputum dengan baik.
b. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
c. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler).
d. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari.
e. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari.
f. Hindarkan pasien dari faktor pencetus.
2.7.2 Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan
napas.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai
emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana26 udara hadir di
mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi ini dapat
disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari
paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .
3. Atelektasis
8
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam
dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak.
Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya
penderita merasa perlu27 batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir
yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara
menjadi sempit oleh adanya lendir.
3. Pengkajian ABCD
10
A. Airway
1. Kaji dan pertahankan jalan napas.
2. Lakukan head tilt, chin lift jika perlu.
3. Gunakan bantuan untuk memperbaiki jalan napas jika perlu
4. Pertimbangkan untuk di rujuk ke anesthetist untuk dilakukan intubasi
jika tidak mampu untuk menjaga jalan napas atau pasien dalam kondisi
terancam kehidupannya atau pada asthma akut berat.
5. Jika pasien menunjukan gejala yang mengancam kehidupan, yakinkan
mendapat pertolongan medis secepatnya.
B. Breathing
1. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, dengan
tujuan mempertahankan saturasi oksigen >92.
2. Berikan aliran oksigen tinggi melalui non re-breath mask
3. Pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask-ventilation
4. Ambil darah untuk pemeriksaan arterial blood gases untuk menkaji
PaO2 dan PaCO2.
5. Kaji respiratory rate.
6. Jika pasien mampu, rekam Peak Expiratory Flow dan dokumentasikan
7. Periksa system pernapasan – cari tanda:
a. Cyanosis
b. Deviasi trachea.
c. Kesimetrisan pergerakan dada.
d. Retraksi dinding dada Dengarkan adanya:
1. Wheezing
2. pengurangan aliran udara masuk
3. silent chest
C. Circulation/Sirkulasi
1. Kaji denyut jantung dan rhytme
2. Catat tekanan darah.
3. Lakukan EKG.
4. Berikan akses IV dan pertimbangkan pemberian magnesium sulphat 2
gram dalam 20 menit.
5. Kaji intake output.
6. Jika potassium rendah makan berikan potassium
11
D. Disability
1. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
2. Penurunan tingkat kesadaran merupakan tanda ekstrim pertama dan
pasien membutuhkan pertolongan di ruang Intesnsive
E. Exposure
Pada saat pasien stabil dapat di tanyakan riwayat dan pemeriksaan lainnya.
F. body system
a. system pernafasan
Inspeksi : bentuk hidung simetris terdapat ekspirasi memanjang nafas
cepat sampai sianosis terdapat pernafasan cuping hidung
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : hipersonor pada area paru
Auskultasi : terdapat suara tambahan wheezing
b. sistem kardiofaskuler
terjadi takikardi dan hipertensi ringan
c. system persarafan
kesadaran kompos mentris, perlu diperhatikan adanya gelisah karena
merupakan manifestasi umum terjadinya hipoksia
d. system pencernaan
ketidak mampuan untuk makan karena distress pernafasan.
e. system eliminasi
pada umumnya tidak terjadi gangguan tapi didapati sering kencing akibat
dari kontraksi otot berlebih saat batuk
f. system muskuluskeletal
jika terjadi serangan yang sering dan lama akan terlihat kelemahan otot
12
NO. diagnosa Noc NIC
1. Bersihan jalan napas Ketidakbersihan Manajemen jalan
tidak efektif b.d sekresi jalan napas nafas.
yang tertahan Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien
tindakan keperawatan untuk
selama 2x 24 jam memaksimalkan
didapatkan hasil : ventilasi.
1. Status 2. Buang secret,
pernafasan. motivasi pasien
2. TTV. untuk melakukan
3. Status pernafasan batuk atau
: Pertukaran gas. menyedot lendir.
4. Status pernafasan 3. Instruksikan
ventilasi. sebgaimana agar
bias melakukan
batuk efektif.
4. Asukultasi suara
nafas, catat area
ventilasinya
menurun atau tidak
ada dan adannya
suara tambahan.
5. Kelola pemberian
bronkodilator
sebagiaman
mestinya.
2. Pola napas tidak efektif Status pernafasan Manajemen jalan napas
b.d depresi pusat Setelah dilakukan 1. Buka jalan napas
pernafasan tindakan keperawatan dengan teknik chien
selama 2x 24 jam lift atau jaw trust
didapatkan hasil : sebagaimana mestinya
1. Frekuensi pernafasan. .
2. Irama pernafasan. 2. Posisikan pasien untuk
13
3. Kedalaman inspirasi. memaksimalkan
4. Suara auskultasi ventilasi.
nafas. 3. Masukkan alat
nasoparingeal airway
atau NPA atau
Oropharingeal airway
sebagaiamana
mestinya.
4. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi
sebagaimana mestinya.
2.2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan (Gordon, 2006, dalam Potter & Perry, 2006).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tinjdakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana
tindakan, dan implementasinya sudah berhasil dicapai. (Ferry, 2009).
14
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Asma bronchial adalah gangguan fungsi aliran udara paru yang ditandai oleh
kepekaan saluran nafas terhadap berbagai rangsangan dengar karakteristik
bronkospasme, hiper sekresimukosa dan infeksi saluran pernafasan.
Asma dapat timbul pada berbagai usia, gejalanya bervariasi dari ringan sampai
berat dan dapat dikontrol dengan berbagai cara. Gejala asma dapat ditimbulkan oleh
berbagai rangsangan antara lain infeksi, alergi, obat-obatan, polusi udara, bahan
kimia, beban kerja atau latihan fisik, bau-bauan yang merangsang dan emosi.
3.2. Saran
Penulis mengharapkan agar teman-teman mampu memahami hasil pemaparan
dari makalah kami tentang asuhan keperawatan tentang asma bronkiale . Kami
menyadari bahwa makalah yang kami buat belum begitu sempurna, maka dari itu
penulis mengharapkan masukan yang dapat membangun agar pembuatan makalah
berikutnya dapat lebih sempurna.
15
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I. Media Acsulapius.
FKUI. Jakarta.
Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit
FKUI. Jakarta.
(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-sitiistian-6715-2-babii.pdf Di akses
pada tanggal 27 februari 2018 pada jam 13.00 WIB)
(http://stikeskusumahusada.ac.id/images/file/40.pdf Di akses pada tanggal 27 februari 2018
pada jam 13.20 WIB)
(https://www.scribd.com/doc/71867273/Askep-Asma-PDF Di akses pada tanggal27 februari
2018 pada jam 13.20 WIB)
(https://www.academia.edu/8770535/Askep_Asma_bronkhial Di akses pada tanggal 27
februari 2018 pada jam 13.20 WIB)
16