Anda di halaman 1dari 11

Monumen Simpang Lima Gumul atau biasa

disingkat SLG adalah salah satu bangunan yang


menjadi ikonKabupaten Kediri yang bentuknya
menyerupai Arc de Triomphe yang berada di
Paris, Perancis.[1] SLG mulai dibangun pada tahun
2003 dan diresmikan pada tahun 2008, yang
digagas oleh Bupati Kediri saat itu, Sutrisno. [2][3] Bangunan ini terletak di Desa
Tugurejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, tepatnya di pusat
pertemuan lima jalan yang menuju ke Gampengrejo, Pagu, Pare, Pesantren dan
Plosoklaten, Kediri.[3]

Jika Arc de Triomphe dibangun untuk menghormati para pejuang yang bertempur dan
mati bagi Perancis dalamRevolusi Perancis dan Perang Napoleon, namun belum ada
kejelasan mengapa dan untuk menghormati siapa Monumen Simpang Lima Gumul
Kediri ini dibangun.[3]. Dalam beberapa sumber menyebutkan, bahwa didirikannya
monumen ini dikarenakan terinspirasi dari Jongko Jojoboyo, raja dari Kerajaan Kediri
abad ke-12 yang ingin menyatukan lima wilayah di Kabupaten Kediri.[2][4]

Selain sebagai ikon sebuah kota, saat ini SLG juga menjadi sentra (pusat) ekonomi dan
perdagangan baru (Central Business District) di Kabupaten Kediri, sehingga diharapkan
dapat membuat perekonomian Kediri semakin bertambah maju.[1][5] Monumen
Simpang Lima Gumul berlokasi di kawasan yang strategis dan dilengkapi dengan
beragam sarana umum, seperti gedung pertemuan (convention hall), gedung serbaguna
(multipupose), Bank daerah, terminal busantar kota dan MPU (Mobil Penumpang
Umum), pasar temporer (buka pada waktu-waktu tertentu) Sabtu-Minggu dan sarana
rekreasi seperti wisata air Water Park Gumul Paradise Island.[1][5]

Karakteristik bangunan

Secara fisik, monumen Simpang Lima Gumul memiliki luas bangunan 37 hektar secara
keseluruhan, dengan luas bangunan 804 meter persegi dan tinggi mencapai 25 meter
yang terdiri dari 6 lantai, serta ditumpu 3 tangga setinggi 3 meter dari lantai dasar.[1][4]
Angka luas dan tinggi monumen tersebut mencerminkan tanggal, bulan dan tahun hari
jadi Kabupaten Kediri, yaitu 25 maret 804 Masehi.[1][4] Pembangunan monumen ini
telah menghabiskan biaya lebih dari Rp 300 milyar.[3]
Di sisi monumen terpahat relief–relief yang menggambarkan tentang sejarah Kediri
hingga kesenian dan kebudayaan yang ada saat ini.[1] Di salah satu sudut monumen
terdapat sebuah arca (patung) Ganesha, salah satu dewa yang banyak dipuja oleh umat
Hindu dengan gelar sebagai Dewa Pengetahuan dan Kecerdasan, Dewa Pelindung, Dewa
Penolak Bala dan Dewa Kebijaksanaan.[3]

Di dalam bangunan monumen terdapat ruang-ruang untuk pertemuan di gedung utama


dan ruang auditorium di lantai atas yang beratapkan mirip kubah (dome), ruang serba
guna di ruang bawah tanah (basement), diorama di lantai atas, dan minimarket yang
menjual berbagai souvenir di lantai bawah.[2] Bangunan ini juga memiliki tiga akses
jalan bawah tanah untuk menuju monumen.[2]

Kawasan monumen ini tidak pernah sepi pengunjung di malam hari, karena di sekitar
monumen banyak terdapat pedagang kaki lima yang berjejer di area Pasar Tugu.[1] Pada
hari sabtu dan minggu pagi, kawasan ini juga ramai oleh pengunjung yang berolaraga lari
pagi (jogging), pengunjung yang rekreasi, maupun pengunjung pasar Sabtu-Minggu di
Tugu.[1] Pemerintah juga telah merencanakan akan membangun hotel, mall, pertokoan,
pusat grosir, dan pusat produk – produk unggulan dan cinderamata di kawasan
Monumen Simpang Lima Gumul.[1
Wisata petik apel di Kota Batu

Kota batu adalah sebuah Kota yang berada di Propinsi


Jawa Timur yang terletak 15 km sebelah barat kota
malang yang dimana saat ini sudah dikenal oleh
masyarakat indonesia sebagai salah satu Kota
pariwisata terbaik di indonesia. Stigma ini telah muncul
seiring berkembangnya berbagai situs pariwisata Kota Batu baik untuk wisata edukasi
maupun hanya untuk hiburan semata yang menawarkan berbagai keindahan alam.
Sehingga, tidak dapat dipungkiri jika waktu liburan tiba para wisatawan menjadikan Kota
Batu sebagai destinasi pariwisata untuk berlibur bersama keluarga tercinta. salah satu
dari berbagai macam situs pariwisata di Kota Batu tersebut adalah wisata petik apel.
wisata ini menawarkan para wisatawan merasakan kesegaran buah Apel yang menjadi
icon dari Kota Batu itu sendiri dengan sensasi memetik buah apel itu sendiri.

Wisata petik apel ini ditawarkan oleh salah satu tempat wisata di kota batu yaitu
Agrowisata Batu yang sudah berdiri sejak tahun 1991. Selain, kegiatan petik apel para
wisatawan juga dapat menikmati kesejukan dan keindahan panorama Kota Batu karena
tempat wisata ini terletak 1000 meter diatas permukaan laut. sehingga, tempat ini
sangat cocok bagi para wisatawan yang ingin menghilangkan penat dari kesibukan
rutinitas setiap hari. Terlebih lagi harga Wisata Petik apel ini sangatlah bershabat dengan
kantong para wisatawan.
Jatim Park 2

Jatim Park 2 adalah sebuah wahana wisata baru di kota


Batu. Kebanyakan orang mengira Jatim Park 2 berada di
kota Lamongan. Di kota Lamongan bukanlah jatim park 2, melainkan WBL (Wisata Bahari
Lamongan). Jatim Park 2 sendiri berada di kta Batu, berdiri di atas lahan seluas lebih
kurang 14 Hektar.

Beberapa wahana yang ada disana, diantara banyak sekali yang tersedia, adalah: Reptile
Garden, Aquarium, Savannah, Pasar Afrika dan area Naik Gajah. Masih ada lagi Fantasy
Land, swimming pool, New Safari, Jelajah Benua, Batu Adventure Land dengan fasilitas
ATV dan sejenisnya. Ada Happy Land, Animal Coaster, Fun House, River Adventure, Cafe
Istana Semut dan masih banyak lagi lainnya.

Jawa Timur Park 2 sendiri meliputi:

1.Museum Satwa

Museum satwa yang berada di lokasi Jatim Park 2 kota Batu,


lebih tepatnya berada di Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu.
Museum satwa ini merupakan wahana edukasi, dimana
pengunjung dapat melihat diorama-diprama hewan dari berbagai belahan dunia.
Dengan harga tiket Rp. 50.000 (untuk weekend)

2. batu Secret Zoo (kebun Binatang)

Kota Batu memiliki sebuah kebun binatang baru yang diberi


nama Secret Zoo.Lokasi Secret Zoo ini sendiri satu komplek
dengan Museum Satwa, yaitu di Jawa Timur Park 2 Kota
Batu. , akan tetapi memiliki koleksi satwa yang langka dan nggak kalah bagus dengan
kebun binatang lain yang berada di Indonesia. Arsitektur kebun binatang ini pun
berskala internasional.
Batu Night Spectacular

BNS Malang merupakan objek wisata malang yang paling


cocok untuk dikunjungi di malam hari. Suasana Pasar
Malam bergaya modern siap menemani anda sekeluarga
selama berada di sini. Banyak wahana menarik, salah
satunya adalah Lampion Garden BNS, dimana berbagai macam bentuk dan ukuran yang
besar menyebabkan pemaandangan begitu eksotis. Lampion angsa yang bermain-main
di danau membuat suasana juga menjadi romantis, apalagi dengan lampion cinta
menemani malam gemerlap penuh warna warni di sekelilingnya.

Berada di dekat kompleks tempat wisata di malang terbesar, Jawa Timur Park, tepatnya
di Jl. Raya Oro-oro Ombo 200 Kota Wisata Batu, BNS memang dikuhususkan menjadi
ikon wisata malam terbaik di Batu. Dengan penampilan wahana-wahana yang eksotis,
diharapkan mampu melengkapi berbagai wahana yang sudah ada di Kota Wisata Batu
ini. Selain menikmati suasana pasar malam, anda tentunya juga mempunyai beragam
pilihan untuk menikmati santap malam di food court Batu Night Spectacular.

Masih banyak lagi wahana unggulan di BNS Malang ini, dari Bioskop 4 Dimensi tentunya
akan memberikan suasana mendebarkan nampun mampu menghibur pengunjungnya.
Ada juga Spectacular Show dengan pertunjukan Laser Show serta Air Mancur yang bisa
Menari di latar belakang Multimedia Show berlayar lebar 50 M yang merupakan layar
terpanjang berada di Indonesia sampai saat ini. Anda juga bisa bersantai bersama
anggota keluarga bermain bernyanyi bersama di ruang Karaoke Keluarga, serta ada juga
Permainan Karnival layaknya di pasar malam bergaya modern saat ini.

Jam Buka operasional Batu Night Spectacular dari Senin sampai dengan Kamis buka jam
15.00–23.00 WIB, sedangkan untuk hari Jumat Jumat – Sabtu serta Hari Libur dibuka
pukul 15.00–24.00 WIB. Harga tiket masuk BNS Batu Malang adalah dari Rp 20.000,- s/d
Rp 25.000,- untuk masuknya saja, dan bila anda ingin mencoba atau masuk ke masing-
masing wahana yang anda inginkan, akan dikenakan biaya tambahan sesuai dengan tarif
nya masing-masing.
Masjid Istiqlal (arti harfiah: Masjid Merdeka) adalah masjid nasional negara Republik
Indonesia yang terletak di pusat ibukota Jakarta dengan Imam Besarnya
Prof.Dr.Nasaruddin Umar, M.A dan Ketua Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal
sekarang Bapak K.H. Muhammad Muzammil Basyuni.[2].[3] Pembangunan masjid ini
diprakarsai oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, Ir. Soekarno di mana
pemancangan batu pertama, sebagai tanda dimulainya pembangunan Masjid Istiqlal
dilakukan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1951. Arsitek Masjid Istiqlal adalah
Frederich Silaban, seorang Kristen Protestan.

Lokasi kompleks masjid ini berada di bekas Taman Wilhelmina, di timur laut lapangan
Medan Merdeka yang ditengahnya berdiri Monumen Nasional (Monas). Di seberang
timur masjid ini berdiri Gereja Katedral Jakarta. Bangunan utama masjid ini terdiri dari
lima lantai dan satu lantai dasar. Masjid ini memiliki gaya arsitektur modern dengan
dinding dan lantai berlapis marmer, dihiasi ornamen geometrik dari baja antikarat.
Bangunan utama masjid dimahkotai satu kubah besar berdiameter 45 meter yang
ditopang 12 tiang besar. Menara tunggal setinggi total 96,66 meter menjulang di sudut
selatan selasar masjid. Masjid ini mampu menampung lebih dari dua ratus ribu
jamaah.[4]

Selain digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam, masjid ini juga digunakan sebagai
kantor berbagai organisasi Islam di Indonesia, aktivitas sosial, dan kegiatan umum.
Masjid ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata yang terkenal di Jakarta. Kebanyakan
wisatawan yang berkunjung umumnya wisatawan domestik, dan sebagian wisatawan
asing yang beragama Islam. Masyarakat non-Muslim juga dapat berkunjung ke masjid ini
setelah sebelumnya mendapat pembekalan informasi mengenai Islam dan Masjid
Istiqlal, meskipun demikian bagian yang boleh dikunjungi kaum non-Muslim terbatas
dan harus didampingi pemandu.

Pada tiap hari besar Islam seperti Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, Tahun Baru Hijriyah,
Maulid Nabi Muhammad dan Isra dan Mi'raj, Presiden Republik Indonesia selalu
mengadakan kegiatan keagamaan di masjid ini yang disiarkan secara langsung melalui
televisi nasional (TVRI) dan sebagian televisi swasta.
Pada tahun 1950, KH. Wahid Hasyim yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Agama
Republik Indonesia dan H. Anwar Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam mengadakan
pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam di Deca Park, sebuah gedung pertemuan di
jalan Merdeka Utara, tidak jauh dari Istana Merdeka. Pertemuan dipimpin oleh KH.
Taufiqurrahman, yang membahas rencana pembangunan masjid. Gedung pertemuan
yang bersebelahan dengan Istana Merdeka itu, kini tinggal sejarah. Deca Park dan
beberapa gedung lainnya tergusur saat proyek pembangunan Monumen Nasional
(Monas) dimulai.

Masjid tersebut disepakati akan diberi nama Istiqlal. Secara harfiah, kata Istiqlal berasal
dari bahasa Arab yang berarti: kebebasan, lepas atau kemerdekaan, yang secara istilah
menggambarkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat berupa
kemerdekaan bangsa.

Pada pertemuan di gedung Deca Park tersebut, secara mufakat disepakati H. Anwar
Tjokroaminoto sebagai ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Dia juga ditunjuk secara mufakat
sebagai ketua panitia pembangunan Masjid Istiqlal meskipun dia terlambat hadir karena
baru kembali ke tanah air setelah bertugas sebagai delegasi Indonesia ke Jepang
membicarakan masalah pampasan perang saat itu.

Pada tahun 1953, Panita Pembangunan Masjid Istiqlal, melaporkan rencana


pembangunan masjid itu kepada kepala negara. Presiden Soekarno menyambut baik
rencana tersebut, bahkan akan membantu sepenuhnya pembangunan Masjid Istiqlal.
Kemudian Yayasan Masjid Istiqlal disahkan dihadapan notaris Elisa Pondag pada tanggal
7 Desember 1954.

Presiden Soekarno mulai aktif dalam proyek pembangunan Masjid Istiqlal sejak dia
ditunjuk sebagai Ketua Dewan Juri dalam Sayembara maket Masjid Istiqlal yang
diumumkan melalui surat kabar dan media lainnya pada tanggal 22 Februari 1955.
Melalui pengumuman tersebut, para arsitek baik perorangan maupun kelembagaan
diundang untuk turut serta dalam sayembara itu.
Terjadi perbedaan pendapat mengenai rencana lokasi pembangunan Masjid Istiqlal. Ir.
H. Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI) berpendapat bahwa lokasi yang paling tepat
untuk pembangunan Masjid Istiqlal tersebut adalah di Jl. Moh. Husni Thamrin yang kini

menjadi lokasi Hotel Indonesia. Dengan pertimbangan lokasi tersebut berada di


lingkungan masyarakat Muslim dan waktu itu belum ada bangunan di atasnya.

Sementara itu, Ir. Soekarno (Presiden RI saat) mengusulkan lokasi pembangunan Masjid
Istiqlal di Taman Wilhelmina, yang di dalamnya terdapat reruntuhan benteng Belanda
dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan pemerintah dan pusat-pusat perdagangan serta
dekat dengan Istana Merdeka. Hal ini sesuai dengan simbol kekuasaan kraton di Jawa
dan daerah-daerah di Indonesia bahwa masjid harus selalu berdekatan dengan kraton
atau dekat dengan alun-alun,[1] dan Taman Medan Merdeka dianggap sebagai alun-alun
Ibu Kota Jakarta. Selain itu Soekarno juga menghendaki masjid negara Indonesia ini
berdampingan dengan Gereja Katedral Jakarta untuk melambangkan semangat
persaudaraan, persatuan dan toleransi beragama sesuai Pancasila.

Pendapat H. Moh. Hatta tersebut akan lebih hemat karena tidak akan mengeluarkan
biaya untuk penggusuran bangunan-bangunan yang ada di atas dan di sekitar lokasi.
Namun, setelah dilakukan musyawarah, akhirnya ditetapkan lokasi pembangunan
Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina. Untuk memberi tempat bagi masjid ini, bekas
benteng Belanda yaitu benteng Prins Frederick yang dibangun pada tahun 1837
dibongkar.[5]

Sayembara rancang bangun masjid

Dewan Juri sayembara rancang bangun Masjid Istiqlal, terdiri dari para Arsitek dan
Ulama terkenal. Susunan Dewan Juri adalah Presiden Soekarno sebagai ketua, dengan
anggotanya Ir. Roosseno Soerjohadikoesoemo, Ir. Djoeanda Kartawidjaja, Ir. Suwardi, Ir.
R. Ukar Bratakusumah, Rd. Soeratmoko, H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), H.
Aboebakar Atjeh, dan Oemar Husein Amin.
Sayembara berlangsung mulai tanggal 22 Februari 1955 sampai dengan 30 Mei 1955.
Sambutan masyarakat sangat menggembirakan, tergambar dari banyaknya peminat
hingga mencapai 30 peserta. Dari jumlah tersebut, terdapat 27 peserta yang
menyerahkan sketsa dan maketnya, dan hanya 22 peserta yang memenuhi persyaratan
lomba.

Setelah dewan juri menilai dan mengevaluasi, akhirnya ditetapkanlah 5 (lima) peserta
sebagai nominator. Lima peserta tersebut adalah:

Pemenang Pertama: Fredrerich Silaban dengan disain bersandi Ketuhanan

Pemenang Kedua: R. Utoyo dengan disain bersandi Istighfar

Pemenang Ketiga: Hans Gronewegen dengan disain bersandi Salam

Pemenang Keempat: 5 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi Ilham

Pemenang Kelima: adalah 3 orang mahasiswa ITB dengan disain bersandi Khatulistiwa
dan NV. Associatie dengan sandi Lima Arab

Pada tanggal 5 Juli 1955, Dewan Juri menetapkan F. Silaban sebagai pemenang pertama.
Penetapan tersebut dilakukan di Istana Merdeka, sekaligus menganugerahkan sebuah
medali emas 75 gram dan uang Rp. 25.000. Pemenang kedua, ketiga, dan keempat
diberikan hadiah. Dan seluruh peserta mendapat sertifikat penghargaan.

Pembangunan

Pemancangan tiang pertama dilakukan oleh Presiden Ir. Soekarno pada tanggal 24
Agustus 1961 bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, disaksikan
oleh ribuan umat Islam.[6]
Selanjutnya pelaksanaan pembangunan masjid ini tidak berjalan lancar. Sejak
direncanakan pada tahun 1950 sampai dengan 1965 tidak mengalami banyak kemajuan.
Proyek ini tersendat, karena situasi politik yang kurang kondusif. Pada masa itu, berlaku
demokrasi parlementer, partai-partai politik saling bertikai untuk memperjuangkan
kepentingannya masing-masing. Kondisi ini memuncak pada tahun 1965 saat meletus
peristiwa G30S/PKI, sehingga pembangunan masjid terhenti sama sekali. Setelah situasi
politik mereda,pada tahun 1966, Menteri Agama KH. M. Dahlan mempelopori kembali
pembangunan masjid ini. Kepengurusan dipegang oleh KH. Idham Chalid yang bertindak
sebagai Koordinator Panitia Nasional Pembangunan Masjid Istiqlal.

Tujuh belas tahun kemudian, Masjid Istiqlal selesai dibangun. Dimulai pada tanggal 24
Agustus 1961, dan diresmikan penggunaannya oleh Presiden Soeharto pada tanggal 22
Februari 1978,[7] ditandai dengan prasasti yang dipasang di area tangga pintu As-Salam.
Biaya pembangunan diperoleh terutama dari APBN sebesar Rp. 7.000.000.000,- (tujuh
miliar rupiah) dan US$. 12.000.000 (dua belas juta dollar AS).

Monumen Nasional atau MONAS terletak di daerah.DKI Jakarta tepatnya di Jakarta


Pusat,Monumen Nasional termasuk objek wisata di DKI Jakarta. Dan Monumen Nasional
termasuk pusat pengetahuan dan sejarah kemerdekaan di Indonesia.

Monumen Nasional yang terletak di Lapangan Monas Jakarta Pusat. Dibangun pada
dekade 1920-an, Tugu peringatan Nasional dibangun di areal seluas 80 hektar. Tugu ini
diarsiteki oleh Friedrich Silaban dan R.M.Soedarsono, mulai dibangun 17 Agustus 1961.
Pembangunan Tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa
Indonesia pada masa revolusi 1945, agar terbangkitnya inspirasi dan semangat
patriotisme generasi dan generasi mendatang.

Pembangunan Monumen Nasional terdiri tiga tahap. Tahap pertama kurun 1991-1964
Dimulai dengan dimulainya secara resmi pembangunan Monumen Nasional dengan
Soekarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama, total 284 pasak beton
yang digunakan sebagai pondasi pembangunan. Sebanyak 360 pasak bumi di tanamkan
untuk pondasi museum sejarah nasional, keseluruhan pemasangan pondasi selesai pada
bulan Maret 1962. Dinding museum didasar bangunan selesai pada bulan Oktober.
Pembangun obelisk kemudian dimulai, dan selesai pada bulan Agustus 1963.
Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966-1968 akibat terjadinya
gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) dan upaya kudeta. Tahap ini sempat tertunda.
Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada
museum sejarah, meskipun pembangunan telah selesai. Namun masalah masih saja
terjadi antara lain kebocoran air yang menggenangi museum . Monumen secara resmi
dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1945 oleh Presiden RI
Soekarno.

Anda mungkin juga menyukai