Anda di halaman 1dari 12

Lampiran SK Direktur

Nomor :
Tanggal :
Tentang : Panduan Persetujuan Tindakan Kedokteran
di RSIA Kendangsari MERR Surabaya

PANDUAN
PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN
RSIA KENDANGSARI MERR SURABAYA

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Bahwa masalah kesehatan seseorang (pasien) adalah tanggung jawab seorang
(pasien) itu sendiri. Dengan demikian, sepanjang keadaan kesehatan tersebut tidak
sampai mengganggu orang lain, maka keputusan untuk mengobati atau tidaknya masalah
kesehatan yang dimaksud sepenuhnya menjadi tanggung jawab yang bersangkutan.

Tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter untuk meningkatkan atau


memulihkan kesehatan seseorang (pasien) hanya merupakan suatu upaya yang tidak
wajib diterima oleh pasien yang bersangkutan. Karena sesungguhnya dalam pelayanan
kedokteran, tidak seorangpun yang dapat memsatikan keadaan hasil akhir dari
dilakukannya pengobatan tersebut (uncertainty result) dan karena itu tidak etis jika
tindakan kedokteran dipaksaan kepada seorang pasien. Jika pasien karena satu dan lain
hal tidak dapat atau tidak bersedia menerima tindakan kedokteran yang ditawarkan, maka
sepanjang penolakan tersebut tidak membahayakan orang lain, keputusan tersebut harus
dihormati.

Hasil dari tindakan kedokteran akan lebih berdaya guna dan berhasil guna apabila
terjalin kerjasama yang baik antara dokter dan pasien sehingga dapat saling mengisi dan
melengkapi. Dalam rangka menjalin kerjasama yang baik ini perlu dilakukan ketentuan
yang mengatur tentang perjanjian antara dokter dengan pasien serta keluarganya sebagai
penanggung jawab. Pasien menyetujui (consent) atau menolak adalah hak pribadi pasien
dan keluarga yang tidak boleh dilanggar setelah mendapat informasi dari dokter terhadap

1
hal-hal yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan tindakan kedokteran yang
akan diberikan kepadanya.

2. Tujuan
a. Sebagai acuan seluruh penyelenggara kesehatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA)
Kendangsari MERR Surabaya dalam melaksanakan persetujuan tindakan medis yang
diberikan kepada pasien.
b. Perlindungan terhadap RSIA Kendangsari MERR Surabaya dari hukum dan tindakan
mal praktek
c. Sebagai alat bukti komunikasi antara dokter dan pasien dalam proses penjelasan sebelum
dan sesudah dilakukan tindakan kedokteran.

3. Pengertian
a. Suatu prosedur mengenai tata cara pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien.
b. Tindakan kedokteran yang dimaksud adalah suatu tindakan medik yang dapat
bertujuan preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan dokter
terhadap pasien. .
c. Dokter penanggung jawab pelayanan dapat disebut juga sebagai DPJP.
d. Tindakan Invasif adalah tindakan yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan
jaringan tubuh pasien.
e. Tindakan Kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis yang
berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau
kecacatan.
f. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak
kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya.
1) Ayah : ayah kandung, termasuk “ayah” adalah ayah angkat yang ditetapkan
berdasarkan penetapan pengadilan atau berdasarkan hukum adat
2) Ibu : Ibu kandung, termasuk “IBU” adalah ibu angkat yang ditetapkan
berdasarkan penetapan pengadilan atau berdasarkan hukum adat
3) Suami : seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang
perempuan berdasarkan peraturan perundang-undanagn yang berlaku.
4) Istri : seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang laki-
laki berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.. apabila yang
bersangkutan mempunyai lebih dari satu istri persetujuan atau penolakan dapat
dilakukan oleh salah satu dari mereka.

2
g. Wali adalah orang yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum dewasa
untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum, atau orang yang menurut
hukum menggantikan kedudukan orang tua.

h. Induk Semang adalah orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut
bertanggung jawab terhadap pribadi orang lain, seperti pemimpin asrama dari anak
perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang
belum dewasa.

i. Gangguan mental adalah sekelompok gejala psikologis atau perilaku yang secara
klinis menimbulkan penderitaan dan gangguan dalam fungsi kehidupan seseorang,
mencakup gangguan mental berat, retardasi mental sedang, retardasi mental berat,
dementia senilis.

j. Pasien gawat Darurat adalah pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau
akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badanya (akan menjadi
cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.

BAB II
TATA LAKSANA

3
Pemberian informasi dan penjelasan mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan
kepada pasien adalah kewajiban dari dokter atau DPJP yang ditunjuk. Penjelasan yang
diberikan harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami atau dengan cara
lain yang dapat dimengerti oleh pasien dan kelurganya. Informasi yang diberikan meliputi :

1. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran (contemplated medical procedure)


2. Tujuan tindakan kedokteran yang akan dilakukan
3. Risiko (risk inherent in such medical procedures) dan komplikasi yang mungkin
terjadi
4. Alternatif tindakan lain dan risikonya (alternative medical procedures and risk)
5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan (prognosis with and wihtout medical
procedures)
6. Risiko atau akibat jika tindakan kedokteran yang direncanakan tidak dilakukan
7. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan tingkat keberhasilan tindakan kedokteran
yang dilakukan.(purpose of medical procedure)
8. Informasi akibat yang biasanya terjadi setelah dilakukan tindakan kedokteran.

Dalam menetapkan dan persetujuan Tindakan kedokteran harus memperhatikan ketentuan-


ketentuan sebagai berikut :

1. Memperoleh informasi dan penjelasan merupakan hak pasien dan sebaliknya


memberikan informasi dan penjelasan adalah kewajiban dokter.
2. Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran dianggap benar jika memenuhi
persyaratan dibawah ini :
a. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan untuk tindakan
kedokteran yang dinyatakan secara spesifik (The consent must be for what will
be actually performied)
b. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan tanpa paksaan
(Voluntary).
c. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan oleh seseorang
(pasien) yang sehat mental dan yang memegang berhak memberikannya dari
segi hukum.
d. Persetujuan dan Penolakan Tindakan Kedokteran diberikan setelah diberikan
cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan tentang perlunya
tindakan kedokteran dilakukan.
3. Kewajiban memberikan Informasi dan Penjelasan
Dokter yang akan melakukan tindakan medis mempunyai tanggung jawab utama
memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila berhalangan
informasi dan penjelasan yang harus diberikan dapat diwakilkan sepengetahuan

4
DPJP. Bila terjadi kesalahan dalam memberikan informasi, tanggung jawab berada
ditangan DPJP.
Penjelasan harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Penjelasan tersebut dicatat dan didokumentasikan dalam formulir Persetujuan
Tindakan Kedokteran dan disimpan dalam rekam medis pasien dan mencantumkan
tanggal, waktu, nama dan tanda tangan kedua belah pihak.

Hal-hal yang disampaikan pada penjelasan adalah :

1. Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan pasien dapat meliputi :


a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut
b. Diagnosis penyakit atau dalam hal belum dapat ditegakkan maka sekurang-
kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding
c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan
kedokteran.
d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan.
2. Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi :
a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik,
terapeutik ataupun rehabilitatif.
b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan
sesudah tindakan serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin
terjadi.
c. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekuranganya dibandingkan
dengan tindakan yang direncanakan.
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif
tindakan.
e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat
akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya.
Perluasan tindakan yang tidak terdapat indikasi sebelumnya, hanya dapat
dilakukan untuk meneyelamatkan pasien. Setelah perluasan tindakan kedokteran
dilakukan, DPJP harus memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga
terdekat.
3. Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua risiko
dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang dilakukan,
kecuali :
a. Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum
b. Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya sangat ringan.

5
c. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
(Unforeseeable)
4. Penjelasan tentang prognosisi meliputi :
a. Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam)
b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam)
c. Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam)

Penjelasan diberikan oleh DPJP atau salah satu dari tim dokter RSIA Kendangsari
MERR Surabaya. Demi kepentingan pasien, persetujuan tindakan kedokteran
tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat dalam keadaan tidak sadar dan
tidak didampingi oleh keluarga pasien yang berhak memberikan persetujuan
atau penolakan tindakan kedokteran.

5. Pihak yang berhak memberikan persetujuan :


a. Pasien dewasa yang berumur lebih dari 17 tahun atau telah menikah, dalam
keadaan sadar dan sehat mental
b. Penderita dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan oleh
ayah/ibu kandung, wali/curator yang sah, saudara-saudara kandung
c. Penderita dewasa yang berada dibawah kemampuan (curatele) persetujuan
diberikan oleh wali/curator

d. Penderita umur kurang dari 17 tahun dan tidak mempunyai orang tua/wali dan
atau orang tua/wali berhalangan, persetujuan diberikan oleh keluarga terdekat
atau induk semang.

Cara pasien menyatakan persetujuan dapat dilakukan secara terucap (oral


consent), tersurat (written consent) atau tersirat (implied consent). Setiap
tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh
persetujuan tertulis yang ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu jari tangan kiri,
formulir tersebut sudah diisi lengkap oleh DPJP yang akan melakukan tindakan
kedokteran atau oleh tenaga medis lain yang diberi wewenang untuk kemudian
yang bersangkutan dipersilahkan membacanya atau jika dipandang perlu
dibacakan dihadapannya.

Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan kedokteran yang tidak


mengandung risiko tinggi. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan dianggap
meragukan maka dapat diminta persetujuan tertulis.

6
6. Ketentuan Pada Situasi Khusus
a. Tindakan penghentian/ penundaan bantuan hidup (withdrawing/withholding life
support) pada seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat
pasien.
b. Persetujuan penghentian/penundaan bentuan hidup oleh keluarga terdekat pasien
diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim dokter yang
bersangkutan. Persetujuan harus diberikan secara tertulis.

7. Penolakan Tindakan Kedokteran


a. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan atau keluarga
terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan.
b. Jika pasien belum dewasa atau tidak sehat akalnya maka yang berhak
memberikan atau menolak memberikan persetujuan tindakan kedokteran adalah
orang tua, keluarga, wali.
c. Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak menerima informasi
dan kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan dokter maka orang
tersebut dianggap telah menyetujui kebijakan medis apapun yang akan dilakukan
oleh DPJP.
d. Apabila yang bersangkutan, sesudah menerima informasi, menolak untuk
memberikan persetujuannya maka penolakan tindakan kedokteran tersebut harus
dilakukan secara tertulis. Akibat penolakan tindakan kedokteran tersebut
menjadi tanggung jawab pasien.
e. Penolakan tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter dengan
pasien.
f. Persetujuan yang sudah diberikan dapat ditarik kembali (dicabut) setiap saat,
kecuali tindakan kedokteran yang direncanakan sudah sampai pada tahapan
pelaksanaan yang tidak mungkin lagi dibatalkan.
g. Dalam hal persetujuan tindakan kedokteran diberikan keluarga maka yang
berhak menarik kembali (mencabut) adalah anggota keluarga tersebut atau
anggota keluarga lainnya yang kedudukan hukumnya lebih berhak sebagai wali.
h. Penarikan kembali (pencabutan) persetujuan tindakan kedokteran harus
diberikan secara tertulis dengan menandatangani sesuai form yang disediakan.
8. Dokumen Persetujuan Tindakan Kedokteran
a. Seluruh dokumen mengenai persetujuan tindakan kedokteran harus disimpan
bersama-sama rekam medis

7
b. Format persetujuan tindakan kedokteran atau penolakan tindakan kedokteran
menggunakan format dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Diketahui dan ditandatangani oleh dua orang saksi, tenaga keperawatan
bertindak sebagai salah satu saksi
2) Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien
3) Formulir harus sudah mulai diisi dan ditandatangani sebelum tindakan
kedokteran.
4) DPJP yang memberikan penjelasan harus ikut membubuhkan tanda tangan
sebagai bukti bahwa telah memberikan informasi dan penjelasan
secukupnya.
5) Sebagai tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus
membubuhkan cap jempol jari kanan.
9. Daftar Tindakan Kedokteran yang Memerlukan Persetujuan
Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien.
Tindakan kedokteran disini merupakan suatu tindakan medis berupa preventif,
diagnostik. terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien.
Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis yang
berdasarkan tingkat probabilitas tertentu yang dapat mengakibatkan kematian atau
kecacatan.
Berikut adalah tindakan-tindakan medis di RSIA Kendangsari MERR Surabaya yang
memerlukan persetujuan ataupun Penolakan dari pasien dan keluarga.

NO JENIS TINDAKAN
1 Aff IUD
2 Appendictomy
3 Appendictomy laparascopy
4 Biopsi
5 Bius lokal (local anestesi)
6 Bius total (general anestesi)
7 Cholesistectomy laparascopy
8 Colostomy
9 Circumsisi
10 Curretage
11 Cystectomy
12 Debridement abses
13 Deep Lipoma (SAB)
14 Eksplorasi laparotomy
15 Eksisi
16 Ekstirpasi

8
NO JENIS TINDAKAN
17 Ekstraksi
18 Fistula
19 Fistulectomy fistel
20 Heacting
21 Herniotomy
22 Histerectomy
23 Insisi
24 Miomectomy
25 Ovarectomy
26 Pasang IUD
27 Pungsi
28 Reheacting
29 Simple mastectomy
30 Tranfusi Darah

9
BAB III
DOKUMENTASI

1. Formulir persetujuan tindakan kedokteran

2. Formulir penolakan tindakan kedokteran

10
BAB IV
PENUTUP

Demikian panduan persetujuan tindakan kedokteran ini dibuat, semoga dapat dipergunakan
sebagai panduan di lingkungan RSIA Kendangsari MERR Surabaya.

Ditetapkan di : SURABAYA
Pada tanggal :

DIREKTUR
RSIA Kendangsari MERR Surabaya

dr. Agustini Rizky Dhiniharia, Sp.OG

11
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad Mulyohadi dkk. (2006). Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta:


kedokteran

Capernito, Lynda juall (2000). Aplikasi pada Praktek Klinis. Diagnosis Keperawatan, edisi
keenam. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran. EGC

Republik, Indonesia (2008). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit (Patient
safety): Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Republik, Indonesia(1996). Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Wajib


Simpan Rahasia kedokteran

Utja, Adang Sudjono,dkk.(2006). Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran. Jakarta: Konsil


kedokteran Indonesia

12

Anda mungkin juga menyukai