Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Batubara merupakan salah satu sumber daya alam yang terdapat di Indonesia dan
digunakan sebagai energi alternatif. Kebutuhan batubara sebagai sumber energi alternatif kian
hari semakin meningkat. Untuk mengetahui keberadaan potensi endapan batubara tersebut,
dilakukan eksplorasi. Dari data-data hasil eksplorasi yang didapatkan, dan dari data tofografi
yang telah dilakukan kita dapat menghitung sumberdaya batubara. Sumberdaya batubara akan
menjadi cadangan batubara jika pada saat kajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang
sehingga diperlukan perhitungan cadangan. Perhitungan cadangan berperan penting dalam
menentukan kuantitas (jumlah) suatu endapan bahan galian. Jumlah cadangan menentukan umur
tambang.Dalam hal ini Reserves coal merupakan kapasitas (jumlah) cadangan batubara yang
dapat ditambang (tertambang) pada kondisi teknologi penambangan sekarang, dengan telah
mempertimbangkan factor lingkungan, hukum & perundang - undangan serta peraturan yang
berlaku (legalitas), serta kebijakan pemerintah yang diterapkan. Pemodelan geologi adalah
bagian awal dari suatu proses pembuatan perencanaan tambang. Pemodelan geologi mempunyai
peranan yang sangat penting dalam memberikan gambaran hasil interpretasi bentuk endapan
batubara. Setelah dilakukan perhitungan cadangan, untuk dapat melanjutkan usaha
pertambangan maka diperlukan kegiatan perencanaan dan permodelan tambang.
1.2. Tujuan
1. Membuat rancangan pit dan menentukan batas penambangan.
2. Menghitung jumlah cadangan tertambang dan volume batuan penutup.
3. Membuat jadwal produksi dan tahapan penambangan.
4. Menghitung keperluan alat gali muat dan alat angkut.
5. Membuat rancangan disposal dan timbunan tanah pucuk.
6. Membuat rencana topografi setelah penambangan
1.3. Metodologi
Metode ini dilakukan dengan cara mengolah data yang diperoleh dari data yang didapat
sebagai sumber informasi sehingga kita dapat menarik kesimpulan. Pengolahan data
perhitungan cadangan dibantu dengan memakai program komputer (Software) Minescpae 4.1.6,
AutoCad 2007, strater 4 dan 12d.
1.4. Perencanaan Tambang
Perencanaan adalah penentuan persyaratan teknik pencapaian sasaran kegiatan serta
urutan teknik pelaksanaan dalam berbagai macam anak kegiatan yang harus dilaksanakan untuk
pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan.
Istilah perancangan tambang biasanya dimaksudkan sebagai bagian dari proses
perencanaan tambang yang berkaitan dengan masalah-masalah geometrik. Di dalamnya
termasuk perancangan batas akhir penambangan, tahapan (pushback), urutan penambangan
tahunan/bulanan, penjadwalan produksi dan waste dump.
Perencanan dapat diartikan sebagai kegiatan berikut :
1. Penentuan tujuan dan sasaran kegiatan yang ingin dicapai
2. Proses persiapan secara sistematik mengenai kegiatan yang akan dilakukan.
3. Cara mencapai tujuan dan sasaran dengan menggunakan sumber dan kemapuan yang
tersedia secara berdaya guna dan berdaya hasil.
4. Pembatasan dari persoalan, kemungkinan dan kesempatan yang dapat terjadi yang dapat
mempengaruhi pencapaian tujuan.

I-1
5. Penentuan dari tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan bedasarkan analisa
tujuan dan kesempatan.
Fungsi dari suatu perencanaan tergantung dari jenis perencanaan yang digunakan dalam
sasaran yang dituju, tetapi secara umum fungsi perencanaan dapat dikatakan antara lain sebagai
berikut.
1. Pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan dalam pencapaian tujuan.
2. Perkiraan terhadap masalah pelaksanaan, kemampuan, harapan hambatan dan kegagalannya
mungkin terjadi.
3. Usaha untuk mengurangi ketidakpastian.
4. Kesempatan untuk memilih kemungkinan terbaik.
5. Penyusunan urutan kepentingan tujuan.
6. Alat pengukur atau dasar ukuran dalam pemgawasan dan penilaian.
7. Cara dan penggunaan dan penempatan sumber daya secara berdaya guna dan berhasil guna.
Dari suatu perencanaan tambang dapat membuat suatu rencana produksi tambang untuk
menghasilkan tonase cadangan pada tingkat produksi yang telah ditentukan dengan biaya yang
semurah mungkin dan menghasilkan aliran kas (cash flow) yang akan memaksimalkan beberapa
kriteria ekonomik seperti rate of return atau net present value.
Masalah perencanaan tambang merupakan masalah yang kompleks karena merupakan
problem geometrik tiga dimensi yang selalu berubah dengan waktu. Geometri tambang bukan
satu-satunya parameter yang berubah dengan waktu. Parameter-parameter ekonomi penting
yang lain pun sering merupakan fungsi waktu juga. (Nurhakim, 2008 : 1-3)
1.5. Perancangan Tambang
Istilah Perancangan tambang biasanya dimaksudkan sebagai bagian dari proses
perencanaan tambang yang berkaitan dengan masalah-masalah geometri. Perancangan tidak
berhubungan dengan waktu (Nurhakim, 2008 : 1).
Ada empat ketentuan dalam merancang tambang, yaitu:
1. Membuat rancangan jalan masuk alat untuk mencapai setiap jenjang kerja. Jalan di dalam
pit biasanya bersifat sementara, berubah-ubah sesuai kemajuan tambang.
2. Memenuhi persyaratan geoteknik, berupa rekomendasi kemiringan lereng penambangan.
3. Menyesuaikan keadaan endapan, dalam menentukan wilayah dan tahap penambangan,
menentukan penempatan jalan, atau menentukan lokasi endapan akan tersingkap.
4. Memaksimalkan efisiensi kegiatatan penambangan, misalnya dengan cara menyediakan
lebar jenjang kerja optimum yang diperlukan untuk keleluasaan kerja alat (Lambert, 2005 :
3-4)
1.5.1. Geometri Jenjang
Kegiatan stripping dan mining diselenggarakan pada satu atau lebih jenjang secara
berurutan. Pada keadaan overburden (atau lapisan batubara) yang tebal diperlukan beberapa
bench bertingkat, sehingga irisan (section) tambang open pit dapat digambarkan sebagai kerucut
terbalik.
Secara individu, bench dirancang untuk memberi kesempatan dan ruang bagi peralatan
agar dapat menggali material (overburden atau batubara) secara leluasa. Oleh karena itu
dimensinya harus diatur sedemikian rupa. Tinggi bench tidak melebihi kemampuan jangkauan
alat gali (Budirahardja, 2000 : 1).
Komponen dasar dalam penggalian di tambang terbuka adalah jenjang. Bagian-bagian
jenjang ditunjukkan pada gambar 3.1. Tiap-tiap jenjang memiliki permukaan bagian atas dan
bagian bawah yang dipisahkan oleh jarak H yang disebut tinggi jenjang. Permukaan sub-vertikal
yang tersingkap disebut muka jenjang (bench face). Semuanya itu digambarkan dengan kaki
lereng (toe), puncak (crest) dan sudut muka jenjang (face angle). Sudut muka jenjang ini dapat
bervariasi tergantung pada karakteristik batuan, orientasi jenjang dan peledakan

Tatanama geometri jenjang dapat dilihat pada gambar 1.1. dibawah ini.

I-2
Sumber : Fourie and Dohm, 2001 : 1275
Gambar 1.1.
Bagian-Bagian Jenjang

Overall Slope dapat dihitung dengan rumus:

(1.1)

Keterangan:
nh : jumlah tinggi jenjang
dh : tinggi jenjang
nw : jumlah lebar jenjang
dw : lebar jenjang
tan  : slope angle
Sedangkan jika terdapat jalan pada jenjang, maka Overall Slope dapat dihitung dengan rumus:

(1.2)

Keterangan:
nh : jumlah tinggi jenjang
dh : tinggi jenjang
nw : jumlah lebar jenjang
dw : lebar jenjang
tan  : slope angle
l : lebar jalan (Hustrulid & Kuchta, 1998 : 288)
1.5.2. Geometri Jalan
a. Lebar jalan pada kondisi lurus.
Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih, menurut Aasho
Manual Rural High Way Design, harus ditambah dengan setengah lebar alat angkut pada bagian
tepi kiri, kanan jalan, dan jarak antar kendaraan (lihat Gambar 1.2.). Dari ketentuan tersebut
dapat digunakan cara sederhana untuk menentukan lebar jalan angkut minimum, yaitu

I-3
menggunakan rule of thumb atau angka perkiraan seperti terlihat pada Tabel 1.1, dengan
pengertian bahwa lebar alat angkut sama dengan lebar lajur.
Tabel 1.1.
Lebar Jalan Angkut Minimum
Jumlah Jalur Truk Perhitungan Lebar Jalan Angkut Minimal
1 1 + (2 x ½ ) 2
2 2 + (3 x ½ ) 3,5
3 3 + (4 x ½ ) 5
4 4 + (5 x ½ ) 6,5
Sumber : Awang Suwandhi, 2004 : 2

Dari kolom perhitungan pada Tabel 3.1 dapat ditetapkan rumus lebar jalan angkut
minimum pada jalan lurus. Seandainya lebar kendaraan dan jumlah lajur yang direncanakan
masing-masing adalah Wt dan n, maka lebar jalan angkut pada jalan lurus dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Lmin  n.Wt  ( n  1).(0,5.Wt ) (1.3)
Keterangan:
Lmin = lebar jalan angkut minimum (m)
Wt = lebar alat (m)
n = jumlah jalur (Nurhakim, 2002 : 9-2)
Sumber : Awang Suwandhi, 2004 : 3
Gambar 1.2.
Lebar Jalan Angkut
Dua Jalur Pada Jalan
Lurus
b. Lebar jalan
angkut pada
tikungan
Lebar jalan
angkut pada
tikungan selalu
dibuat lebih besar
dari pada jalan lurus.
Hal ini dimaksudkan
untuk mengantisipasi
adanya
penyimpangan lebar
alat angkut yang
disebabkan oleh sudut yang dibentuk oleh roda depan dengan badan truk saat melintasi tikungan
(lihat gambar 3.3) Untuk jalur ganda, lebar jalan minimum pada tikungan dihitung dengan
mendasarkan :
1) Lebar jejak roda.
2) Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang pada saat
membelok.
3) Jarak antar alat angkut saat bersimpangan.
4) Jarak alat angkut terhadap tepi jalan.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung lebar jalan angkut minimum pada
tikungan yaitu:

I-4
W  nU  Fa  Fb  Z   C
(1.4)
C  Z  0,5U  Fa  Fb 
Keterangan :
Wj = lebar jalan angkut pada tikungan, meter
U = jarak jejak roda, meter
Fa = lebar juntai depan, meter
Fb = lebar juntai belakang, meter
Z = lebar bagian tepi jalan, meter
C = jarak antara alat angkut saat bersimpangan, meter
(Nurhakim, 2002 : 9-4)

Sumber : Awang Suwandhi, 2004 : 4


Gambar 1.3.
Lebar Jalan Angkut Dua Jalur Pada Belokan
c. Kemiringan
Kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut baik
dalam pengereman ataupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan umumnya dinyatakan
dalam persen (%).
Kemiringan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut truck berkisar
10-15% atau sekitar 6°-8.50°. Akan tetapi untuk jalan naik atau turun pada lereng bukit lebih
aman bila kemiringan jalan maksimum sekitar 8% (=4,5°) (Awang Suwandhi, 2004).
Tabel 1.2.
Perbandingan Kecepatan Maksimum Terhadap Kemiringan

Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga dalam Suwandhi, 2004.


1.6. Tahapan Penambangan
Tahapan penambangan merupakan bentuk-bentuk penambangan (mineable geometris)
yang menunjukkan bagaimana suatu pit akan ditambang dari titik awal masuk hingga bentuk
akhir pit. Pentahapan penambangan disebut juga dengan nama sequence, pushback, phase, slice,
dan stage. Tujuan dari tahapan penambangan adalah untuk menyederhanakan seluruh volume
yang ada dalam overall pit kedalam unit-unit pit penambangan yang lebih kecil, sehingga
memudahkan penanganannya. Dalam perancangan tahapan penambangan. Parameter waktu
harus diperhitungkan, karena waktu merupakan parameter yang sangat berpengaruh dalam suatu
penjadwalan tambang (mine scheduling) untuk dapat mongoptimalkan target produksi (Arif &
Adisoma, 2002 : 5).
Contoh Gambar Tahapan Penambangan tampak atas dan tampak samping dapat dilihat
pada Gambar 1.4. dan Gambar 1.5.

I-5
Sumber : Martson, 2009, halaman 2.
Gambar 1.4.
Contoh Tahapan Penambangan Tampak Atas

Sumber : McCarter, 2001. p 3168


Gambar 1.5.
Contoh Tahapan Penambangan Tampak Samping
1.7. Penjadwalan Produksi
Suatu penjadwalan produksi tambang menyatakan, dalam periode waktu (tahun atau
bulan), ton bahan galian, kadar , dan pemindahan material total yang akan dihasilkan oleh
tambang tersebut. Sasarannya adalah menghasilkan suatu jadwal untuk mencapai beberapa
sasaran / kriteria ekonomik seperti memaksimumkan Net Present Value (NPV) atau Rate of
Return (ROR). Kriteria lain misalnya menghasilkan sejumlah material dengan biaya semurah
mungkin, dan lain-lain. Dalam perencanaan jangka panjang akan menghasilkan suatu jadwal
produksi dan kemudian menentukan kebutuhan peralatan untuk mengoperasikan jadwal
tersebut. Pada penjadwalan jangka pendek fokusnya mungkin berbeda, dengan kendala jumlah

I-6
peralatan, ditentukan jadwal yang terbaik. Selama proses penjadwalan, evaluasi beberapa
alternatif sering dlakukan:
1. Berbagai tingkat produksi bijih atau batubara.
2. Berbagai jadwal pengupasan tanah penutup.
3. Berbagai strategi kadar batas (cut-off grade).
Data masukan dasar adalah pernyataan tonase dari tahap-tahap penambangan, yaitu
tabulasi ton dan kadar per jenjang dari material yang akan ditambang untuk tiap tahapan.
Asumsi awal yang diperlukan untuk mengembangkan suatu jadwal adalah :
1. Tingkat produksi bijih atau batubara untuk tiap periode waktu
a. Dapat ditentukan dengan studi perbandingan tingkat produksi.
b. Tingkat produksi dapat berubah / meningkat dengan waktu.
2. Cut-off grade untuk tiap periode waktu
Beberapa jadwal sering dibuat untuk mengevaluasi strategi cut-off grade yang berbeda.
3. Dua butir di atas hingga tingkat tertentu akan mempengaruhi jadwal pengupasan tanah /
material penutup.
Pengamatan terhadap tabulasi cadangan per jenjang untuk tiap tahapan perlu dilakukan,
karena jenjang-jenjang di bagian atas biasanya terdiri dari material penutup (waste) yang harus
dikupas. Jenjang-jenjang yang lebih ke bawah umumnya terdiri dari bahan galian . Inilah
sumber bahan galian yang diandalkan untuk menjaga kelangsungan pabrik pengolahan. Pada
elevasi jenjang berapakah akan terjadi peralihan dari material penutup (waste) ke sumber bahan
galian yang dapat diandalkan. Satu kriteria adalah nilai nisbah pemgupasan. Pada elevasi
jenjang berapakah nisbah pemgupasan jenjang akan lebih rendah dari nisbah pengupasan rata-
rata.
Besarnya pengupasan pada saat pra-produksi juga perlu dilakukan, yaitu dalam kaitan :
1. Jumlah material penutup yang harus dikupas selama masa pra-produksi
2. Jumlah minimum material penutup yang harus dipindahkan dari tahap penambangan
(pushback) pertama sehingga pushback ini akan menjadi sumber bijih yang andal ketika
produksi tahun pertama dimulai.
3. Proses penjadwalan produksi ini dapat mengindikasikan jumlah material yang lebih besar
daripada yang didiskusikan pada butir 2. Karena itu mungkin perlu dilakukan pengupasan
pada pushback kedua, dan seterusnya.
4. Material bijih atau batubara yang ditambang selama pra-produksi biasanya di tumpuk di
dekat crusher dan menjadi bagian dari bijih atau batubara untuk tahun pertama.
(Arif & Adisoma, 2002)
1.8. Waste Dump
Waste Dump adalah suatu daerah dimana suatu operasi tambang terbuka dapat
membuang material kadar redah dan/atau material bukan bijih yang harus digali dari pit untuk
memperoleh bijih/material kadar tinggi (Arif & Adisoma, 2002 : VIII-7).
Hal pertama didalam perancangan suatu waste dump adalah pemilihan suatu lokasi
untuk menangani volume over burden untuk dipindahkan sepanjang mine life. Beberapa faktor
utama penentuan lokasi disposal ialah:
1. Lokasi pit
2. Topografi
3. Volume overburden
4. Pit boundary
5. Sistem penirisan
6. Kebutuhan reklamasi
7. Kondisi pondasi
8. Alat penanganan material

1.9. Penirisan dengan Open Sump dan Settling Pond


1.9.1. Open Sump

I-7
Cara penirisan inilah yang pada umumnya banyak digunakan di tambang terbuka. Air
yang masuk ke dalam tambang dikumpulkan ke suatu sumuran (sump) yang biasanya dibuat di
dasar tambang dan dari sumuran tersebut kemudian air dipompa keluar tambang (Irwandi Arif,
2002 : IV-5).
1.9.2. Settling Pond
1. Bentuk
Bentuk kolam pengendap biasanya hanya digambarkan dengan sederhana, yaitu berupa
kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi sebenarnya bentuk tersebut dapat bermacam-
macam disesuaikan dengan keperluan dan keadaan lapangannya. Walaupun bentuknya dapat
bermacam-macam, namun pada setiap kolam pengendap akan selalu ada 4 zona penting yang
terbentuk karena proses pengendapan material padatan (solid particle).
Keempat zona tersebut adalah :
a. Zona masukan (1)
Adalah masuknya aliran lumpur ke dalam kolam pengendap dengan anggapan campuran
padatan-cairan yang masuk terdistribusi secara seragam. Zona ini panjangnya 0,5 – 1 kali
dari kedalaman kolam
b. Zona pengendapan (2)
Tempat di mana partikel padatan akan mengendap. Batas panjang zona ini adalah panjang
dari kolam dikurangi panjang zona masukan dan keluaran.
c. Zona endapan lumpur (3)
Tempat di mana partikel padatan dalam cairan (lumpur) mengalami sedimentasi dan
terkumpul di bagian bawah kolam pengendapan.
d. Zona keluaran (4)
Tempat keluarnya buangan cairan yang jernih. Panjang zona ini kira-kira sama dengan
kedalaman kolam pengendap. Diukur dari ujung lubang pengeluaran.

Sumber : Prodjosumarto, 1994 : 149)


Gambar 1.6.
Sketsa Settling Pond
Bentuk kolam pengendap yang dibuat agar dapat berfungsi lebih efektif harus memenuhi
beberapa persyaratan teknis seperti:
a. Sebaiknya bentuk kolam pengendap dibuat berkelok-kelok (zig-zag) agar kecepatan aliran
air berlumpur itu tidak terlalu cepat, sehingga lebih banyak partikel padatan yang cepat
mengendap.
b. Geometri kolam pengendap harus disesuaikan dengan ukuran backhoe yang biasanya dipakai
untuk perawatan kolam pengendap, yaitu mengeruk lumpur yang telah mengendap di dalam
kolam pengendap.

I-8
Sumber : Prodjosumarto, 1994 : 150
Gambar 1.7.
Kolam Pengendap Yang Memenuhi Syarat Teknis

I-9

Anda mungkin juga menyukai