Anda di halaman 1dari 21

Status gizi ibu hamil merupakan salah satu indikator dalam mengukur status gizi masyarakat.

Jika masukan gizi untuk ibu hamil dari makanan tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka
akan terjadi defisiensi zat gizi. Kekurangan zat gizi dan rendahnya derajat kesehatan ibu hamil
masih sangat rawan, hal ini ditandai masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yang
disebabkan oleh perdarahan karena anemia gizi dan Kekurangan Energi Kronik (KEK) selama
masa kehamilan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII yang berlangsung di Jakarta 17-19
Mei 2004 menyebutkan bahwa salah satu masalah gizi di Indonesia adalah bahwa masih
tingginya Angka Kematian bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) dan balita merupakan
akibat masalah gizi kronis (Moehji, 2003 : 14).
Angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Menurut
Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia yaitu 228 per 100.000 Kelahiran Hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB)
yaitu 32 per 1000 Kelahiran Hidup. Menurut data dari Bahan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BBKBN) Provinsi Lampung menyatakan Angka Kematian Ibu di Lampung masih
tinggi, Dalam kurun waktu 3 tahun (2003-2005) AKI di Provinsi Lampung mencapai 321 kasus,
sedangkan angka kematian bayi (AKB) berjumlah 844 kasus (Dinas Kesehatan Prov. Lampung,
2007).
Berdasarkan data Human Development Indeks (HDI) atau indeks pembangunan manusia tentang
AKI di Provinsi Lampung berada pada level yang memprihatinkan. Seharusnya AKI di Lampung
di bawah AKI rata-rata nasional karena target penurunan AKI nasional dari 262 menjadi 125 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Sedangkan AKI di Lampung Timur pada tahun 2007
mencapai 21 per 100.000 Kelahiran Hidup (Dinas Kesehatan Kab. Lamtim, 2007).
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu
maupun janin yang dikandungnya, antara lain : anemia, perdarahan dan berat badan ibu tidak
bertambah secara normal, kurang gizi juga dapat mempengaruhi proses persalinan dimana dapat
mengakibatkan persalinan sulit dan lama, premature, perdarahan setelah persalinan, kurang gizi
juga dapat mempengaruhi pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, cacat
bawaan dan berat janin bayi lahir rendah (Zulhaida, 2005).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kurang Energi Kronis (KEK) pada batas LILA 23,5 cm
belum merupakan resiko untuk melahirkan Barat Badan Lahir Rendah (BBLR). Sedangkan ibu
hamil dengan Kurang Energi Kronis (KEK) pada batas LILA < 23 cm mempunyai resiko 2 kali
untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai Lingkar Lengan Atas
(LILA) lebih dari 23 cm. Berdasarkan penelitian Rosmeri (2000) menunjukkan bahwa ibu yang
memiliki status gizi kurang (kurus) sejak sebelum hamil mempunyai resiko lebih tinggi lagi,
yaitu 4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai status
gizi baik (Lubis, 2003).
Status gizi ibu hamil dipengaruhi oleh berbagai faktor karena pada masa kehamilan banyak
terjadi perubahan pada tubuhnya yaitu adanya peningkatan metabolisme energi dan juga
berbagai zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada dalam
kandungannya. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah jumlah makanan, beban kerja, pelayan
kesehatan, status kesehatan, pendidikan, absorbsi makanan, paritas dan jarak kelahiran, konsumsi
kafein, dan konsumsi tablet besi (Soetjiningsih,1995: 103). Apabila dalam masa kehamilan
tingkat status gizinya rendah, maka akan mengakibatkan kehamilan yang beresiko untuk
mengurangi resiko tersebut dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan faktor penyebab
terjadinya status gizi buruk terutama Kurang Energi Kronik (KEK) (Lubis, 2003).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa prevalensi anemia pada kehamilan
secara global 55 % dimana secara bermakna tinggi pada trimester ketiga dibandingkan dengan
trimester pertama dan kedua kehamilan. Dan kebanyakan dari kasus tersebut karena ibu Kurang
Energi Kronis (KEK) yang dapat menyebabkan status gizinya berkurang (WHO, 2002).
Gambaran faktor2 penyebab kekurangan enrgi kronis
Status gizi ibu hamil dipengaruhi oleh berbagai faktor karena pada masa kehamilan banyak
terjadi perubahan pada tubuhnya yaitu adanya peningkatan metabolisme energi dan juga
berbagai zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada dalam
kandungannya (Soetjiningsih,1995: 103). Berdasarkan studi pendahuluan di Kabupaten
Lampung Timur pada tahun 2008 angka kejadian Kurang Energi Kronis (KEK) sebesar 4,43 %
dari 24.667 ibu hamil atau sejumlah 1.039 ibu hamil, untuk Puskesmas Wana Kecamatan
Melinting pada bulan September tahun 2009 terdapat 8 ibu (13,79%) dari 58 ibu hamil yang
mengalami Kurang Energi Kronis, dimana angka tersebut masih menunjukkan belum
tercapainya target minimal yang ditetapkan untuk Kabupaten Lampung Timur yaitu di bawah
10% (Puskesmas Wana, 2009).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab Kurang Energi
Kronis meliputi usia, pendapatan, paritas, dan pendidikan pada ibu hamil di Puskesmas Wana
Kecamatan Melinting Kabupaten Lampung Timur Tahun 2009.
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan populasi penelitian ini adalah ibu-
ibu hamil dengan KEK sampai dengan bulan September pada tahun 2009 yang ada di wilayah
kerja Puskesmas Wana Kecamatan Melinting Kabupaten Lampung Timur yang keseluruhannya
dijadikan sampel yaitu sejumlah 58 orang ibu hamil. Teknik analisis data yang digunakan adalah
analisis univariat berupa distribusi frekuensi dari tiap variabel penelitian yang dinyatakan dalam
persentase.
Berdasarkan hasil pengolahan data maka diperoleh hasil bahwa gambaran faktor penyebab
Kurang Energi Kronis pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Wana adalah dari faktor usia
sebagian besar terjadi pada usia < 20 tahun (44,83%), dengan tingkat pendapatan keluarga yang
rendah (50%), sebagian besar terjadi pada ibu dengan paritas primipara (50%), dan dengan
tingkat pendidikan hanya sampai dengan pendidikan dasar (39,66%).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa faktor penyebab Kurang Energi Kronis pada ibu
hamil di wilayah kerja Puskesmas Wana dipengaruhi oleh faktor usia < 20 tahun, tingkat
pendapatan rendah, paritas primipara, dan tingkat pendidikan yang hanya sampai pendidikan
dasar.

Kekurangan Energi Kronik


06/10/2014

0 Comments

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Empat masalah gizi utama di Indonesia yaitu Kekurangan Energi Kronik (KEK), Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kekurangan Vitamin A (KVA), dan Anemia Gizi Besi
(AGB). Salah satu golongan rawan gizi yang menjadi sasaran program adalah remaja, karena
biasanya pada remaja sering terjadi masalah anemia, defisiensi besi dan kelebihan atau
kekurangan berat badan. Tahun 2004 37% balita (bawah lima tahun/bayi) kekurangan berat
badan (28% kekurangan berat badan sedang dan 9% kekurangan berat badan akut (a llitle beat
confused about it) (sumber Susenas 2004). Pemerintah mempunyai program makanan tambahan
sehingga perempuan dan anak-anak yang terdeteksi memiliki berat badan kurang akan diberi
makanan tambahan dan saran ketika mereka dating ke puskesmas untuk memantau pertumbuhan.

Di Indonesia banyak terjadi kasus KEK (Kekurangan Energi Kronis) terutama yang
kemungkinan disebabkan karena adanya ketidak seimbangan asupan gizi, sehingga zat gizi yang
dibutuhkan tubuh tidak tercukupi. Hal tersebut mengakibatkan perumbuhan tubuh baik fisik
ataupun mental tidak sempurna seperti yang seharusnya. Banyak anak yang bertubuh sangat
kurus akibat kekurangan gizi atau sering disebut gizi buruk. Jika sudah terlalu lama maka akan
terjadi Kekurangan Energi Kronik (KEK). Hal tersebut sangat memprihatinkan, mengingat
Indonesia adalah negara yang kaya akan SDA (Sumber Daya Alam).

Dengan alasan itulah penulis memilih judul makalah “Fenomena Kekurangan Energi Kronis
(KEK) di Indonesia”. Dan juga agar lebih mengetahui fenomena KEK itu sendiri juga dapat
mencegah terjangkitnya gangguan gizi tersebut.

B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK)

2. Mengetahui KEK pada Ibu Hamil

3. Mengetahui cara pencegahan KEK

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mengalami
kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun. Risiko Kekurangan
Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai kecenderungan
menderita KEK. Seseorang dikatakan menderita risiko KEK bilamana LILA <23,5 cm.

Kurang gizi akut disebabkan oleh tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup atau
makanan yang baik (dari segi kandungan gizi) untuk satu periode tertentu untuk mendapatkan
tambahan kalori dan protein (untuk melawan) muntah dan mencret (muntaber) dan infeksi
lainnya. Gizi kurang kronik disebabkan karena tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah
yang cukup atau makanan yang baik dalam periode/kurun waktu yang lama untuk mendapatkan
kalori dan protein dalam jumlah yang cukkup, atau juga disebabkan menderita muntaber atau
penyakit kronis lainnya.Gizi kurang akut biasanya mudah untuk dideteksi, berat badan anak akan
kurang dan kurus – mereka akan memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan grafik
pertumbuhan dan meningkatkan resiko terkena infeksi. Gizi kurang yang kronik lebih sulit
diidentifikasi oleh suatu komunitas – anak akan tumbuh lebih lambat daripada yang diharapkan –
baik dari segi berat badan maupun tinggi badan, dan tidak kelihatan terlalu kurus, namun
pemeriksaan berat dan tinggi badan akan menunjukan bahwa mereka memiliki berat yang kurang
pada grafik pertumbuhan anak – misalnya kerdil. Gizi kurang kronik dapat mempengaruhi
perkembangan otak dan psikologi anak dan meningkatkan resiko terkena infeksi. Perempuan
yang kurang makan (kurang gizi) punya kecenderungan untuk melahirkan anak dengan berat
badan rendah, yang punya resiko lebih besar terkena infeksi.

Tiga faktor utama indeks kualitas hidup yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Faktor-faktor
tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat yang dapat digambarkan terutama pada
status gizi anak balita dan wanita hamil. Kualitas bayi yang dilahirkan sangat dipengaruhi oleh
keadaan ibu sebelum dan selama hamil. Wanita Usia Subur (WUS) adalah calon ibu yang
penting untuk diketahui status gizinya. Salah satu ukuran untuk mengetahui risiko KEK (kurang
energi kronis) pada WUS adalah ukuran lingkar lengan atas (LILA) < 23.5 Cm.

Cara Mengetahui Risiko Kekurangan Energi Kronis (Kek) Dengan Menggunakan Pengukuran
Lila :

a. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)

LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) wanita usia
subur termasuk remaja putri. Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau
perubahan status gizi dalam jangka pendek.

b. Pengukuran dilakukan dengan pita LILA dan ditandai dengan sentimeter, dengan batas
ambang 23,5 cm (batas antara merah dan putih). Apabila tidak tersedia pita LILA dapat
digunakan pita sentimeter/metlin yang biasa dipakai penjahit pakaian. Apabila ukuran LILA
kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya remaja putri mempunyai risiko
KEK. Bila remaja putri menderita risiko KEK segera dirujuk ke puskesmas/sarana kesehatan lain
untuk mengetahui apakah remaja putri tersebut menderita KEK dengan mengukur IMT. Selain
itu remaja putri tersebut harus meningkatkan konsumsi makanan yang beraneka ragam.

» Hal-hal yang harus diperhatikan:

· Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri.

· Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau
kencang.

· Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat, sehingga
permukaannya sudah tidak rata

Deteksi dini Kurang Energi Kronis (KEK) :

1. Dilakukan setiap tahun dengan mengukur Lingkar Lengan Kiri Atas (LILA) dengan
memakai pita LILA.
2. Pada Remaja Putri/Wanita yang LILA-nya <23,5 cm berarti menderita Risiko Kurang
Energi Kronis (KEK), yang harus dirujuk ke Puskesmas/ sarana pelayanan kesehatan
lain, untuk mendapatkan konseling dan pengobatan.
3. Pengukuran LILA dapat dilakukan oleh Remaja Putri atau wanita itu sendiri, kader atau
pendidik. Selanjutnya konseling dapat dilakukan oleh petugas gizi di Puskesmas (Pojok
Gizi), sarana kesehatan lain atau petugas kesehatan/gizi yang datang ke sekolah,
pesantren dan tempat kerja.

B. KEK pada Ibu Hamil di Indonesia

Di Indonesia batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm hal ini berarti ibu hamil
dengan resiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi BBLR. Bila bayi lahir dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) akan mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan
pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak. Untuk mencegah resiko KEK pada ibu hamil
sebelum kehamilan wanita usia subur sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan
LILA tidak kurang dari 23,5 cm. Apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari angka tersebut,
sebaiknya kehamilan ditunda sehingga tidak beresiko melahirkan BBLR. Ibu hamil dengan KEK
pada batas 23 cm mempunyai resiko 2,0087 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan
ibu yang mempunyai LILA lebih dari 23 cm.

Angka kejadian kelahiran premature yang disebabkan karena ibu hamil mengalami kurang gizi
(kurang energi kronis/KEK, yang ditandai dengan lingkar lengan atas kurang dari 21,5 cm)tidak
signifikan. Akibat yang paling relevan dari ibu hamil KEK adalah terjadinya bayi lahir dengan
Berat Badan Lahir Rendah/BBLR (kurang dari 2.500 gr). Kasus ini tidak kalah peliknya dari
bayi lahir premature. Tingginya angka kasus Gizi Buruk di Indonesia disumbangkan secara nyata
oleh angka BBLR yang terjadi. Meski faktor utama ibu hamil KEK adalah ekonomi, tidak
menutup kemungkinan faktor kesehatan ibu dan faktor keturunan juga menjadi faktor penyebab
lainnya. Tetapi sampai dengan akhir tahun 2007 angka kelahiran BBLR di Indonesia sudah mulai
bisa diturunkan.

Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera di tindaklanjuti sebelum usia kehamilan mencapai 16
minggu. Pemberian makanan tambahan yang Tinggi Kalori dan Tinggi Protein dan dipadukan
dengan penerapan Porsi Kecil tapi Sering, pada faktanya memang berhasil menekan angka
kejadian BBLR di Indonesia. Penambahan 200 – 450 Kalori dan 12 – 20 gram protein dari
kebutuhan ibu adalah angka yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizi janin. Meskipun
penambahan tersebut secara nyata (95 %) tidak akan membebaskan ibu dari kondisi KEK, bayi
dilahirkan dengan berat badan normal.

Program bidan di desa/bidan PTT untuk daerah-daerah pedalaman merupakan kunci utama untuk
menunrunkan angka kelahiran bayi BBLR, dengan didukung oleh dana besar pemerintah lewat
paket Pemberian makanan tambahan / PMT Bumil KEK. Termasuk di dalamnya pemberian
penyuluhan kesehatan untuk ibu hamil serta program Desa Siaga, adalah program nasional yang
membutuhkan peran serta masyarakat untuk menyukseskannya.

Asupan makanan rata-rata bumil pada penelitian ini dibawah nilai normal (<50% RDA),
menunjukkan jumlah makanan yang kurang dan secara langsung menyebabkan terjadinya
defisiensi baik energi maupun vitamin dan mineral, dan merupakan penyebab terjadinya
malnutrisi pada bumil Untuk mencukupi kebutuhan bumil digunakan cadangan lemak tubuh dan
penggunaan secara terus menerus bukan saja akan memberi dampak negatif pada bumil
(malnutrisi) tapi juga akan berdampak pada bayi yang akan dilahirkan berupa berat lahir yang
rendah/BBLR.

Kebutuhan bumil terhadap energi, vitamin maupun mineral meningkat sesuai dengan perubahan
fisiologis ibu terutama pada akhir trimester kedua dimana terjadi proses hemodelusi yang
menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah dan mempengaruhi konsentrasi hemoglobin
darah. Pada keadaan normal hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian tablet besi, akan tetapi
pada keadaan gizi kurang bukan saja membutuhkan suplemen energi juga membutuhkan
suplemen vitamin dan zat besi. Keperluan yang meningkat pada masa kehamilan, rendahnya
asupan protein hewani serta tingginya konsumsi serat / kandungan fitat dari tumbuh-tumbuhan
serta protein nabati merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya anemia besi.

Bumil membutuhkan asupan energi dan zat besi yang lebih tinggi dari wanita normal. Absorbsi
zat besi dalam makanan hanya sekitar 20%, untuk meningkatkan absorbsi selain dibutuhkan
protein hewani dibutuhkan asupan vitamin C, zinc, asam folat, vitamin B12 dan zat besi.
Pemberian makanan tambahan yang mengandung 600-700 kalori, 15-20 gram protein dan tablet
besi pada ibu hamil KEK dari keluarga miskin tidak menunjukkan kenaikan kadar Hb yang lebih
tinggi dibandingkan kontrol yang memperoleh tablet besi. Hal ini disebabkan dapat dijelaskan
salah satunya dari perbedaan asupan fiber. Asupan fiber pada kedua kelompok sejak awal
penelitian sampai sesudah intervensi tampak lebih tinggi pada kelompok perlakuan (p<0,05). Ini
dapat dihubungkan dengan kondisi sosial ekonomi pada kelompok perlakuan yang lebih rendah.
Kemungkinan konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan atau bahan makanan lainnya yang
mengandung serat lebih banyak dikonsumsi oleh kelompok perlakuan. Hal ini terkait dengan
peran serat terhadap penyerapan zat besi. Disamping itu, pemberian PMT pada kelompok
perlakuan walaupun walaupun terlihat lebih tinggi namun belum mencukupi kebutuhan energi
dan protein yang dianjurkan (energi 2485 kkal dan protein 60 gram). Hal ini disebabkan PMT
yang diberikan yang awalnya ditujukan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi ternyata digunakan
sebagai makanan pokok, walaupun sejak awal telah diinformasikan bahwa manfaat PMT yang
diberikan hanyalah bersifat penambah bukan pengganti makanan yang dikonsumsi selama ini.

Pengaruh musim paceklik merupakan salah faktor hal yang menyebabkan berkurangnya asupan
makanan bumil dimana persediaan makanan dalam rumah tangga berkurang. Pada saat penelitian
ini dilakukan, sedang berlangsung musim paceklik di daerah ini, dan ini merupakan salah satu
faktor penyebab berkurangnya makanan yang tersedia dalam rumah tangga , dalam masyarakat
pedesaan di negara-negara berkembang dengan status sosial-ekonomi rendah, musim merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat dengan
pola yang relatif sama yang berulang setiap tahun dan memberi pengaruh yang besar terhadap
keadaan kesehatan dan gizi masyarakat. Pada penelitian ini peningkatan asupan besi, vitamin C,
B12, asam folat diiringi dengan peningkatan fiber.

Makin besar jumlah energi makin tinggi kandungan fiber yang dikonsumsi, makin tinggi fiber
makin sedikit zat besi yang di absorbsi dan zat besi yang dikonsumsi hanya mencukupi
kebutuhan bumil dan tidak dapat disimpan sebagai cadangan. Dengan kebiasaan mengkonsumsi
lebih banyak protein nabati dibandingkan protein animal, maka absorbsi zat besi juga berkurang
bila dibandingkan dengan makanan yang mengandung heme yang diperoleh dari protein animal.

C. Pencegahan KEK

Makan makanan yang bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein – termasuk makanan
pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan yang mengandung protein seperti
daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu sekurang-kurangnya sehari sekali. Minyak dari
kelapa atau mentega dapat ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan pasokan kalori,
terutama pada anak-anak atau remaja yang tidak terlalu suka makan. Hanya memberikan ASI
kepada bayi sampai usia 6 bulan mengurangi resiko mereka terkena muntah dan mencret
(muntaber) dan menyediakan cukup gizi berimbang. Jika ibu tidak bias atau tidak mau
memberikan ASI, sangat penting bagi bayi untuk mendapatkan susu formula untuk bayi yang
dibuat dengan air bersih yang aman – susu sapi normal tidaklah cukup. Sejak 6 bulan, sebaiknya
tetap diberikan Asi tapi juga berikan 3-6 sendok makan variasu makanan termasuk yang
mengandung protein. Remaja dan anak2 yang sedang sakit sebaiknya tetap diberikan makanan
dan minuman yang cukup. Kurang gizi juga dapat dicegah secara bertahap dengan mencegah
cacingan, infeksi, muntaber melalui sanitasi yang baik dan perawatan kesehatan, terutama
mencegah cacingan.

Pemberian makanan tambahan dan zat besi pada ibu hamil yang menderita KEK dan berasal dari
Gakin dapat meningkatkan konsentrasi Hb walaupun besar peningkatannya tidak sebanyak ibu
hamil dengan status gizi baik. Terlihat juga penurunan prevalensi anemia pada kelompok kontrol
jauh lebih tinggi dibanding pada kelompok perlakuan. Konsumsi makanan yang tinggi pada ibu
hamil pada kelompok

perlakuan termasuk zat besi disertai juga dengan peningkatan konsumsi fiber yang diduga
merupakan salah satu faktor pengganggu dalam penyerapan zat besi.. Pada ibu hamil yang
menderita KEK dan dari Gakin kemungkinan masih membutuhkan intervensi tambahan agar
dapat menurunkan prevalensi anemia sampai ke tingkat yang paling rendah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Status Gizi Ibu Hamil

Status gizi adalah keadaan tingkat kecukupan dan penggunaan satu nutrien atau lebih
yang mempengaruhi kesehatan seseorang (Sediaoetama, 2000).

Status gizi seseorang pada hakekatnya merupakan hasil keseimbangan antara konsumsi
zat-zat makanan dengan kebutuhan dari orang tersebut (Lubis, 2003).

Status Gizi Ibu HamilMenurut Sunita Almatsier (2001:3), status gizi dapat diartikan sebagai keadaan
tubuh sebagai akibat konsumsi makanan danpenggunaan zat-zat gizi. Berdasarkan pengertian diatas
status gizi ibu hamil berarti keadaan sebagai akibat konsumsi makanandan penggunaan zat-zat gizi
sewaktu hamil. Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan,apabila
status gizi ibu buruk sebelum dan selama kehamilan akan menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
(I Dewa NyomanS, dkk, 2003:29). Disamping itu akan mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah terinfeksi, abortus
dan sebagainya.Menurut Sitorus dkk (1999:141), kelebihan atau kekurangan zat gizi harus sebisa
mungkin dihindari, karena hal ini akan bisamengakibatkan kelainan-kelainan yang tidak diharapkan.
Maka pemantauan gizi ibu hamil sangatlah perlu dilakukan. Denganpengukuran antropometri dapat
diketahui keadaan status gizi ibu hamil. Pengukuran antropometri ini selain sangat mudahkarena alat
ukurnya sederhana, murah dan serta praktis bisa dibawa kemana saja. Antropometri ibu hamil yang
sering diukuradalah kenaikan berat badan ibu selama hamil dan lingkar lengan atas (LLA) ibu
hamil.Menurut Samsudin dan Arjarmo Tjokronegoro (1986:27), kenaikan berat badan
dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan status gizi wanita hamil. Kenaikan normal yang
dianjurkan oleh Depkes RI yaitu 7-12 Kg, sebaiknya sebelum mulai hamil seorangwanita beratnya tidak
kurang dari 40 kg. Dan untuk mengetahui sejak dini apakah ibu hamil berisiko KEK (Kekurangan
EnergiKalori) atau gizi kurang dapat dilakukan pemeriksaan Lingkar Lengan Atas (LLA). Bila LLA < 23,5 cm
maka ibu hamil tersebutberisiko KEK (Depkes RI, 2000:15). 1.
Kenaikan Berat Badan (BB)Sebagai ukuran sekaligus pengawasan bagi kecukupan gizi ibu hamil bisa
dilihat dari kenaikan berat badannya (Sitorus,1999:41). Pertambahan berat badan ibu merupakan
pencerminan dari status gizi ibu hamil. Bertambahnya berat badanibu sangat berarti sekali bagi
kesehatan ibu dan janin. Pada ibu yang menderita kekurangan energi dan protein (statusgizi kurang)
maka akan menyebabkan ukuran plasenta lebih kecil dan suplai nutrisi dari ibu ke janin berkurang,
sehinggaterjadi reterdasi perkembangan janin intra utera dan bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) (Samsudin danArjatmo Tjokronegoro, 1986:24).Penambahan berat badan ibu semasa
kehamilan menggambarkan laju pertumbuhan janin dalam kandungan. Pada usiakehamilan trimester
I laju pertambahan berat badan ibu belum tampak nyata karena pertumbuhan janin
belum pesat,tetapi memasuki usia kehamilan trimester II laju pertumbuhan janin mulai pesat dan
pertambahan berat badan ibu jugamulai pesat (Sjahmien Moehji, 2003:19).Menurut Solihin Pudjiadi
(2003:9), seorang ibu yang sedang mengandung mengalami kenaikan berat badan
sebanyak10 12 kg. Pada trimester pertama kenaikan itu hanya kurang dari 1 kg, pada trimester
kedua kurang lebih 3 kg, sedangpada trimester ketiga kira-kira 6 kg. Pada trimester kedua kira-
kiratrimester ketiga kira-kira 90 % daripada kenaikan itumerupakan kenaikan komponen janin, seperti
pertumbuhan janin, placenta, dan bertambahnya cairan omnion.Elizabeth Tara (2001:56)
menyatakan bahwa, kenaikan berat badan selama kehamilan berkisar 11 kg 12,5 kg
atau 20% dari berat badan sebelum hamil, penambahan berat badan sekitar 0,5 kg pada
trimester pertama dan 0,5 kg setiapminggu pa da trimester berikutnya. Depkes RI
(2000:7), menganjurkan kenaikan normal bagi ibu hamil sebesar 7 -12 Kg.Yang perlu
diketahui bahwa bertambahnya berat karena hasil konsepsi yaitu janin, plasenta, dan cairan omnii.
Selain itualat-alat 50 %, dan pada reproduksi ibu seperti rahim dan payudara membesar, volume darah
bertambah selain lemaktubuh yang meningkat. Semua ini diperlukan untuk persiapan pada saat
melahirkan dan setelah melahirkan sepertimemproduksi air susu ibu (ASI ).2.

Lingkar Lengan Atas (LLA)Antropometri yang paling sering digunakan untuk menilai status gizi yaitu LLA
(Lingkar Lengan Atas) mengetahui resikoKekurangan Energi Kronis (KEK) Wanita Usia Subur (WUS)

Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung.
Bila status gizi ibu normal pada masa kehamilan maka kemungkinan besar akan
melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Dengan kata lain
kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu selama
hamil(Lubis, 2003).
2. Kebutuhan Gizi Selama Hamil

Kebutuhan zat gizi wanita hamil lebih besar bila dibandingkan dengan wanita tidak hamil
dan tidak menyusui. Kebutuhan zat gizi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Energi.

Kebutuhan tambahan energi yang dibutuhkan selama kehamilan adalah sebesar 300 kkal
per hari menurut DEPKES RI (1996). Namun kebutuhan energi ini tidak sama pada setiap
periode kehamilan. Kebutuhan energi pada triwulan pertama
pertambahannya sedikit sekali (minimal). Seiring dengan tumbuhnya janin, kebutuhan
energi meningkat secara signifikan, terutama sepanjang triwulan dua dan tiga. Kebutuhan
energi ini berdasarkan pada penambahan berat badan yang diharapkan yaitu 12,5 kg
selama kehamilan (Prasetyono,
2009).

b. Protein.

Kebutuhan tambahan protein tergantung kecepatan pertumbuhan janinnya. Trimester


pertama kurang dari 6 gram tiap hari sampai trimester dua. Trimester terakhir pada
waktu pertumbuhan janin sangat cepat sampai 10 gram/hari. Bila bayi sudah dilahirkan
protein dinaikkan menjadi 15 gram/hari (Paath, 2004).
Dalam lokakarya Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998, beberapa pakar
gizi menganjurkan penambahan protein sebesar 12 gram per hari selama kehamilan
(Prasetyono, 2009).

c. Vitamin dan Mineral.

Bagi pertumbuhan janin yang baik dibutuhkan berbagai vitamin dan mineral, diantaranya
adalah :
1) Vitamin A.
Fungsi vitamin A adalah memberikan kontribusi terhadap reaksi fotokimia dalam retina.
Vitamin A juga dibutuhkan dalam sintesis glikoprotein, yang mendorong pertumbuhan
dan diferensiasi sel, pembentukkan tunas gigi dan pertumbuhan tulang. Sedangkan
sumber makanan untuk vitamin A meliputi sayuran berdaun hijau, buah-buahan
berwarna kuning pekat, hati sapi, susu, margarin dan mentega (Walsh, 2007).

Kebutuhan normal ibu hamil pada vitamin A menurut DEPKES RI (1996) adalah
sebanyak 800 – 2.100 IU (International Unit) per hari. (Prasetyono,2009).

2) Vitamin B.
Vitamin B6 (Piridoksin) adalah ko-enzim yang dibutuhkan untuk metabolisme asam amino
dan glikogen. Asupan janin yang cepat terhadap vitamin B6 dan meningkatnya
asupanprotein dalam kehamilan mengharuskan peningkatan asupan vitamin B6 dalam
kehamilan. Sedangkan sumber makanan yang banyak mengandung vitamin B6 adalah
daging sapi, daging unggas, telur, jeroan, tepung beras, dan sereal (Walsh, 2007).

Kebutuhan zat gizi akan vitamin B6 menurut DEPKES RI (1996) adalah sebesar 2,5 mg
per hari (Prasetyono, 2009).

Vitamin B1 (Tiamin), vitamin B2 (Riboflavin), dan vitamin B3 (Niasin) diperlukan untuk


metabolisme energi.Menurut DEPKES RI (1996) Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk
masing-masing vitamin tersebut adalah sebesar 1,4 mg/hari, 1,4 mg/hari, dan 1,8 mg/hari.
Sumber-sumber makanan yang banyak mengandung tiamindan niasinadalah daging babi,
daging sapi, dan hati sedangkan riboflavin banyak ditemukan pada gandum, sereal, susu,
telur, dan keju (Prasetyono, 2009).

Vitamin B12 (Kobalamin) diperlukan untuk pembelahan sel, sintesis protein, pemeliharaan
sel-sel saraf serta produksi sel darah merah dan darah putih. Vitamin B12 terutama
ditemukan dalam protein hewani (daging, ikan, susu) dan rumput laut. Menurut DEPKES
RI (1996) kebutuhan vitamin B12 padamasa kehamilan adalah sebesar 2,6 μg/hari
(Prasetyono, 2009).

3) Vitamin C.

Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan dan pentingdalam metabolisme tirosin, folat,


histamin, dan beberapa obat-obatan. Selain itu, vitamin C dibutuhkan untuk fungsi
leukosit, respon imun, penyembuhan luka, dan reaksi alergi (FloodandNutrition Board,
1990).

Jumlah vitamin C menurun dalam kehamilan, kemungkinan hal tersebut disebabkan oleh
peningkatan volume darah dan aktivitas hormon. The NationalResearch Council
memperkirakan bahwa penambahan 10 mg/hari vitamin C diperlukan dalam kehamilan
untuk memenuhi kebutuhan sistem janin dan ibu. Sedangkan menurut DEPKES RI (1996)
menganjurkan kebutuhan gizi ibu hamil pada vitamin C adalah sebesar 70 mg per hari.
Sumber-sumber makanan yang banyak mengandung vitamin C adalah jeruk, strawberi,
melon, brokoli, tomat, kentang, dan sayuran hijau mentah (Walsh, 2007).

4) Vitamin D.

Vitamin D diperlukan untuk absorbsi kalsium danfosfor dari saluran pencernaan dan
mineralisasi pada tulang sertagigi ibu dan janinnya. Hampir semua vitamin D disintesis
dalam kulit seiring terpaparnya kulit dengan sinar ultraviolet dari matahari. Kekurangan
vitamin D selama hamil berkaitan dengan gangguan metabolisme kalsium pada ibu dan
janin, yaitu berupa hipokalsemia bayi baru lahir, hipoplasia enamel gigi bayi, dan
osteomalasia pada ibu. Untuk menghindari hal-hal tersebut pada wanita hamil diberikan
10 μg (400 iu) per hari selama kehamilan serta mengkonsumsi susu yang diperkaya dengan
vitamin D (Arisman, 2004).

5) Vitamin E.

Vitamin E merupakan antioksidan yang penting bagi manusia. Vitamin E dibutuhkan


untuk memelihara integritas dinding sel dan memelihara sel darah merah. Sumber
makanan yang banyak mengandung vitamin E adalah margarin, biji gandum, tepung
beras, dan kacang kacangan (Walsh, 2007).

Sedangkan AKG untuk ibu hamil menurut DEPKES RI (1996) adalah sebesar 14 IU per
hari (Prasetyono, 2009).

6) Vitamin K.

Vitamin K dibutuhkan dalam faktor-faktor pembekuandan sintesis protein di dalam


tulang dan ginjal. Sumber-sumber makanan yang banyak mengandung vitamin K adalah
sayuran berdaun hijau, susu, daging, dan kuning telur. Tidak ada rekomendasi spesifik
untuk kehamilan akan kebutuhan vitamn K, namun dari AKG dapat diketahui kebutuhan
vitamin K pada wanita dewasa yaitu sebesar 65 μg/hari (Prasetyono, 2009).

7) Zat Besi.

Kekurangan zat besi dalam kehamilan dapat mengakibatkan anemia, karena kebutuhan
wanita hamil akan zat besi meningkat (untuk pembentukkan plasenta dan sel darah
merah) sebesar 200 % – 300 %. Rekomendasi Institute OfMedicine (IOM) terbaru untuk
ibu hamil yang tidak anemikadalah 30 mg zat besi fero yang dimulai pada kehamilan
Minggu ke – 12. Sedangkan ibu hamil dengan anemia defisiensi zat besi harus menambah
asupan zat besi sebesar 60 – 120 mg/hari zat besi elemental. Anjuran tersebut sama dengan
AKG pada ibu hamil akan kebutuhan zat besi selama kehamilan. Sumbermakanan yang
mengandung zat besi diantaranya roti, sereal, kacang polong, sayuran, dan buah-buahan
(Walsh, 2007).

8) Kalsium.

Kalsium penting untuk kebutuhan kalsium ibu yang meningkat dan pembentukkan tulang
rangka janin dan gigi. Asupan yang dianjurkan kira-kira 1200 mg/hari bagi wanita hamil
yang berusia 25 tahun dan cukup 800 mg untuk mereka yang berusia lebih muda. Sumber
utama kalsium adalah skimmedmilk, yoghurt, keju, udang, sarden, dan sayuran warna
hijau tua (Arisman, 2004).

9) Asam Folat.

Asam folat merupakan satu-satunya vitamin yang kebutuhannya berlipat dua selama
kehamilan. Kekurangan asam folat bisa berdampak pada lahirnya bayi – bayi cacat yang
sudah terbentuk sejak 2 sampai 4 minggu kehamilan. Asam folat yang tidak cukup dapat
menyebabkan masalah pada tabung saraf bayi yang sedang berkembang. Kekurangan
asam folat juga berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio plasenta, dan neural
tubedefect. Jenis makanan yang banyak mengandung asam flat antara lain ragi, hati,
brokoli, bayam, asparagus, kacangkacangan, ikan, daging, jeruk, dan telur. Sedangkan
kebutuhan gizi ibu hamil akan asam folat adalah sebesar 400 mcg per hari (Prasetyono,
2009).

10) Yodium.

Kekurangan yodium selama hamil mengakibatkan janin menderita hipotiroidisme yang


selanjutnya berkembang menjadi kretinisme. Anjuran dari DEPKES RI (1996) untuk
asupanyodium per hari pada wanita hamil dan menyusui adalah sebesar 175 μg dalam
bentuk garam beryodium dan minyak beryodium (Prasetyono, 2009).
III. PEMBAHASAN

A. Hubungan Antara Status Gizi Ibu Hamil Dengan Berat Badan Bayi Lahir

Berat badan bayi lahir adalah berat badan bayi yang diukur dalam waktu 30 menit
pertama sesudah bayi lahir dalam satuan gram. Skala pengukuran yang digunakan adalah
skala rasio. Pada penelitian ini data BBLR akan dideskripsikan dalam kategori bayi
dengan berat lahir normal yaitu 2500 - 4000 gram, bayi dengan berat lahir lebih yaitu >
4000 gram, dan bayi dengan berat lahir kurang yaitu < 2500 gram. Status gizi ibu hamil
dapat diukur secara antropometri atau pengukuran komposisi tubuh dengan mengukur
LILA (Lingkar Lengan Atas), disebut KEK bila LILA kurang dari 23,5 cm. LILA
merupakan faktor yang dominan terhadap risiko terjadinya Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) dengan OddRatio sebesar 8,24
(Mutalazimah, 2007).

Bayi dengan berat lahir yang normal terbukti mempunyai kualitas fisik, intelegensia
maupun mental yang lebih baik dibanding bayi dengan berat lahir kurang, sebaliknya bayi
dengan berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram) akan mengalami hambatan
perkembangan dan kemunduran pada fungsi intelektualnya. Hal ini karena bayi BBLR
memiliki berat otak yang lebih rendah, menunjukkan defisit sel-sel otak sebanyak 8-14 %
dari normal, yang merupakan pertanda anak kurang cerdas dari seharusnya
(Mutalazimah, 2007).
Status gizi ibu hamil bisa diketahui dengan mengukur LILA, bila kurang dari 23,5 cm
maka ibu hamil tersebut termasuk KEK. Ini berarti ibu sudah mengalami keadaan kurang
gizi dalam jangka waktu yang telah lama, bila ini terjadi maka kebutuhan nutrisi untuk
proses tumbuh kembang janin menjadi terhambat, akibatnya melahirkan bayi BBLR
(Mutalazimah, 2005).

Penelitian Thame (2000) di Kingston, Jamaika menyimpulkan bahwa status gizi ibu
mempunyai keterkaitan erat terhadap berat bayi lahir. Penemuan tersebut didukung oleh
penelitian Bhargava (2000) yang menyatakan bahwa status gizi yang rendah mempunyai
korelasi dengan BBLR. Penelitian serupa juga diungkapkan oleh Merchant (1999) yang
menyatakan bahwa status gizi adalah salah satu hal yang menjadi pertimbangan penting
sebagai indikator terhadap hasil kelahiran(birthoutcome) (Mutalazimah, 2005).

Implikasi ukuran LILA terhadap berat bayi lahir adalah bahwa LILA menggambarkan
keadaan konsumsi makanan terutama konsumsi energi dan protein dalam jangka panjang.
Kekurangan energi secara kronis ini menyebabkan ibu hamil tidak mempunyai cadangan
zat gizi yang adekuatuntuk menyediakan kebutuhan fisiologi kehamilan yakni perubahan
hormon dan meningkatkan volume darah untuk pertumbuhan janin, sehingga suplai zat
gizi pada janin pun berkurang akibatnya pertumbuhan dan perkembangan janin
terhambat dan lahir dengan berat yang rendah (Depkes RI, 1996).

Status gizi ibu juga dapat diketahui dengan pengukuran secara laboratorium
terhadap kadar Hb darah, bila kurang dari 11 gr % maka ibu hamil tersebut
menderita anemia.Beberapa akibat anemia gizi pada wanita hamil dapat terjadi
pada ibu dan janin yang dikandungnya. Anemia pada ibu hamil akan menyebabkan
gangguan nutrisi dan oksigenasi utero plasenta. Hal ini jelas menimbulkan gangguan
pertumbuhan hasil konsepsi, sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat bawaan, atau
janin lahir dengan berat badan yang rendah.(Soeharyo danPalarto, 1999).

Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil dengan status gizi yang baik
mempunyai kemungkinan lebih besar untuk melahirkan bayi yang sehat. Seperti
pada pengertian status gizi secara umum, maka status gizi ibu hamilpun adalah
suatu keadaan fisik yang merupakan hasil dari konsumsi, absorpsi dan utilisasi
berbagai macam zat gizi baik makro maupun mikro. Oleh karena proses kehamilan
menyebabkan perubahan fisiologi termasuk perubahan hormon dan bertambahnya
volume darah untuk perkembangan janin, maka intake zat gizi ibu hamil juga harus
ditambah guna mencukupi kebutuhan tersebut
(Depkes RI, 1996).

Status gizi ibu hamil bisa diketahui dengan mengukur ukuran lingkar lengan atas, bila
kurang dari 23,5 cm maka ibu hamil tersebut termasuk KEK, ini berarti ibu sudah
mengalami keadaan kurang gizi dalam jangka waktu yang telah lama, bila ini terjadi
maka kebutuhan nutrisi untuk proses tumbuh kembang janin menjadi terhambat,
akibatnya melahirkan bayi BBLR. Cara lain untuk memeriksa status gizi ibu hamil adalah
dengan mengukur kadar Hb dalam darahnya, bila kurang dari 11 gr % maka ibu tersebut
tergolong anemia, hal ini juga menyebabkan gangguan nutrisi yang salah satu akibatnya
adalah BBLR (Prasetyono, 2009).

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat
kurang dari 2500 gram. BBLR dibagi menjadi dua golongan, yaitu prematur
dan dismatur. Bayi prematur adalah bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan
untuk masa kehamilan, sedangkan bayi dismatur adalah bayi lahir dengan berat
badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan dan merupakan
bayi kecil untuk masa kehamilan (Lubiz, 2013).

Berat badan hamil ibu dengan berat lahir bayi menunjukkan hubungan berkekuatan
relatif rendah (R = 0,25) dan berpola positif. Artinya, semakin
bertambah kenaikan berat badan hamil ibu, maka semakin berat bayi yang dilahirkan.
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
kenaikan berat badan hamil ibu dengan berat lahir. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian kohort (withinfamily cohort study) yang dilakukan di Amerika Serikat yang
melaporkan bahwa kenaikan berat badan ibu hamil berkorelasi dengan berat lahir bayi
(Fikawati, 2012).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa status gizi yang diperoleh yaitu
keseimbangan antara konsumsi zat-zat makanan dengan kebutuhan ibu hamil sangat
berpengaruh terhadap berat badan bayi lahir. Kondisi kesehatan dan gizi ibu hamil yang
baik akan melahirkan bayi sehat dengan keadaan gizi yang baik serta memiliki kecerdasan
dan kepribadian yang baik. Sebaliknya, kondisi kesehatan dan gizi yang buruk selama
kehamilan akan menciptakan generasi sumber daya manusia dengan kecerdasan yang
relatif rendah yang pada gilirannya tidak akan mampu berproduksi.
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta.

Chairunita, Hardiansyah, Dwiriani. M. C. 2006. Model Penduga Berat Bayi Lahir


Berdasarkan Pengukuran Lingkar Panggul Ibu Hamil. Jurnal Gizi danPangan
November 2006 1 (2) : 17 – 25.

Depkes RI. 1996. Makanan Ibu Hamil. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta.

Depkes RI. 2000. Program Perbaikan Gizi Menuju Indonesia Sehat 2010. Direktorat Bina Gizi
Masyarakat. Jakarta.

Lubis, Z. 2003. Status Gizi Ibu Hamil Serta Pengaruhnya Terhadap Bayi Yang Dilahirkan.
Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana S3IPB November 2003.
Bogor.

Mutalazimah. 2005. Jurnal Penelitian Sains Dan Teknologi, Volume 6, No 2 : 114 – 126.
Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Prasetyono. 2009. Mengenal Menu Sehat Ibu Hamil. DIVA Press. Jogjakarta.

Sediaoetama, A. D. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi. Dian Rakyat.
Jakarta.

Walsh, L. V. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. EGC. Jakarta.


Sandra Fikawati, et all .2012. Status Gizi Ibu Hamil Dan Berat Lahir Bayi Pada
Kelompok Vegetarian, Makara, Kesehatan, Vol. 16, No. 1, Juni 2012: 29-
35. Universitas Indonesia. Depok .

Anda mungkin juga menyukai