Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Persiapan – Persiapan Persalinan


1. Menjadwalkan pemeriksaan diri ke pusat pelayanan kesehatan terdekat
Segera setelah mengetahui kehamilan, hendaknya segera memeriksakan diri ke
dokter/bidan/puskesmas atau pusat kesehatan terdekat. Pengawasan sejak dini yang
dilakukan oleh ahli akan membantu unutk memantau adanya kelainan pada
kehamilan sehingga bisa diatasi sejak dini. Biasanya jadwal kunjungan untuk
pemeriksaan kehamilan :
1) Pada kehamilan 1 s/d 6 bulan : minimal 1 bulan sekali
2) Pada kehamilan 7 s/d 8 bulan, minimal 2 minggu sekali
3) Pada kehamilan 9 bulan s/d akan bersalin, minimal sekali seminggu.
2. Posisi tidur yang baik menjelang persalinan
1) Tidur dengan posisi tengkurap
Aman saja bagi ibu hamil s/d 14 minggu, dengan adanya pembesaran
payudara dan perut sangat tidak nyaman karena ibu akan menyokong paha
dengan bantal untuk dapat tidur tengkurap.
2) Tidur dengan posisi terlentang
Diperbolehkan untuk ibu dengan kehamilan kurang dari 16 minggu. Tidak
dianjurkan untuk kehamilan lebih dari 16 minggu. Karena posisi tidur ini akan
meletakkan seluruh berat rahim ke bagian belakang , usus, pembuluh darah
bagian belakang (vena kava inferior) sehingga akan meningkatkan resiko sakit
pinggang, wasir, ganguan pencernaan, gangguan pernafasa dan sirkulasi
peredaran darah. Kadang untuk beberapa wanita akan penurunan tekanan darah
sehingga mempunyai keluhan pusing dan untuk yang lain, malah meningkatkan
tekanan darah (kasus ini dilarang untuk tidur terlentang)
3) Posisi tidur miring kekiri
Posisi ini memberi keuntungan untuk bayi mendapatkan aliran darah dan
nutrisi yang maksimal ke placenta, karena adanya pembuluh darah besar (vena
Kava inferior) di bagian belakang sebelah kanan yang mengembalikan darah
dari bagian tubuh bagian bawah ke jantung. Juga dapat membantu ginjal
membuang sisa produk cairan dari tubuh ibu sehingga mengurangi
pembengkakan kaki, pergelangan kaki dan tangan.

4) Posisi tidur miring ke kanan


Juga baik, karena posisi tidur miring kiri dan kanan untuk membuat ibu
tidur lebih nyaman
3. Prinsip makanan yang yang baik bagi ibu hamil
1) Jangan diet selama hamil
1
Menyebabkan kurang vitamin, mineral dll. Pertambahan BB merupakan alah
satu tanda baik pada kehamilan yang sehat.
2) Makan dengan porsi kecil tapi sering
Jika trimester I terjadi mual muntah, atasi dengan makan porsi kecil (setiap 4
jam) tetapi sering dan hindari makan berminyak dan pedas. Perlu diingat
meskipun ibu tidak lapar tetapi bayi membutuhkan manakan/nutrisi secara
teratur
3) Minum vitamin secara teratur.
Makanan yang mengandung sumber vitamin paling baik. Penambahan vitamin,
asam folat dan zat besi sangat diperlukan dalam pertumbuhan bayi. Obat ini bisa
didpatkan dari bida/ dokter ataupun di puskesmas terdekat.
4) Minum air yang cukup
8 gelas perhari. Cairan ini dinutuhkan untuk membangun sel darah merah bayi
untuk peredaran darahnya, cairan ketuban dan bagi ibu untuk mengatasi sembelit
serta mengatur suhu tubuh ibu.
5) Makanan berserat, buah-buahan dan sayur
Makanan ini membantu ibu mengatasi sembelit selama kehamilan Hindari
makanan yang dapat menyebabkan infeksi seperti : daging mentah, sayuran yang
tidak dicuci dengan baik, , ikan-ikan yang mengandung mercuri, daging ayam
dan telur yang dimasak kurang matang atau mentah. Hindari makan hati
ayam/daging (menyebabkan diare karena virus salmonela) Jangan minum yang
mengandung alkohol, dan batasi minum kopi serta the karena mempengaruhi
berat badan bayi , keguguran,penyerapan zat besi.
6) Hindari kotoran kucing dan bermain dengan kucing
7) Kenaikan berat badan berkisar antara 10 – 15 kg
Dengan melakukan makanan yang sehat akan membuat ibu fit, sehat dan juga
membantu perkembangan yang sehat bagi bayi. Perkembangan bayi sangat
ditentukan oleh apa yang ibu berikan dan lakukan baginya

4. Mengenali tanda persalinan


1) Lendir campur darah
Adanya sumbatan yang tebal pada mulut rahim terlepas sehingga
menyebabkan keluarnya lendir campur darah.
Yang perlu dilakukan : Jika terjadi perdarahan hebat segera periksa.
2) Air ketuban pecah
Kantung ketuban yang mengelilingi bayi pecah sehingga air ketuban
keluar (normalnya cairan bersih, jernih dan tidak berbau)
Yang perlu dilakukan : segera hubugi bidan/dokter/rujuk ke puskesmas walau
belum merasakan kontraksi karena ini bisda menjadi rersiko infeksi, Gunakan
pembalut selama diperjalanan untuk menyerap air ketuban.
2
3) Kontraksi yang teratur
Kontraksi mula-mula timbul sebentar, bertambah lama dan kuat, simetris
di kedua sisi perut dari bagian seluruh rahim, nyeri tidak hilang/kurang dengan
istirahat.
Yang harus dilakukan : Ketika kontraksi nampak teratur,mulailah
menghitung waktunya. Catat lamanya 1 kontraksi dengan kontraksi berikutnya
dan lamanya berlangsung. Untuk persalinan terjadi jika kontraksi semakin dekat
(jarak 1 ontraksi 40 detik). Bagi ibu primi para persalinan berlangsung (12-14
jam) sedang ibu multi para persalinan lebih pendek (kurang lebih 10 jam). Jika
kontraksi sudah ada setiap 5 menit sekali atau sangat sakit segera bawa ke
dokter/bidan /puskesmas terdekat.
5. Persiapan yang harus di bawa ke rumah sakit/dokter/bidan terdekat
1) Untuk Ibu :
(1) Baju tidur, bawa baju tidur yang nyaman dipakai dan tidak sempit (punya
kancing) bagian depan sehingga mudah untuk menyusui.
(2) Pakaian dalam : BH dan celana secukupnya
(3) Pembalut wanita khusus ibu bersalin
(4) Korset atau gurita untuk ibu bersalin
(5) Perlengkapan Ibu : bedak, sisir, lipstik, deodorant
(6) Handuk, sabun, sikat gigi
(7) (menjaga kaki tetap hangat) jika melakukan perjalanan
2) Untuk Bayi :
(1) Popok, bawalah beberapa buah
(2) Baju bayi, minimal 2 karena bayi sering gumoh/muntah susu sedikit
(3) Selimut/bedong
(4) Kaos kaki dan tangan, Gedongan

2.2. Kala dalam persalinan


1. Kala I (Pembukaan)
Menurut Rohani dkk (2011) inpartu ditandai dengan keluarnya lendir
bercampur darah karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari
pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran-pergeseran
ketika serviks mendatar dan membuka. Kala I adalah kala pembukaan yang
berlangsung antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan lengkap). Proses ini terbagi
menjadi 2 fase, yaitu fase laten (8 jam) dimana serviks membuka sampai 3 cm dan
aktif (7 jam) dimana serviks membuka antara 3-10 cm. Kontraksi lebih kuat dan
sering terjadi selama fase aktif. Pada pemulaan his, kala pembukaan berlangsung
tidak begitu kuat sehingga parturient (ibu yang sedang bersalin) masih dapat
berjalan-jalan. Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada
multigravida sekitar 8 jam.

3
2. Kala II (Pengeluaran Janin)
Kala II mulai bila pembukaan serviks lengkap. Umumnya pada akhir kala I
atau pembukaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul,
ketuban pecah sendiri.Bila ketuban belum pecah, ketuban harus dipecahkan.
Kadang-kadang pada permulaan kala II wanita tersebut mau muntah atau muntah
disertai rasa ingin mengedan kuat. His akan lebih timbul sering dan merupakan
tenaga pendorong janin pula. Di samping itu his, wanita tersebut harus dipimpin
meneran pada waktu ada his. Di luar ada his denyut jantung janin harus diawasi
(Wiknjosastro, 1999, hlm.194).
Menurut Wiknjosastro (2008, hlm.77) gejala dan tanda kala II persalinan
adalah:
1) Ibu merasa ingin meneran bersamaan adanya kontraksi;
2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vaginanya;
3) Vulva-vagina dan sfingter ani membuka;

4) Meningkatnya pengeluaran lender bercampur darah.

3. Kala III (Pengeluaran Plasenta)


Partus kala III disebut pula kala uri. Kala III ini, seperti dijelaskan tidak kalah
pentingnya dengan kala I dan II. Kelainan dalam memimpin kala III dapat
mengakibatkan kematian karena perdarahan. Kala uri dimulai sejak dimulai sejak bayi
lahir lengkap sampai plasenta lahir lengkap. Terdapat dua tingkat pada kelahiran
plasenta yaitu: melepasnya plasenta dari implantasi pada dinding uterus dan
pengeluaran plasenta dari kavum uteri (Wiknjosastro, 1999, hlm. 198).
1) tanda-tanda lepasnya plasenta
Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2010, hlm. 8) lepasnya plasenta
sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut:

4
(1) Uterus mulai membentuk bundar;
(2) Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah Rahim;
(3) Tali pusat bertambah panjang;
(4) Terjadi perdarahan.
2) Perubahan Fisiologis Kala III
Pada kala III persalinan, otot uterus menyebabkan berkurangnya ukuran
rongga uterus secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran rongga
uterus ini menyebabkan implantasi plasenta karena tempat implantasi menjadi
semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah. Oleh karena itu plasenta
akan menekuk, menebal, kemudian terlepas dari dinding uterus. Setelah lepass,
plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau bagian atas vagina (Rohani dkk,
2011, hlm. 8).

4. Kala IV (Observasi)
Setelah plasenta lahir lakukan rangsangan taktil (masase uterus) yang
bertujuan untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat.Lakukan evaluasi
tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang dengan pusat sebagai
patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau beberapa jari di bawah pusat.
Kemudian perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan periksa kemungkinan
perdarahan dari robekan perineum. Lakukan evaluasi keadaan umum ibu dan
dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV (Wiknjosastro,
2008, hlm. 110).
Menurut Sulisetyawati dan Nugraheny (2010) kala IV mulai dari lahirnya
plasenta selama 1-2 jam. Kala IV dilakukan observasi terhadap perdarahan
pascapersalinan, paling sering terjadi 2 jam pertama.

2.3. Perawatan ibu intranatal


Intranatal adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi
oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh

5
perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan pelahiran plasenta. Penyebab
awitan persalinan spontan tidak iketahui, walaupun sejumlah teori menarik telah
dikembangkan dan profesional perawatan kesehatan mengetahui cara menginduksi
persalinan pada kondisi tertentu.
Tanda dan gejala menjelang persalinan, ada sejumlah tanda dan gejala peringatan
yang akan meningkatkan kesiagaan bahwa seseorang wanita sedang mendekati berbagai
kondisi berikut, mungkin semua, atau malah tidak sama sekali. Dengan mengingat tanda
dan gejala tersebut terbantu ketika menangani wanita yang sedang hamil tua sehingga
anda dapat memebrikan konseling dan bimbingan antisipasi yang tepat
1. Perawatan ibu intranatal kala I
Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2010, hal. 75) asuhan-asuhan pada kala I yaitu:
Pemantauan terus menerus kemajuan persalinan menggunakan partograf;
1) Pemantauan terus-menerus vital sign;
2) Pemantauan terus menerus terhadap keadaan bayi;
3) Pemberian hidrasi bagi pasien;
4) Menganjurkan dan membantu pasien dalam upaya perubahan posisi dan
ambulansi;
5) Mengupayakan tindakan yang membuat pasien nyaman;
6) Memfasilitasi dukungan keluarga.
2. Perawatan ibu intranatal pada kala II
1) Perawatan Fisiologis Kala II
Perawatan didasarkan pada prinsip bahwa kala II merupakan peristiwa normal
yang diakhiri dengan kelahiran normal tanpa adanya intervensi. Saat pembukaan
sudah lengkap, anjurkan ibu meneran sesuai dorongan alamiahnya dan beristirahat
di antara dua kontraksi. Jika menginginkan, ibu dapat mengubah posisinya,
biarkan ibu mengeluarkan suara selama persalinan dan proses kelahiran
berlangsung. Ibu akan meneran tanpa henti selama 10 detik atau lebih, tiga sampai
empat kali perkontraksi (Sagady, 1995). Meneran dengan cara ini dikenal sebagai
meneran dengan tenggorokan terkatup atau valsava manuver. Meneran dengan
cara ini berhubungan dengan kejadian menurunnya DJJ dan rendahnya APGAR.
2) Asuhan Kala II Persalinan
Menurut Rohani dkk (2011, hlm. 150) asuhan kala II persalinan merupakan
kelanjutan tanggung jawab dari waktu pelaksanaan asuhan kala I persalinan, yaitu
sebagai berikut:
(1) Evaluasi kontinu kesejahteraan ibu;
(2) Evaluasi kontinu kesejahteraan janin;
(3) Evaluasi kontinu kemajuan persalinan;
(4) Perawatan tubuh wanita;
(5) Asuhan pendukung wanita dan orang terdekatnya beserta keluarga;
(6) Persiapan persalinan;
(7) Penatalaksanaan kelahiran;
(8) Pembuatan keputusan untuk penatalaksanaan kala II persalinan.

6
3. Perawatan ibu intranatal pada kala III
1) Langkah penatalaksanaan kala III
Menurut Wiknjosastro (2008) langkah pertama penatalaksanaan kala III
pelepasan plasenta adalah:
(1) Mengevaluasi kemajuan persalinan dan kondisi ibu.
(2) Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva, satu tangan
ditempatkan di abdomen ibu untuk merasakan, tanpa melakukan masase.
(3) Bila plasenta belum lepas tunggu hingga uterus bekontraksi. Apabila uterus
bekontraksi maka tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-
kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas
menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
(4) Setelah plasenta lepas anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong
keluar melalui introitus vagina.
(5) Lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopang
plasenta dengan tangan lainnya untuk meletakkan dalam wadah penampung.
Karena selaput ketuban mudah sobek, pegang plasenta dengan kedua tangan
dan secara lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terilin menjadi satu.
Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan
selaput ketuban.
2) Asuhan Persalinan Kala III
(1) Memberikan pujian kepada pasien atas keberhasilannya;
(2) Lakukan manajemen aktif kala III;
(3) Pantau kontraksi uterus;
(4) Berikan dukungan mental pada pasien;
(5) Berika informasi mengenai apa yang harus dilakukan oleh pasien dan
pendamping agar proses pelahiran plasenta lancer;
(6) Jaga kenyamanan pasien dengan menjaga kebersihan tubuh bagian bawah
(perineum)
4. Perawatan ibu intranatal pada kala IV (Observasi)
1) Observasi yang dilakukan
(1) Tingkat kesadaran pasien
(2) Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan.
(3) Kontraksi uterus
(4) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya
tidak melebihi 400-500 cc.
7
2) Asuhan Kala IV Persalinan
Menurut Rohani dkk (2011, hlm. 234) secara umum asuhan kala IV persalinan
adalah:
(1) Pemeriksaan fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit jam
ke dua . Jika kontraksi uterus tidak kuat, masase uterus sampai menjadi keras.
Periksa tekanan darah, nadi, kandung kemih, dan perdarahan tiap 15 menit
pada jam pertama dan 30 menit pada jam ke 2.
(2) Anjurkan ibu untuk minum untuk mencegah dehidrasi.
(3) Bersihkan perineum dan kenakan pakaian yang bersih dan kering.
(4) Biarkan ibu beristirahat karena telah bekerja keras melahirkan bayinya, bantu
ibu posisi yang nyaman.
(5) Biarkan bayi didekat ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi.
(6) Bayi sangat bersiap segera setelah melahirkan. Hal ini sangat tepat untuk
memberikan ASI
(7) Pastikan ibu sudah buang air kecil tiga jam pascapersalinan.
(8) Anjurkan ibu dan keluarga mengenal bagaimana memeriksa fundus dan
menimbulkan kontraksi serta tanda-tanda bahaya ibu dan bayi

2.4. Partograf
2.4.1. Pengertian Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik (JNPK-KR, 2007). Partograf adalah alat
bantu yang digunakan selama persalinan (Sarwono,2008). Partograf atau partogram
adalah metode grafik untuk merekam kejadian-kejadian pada perjalanan persalinan
(Farrer, 2001).
2.4.2. Tujuan Partograf Adapun tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan
serviks melalui pemeriksaan dalam.
2. Mendeteksi apakah proses persalinan bejalan secara normal. Dengan demikian
dapat pula mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
3. Data pelengkap yang terkait dengan pemantuan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik
kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan,
pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan
yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam
medik ibu bersalin dan bayi baru lahir ( JNPK-KR, 2008).
8
2.4.3. Penggunaan partograf
1. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen
penting dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua persalinan,
baik normal maupun patologis. Partograf sangat membantu penolong persalinan
dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik, baik persalinan
dengan penyulit maupun yang tidak disertai dengan penyulit
2. Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, Puskesmas, klinik
bidan swasta, rumah sakit, dll)
3. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan
kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri, Bidan, Dokter Umum,
Residen dan Mahasiswa Kedokteran) (JNPK-KR,2008).
2.4.4. Pengisian partograf
1. Pencatatan selama Fase Laten Kala I Persalinan Selama fase laten, semua asuhan,
pengamatan dan pemeriksaan harus dicatat. Hal ini dapat dilakukan secara
terpisah, baik di catatan kemajuan persalinan maupun di Kartu Menuju Sehat
(KMS) Ibu Hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali membuat catatan
selama fase laten persalinan. Semua asuhan dan intervensi juga harus dicatatkan.
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu :
1) Denyut jantung janin : setiap 30 menit
2) Frekwensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap 30 menit
3) Nadi : setiap 30 menit
4) Pembukaan serviks : setiap 4 jam
5) Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam
6) Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam
7) Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 – 4 jam
8) Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan (JNPK-KR,2008).
2. Pencatatan selama fase aktif persalinan
Halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi yang dimulai pada fase
aktif persalinan; dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil – hasil
pemeriksaan selama fase aktif persalinan, meliputi:
1) Informasi tentang ibu :
(1) Nama, umur
(2) Gravida, para, abortus (keguguran)
(3) Nomor catatan medik nomor Puskesmas

9
(4) Tanggal dan waktu mulai dirawat ( atau jika di rumah : tanggal dan waktu
penolong persalinan mulai merawat ibu)
2) Waktu pecahnya selaput ketuban
3) Kondisi janin:
(1) DJJ (denyut jantung janin)
Setiap kotak di bagian atas partograf menunjukan DJJ. Catat DJJ
dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang
menunjukan DJJ. 11 Kemudian hubungkan yang satu dengan titik lainnya
dengan garis tegas bersambung. Kisaran normal DJJ terpapar pada patograf
diantara 180 dan 100. Akan tetapi penolong harus waspada bila DJJ di
bawah 120 atau di atas 160.
(2) Warna dan adanya air ketuban
Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan pemeriksaan dalam
dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat semua
temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ. Gunakan
lambang-lambang berikut ini :
U : Selaput ketuban masih utuh ( belum pecah )
J : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
M : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
D : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
K : Selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir lagi
( kering )
(3) Penyusupan ( moulase) kepala janin.
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala
bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu.
Semakin besar derajat penyusupannya atau tumpang tindih antara tulang
kepala semakin menunjukan risiko disporposi kepala panggul ( CPD ).
Ketidak mampuan untuk berakomodasi atau disporposi ditunjukan melalui
derajat penyusupan atau tumpang tindih ( molase ) yang berat sehingga
tulang kepala yang saling menyusup, sulit untuk dipisahkan. Apabila ada
dugaan disporposi kepala panggul maka penting untuk tetap memantau
kondisi janin serta kemajuan persalinan. Setiap kali melakukan
pemeriksaan dalam, nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala janin.
Catat temuan 12 yang ada dikotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban.
Gunakan lambang-lambang berikut ini :
10
0 : Tulang-tulang kepala janin terpish, sutura dengan mudah dapat
dipalpasi
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan 2 : Tulang-tulang
kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan
3 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat
dipisahkan (JNPK-KR,2008).
4) Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan
kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di kolom paling kiri adalah
besarnya dilatasi serviks. Nilai setiap angka sesuai dengan besarnya dilatasi
serviks dalam satuan sentimeter dan menempati lajur dan kotak tersendiri.
Perubahan nilai atau perpindahan lajur satu ke lajur yang lain menunjukan
penambahan dilatasi serviks sebesar 1 cm. Pada lajur dan kotak yang mencatat
penurunan bagian terbawah janin tercantum angka 1-5 yang sesaui dengan
metode perlimaan. Setiap kotak segi empat atau kubus menunjukan waktu 30
menit untuk pencatatan waktu pemeriksaan, DJJ, kontraksi uterus dan
frekwensi nadi ibu.
(1) Pembukaan servik
Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf
setiap temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda „X‟ harus dicantumkan di
garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks.
Perhatikan :
- Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks yang sesuai
dengan besarnya pembukaan serviks pada fase aktif persalinan yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan dalam 13
- Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan, temuan
(pembukaan serviks dari hasil pemeriksaan dalam harus dicantumkan
pada garis waspada. Pilih angka yang sesuai dengan bukaan serviks
( hasil periksa dalam ) dan cantumkan tanda „X‟ pada ordinat atau titik
silang garis dilatasi serviks dan garis waspada
- Hubungkan tanda „X‟ dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak
terputus) (JNPK-KR,2008).
(2) Penurunan bagian terbawah janin
Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang
menunjukan seberapa jauh bagian terendah bagian janin telah memasuki
11
rongga panggul. Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks
selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah janin. Tapi ada kalanya,
penurunan bagian terbawah janin baru terjadi setelah pembukaan serviks
mencapai 7 cm (JNPK-KR,2008).
Berikan tanda „O‟ yang ditulis pada garis waktu yang sesuai. Sebagai
contoh, jika hasil palpasi kepala diatas simfisis pubis adalah 4/5 maka
tuliskan tanda “O” di garis angka 4. Hubungkan tanda „O‟ dari setiap
pemeriksaan dengan garis tidak terputus.
(3) Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir
pada titik dimana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju
pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan
harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke
sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka
harus dipertimbangkan adanya penyulit .Garis bertindak tertera sejajar dan
di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis waspada. Jika pembukaan serviks
telah melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka hal 14
ini menunjukan perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan
(JNPK-KR,2008).
5) Jam dan waktu
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
6) Kontraksi uterus : frekuensi dan lamanya
7) Obat – obatan dan cairan yang diberikan:
(1) Oksitisin
(2) Obat- obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
8) Kondisi ibu :
(1) Nadi, tekanan darah, dan temperatur
(2) Urin ( volume , aseton, atau protein)
9) Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom
tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan) (Sarwono, 2009).
10) Halaman belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal- hal
yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan – tindakan
yang dilakukan sejak persalinan kala I hingga IV ( termasuk bayi baru lahir).
12
Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai catatan persalinan. Nilau dan
catatkan asuhan yang telah diberikan pada ibu dalam masa nifas terutama
selama persalinan kala IV untuk memungkinkan penolong persalinan
mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik, terutama pada
pemantauan kala IV ( mencegah terjadinya perdarahan pascapersalinan). Selain
itu, catatan persalinan ( yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula
digunakan untuk menilai memantau sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan
asuhan persalinan yang bersih dan aman (JNPK-KR,2008).
2.4.5. Kontraindikasi pelaksanaan patograf
Berikut ini adalah kontraindikasi dari pelaksanaan patograf.
1) Wanita hamil dengan tinggi badan kurang dari 145 cm.
2) Perdarahan antepartum
3) Preeklampsi berat dan eklampsi
4) Persalinan prematur
5) Persalinan bekas sectio caesaria (SC)
6) Persalinan dengan hamil kembar
7) Kelainan letak
8) Keadaan gawat janin
9) Persalinan dengan induksi
10) Hamil dengan anemia berat
11) Dugaan kesempitan panggul (Ujiningtyas, 2009).

Gambar Partograf

13
DAFTAR PUSTAKA

Rohani. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.
Sulisetyawati, A. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba Medika.
Varney, H. (2003). Varney's Midwifery, 4th Ed. (4 ed., Vol. 2). (4, Ed., & L. M. Trisetyati,
Trans.) Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wiknjosastro, G. H. (2008). Buku Acuan Persalinan Normal (5 ed.). Jakarta: JNP-KR.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/156/jtptunimus-gdl-ratnawatig-7761-3-babii.pdf
https://www.academia.edu/11159997/Askep_INTRANATAL
https://anetha1206.files.wordpress.com/2011/09/sap-persiapan-persalinan.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai