Disusun Oleh:
SUCI FITIYANI
11310367
Pembimbing :
2017
1KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis kami haturkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
penulisan paper ini, yang merupakan tugas laporan akhir dari SMF Bagian Ilmu
Laporan ini, dalam penyelesaian penulis telah banyak menerima bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu penelis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang membantu khususnya kepada pembimbing kami.
Penulisan menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
yang disebabkan gangguan ini di Amerika Serikat sepanjang periode awal tahun 1990an
diperkirakan sebesar US $ 15,5 Miliar. Perkiraan lainnya sekitar 25-50% individu dengan
gangguan bipolar melakukan percobaan bunuh diri dan 11% benar-benar tewas karena
bunuh diri.1
Di Indonesia jumlah pasien yang mengalami gangguan ini tidak diketahui dengan
pasti. Sekitar 10%, individu dengan gangguan depresi mayor biasanya akan mengalami
episode manik atau hipomanik pada perkembangan penyakitnya. Onset usia yang muda,
ditemukannya gejala psikotik (menyerupai skizoprenia), dan ditemukannya episode
depresi berulang merupakan faktor resiko gangguan bipolar. Rata-rata angka morbiditas
dari pasien yang tidak diterapi adalah 14 tahun dimana akan muncul kondisi hilangnya
produktivitas dan gangguan dalam fungsi hidup sehari-hari. Dijumpai perilaku bunh diri
pada 10-20% pasien. Gangguan ini umumnya muncul pada awal usia 20 tahunan
walaupun variasinya luas.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi
Gangguan bipolar menurut Diagnostic And Statistical Manual Of Mental
Disorders-Text Revision edisi ke empat ialah gangguan mood yang terdiri dari paling
4
sedikit satu episode manik, hipomanik atau campuran yang biasanya disertai dengan
adanya riwayat episode depresi mayor.5
b. Etiologi
1. Faktor biologi
Hingga saat ini neurotransmitter monoamine seperti norepinefrin, dopamine,
serotonin, dan histamine menjadi focus teori dan masih diteliti hingga saat ini.
Sebagai biogenik amin norepinefrin dan serotonin adalah neurotransmitter yang
paling berpengaruh dalam patofisiologi gangguan mood ini.6
- Norepinefrin. Teori ini merujuk pada penurunan regulasi dan penurunan
sensitivitas dari reseptor β adrenergik dan dalam klinik hal ini dibuktikan oleh
respon pada penggunaan anti depresan yang cukup baik sehingga mendukung
adanya peran langsung dari system noradrenergik pada depresi. Bukti lainnya
melibatkan reseptor β2 presinaps pada depresi karena aktivasi pada reseptor ini
menghasilkan penurunan dari pelepasan norepinefrin. Reseptor β2 juga terletak
pada neuron serotoninergic dan berperan dalam regulasi pelepasan serotonin.
- Serotonin. Teori ini didukung oleh respon pengobatan SSRI (selective serotonin
reuptake inhibitor) dalam mengatasi depress. Rendahnya kadar serotonin dapat
menjadi factor resipitat depresi, beberapa pasien dengan dorongan bunuh diri
memiliki konsentrasi serotonin yang rendah dalam cairan cerebropinalnya dan
memiliki kadar konsentrasi rendah uptake serotonin pada platelet.
- Dopamine. Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga diduga memiliki
peran. Data memperkirakan bahwa aktivitas dopamine dapat mengurangi depresi
dan meningkat pada mania. Dua teori mengenai dopamine dan depresi adalah
bahwa jalur mesolimbic dopamine tidak berfungsi terjadi pada depresi dan
dopamine reseptor D1 hipoaktif pda keadaan depresi. 6
2. Faktor Genetik
Gen adalah sebuah bangunan. Gen yang terkandung dalam sel seseorang yang
diturunkan dari orang tua ke anak. Anak-anak dengan orang tua atau saudara yang
memiliki gangguan bipolar adalah empat sampai enam kali lebih mungkin untuk
mengembangkan penyakit, dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki
keluarga dengan riwayat gangguan bipolar. Namun, sebagian besar anak-anak
dengan riwayat keluarga bipolar tidak mengalami gangguan bipolar.7
Gangguan Bipolar terutama BP I, memiliki komponen genetik utama. Bukti
yang mengindikasikan adanya peran dari faktor genetik dari gangguan Bipolar
terdapat beberapa bentuk, antara lain:
5
a. Perlu digaris bawahi keturunan dari orang tua yang menderita gangguan
Bipolar memiliki kemungkinan 50 % menderita gangguan psikiatrik lain.
Secara genetik, diketahui bahwa pasien dengan gangguan Bipolar tipe I, 80-
90% di antaranya memiliki keluarga dengan gangguan depresi atau gangguan
Bipolar juga (yang mana 10-20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang
ditemukan pada populasi umum).
b. Penelitian pada orang yang kembar menunjukkan adanya hubungan 33-90 %
menderita BP I dari saudara kembar yang identik. Anak kembar yang berasal
dari satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita gangguan
yang serupa dibandingkan anak kembar yang berasal dari dua telur, jika anak
kembar tersebut dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Rata-rata tingkat
kemungkinan pasangan kembar menderita gangguan yang sama berkisar 60-
70%.
c. Penelitian pada keluarga adopsi, membuktikan bahwa lingkungan umum
bukan satu-satunya faktor yang membuat gangguan Bipolar terjadi dalam
keluarga. Anak dengan hubungan bilogis pada orang tua yang menderita BP I
atau gangguan depresif hebat memiliki resiko lebih tinggi dari perkembangan
gangguan afektif, bahkan meskipun mereka bertempat tinggal dan dibesarkan
oleh orangtua yang mengadopsi dan tidak menderita gangguan.7
3. Ras
Tidak ada kelompok ras tertentu yang memilik predileksi kecendereungan
terjadinya gangguan ini. Namun, berdasarkan sejarah kejadian yang ada, para
klinisi menyatakan bahwa kecenderungan tersering dari gangguan ini terjadi pada
populasi Afrika-Amerika.7
4. Jenis Kelamin
Angka kejadian dari BP I, sama pada kedua jenis kelamin, namun
Rapidcycling Bipolar Disorder (gangguan dengan 4 atau lebih episode dalam
setahun) lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Insiden BP II lebih
sering pada wanita daripada pria.7
5. Usia
Usia individu yang mengalami gangguan Bipolar ini bervariasi cukup besar.
Rentang usia dari keduanya, BP I dan BP II adalah antara anak-anak hingga 50
tahun, dengan perkiraan rata-rata usia 21 tahun. Kasus ini terbanyak pada usia 15-
19 tahun dan rentang usia terbanyak kedua adalah pada usia 20-24 tahun.
6
Sebagian penderita yang didiagnosa dengan depresi hebat berulang mungkin saja
juga mengalami gangguan Bipolar dan baru berkembang mengalami episode
manik yang pertama saat usia mereka lebih dari 50 tahun. Mereka mungkin
memiliki riwayat keluarga yang juga menderita gangguan Bipolar. Sebagian besar
menderita dengan onset manik pada usia lebih dari 50 tahun harus dilakukan
penelusuran terhadap adanya gangguan neurologis seperti penyakit
serebrovaskuler. Gangguan Bipolar juga dipengaruh oleh beberapa faktor meliputi
genetik dan lingkungan.7
6. Lingkungan
a. Faktor psikososial yang diketahui sering memicu timbulnya gangguan mood
ini, di antaranya tekanan lingkungan sosial, gangguan tidur, atau kejadian
traumatis lainnya seperti pola asuh masa kanak-kanak, stres yang
menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan berkepanjangan.
b. Pada beberapa kejadian, suatu siklus hidup mungkin berkaitan langsung
dengan stress eksternal dan tekanan eksternal yang dapat memperburuk
berulangnya gangguan pada beberapa kasus yang memang sudah memiliki
predisposisi genetik atau kimiawi.
c. Kehamilan merupakan stres tertentu bagi wanita dengan riwayat mannic-
depressive illness (MDI) dan meningkatkan kemungkinan psikosis
postpartum.7
c. Penrgakan Diagnosis
7
a. Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik (F31.0)
Pedoman diagnostik gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik (F31.0)
Untuk menegakkan diagnostik pasti (Maslim, 2001).
1) Episode yang sekarang harus memenuhi kiteria hipomania (F30.0)
2) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
deprsif, atau campuran) di masa lampau.
Pedoman diagnostik hipomania (F 30.0) (Maslim, 2001).
1) Derajat gangguan yang lebh ringan dari mania (F 30.1) afek yang meninggi
atau berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama sekurang-
kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan yang
bertahan melebihi apa yang digambarkan bagi siklotima (F34.0) dan tidak
disertai halusinasi atau waham.
2) Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang sesuai
dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kekacauan itu berat atau
mnyeluruh maka diagnosis mania harus ditegakkan.8
b. Gangguan afektif bipolar, episode kini tanpa gejala psikotik (F31.1)
Pedoman diagnostik gangguan bipolar episode kini manik tanpa gejala psikotik
menurut PPDGJ III (F31.1) :
1. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1); dan
2. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran di masa lampau).8
Pedoman diagnostik F30.1 mania tanpa gejala psikotik :
1. Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya satu minggu, dan cukup berat
sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas
sosial yan biasa dilakukan.
2. Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi
aktivitas berlebih, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang
berkurang, ide-ide perihal kebesaran dan terlalu optimistik.8
c. Gangguan afektif bipolar, episode kini dengan gejala psikotik (F31.2)
Pedoman diagnostik gangguan bipolar episode kini manik dengan gejala psikotik
menurut PPDGJ III (F31.2) :
1. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala
psikotik (F30.2) dan
2. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran di masa lampau).8
Pedoman diagnostik F30.2 mania dengan gejala psikotik :
8
1. Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari F30.1 (mania
tanpa psikotik)
2. Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang
menjadi waham kebesaan, iritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar,
waham dan halusinasi sesuai dengan keadaan afek tersebut. 8
9
Riwayat stress, riwayat melahirkan, riwayat epilepsi, riwayat trauma
pasca operasi, riwayat penggunaan obat antidepresan, alkohol, antikonvulsan,
bronkodilator, cimetidin, dekongestan, disulfiram, halusinogen, steroid,
isoniazid, prokainamid. Selain itu, seorang penderita bipolar disorder
( gangguan bipolar) yang gejalanya mulai muncul saat masa ramaja
kemungkinan besar mempunyai riwayat masa kecil yang kurang
menyenangkan seperti mengalami banyak kegelisahan atau depresi.9
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Memiliki keluarga dengan riwayat yang sama. Gen bawaan adalah
faktor umum penyebab bipolar disorder. Seseorang yang lahir dari orang tua
yang salah satunya merupakan pengidap bipolar disorder memiliki resiko
mengidap penyakit yang sama sebesar 15%-30% dan bila kedua orang tuanya
mengidap bipolar disorder, maka 50%-75%. anak-anaknya beresiko mengidap
bipolar disorder. Kembar identik dari seorang pengidap bipolar disorder
memiliki resiko tertinggi kemungkinan berkembangnya penyakit ini daripada
yang bukan kembar identik. Penelitian mengenai pengaruh faktor genetis pada
bipolar disorder pernah dilakukan dengan melibatkan keluarga dan anak
kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10-15% keluarga dari
pasien yang mengalami gangguan bipolar disorder pernah mengalami satu
episode gangguan mood.11
d. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita penyakit ini cenderung mengalami faktor pemicu munculnya
penyakit yang melibatkan hubungan antar perseorangan atau peristiwa-
peristiwa pencapaian tujuan (reward) dalam hidup. Contoh dari hubungan
perseorangan antara lain jatuh cinta, putus cinta, dan kematian sahabat.
Sedangkan peristiwa pencapaian tujuan antara lain kegagalan untuk lulus
sekolah dan dipecat dari pekerjaan. Stres dapat memicu gangguan bipolar pada
seseorang dengan kerentanan genetik. Peristiwa ini cenderung melibatkan
perubahan drastis atau tiba-tiba-baik atau buruk-seperti akan menikah, akan
pergi ke perguruan tinggi, kehilangan orang yang dicintai, dipecat.9
e. Perubahan Musiman.
Episode mania dan depresi sering mengikuti pola musiman. Manik
episode lebih sering terjadi selama musim panas, dan episode depresif lebih
sering terjadi selama musim dingin, musim gugur, dan musim semi (untuk
10
negara dengan 4 musim). Kurang tidur atau sesedikit melewatkan beberapa
jam istirahat bisa memicu episode mania.10
2. Autoanamnesis Episode Manik:
a. Deskriksi Umum atau kesan umum
1. Penampilan : umumnya pasien dalam episode manik penampilannya rapi,
menggunakan pakaian yang berwarna cerah, terkadang tidak tampak sakit
jiwa.
2. Tatapan mata: bias berbinar atau hidup, dan sering mengarah pada orang
yang mengajak bicara, misalnya pemeriksa.
b. Sikap : pasien episode manik biasanya kooperatif atau mau bekerja sama
dengan pemeriksa, tetapi sedikit agresif.
c. Tingkah laku : biasanya hiperaktif (aktivitas motorik meningkat),
bersemangat, dan terkadang seperti menantang.
d. Orientasi
1) Waktu : bisa baik, bisa buruk
2) Orang : bias baik, bisa buruk
3) Tempat: bias baik, bisa buruk
4) Situasi : bisa baik, bisa buruk
e. Kesadaran :compos mentis
f. Proses pikiran.
1) Bentuk pikir : bisa realistis atau nonrealistsc, pada hipomanik, manik tanpa
psikosis umumnya realitis atau sesuai kenyataan. Sedangkan pada manik
dengan gejala psikosis bentuk pikirnya nonrealistik karena pasien dengan
psikosis mempunyai waham dan atau halusinasi.
2) Isi pikir: terdapat waham atau tidak. Isi pikirannya termasuk tema
kepercayaan dan kebesaran diri, sering kali perhatiannya mudah dialihkan
3) Progresi pikir: fligh of idea atau penuturan pikiran dan pembicaraan yang
meloncat-loncat, logorrhea atau intonasi bicara keras dan cepat alurnya
banyak bicara tidak dapat disela, sirkumtangensial atau bicara memutar-
mutar.
g. Roman muka: biasanya banyak mimik
h. Afek: terkadang afek inappropriate atau afek tidak sesuai , selain itu pasien
manik biasanya euforik dan lekas marah. Mereka memiliki toleransi frustasi
yang rendah, yang dapat menyebabkan perasaan kemarahan dan permusuhan.
Secara emosional adalah labil, beralih dari tertawa menjadi lekas marah .
i. Gangguan Persepsi : jika nonpsikosis tidak ada halusinasi, tetapi jika psikosis
ada halusinasi.
j. Hubungan jiwa: jika non psikosis hubungan jiwa bias masih baik, tetapi jika
psikosis umumnya hubungan jiwa cenderung buruk.
11
k. Perhatian : bias mudah ditarik atau sukar ditarik, dan mudah dicantum atau
sukar dicantum.
l. Insight/ tilikan berbeda-beda setiap pasien:
Jenis - jenis tilikan:
1) Tilikan derajat 1: penyangkalan total terhadap penyakitnya
2) Tilikan derajat 2: ambivalensi terhadap penyakitnya
3) Tilikan derajat 3: menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya
4) Tilikan derajat 4: menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namum tidak
memahami penyebab sakitnya
5) Tilikan derajat 5: menyadari penyakitnya dan faktor - faktor yang
berhubungan dengan penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku
praktisnya
6) Tilikan derajat 6 (sehat): menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya
disertai motivasi untuk mencapai perbaikan.10
d. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Lini I
Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR, aripiprazol,
litium atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium
atau divalproat + olanzapin, litium atau divalproat + aripiprazol.
b. Lini II
Karbamazepin, TKL*, litium + divalproat, paliperidon.
c. Lini III
Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat haloperidol, litium +
karbamazepin, klozapin.
Tidak direkomendasikanGabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidon+
karbamazepin, olanzapin + karbamazepin.12
Masing – masing obat dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Stabilisator Mood
1. Litium
Litium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50 tahun yang lalu.
Ia lebih superior bila dibandingkan dengan plasebo.
Farmakologi
Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium dieksresikan dalam
bentuk utuh hanya melalui ginjal.
Indikasi
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai
terapi rumatan GB.
Dosis
12
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi
dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L.
Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis
untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk
terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L.
Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya,
gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.
Efek samping
Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen,
penambahan berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas,
delirium, dan ensefalopati dapat pula terjadi akibat penggunaan litium.
Neurotoksisitas bersifat ireversibel. Akibat intoksikasi litium, defisit
neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia, defisist memori, dan
gangguan pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis
harus segera dilakukan. Litium dapat merusak tubulus ginjal. Faktor risiko
kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya penyakit
fisik lainnya. Pasien yang mengonsumsi litium dapat mengalami poliuri.
Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak meminum air.
Pemeriksaan Laboratorium
Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi
tiroid, harusdiperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40
tahun, pemeriksaan EKG harusdilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa
setiap 2-3 bulan dan fungsi tiroid dalam enam bulanpertama. Setelah enam
bulan, fungsi ginjal dan tiroid diperiksa sekali dalam 6-12 bulan atau bilaada
indikasi.
Efek Samping Obat
Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin.
Kejadiannyameningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini.
Wanita dengan GB yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium,
dapat melanjutkan litium selama kehamilan bilaada indikasi secara klinis.
Kadar litium darahnya harus dipantau dengan seksama. PemeriksaanUSG
untuk memantau janin, harus dilakukan. Selama kehamilannya, wanita
tersebut harusdisupervisi oleh ahli kebidanan dan psikiater. Sebelum
kehamilan terjadi, risiko litium terhadapjanin dan efek putus litium terhadap
ibu harus didiskusikan.12
3. Valproat
13
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai
antimania.
Valproat tersedia dalam bentuk:
Preparat oral:
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan
sodiumvalproat adalah sama (1:1)
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang
dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam
makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari.
Preparat intravena
Preparat supositoria
Farmakologi
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral.
Konsentrasi puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai
dalam dua jam sedangkan sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi
divalproat lepas lambat lebih cepat bila dibandingkan dengan tablet biasa.
Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan dengan makanan.
Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah
lemak dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak.
Dosis
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum
berkisar antara 45 -125 g/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan
divalproat dengan konsentrasi plasma 50 g/mL. Dosis awal untuk mania
dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan
setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 g/mL. Efek
samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit
serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum 100 g/mL. Untuk terapi
rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah antara
75-100 g/mL.
Indikasi
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi
rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium,
siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia.
Efek Samping
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya
anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan)
14
enzim transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada
awal pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan
berjalannya waktu. Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada
penggunaan asam valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan
tablet salut sodium divalproat, 12
4. Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat
kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat.
Farmakokinetik
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar
otak dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10%
lamotrigin dieksresikan dalam bentuk utuh.
Indikasi
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun
rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.
Dosis
Berkisar antara 50-200 mg/hari.
Efek Samping
Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk
kemerahan di kulit. 12
b. Antipsikotika atipik
Baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai terapi lini
pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut adalah olanzapin,
risperidon, quetiapin, dan aripiprazol.
1. Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik
pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin.
Absorbsi
Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia
dimetabolisme oleh enzim hepar yaitu CYP 2D6.
Dosis
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu
tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan
besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian
15
besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang
(RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang
dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua
minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan
menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu.
Indikasi
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi
rumatan
Efek Samping
Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan,
berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada
risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon
tidak terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik,
mulut kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa
pasien dan sifatnya hanya sementara. Peningkatan berat badan dan
prolaktin dapat pula terjadi pada pemberian risperidon. 12
2. Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki
afinitas terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-
HT2); muskarinik, histamin 1(H1), dan 1- adrenergik.
Indikasi
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut
mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi
rumatan GB.
Dosis
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
Efek Samping
Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah
beberapa lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya
sangat rendah dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko
terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan
antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan
psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik, 12
3. Quetiapin
Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja
sebagai antagonis 5- HT1A dan 5-HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1
16
serta reseptor adrenergik 1 dan2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2
dan relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.
Dosis
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari.
Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg,
100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain
itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.
Indikasi
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran,
siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
Efek Samping
Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek
samping yang sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan
berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah
sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Peningkatan
berat badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika tipik. 12
4. Aripiprazol
Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin.
Farmakologi
Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta
antagonis 5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor
D3, afinitas sedang pada D4, 5-HT2c, 5-HT7,1- adrenergik, histaminergik
(H1), dan serotonin reuptake site (SERT), dan tidak terikat dengan reseptor
muskarinik kolinergik.
Dosis
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran
dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang
direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari.
Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk
menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg
dapat meningkatkan tolerabilitas.
Indikasi
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia
juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai
terapi tambahan pada GB I, episode depresi.
Efek Samping
17
Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual
merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan
oleh kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek samping
ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo.
Akatisia dapat terjadi dan kadang-kadang dapat sangat mengganggu pasien
sehingga sering mengakibatkan penghentian pengobatan. Insomnia dapat
pula ditemui. Tidak ada peningkatan berat badan dan diabetes melitus pada
penggunaan aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga tidak
dijumpai. Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan interval QTc. 12
3. Antidepresan
Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi.
Penggunaannya harus dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang
berpotensi meginduksi hipomania atau mania. Untuk menghindari terjadinya
hipomania dan mania, antidepresan hendaklah dikombinasi dengan stabilisator
mood atau dengan antipsikotika atipik.13
4. Rawat Inap
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait
pada fase dari episodenya, seperti depresi atau manic, dan
derajat keparahan fase tersebut.Contoh, seseorang dengan
depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri
memerlukan/mengindikasikan pengobatan rawat
inap.Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih
dapat bekerja, diobati sebagai pasien rawat jalan.13
Pengobatan pasien rawat inap : indikasi seseorang dengan
gangguan bipolar untuk dirawat inap adalah sebagai berikut.12 :
a. Berbahaya untuk diri sendiri : Pasien yang terutama dengan
episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang signifikan
untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan ideasi
spesifik dengan rencana menghilangkan bukti, memerlukan
observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun,
bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari
penyakit, contohnya seorang penderita depresi yang tidak
cukup makan beresiko kematian, sejalan dengan itu, penderita
18
dengan manik yang ekstrim yang tidak mau tidur atau makan
mungkin mengalami kelelahan yang hebat.
b. Berbahaya bagi orang lain : Penderita gangguan bipolar dapat
mengancam nyawa ornag lain, contohnya seorang penderita
yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu
sangat suram/gelap, sehingga ia berencana untuk membunuh
anaknya untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan
dunia
c. Ketidakmampuan total dari fungsi : Adakalanya depresi yang
dialami terlalu dalam, sehingga orang tidak dapat melakukan
fungsinya sama sekali, meninggalkan orang seperti ini
sendirian sangat berbahaya dan tidak menyembuhkannya.
d. Tidak dapat diarahkan sama sekali : Hal ini benar-benar terjadi
selama episode manik. Dalam situasi ini, perilaku penderita
sangat di luar batas, mereka menghancurkan karir dan
berbahaya bagi orang di sekitarnya.
e. Kondisi medis yang harus dimonitor : Contohnya penderita
gangguan jiwa yang disertai gangguan jantung harus berada
di lingkungan medi, dimana obat psikotropik dapat dimonitor
dan diobservasi.12
19
rawat inap parsial memberi dukungan dan hubungan
interpersonal. 12
e. Diagnosis Banding
1. Gangguan Bipolar II
20
Ciri khas yang penting pada gangguan bipolar II secara klinis adalah ditandai
dengan munculnya satu atau lebih episode defresi berat yang disertai dengan
episode hipomanik. Adanya episode manik atau episode campuran menyingkirkan
diagnosis gangguan bipolar II. Selain itu gejala mood pada depresi berat dan
hipomanik dimasukan kedalam gangguan skizoafektif .14
2. Gangguan Siklotimik
Gejala gangguan siklotimik adalah identik dengan gejala yang ditemukan pada
gangguan bipolar I. Gejalanya sama dalam segi keparahannya tetapi dengan durasi
yang lebih singkat dari pada yang terlihat pada gangguan bipolar I.
Penyalahgunaan alkohol dan penyalahgunaan zat lain sering ditemukan pada
pasien gangguan siklotimik. Yang mengguanakan zat untuk mengobati dirinya
sendiri( dengan alkohol, benzodiazepin). 15
f. Komplikasi
1. Gangguan neurologis atau Emosional
Pasien dengan gangguan bipolar, terutama tipe II atau gangguan
cyclothymic, memiliki episode sering depresi berat. Gangguan kecemasan,
seperti gangguan panik, Pasien dengan gangguan bipolar, terutama mereka
dengan tipe II, mengalami fobia. Gejala gangguan bipolar pada anak-anak sering
bingung dengan perhatian-deficit hyperactivity disorder (ADHD), ADHD
mempengaruhi anak usia sekolah sehingga mengalami kegelisahan, bertindak
impulsif, dan kurangnya fokus yang mengganggu kemampuan mereka untuk
belajar dengan baik. 16
2. Bunuh diri
Risiko bunuh diri sangat tinggi pada pasien yang menderita gangguan bipolar
dan yang tidak menerima perhatian medis. Antara 10 - 15% dari pasien dengan
gangguan bipolar I bunuh diri, dengan risiko yang tertinggi selama episode
depresi atau mania campuran (depresi dan mania simultan). Pasien yang
menderita gangguan kecemasan juga beresiko lebih besar untuk bunuh diri. 16
Banyak pra-remaja dengan gangguan bipolar lebih sakit parah daripada
orang dewasa dengan penyakit, dan risiko bunuh diri tinggi. Mereka memiliki
risiko lebih tinggi untuk mania campuran, ganda dan sering siklus, dan durasi
panjang penyakit tanpa periode baik. 16
3. Efek Perilaku dan Emosional fase manik
Sebagian kecil pasien gangguan bipolar menunjukkan produktivitas tinggi
atau kreativitas selama fase manik. Pemikiran menyimpang dan gangguan
penilaian yang merupakan ciri khas dari episode manik dapat menyebabkan
perilaku berbahaya, termasuk(Smith, 2007):
21
a. Menghabiskan uang menyebabkan kehancuran finansial
b. Marah, perilaku paranoid, dan bahkan kekerasan
c. Perilaku terbuka promiscuous
Perilaku seperti ini sering diikuti dengan rendah diri dan rasa bersalah, yang
dialami selama fase depresi. Selama semua tahapan penyakit, pasien perlu
diingatkan bahwa gangguan mood akan berlalu dan beratnya bisa dikurangi
dengan pengobatan. 16
4. Penyalahgunaan Zat
Merokok adalah umum di antara pasien dengan gangguan bipolar, terutama
mereka yang memiliki gejala psikotik sering atau berat. Beberapa dokter
berspekulasi bahwa, seperti dalam skizofrenia, penggunaan nikotin dapat menjadi
bentuk pengobatan sendiri karena efek tertentu pada otak. 16
Hingga 60% dari pasien dengan gangguan bipolar penyalahgunaan zat lain
(paling sering alkohol, diikuti dengan ganja atau kokain) di beberapa titik
dalamperjalanan penyakit mereka.Berikut ini adalah faktor risiko untuk
alkoholisme dan penyalahgunaan zat pada pasien dengan gangguan bipolar. 16
a. Setelah episode campuran daripada yang mania murni
b. Menjadi seorang pria dengan gangguan bipolar
5. Asosiasi dengan Penyakit Fisik
Orang dengan penyakit mental memiliki insiden yang lebih tinggi dari
kondisi medis, termasuk penyakit jantung, asma dan masalah paru-paru lainnya,
gangguan pencernaan, infeksi kulit, diabetes, hipertensi, sakit kepala migrain,
hipotiroidisme, dan kanker. Pasien dengan gangguan bipolar juga kurang
mungkin untuk menerima perawatan medis dibandingkan orang tanpa gangguan
mental. Penyalahgunaan zat, termasuk merokok, alkoholisme, dan
penyalahgunaan narkoba, juga berkontribusi pada banyak masalah ini serta
mengurangi akses ke perawatan. Obat yang digunakan untuk gangguan bipolar
juga dapat meningkatkan risiko untuk masalah kesehatan.15
3. Pemeriksaan penunjang
- Darah lengkap
Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia sebagai
penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat
mensupresi sumsum tulang, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan sel darah
merah dan sel darah putih untuk mengecek supresi sumsum tulang. Lithium dapat
menyebabkan peningkatan sel darah putih yang reversibel.6,7
- Elektrolit
22
Konsentrasi elektrolit serum diukur untuk membantu masalah diagnostic, terutama
dengan natrium, yang berkaitan dengan depresi. Hiponatremi dapat bermanifestasi
sebagai depresi. Penatalaksanaan dengan lithium dapat berakibat pada masalah
ginjal dan gangguan elektrolit. Kadar natrium rendah dapat berakibat pada
peningkatan kadar lithium dan toxisitas lithium. Oleh karena itu, skrining kandidat
untuk terapi litium maupun yang sedang dalam terapi lithium, mengecek elektrolit
merupakan indikasi. 6,7
- Kalsium
Kalsium serum untuk mendiagnosis hiperkalsemi dan hipokalsemi yang berkaitan
dengan perubahan status mental (e.g hiperparatiroid). Hiperparatiroid, yang
dibuktikan dengan peningkatan kalsium darah, mencetuskan depresi. Beberapa
antidepresan, seperti nortriptyline, mempengaruhi jantung, oleh karena itu,
mengecek kadar kalsium sangat penting. 6,7
- Protein
Kadar protein yang rendah ditemukan pada pasien depresi sebagai hasil dari tidak
makan. Kadar protein rendah, menyebabkan meningkatkan bioavailabilitas
beberapa medikasi, karena obat-obat ini hanya memiliki sedikit protein untuk
diikat. 6,7
- Hormone tiroid
Tes tiroid dilakukan untuk menentukan hipertiroid (mania) dan hipotiroid
(depresi). Pengobatan dengan lithium dapat menyebabkan hipotiroid, yang
berkontribusi pada perubahan mood secara cepat. 6,7
- Kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN)
Gagal ginjal dapat timbul sebagai depresi. Pengobatan dengan lithium dapat
mempengaruhi klirens ginjal, dan serum kreatinin dan BUN dapat meningkat. 6,7
- Skrining zat dan alkohol
Penyalahgunaan alkohol dan berbagai macam obat dapat memperlihatkan sebagai
mania atau depresi. Contohnya, penyalahgunaan amfetamin dan kokain dapat
timbul sebagai mania, dan penyalahgunaan barbiturate dapat timbul sebagai
depresi. 6,7
- EKG
23
Banyak antidepresan, terutama trisiklik dan beberapa antipsikotik, dapat berefek
pada jantung dan membuat masalah konduksi. Lithium juga dapat berakibat pada
perubahan reversibel flattening atau inversi pada T wave pada EKG. 6,7
- EEG
Alasan untuk penggunaan EEG pada pasien bipolar: 6,7
EEG menyediakan garis dasar dan membantu mengesampingkan masalah
neurologi. Menggunakan tes ini untuk mengesampingkan kejang dan tumor
otak.
Bila dilakukan ECT. Monitoring EEG saat ECT digunakan untuk
mendeterminasi timbulnya dan durasi kejang.
Beberapa studi memperlihatkan abnormalitas dari penemuan EEG sebagai
indikasi efektivitas antikonvulsan. Lebih spesifik, penemuan abnormal dari
EEG dapat memprediksi respons dari asam valproate.
Beberapa pasien dapat mengalami kejang saat pengobatan, terutama
antidepresan. 6,7
4. Diffrensial diagnosis
- Skizofrenia
Agak sulit membedakan episode manik dengan skizofrenia, sehingga dapat
menjadi salah satu diagnosis banding. Gembira berlebihan, elasi, dan pengaruh
mood lebih banyak ditemukan pada episode manik dibandingkan pada skizofrenia.
Kombnasi dari mood manik, cara bicara yang cepat dan hiperaktivitas yang
berlebihan daapt ditemukan dalam episode manik. Onset pada episode manik
berlangsung cepat dan menimbulkan sebuah perubahan pada perubahan perilaku
pasien. Sebagian dari pasien bipolar I memiliki riwayat keluarga dengan gangguan
mood. Kataonik dapat menjadi bagian dari fase depresif gangguan bipolar I. Saat
mengevaluasi pasien dengan katatonia dokter harus teliti dengan riwayat
sebelumnya untuk manik atau episode depresi serta riwayat keluarga dengan
gangguan mood. 3
- Depresi berat
Gangguan bipolar tipe I sering dapat bertumpang tindih dengan depresi berat,
perlu dibedakan antara depresi berat yang berdiri sendiri atau depresi yang
merupakan bagian dari gangguan bipolar. Gejala dari kedua gangguan ini hampir
sama dimana seseorang mengalai afek depresi, kehilangan semangat, putus asa
dan tidak bersemangat ditambah gelaja seperti sulit tidur, napsu makan menurun
24
dan lain sebagainya. Sehingga teknik wawancara yang baik diperlukan untuk
menggali apakah pasien memiliki episode manik atau hipomanik sebelumnya dan
apakah pasien menunjukan gejala-gejala yang sesuai dengan episode manik,
sehingga dapat dibedakan antara depresi yang berdiri sendiri dangan depresi yang
menjadi bagian dari gangguan afek bipolar.3,6
- Intoksikasi obat
Penyalahgunaan obat seperti amfetamin dapat memicu keadaan manik. Selain itu,
penyalahgunaan obat seperti benzodiazepine dapat memicu keadaan depresif.1,6,7
- Hiper dan hipotiroid
Gangguan bipolar dapat berupa epidose manik atau hipomanik maupun episode
depresi. Kondisi hiper dan hipotiroid dapat memnyebabkan pasien menunjukan
gejala-gejala yang mirip dengan gangguan bipolar. Pada hipertiroid pasien akan
merasa mudah tersinggung, dan dapat terjadi hiperaktivitas yang harus dibedakan
dengan episode manik pada gangguan bipolar. Sedangkan pada hipotiroid pasien
dapat mengalami penurunan aktivitas, pasien menjadi lemas dan tidak
bersemangat. Pemeriksaan fisik yang baik serta penggalian informasi pada
anamnesis dapat membedakan gangguan bipolar dengan hiper atau hipotiroid,
penemuan gejala lain gangguan pada tiroid seperti penurunan berat badan cepat
adanya pembesaran pada leher maupun gejala hiper dan hipotiroid lainnya dapat
membedakan kedua gangguan ini.6,7
- Skizoafektif
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang
lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi
dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun
episode manik atau depresif.6,7
5. Penatalaksanaan
25
b. Mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan positif, serta melatih
kembali respon kognitif dan perilaku yang baru. 8
- Terapi interpersonal (Gerrad Kleman)
Memusatkan pada masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh pasien
dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam
mencetuskan atau memperberat gejala depresi sekarang. Terapi ini difokuskan
pada problem interpersonal yang ada. Diasumsikan bahwa, pertama, problem in-
terpersonal yang ada saat ini merupakan akar terjadinya disfungsi hubungan in-
terpersonal. Problem interpersonal saat ini berperan dalam terjadinya gejala
depresi. Biasanya sesi berlangsung antara 12 sampai 16 minggu dan ditandai
dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Tidak ditujukan pada fenomena
intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal. Keterbatasan asertif,
gangguan kemampuan sosial, serta penyimpangan pola berpikir hanya ditujukan
bila memang mempunyai efek pada hubungan interpersonal tersebut.8
- Terapi perilaku
Terapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif menyebabkan
seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan
kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan demikian pasien belajar untuk
berfungsi di dunia dengan cara tertentu dimana mereka mendapatkan dorongan
positif. 8
- Terapi berorientasi-psikoanalitik
Mencapai kepercayaan dalam hubungan interpersonal, keintiman, mekanisme
penyesuaian, kapasitas dalam merasakan kesedihan serta kemampuan dalam
merasakan perubahan emosional secara luas. 8
- Terapi keluarga
Diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan pasien atau
fungsi keluarga atau jika gangguan mood dapat ditangani oleh situasi keluarga.
Terapi keluarga meneliti peran suasana hati teratur dalam keseluruhan
kesejahteraan psikologis dari seluruh keluarga, tetapi juga mengkaji peran seluruh
keluarga dalam pemeliharaan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood
memiliki tingkat tinggi perceraian, dan sekitar 50 persen dari semua pasangan
melaporkan bahwa mereka tidak akan menikah atau memiliki anak jika mereka
tahu bahwa pasien akan mengembangkan gangguan mood. 1,3,4,8
- Rawat Inap
26
Yang pertama dan paling penting keputusan dokter harus dibuat adalah apakah
untuk memutuskan pasien rawat inap atau pasien rawat jalan. Jelas indikasi untuk
rawat inap adalah risiko bunuh diri atau pembunuhan, pasien yang sangat
berkurang kemampuannya untuk makan dan kebutuhan untuk prosedur
diagnostik. Suatu onset yang berkembang cepat gejala juga dapat menjadi
indikasi untuk rawat inap. Seorang dokter dapat dengan aman mengobati depresi
ringan atau hypomania dengan rawat jalan jika evaluasi pasien terus rutin
dilakukan. Tanda-tanda klinis dari gangguan penilaian, penurunan berat badan,
atau insomnia harus minimal. Sistem pendukung pasien harus kuat, tidak ada
menarik diri dari pasien. Setiap perubahan negatif dalam gejala-gejala pasien atau
perilaku mungkin cukup untuk menjadi indikasi rawat inap rawat inap. Pasien
dengan gangguan mood sering tidak mau masuk rumah sakit secara sukarela, dan
mungkin harus sengaja dimasukan. Pasien-pasien ini sering tidak dapat membuat
keputusan karena pemikiran mereka melambat, Weltanschauung negatif
(pandangan dunia), dan keputusasaan. Pasien yang manik sering memiliki seperti
kurangnya wawasan gangguan mereka yang rawat inap tampaknya benar-benar
tidak masuk akal bagi mereka.3,8
27
3. Antipsikotik atipikal
4. Mood stabilizer + antidepresan
5. Antipsikotik atipikal + antidepresan1,2
Lini • Injeksi IM Aripiprazol efektif untuk pengobatan agitasi pada pasien dengan episode mania
I atau campuran akut. Dosis adalah 9,75mg/injeksi. Dosis maksimum adalah 29,25mg/hari (tiga
kali injeksi per hari dengan interval dua jam). Berespons dalam 45-60 menit.
• Injeksi IM Olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan episode mania atau campuran
akut. Dosis 10mg/ injeksi. Dosis maksimum adalah 30mg/hari. Berespons dalam 15-30 menit.
Interval pengulangan injeksi adalah dua jam. Sebanyak 90% pasien menerima hanya satu kali
injeksi dalam 24 jam pertama. Injeksi lorazepam 2 mg/injeksi. Dosis maksimum Lorazepam 4
mg/hari. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi IM Aripiprazol atau Olanzapin. Jangan
dicampur dalam satu jarum suntik karena mengganggu stabilitas antipsikotika
Lini • Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah 30 menit. Dosis
II maksimum adalah 15 mg/hari.
• Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi
haloperidol IM. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik.
28
Tidak Gabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidon
direkomendasikan
+ karbamazepin, olanzapin + karbamazepin
29
Penatalaksanaan pada Episode Depresi Akut, GB I
Tabel 3 Penatalaksanaan episode depresi akut.
1
Lini I Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau
divalproat + SSRI, olanzapin + SSRI, litium + divalproat
Valproat
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai
antimania. Valproat tersedia dalam bentuk: 1,2
1. Preparat oral;
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan
sodium valproat adalah sama (1:1)
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut
yang dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke
dalam makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari. 1,2
2. Preparat intravena
3. Preparat supositoria
Farmakologi
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral.
Konsentrasi puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam
dua jam sedangkan sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi
divalproat lepas lambat lebih cepat bila dibandingkan dengan tablet biasa.
Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan dengan makanan.
Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah lemak
dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak. 1,2
Dosis
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam
serum berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan
divalproat dengan konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania
dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap
3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek samping,
misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta
trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum > 100 mg/mL. Untuk terapi
rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah antara 75-
100 mg/mL. 1,2
Indikasi
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut,
terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium,
siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia. 1,2
Efek Samping
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi,
misalnya anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat
ringan) enzim transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering
terjadi pada awal pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau
dengan berjalannya waktu. Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi
pada penggunaan asam valproat dan valproat sodium bila dibandingkan
dengan tablet salut sodium divalproat. 1,2
Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia
menghambat kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat. 1,2
Farmakokinetik
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati
sawar otak dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10%
lamotrigin dieksresikan dalam bentuk utuh. 1,2
Indikasi
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut
maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat. 1,2
Dosis
Berkisar antara 50-200 mg/hari. 1,2
Efek Samping
Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk
kemerahan di kulit.1,2
Antipsikotika Atipik
Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif
sebagai terapi lini pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut
adalah olanzapin, risperidon, quetiapin, dan aripiprazol. 1,2
Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika
atipik pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin. 1,2
Absorbsi
Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia
dimetabolisme oleh enzim hepar yaitu CYP 2D6. 1,2
Dosis
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan
yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan
besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar
pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP)
dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk
orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak
berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per
dua minggu. 1,2
Indikasi
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan.
1,2
Efek Samping
Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan,
berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada
risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak
terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut kering,
mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya
hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi
pada pemberian risperidon. 1,2
Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki
afinitas terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2);
muskarinik, histamin 1(H1), dan a1- adrenergik. 1,2
Indikasi
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut
mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan
GB. 1,2
Dosis
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari. 1,2
Efek Samping
Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah
beberapa lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya
sangat rendah dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko
terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan antipsikotika
atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan psikoedukasi,
misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik. 1,2
Quetiapin
Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja
sebagai antagonis 5-HT1A dan 5 -HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta
reseptor adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan
relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.1,2
Dosis
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari.
Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100
mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga
tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari. 1,2
Indikasi
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran,
siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan. 1,2
Efek Samping
Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan
efek samping yan sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan
berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah
sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Peningkatan berat
badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika tipikal. 1,2
Aripiprazol
Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin. 1,2
Farmakologi
Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A
serta antagonis 5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada
reseptor D3, afinitas sedang pada D4, 5-HT2c, 5-HT7, a1-adrenergik,
histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site (SERT), dan tidak terikat
dengan reseptor muskarinik kolinergik. 1,2
Dosis
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg.
Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang
direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila
ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis.
Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan
tolerabilitas. 1,2
Indikasi
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran
akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai
terapi tambahan pada GB I, episode depresi. 1,2
Efek Samping
Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual
merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan
oleh kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya
tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi dan
kadang-kadang dapat sangat mengganggu pasien sehingga sering
mengakibatkan penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak
ada peningkatan berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan
aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai.
Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan interval QT. 1,2
Antidepresan
1) Derivat trisiklik
• Imipramin (dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan
sampai maksimum 250-300 mg sehari)
• Amitriptilin ( dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap
sampai dosis maksimum 150-300 mg sehari). 1,2
2) Derivat tetrasiklik
• Maproptilin, Mianserin ( dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis
maksimum 90 mg/ hari). 1,2
3) Derivat MAOI (MonoAmine Oksidase-Inhibitor)
• Moclobemide (dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis
dapat dinaikkan sampai dengan 600 mg/ hari). 1,2
4) Derivat SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
• Sertralin (dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200
mg/hr)
• Fluoxetine ( dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80
mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi)
• Fluvoxamine (dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya
pada malam hari, maksimum dosis 300 mg)
• Paroxetine, Citalopram (dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg
/hari). 1,2
5) Derivat SNRI (Serotonin Norepineprin Reuptake Inhibitor)
• Venlafaxine (dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan
menjadi 150-250 mg 1x/hari), Duloxetine. 1,2
6. Prognosis
Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang kurang
baik dibandingkan depresi mayor. Sekitar 40-50% pasien dengan bipolar 1
memiliki kemungkinan mengalami episode manik kedua dalam 2 tahun
episode pertama. Walaupun dnegan penggunaan litium sebagai profilaksis
meningkatkan prognosis bipolar I, kemungninan hanya 50-60% pasien
mencapai control signifikan akan gejala mereka dengan litium. Pasien
bipolar I dengan premorbid status pekerjaan yang tidak mendukung,
ketergantungan alkohol, gejala psikotik, gejala depresi dan jenis kelamin
laki-laki juga mempengaruhi prognosis yang kurang baik. Durasi pendek
dari manik, usia yang tidak terlalu muda saat onset menghasilkan
prognosis yang lebih baik. Sekitar 7% pasien dengan gangguan bipolar
tidak memiliki gejala rekuren; 45% memilii lebih dari 1 episode, dan 40%
memiliki gangguan kronik. Pasien mungkin memiliki 2 hingga 30 episode,
walaupun angka rata-ratanya adalah 9 episode. Sekitar 40% dari
keseluruhan pasien mengalami lebih dari 10 episode. Pada follow up
jangka panjang 15% dari seluruh pasien dengan bipolar I dapat hidup
dengan baik, 45% hidup dengan baik namun memiliki multirelaps, 30%
pasien dengan remisi parsial, dan 10% pasien dengan sakit kronis. 1,3,4
Untuk prognosis bipolar II, sampai saat ini masih dilakukan
penelitian. Bipolar II adalah penyakit kronik dimana memerlukan strategi
penatalaksana jangka panjang. ,3,4
7. Komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
1.
Amir N. Gangguan mood bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana dengan obat
antipsikotik atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2010. h. 3-32.
2.
Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar. Panduan tatalaksana gangguan
bipolar. Jakarta: Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar; 2010.hlm.2-21.
3.
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan’s and sadock’s synopsis of psychiatry behavioral
sciences and clinical psychiatry. 10th edition.Philadelphia: Lippincott William and
Wilkins;2007.p.527-62.
4.
American Psychiatry Assosiasion. Practice guideline for the treatment of patients
with bipolar disorder. 2nd edition. 2002. Diunduh dari apa.org, 20 April 2013.
5.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa
di Indonesisa III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1993.hlm.140-50.
6.
Soreff S, Ahmed I. Bipolar affective disorder. 22 April 2013. Diunduh dari
emedicine.medscape.com, 24 April 2013.
7.
Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder. 22 Januari 2009. Diunduh dari
www.umm.edu, 24 April 2013.
8.
Fakultas Kedokteran Universiats Indonesia. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2010.hlm.197-208.
9.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-sadock sinopsis psikiatri: ilmu
pengetahuan perilaku psikiatri klinis. Jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara;
2010.hlm.791-853.
10.
Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia.2012.
Diunduh dari pdk3mi.org, 5 Mei 2013.