Laporan Kasus
KERATITIS
DiajukanSebagai Salah SatuTugasDalamMenjalaniKepaniteraanKlinik Senior
padaBagian/SMF Ilmu Kesehatan MataRSUDZA/FK Unsyiah
Banda Aceh
Oleh:
Pembimbing
dr.Firdalena Meutia,M.kes., Sp.M
KATA PENGANTAR
2
Penulis
DAFTAR ISI
3
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
BAB I
PENDAHULUAN
Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Karena itu kornea harus tetap
jernih dan permukaannya rata agar tidak menghalangi proses pembiasan sinar.
Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea dapat menimbulkan
gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di sentral (daerah
pupil), bila kelainan ini tidak diobati maka dapat terjadi kebutaan.1,2
Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis
merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun
kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau
karena alergi. Keratitis dapat dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan
kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya.3
Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi
keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial.
Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis,
keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi. Kemudian berdasarkan
bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten, keratitis
numularis dan keratitis neuroparalitik.3 Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh
bakteri, jenis bakteri tersering seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan Moarxella.4
Gejala umum keratitis adalah visus turun mendadak, mata merah, rasa
silau, dan merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung dari
jenis-jenis keratitis yang diderita oleh pasien. Gambaran klinik masing-masing
keratitis pun berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan tingkat kedalaman
yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka penyakit
ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara
permanen sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat
sampai menyebabkan kebutaan sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat dan
tepat agar tidak menimbulkan komplikasi yang merugikan di masa yang akan
datang terutama pada pasien yang masih muda.1,2,3
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5. Iris
Bagian mata yang berwarna berdasarkan jumlah pigmen. Berfungsi untuk
menyaring cahaya dengan cara melebarkan dan mengecilkan pupil.
Permukaan anterior iris berkripta sedangkan permukaan posterior iris dilapisi
oleh sel epitel. 5
6. Pupil
Bagian dari tepi iris dengan pembukaan secara sirkular untuk menyesuaikan
jumlah cahaya yang masuk. 5
7. Bilik mata depan
Ruangan yang berada diantara posterior kornea dan anterior iris. 5
8. Lensa
Adalah suatu struktur bikonveks, avaskular dan tak berwarna. Terlihat hampir
transparan. Lensa tergantung pada zonula zinii yang menghubungkannya
dengan corpus siliaris. Lensa mampu menebal dan menipis untuk
berakomodasi. 5
1. Epitel
Epitel kornea merupakan lapis paling luar kornea dan berbentuk epitel
gepeng berlapis tanpa tanduk. Ini terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel gepeng.
Tebal lapisan epitel kira-kira 5% (0,05 mm) dari total seluruh lapisan
kornea. Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari
media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda
ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke
depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di sampingnya melalui desmosom dan
makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang
melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan
erosi rekuren. Lapisan in berasal dari ectoderm pemukaan, daya
regenerasi epitel cukup besar sehingga apabila terjadi kerusakan, akan
diperbarui dalam beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut. Bagian
ujung saraf kornea berakhir pada epitel, sehingga setiap gangguan epitel
9
Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air
sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme
kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan
membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti
bakteri, virus, amuba, dan jamur.3
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel
dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi
di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,
segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya
kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang
hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.3
2.4 KERATITIS
2.4.1 Definisi
Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea
yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan
menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superficial yaitu pada lapisan
epitel atau membran bowman dan lapisan profunda jika sudah mengenai lapisan
stroma.2
2.4.2 Etiologi
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti
Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas, Atypical Mycobacteria dan
Moraxella. Infeksi keratitis adalah kondisi yang berpotensi membutakan yang dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang parah jika tidak diobati pada tahap awal.
Jika pengobatan antimikroba yang tepat tertunda, hanya 50% dari mata memperoleh
pemulihan visual yang baik.7
Faktor risiko umum untuk infeksi keratitis meliputi trauma okular, memakai
lensa kontak, riwayat operasi mata sebelumnya, mata kering, gangguan sensasional
kornea, penggunaan kronis steroid topikal, dan imunosupresi sistemik. Patogen
umum termasuk Staphylococcus aureus, koagulase-negatif Staphylococcus,
Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus pneumonia, dan spesies Serratia. Mayoritas
12
kasus yang ditemukan di masyarakat adalah keratitis bakteri yang teratasi dengan
pengobatan empirik dan tidak memerlukan kultur bakteri. Apusan kornea untuk
kultur dan tes sensitivitas diindikasikan untuk ulkus kornea dengan ukuran yang
besar, berlokasi di sentral kornea, mencapai daerah stroma.8
2.4.3 Klasifikasi
Menurut lapisan yang terkena, keratitis dibagi menjadi:9
2.4.4 Patofisiologi
Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya
inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry
13
Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien
yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis pungtata superfisial. Pasien dapat
mengeluhkan adanya pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia, penurunan visus,
sensasi benda asing, iritasi okuler dan blefarosspasma dan kadang juga di temukan
hipopion pada kamera anterior.3
Oleh karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan merefraksikan cahaya,
lesi kornea sering kali mengakibatkan penglihatan menjadi kabur, terutama ketika
lesinya berada dibagian sentral.10
15
Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi epithelia
multiple sebanyak 1 – 50 lesi (rata – rata sekitar 20 lesi didapatkan). Lesi epithelial
yang didapatkan pada keratitis pungtata superfisial berupa kumpulan bintik – bintik
kelabu yang berbentuk oval atau bulat dan cenderung berakumulasi di daerah pupil.
Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak apabila di inspeksi secara langsung,
tetapi dapat dilihat dengan slitlamp ataupun loup setelah diberi flouresent.3
seperti titik – titik meskipun dapat juga berupa dendritik dengan gambaran linier dan
bercabang. Karateristik dengan tidak adanya jaringan parut sisa dan jarang
menyisakan penglihatan.10
Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing, fotofobia dan air
mata yang berlebihan. Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi biasanya
pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik – titik berwarna
abu – abu yang kecil. Tidak adanya terapi spesifik untuk keadaan ini, tergantung
faktor penyebabnya.11
Floresensi topikal adalah merupakan larutan nontoksik dan water-soluble
yang tersedia dalam beberapa sediaan dalam larutan 0,25% dengan zat anestetik
(benoxinate atau proparacaine), sebagai antiseptik (povidone-iodine), maupun dalam
zat pengawet sebagai tetes mata tanpa pengawet 2% dosis unit. Floresens akan
menempel pada defek epithelial pungtata maupun yang berbentuk makroulseratif
(positive stanining) dan dapat memberikan gambaran akan lesi yang tidak bebrbekas
melalui film air mata (negative staining). Floresens yang terkumpul dalam sebuah
defek epithelial akan mengalami difusi ke dalam strauma kornea dan tampak dengan
warna hijau pada kornea.4
Diagnosis yang tepat dan pengobatan infeksi kornea sedini mungkin
sangatlah penting dalam menghindari penurunan penglihatan secara permanen.
Diagnosis melalui pemeriksaan penunjang dari setiap jenis infeksi keratitis pada
dasarnya meliputi langkah-langkah berikut:4
1. Mengidentifikasi agen patogen dan tes sensitivitas. Hal ini dilakukan dengan
mengambil apusan dasar ulkus sebagai bahan sampel dan inokulasi media
kultur untuk bakteri dan fungi. Spesimen lensa kontak yang digunakan juga
harus diambil dan di kultur untuk memastikan sumber dari bakteri atau jamur.
2. Dilakukan pewarnaan dengan Gram dan Giemsa pada spesimen yang diambil
untuk mendeteksi bakteri.
3. Apabila dicurigai suatu infeksi virus, tes sensitivitas kornea dianjurkan
dimana hasil sensitivitasnya akan berkurang.
4. Biopsi kornea.
5. Sensibilitas Kornea.
2.6 Terapi
18
1. Terapi antibiotika
Tetes mata antibiotik mampu mencapai tingkat jaringan yang tinggi dan
merupakan metode yang banyak dipakai dalam pengobatan banyak kasus. Salep
pada mata berguna sewaktu tidur pada kasus yang kurang berat dan juga berguna
sebagai terapi tambahan. Antibiotik subkonjungtiva dapat membantu pada
keadaan ada penyebaran segera ke sclera atau perforasi atau dalam kasus di mana
kepatuhan terhadap rejimen pengobatan diragukan. 9,12
sekitarnya (misalnya, sclera) atau ketika adanya ancaman perforasi dari kornea.
Terapi sistemik juga diperlukan dalam kasus-kasus keratitis gonokokal.9,12
2. Terapi kortikosteroid
2.7 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat menyertai keratitis, antara lain:
1. Hipopyon: sebagai proses perluasan pada kasus yang tidak diobati, jaringan
uveal anterior yang disusupi oleh limfosit, sel-sel plasma dan PMNLs
bermigrasi melalui iris ke kamera anterior.
2. Penyembuhan membentuk jaringan parut atau sikatriks di lokasi sebelumnya.
Sikatriks yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu nebula , makula dan leukoma.
1. Leukoma di stroma, dengan mata telanjang bias dilihat
2. Makula di subepitel, dengan senter bias dilihat
3. Nebula di epitel
20
4. Ulkus kornea
5. Descemetocoele
Membran descemet yang tahan terhadap kolagenolisis dan mengalami
perbaikan dengan pertumbuhan epitel kearah anterior membran kornea.
Kondisi ini lebih umum sebagai sekuel keratitis virus.
6. Perforasi
2.8 Prognosis
Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, seperti diuraikan di bawah
ini, dan dapat mengakibatkan penurunan visus derajat ringan sampai berat.13
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Pandangan mata kanan kabur
b. Keluhan Tambahan : mata kanan merah, berair dan silau bila
melihat cahaya
c. Riwayat penyakit sekarang :
a. Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Jantung : 80 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36,5 0C
b. Status Oftalmologis
1. Uji Hirscberg
VOD
5/30
VOS
5/5
3. Pemeriksaan Segmen Anterior
OD Bagian Mata OS
Normal Palpebra Superior Normal
Normal Palpebra Inferior Normal
Normal Conjungtiva Tarsal Superior Normal
Normal Conjungtiva Tarsal Inferior Normal
23
3.5. RESUME
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSUDZA dengan keluhan pandangan mata
kanan kabur yang telah dialami sejak ± 3 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien
mengaku mata kanannya tiba-tiba merah setelah pasien memotong rumput,
kemudian berair dan terasa nyeri hingga susah membuka mata. Kemudian pasien
merasa penglihatan mata kanan kabur dan silau bila melihat cahaya. Dari
pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg. Dari pemeriksaan
oftalmologi didapatkan kornea oculi dekstra sedikit keruh.
3.7. TATALAKSANA
Hyaloph ED 4x 1 tetes sehari OD
Ciprofloxacin 500 mg 3x1 tab
Methylprednisolon 4 mg 2x1 tab
Neurodex 2x1 tab
Menggunakan kacamata hitam
3.8. PROGNOSIS
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
Keratitis merupakan radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan
menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superficial yaitu pada lapisan
epitel atau membran bowman dan lapisan profunda jika sudah mengenai lapisan
stroma. Diagnosa keratitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik serta beberapa pemeriksaan penunjang seperti fluoresens. Penatalaksanaan
keratitis dapat diberikan berdasarkan etiologinya seperti pemberian antibiotik,
kortikosteroid dan vitamin, selain itu anjurkan pasien untuk menggunakan kacamata
saat bepergian dan bekerja untuk mencegah terjadinya kekambuhan.
27
DAFTAR PUSTAKA
5. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B.
Saunders Company ; 2006.
6. Yanoff M., Duker J.S.Opthalmology Fouth Edition. Elsevier Saunders. 2014.
7. Rapuano CJ. Color Atlas & Synopsis of Clinical Opththalmology : Cornea.
2nd edition. Pennsylvania : Wills Eye Institute; 2003. P168-73.
8. Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc Graw-
Hill. 2002.
9. Kanski. Clinical Opthalmology: A Systemic Approach. 7th edition. Elsevier.
2011.
10. Tasman W, Jaeger EA. Duane’s Ophtalmology. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers. 2007
11. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology.
Thieme. 2006. p. 97-99
12. Vaughan, Daniel. General Opthalmology. 18th edition. McGraw Hill. 2014.
13. Lopez FHM. Bacterial Keratitis. August 28th, 2014. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1194028-overview . Accessed on
March 11th, 2016.