Anda di halaman 1dari 5

UROTRAUMA : GUIDELINE AUA

Tujuan : Penulis guideline ini meninjau literatur trauma urologi untuk memandu dokter
dalam menerapkan metode evaluasi dan manajemen cedera urogenital yang sesuai.
Metode : Sebuah tinjauan sistematis terhadap literatur menggunakan database MEDLINE®
and EMBASE (tanggal pencarian 1/1/90 - 9//12/12) dilakukan untuk mengidentifikasi
berbagai publikasi peer-review yang relevan dengan urotrauma. Setelah penerapan kriteria
inklusi / eksklusi, kajian tersebut mendapatkan 372 studi sebagai bukti ilmiah. Publikasi ini,
dapat digunakan untuk memberikan pernyataan yang disajikan dalam guideline sebagai
Standar, Rekomendasi, ataupun Pilihan. Bila ada bukti yang cukup, bagian bukti untuk
pengobatan tertentu diberikan peringkat kekuatan A (tinggi), B (sedang) atau C (rendah).
Tanpa adanya bukti yang cukup, informasi tambahan disediakan sebagai Prinsip Klinis dan
Pendapat Ahli.
Pada bulan April 2017, guideline tentang urotrauma mengalami perubahan berdasarkan
informasi pencarian literature tambahan, dimana penelitian tambahan tersebut diterbitkan di
antara waktu terbit publikasi asli dan Desember 2016. Sebanyak empat puluh satu penelitian
dari penelusuran ini memberikan data yang relevan dengan teknik pengelolaan dan
manajemen pada kasus urotrauma.

PEDOMAN
Trauma Renal
1. Dokter harus melakukan diagnostik imaging dengan CT scan kontras (intravena) pada
pasien – pasien trauma tumpul stabil dengan hematuria berat atau hematuria mikroskopik
dan tekanan darah sistolik <90mmHG. (Standar; Kekuatan Bukti: Kelas B)
2. Dokter harus melakukan pencitraan diagnostik dengan CT kontras pada pasien trauma
stabil dengan mekanisme cedera atau temuan pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan
cedera ginjal (misalnya, penurunan hemodinamik yang cepat, trauma signifikan pada
panggul, fraktur tulang rusuk, ekimosis pada area flank yang signifikan, luka tembus
perut, panggul , atau dada bagian bawah). (Rekomendasi; Kekuatan Bukti: Grade C)
3. Dokter harus melakukan CT abdominal / pelvis menggunakan kontras dengan
pengambilan gambar segera dan tertunda saat ada kecurigaan cedera ginjal. (Prinsip
Klinis)
4. Dokter harus menggunakan strategi manajemen non invasif pada pasien hemodinamik
stabil dengan trauma renal. (Standard,; Kekuatan Bukti : Grade B)
5. Tim bedah harus melakukan intervensi segera (baik operasi maupun angioembolisasi
pada situasi tertentu) pada pasien tidak stabil baik denaga atau tanpa respon transien
terhadap resusitasi. (Standard,; Kekuatan Bukti : Grade B)
6. Di awal manajemen, dokter dapat mengobservasi pasien dengan cedera parenkim renal
dan ekstravasasi urin.
7. Dokter harus melakukan CT follow up untuk pasien trauma ginjal yang memiliki laserasi
dalam (AAST Grade IV-V) atau (b) munculnya komplikasi klinis (misalnya demam,
nyeri panggul yang makin memburuk, kehilangan darah yang terus berlanjut, dan distensi
abdomen) . (Rekomendasi; Kekuatan Bukti: Grade C)
8. Dokter harus melakukan drainase urin bila terdapat komplikasi seperti pembesaran
urinoma, demam, nyeri yang meningkat, ileus, fistula atau infeksi. (Rekomendasi;
Kekuatan Bukti: Grade C) Drainase harus dicapai melalui stent ureter dan dapat ditambah
dengan drain urinoma perkutan, nefrostomi perkutan atau keduanya. (Opini Ahli)

Trauma Ureter
9. a. Dokter harus melakukan CT abdominal / pelvis menggunakan kontras dengan
pencitraan tertunda (urogram) untuk pasien trauma stabil dengan dugaan cedera ureter.
(Rekomendasi; Kekuatan Bukti: Grade C)
b. Dokter harus segera memeriksa ureter selama laparotomi pada pasien dengan dugaan
cedera ureter yang belum pernah melakukan pencitraan pra operasi. (Prinsip Klinis)
10. a. Ahli bedah harus memperbaiki laserasi ureter saat laparotomi pada pasien yang stabil.
(Rekomendasi; Kekuatan Bukti: Grade C)
b. Ahli bedah dapat menangani cedera ureter pada pasien yang tidak stabil dengan
drainase urin sementara dan diikuti oleh manajemen definitif. (Prinsip Klinis)
c. Ahli bedah harus mengelola kontaminasi ureter pada saat laparotomi dengan stenting
atau reseksi ureter atau perbaikan primer tergantung pada kelayakan dan perkembangan
klinis. (Opini Ahli)
11. a. Ahli bedah harus mencoba menempatkan stent ureter pada pasien dengan cedera ureter
incmplete yang didiagnosis pasca operasi atau dalam “delayed setting”. (Rekomendasi;
Kekuatan Bukti: Grade C)
b. Ahli bedah harus melakukan nefrostomi perkutan dengan delayed repair sesuai
kebutuhan pasien ketika penempatan stent tidak berhasil atau tidak mungkin dilakukan.
(Rekomendasi; Kekuatan Bukti: Grade C)
c. Dokter, awalnya dapat mengelola pasien fistula ureterovaginal dengan penempatan
stent. Jika terjadi kegagalan stent, klinis dapat melakukan intervensi bedah tambahan.
(Opini Ahli)
12. a. Ahli bedah harus memperbaiki cedera ureter yang berada di proksimal pembuluh darah
iliaka dengan repair primer melalui stent ureter, bila memungkinkan. (Rekomendasi;
Kekuatan Bukti: Grade C)
b. Ahli bedah harus memperbaiki cedera ureter yang terletak distal pembuluh darah iliaka
dengan reimplantasi ureter atau repair primer melalui stent ureter, bila memungkinkan.
(Rekomendasi; Kekuatan Bukti: Grade C)
13. a. Ahli bedah harus mengelola cedera ureter endoskopik dengan stent ureter dan / atau
tabung nefrostomi perkutan, bila memungkinkan. (Rekomendasi; Kekuatan Bukti: Grade
C)
b. Ahli bedah dapat mengelola cedera ureter endoskopi dengan repair terbuka bila
endoskopi atau prosedur perkutan tidak mungkin dilakukan atau gagal untuk
menghasilkan urin dengan jumlah yang cukup. (Opini Ahli)

Trauma Kandung Kemih


14. a. Dokter harus melakukan cystography retrograde (film polos atau CT) pada pasien
dengan gross hematuria dan fraktur panggul. (Standar; Kekuatan Bukti: Kelas B)
b. Dokter harus melakukan cystography retrograde pada pasien dengan gross hematuria
dan mekanisme cedera yang mengenai kandung kemih, atau pada pasien dengan fraktur
panggul dan memiliki indikasi klinis ruptur kandung kemih. (Rekomendasi; Kekuatan
Bukti: Grade C)
15. Ahli bedah harus melakukan perasi repair untuk rupture kandung kemih intraperitoneal
pada trauma tumpul atau trauma tembus eksternal.
16. Dokter harus melakukan drainase kateter sebagai pengelolaan untuk pasien dengan cedera
kandung kemih ekstraperitoneal tanpa komplikasi. (Rekomendasi; Kekuatan Bukti: Grade
C)
17. Ahli bedah harus melakukan perbaikan secara bedah pada pasien dengan cedera kandung
kemih ekstraperitoneal dengan komplikasi. (Rekomendasi; Kekuatan Bukti: Grade C)
18. Dokter harus melakukan drainase kateter uretra tanpa sistostomi suprapubik (SP) pada
pasien setelah menjalani operasi perbaikan cedera kandung kemih. (Standar; Kekuatan
Bukti: Grade B)
Trauma Uretral
19. Dokter harus melakukan retrograde urethrography pada pasien dengan darah pada
meatus uretra setelah trauma pelvis. (Rekomendasi; Kekuatan Bukti: Grade C)
20. Dokter harus segera membuat drainase urin pada pasien dengan cedera uretra yang terkait
dengan fraktur pelvis. (Rekomendasi; Kekuatan Bukti: Grade C)
21. Ahli bedah dapat memasang tabung suprapubik (suprapubic tube / SPT) pada pasien yang
menjalani reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF) karena fraktur pelvis. (Opini
Ahli)
22. Dokter dapat melakukan primary realignment (PR) pada pasien yang memiliki
hemodinamik stabil dengan cedera uretra yang terkait fraktur pelvis. (Pilihan; Kekuatan
Bukti: Grade C) Dokter tidak boleh melakukan upaya yang terlalu lama ketika
realignment dengan endoskopi pada pasien dengan cedera uretra yang terkait fraktur
pelvis. (Prinsip Klinis)
23. Dokter harus memantau adanya komplikasi pada pasien (misal, terbentuknya striktura,
disfungsi ereksi, inkontinensia) selama setidaknya satu tahun setelah cedera uretra.
(Rekomendasi; Kekuatan Bukti: Grade C)
24. Ahli bedah harus melakukan perbaikan secara bedah yang segera pada pasien dengan
trauma tembus (penetrasi) pada uretra anterior tanpa komplikasi. (Opini Ahli)
25. Dokter harus segera melakukan drainase urin pada pasien dengan straddle injury pada
uretra anterior. (Rekomendasi; Kekuatan Bukti: Grade C)

Trauma Genital
26. Dokter harus mencurigai fraktur penis saat pasien datang dengan ecchymosis pada penis,
pembengkakan, suara retak atau gesekan yang keras saat melakukan hubungan intim atau
manipulasi dan detasemen langsung. (Standar; Kekuatan Bukti: Kelas B)
27. Ahli bedah harus melakukan eksplorasi dan melakukan perbaikan bedah segera pada
pasien dengan tanda dan gejala akut fraktur penis. (Standar; Kekuatan Bukti: Kelas B)
28. Dokter dapat melakukan ultrasound pada pasien dengan tanda dan gejala yang tidak jelas
pada fraktur penis. (Opini Ahli)
29. Dokter harus melakukan evaluasi untuk cedera uretra bersamaan pada pasien dengan
fraktur penis atau trauma tembus yang terdapat tanda berupa darah pada meatus uretra,
hematuria berat atau ketidakmampuan untuk berkemih. (Standar; Kekuatan Bukti: Kelas
B)
30. Ahli bedah harus melakukan eksplorasi skrotum dan debridement dengan penutupan
tunika (bila mungkin) atau orchiectomy (bila tidak dapat memungkinkan) pada pasien
dengan dugaan ruptur testis. (Standar; Kekuatan Bukti: Kelas B)
31. Ahli bedah harus melakukan eksplorasi dan perluasan debridement jaringan non-viable
pada pasien dengan kehilangan kulit kelamin yang luas atau cedera akibat infeksi, luka
robek, atau luka bakar (panas, kimia, listrik). (Standar; Kekuatan Bukti: Kelas B)
32. Ahli bedah harus melakukan replantasi penis segera pada pasien dengan amputasi penis
traumatis, dengan tambahan amputasi yang dibungkus dengan tempat steril yang
direndam dengan larutan saline, dalam kantong plastik dan ditempatkan di atas es selama
pengangkutan. (Prinsip Klinis)
33. Dokter harus memulai konseling, terapi interpersonal, dan / atau konseling reproduksi
untuk pasien dengan trauma kelamin saat kehilangan fungsi seksual, kencing, dan / atau
ketidak mampuan reproduksi. (Opini Ahli)

Anda mungkin juga menyukai