Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI DENGAN ANGKA KEJADIAN TB PARU BTA

POSITIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETERONGAN JOMBANG TAHUN 2012

(THE RELATION OF ECONOMIC SOCIAL WITH OCCURERENCE NUMBER LUNGS TUBERCULOSIS


WITH POSITIVE BTA IN THE DISTRICT OF PUSKESMAS PETERONGAN JOMBANG 2012)

1 2 1
Ristyo Sari P , Mas Imam Ali A , Pepin Nahariani
1
Program S1 Keperawatan, STIKES PEMKAB Jombang
2
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang

ABSTRAK

Tuberkolosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis. Di Indonesia TB Paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dengan angka kejadian
yang masih tinggi. TB Paru BTA positif disebabkan oleh banyak faktor seperti karakteristik individu, sosial
ekonomi, lingkungan perumahan dan belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan. Tujuan pada
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat sosial ekonomi dengan angka kejadian TB Paru
BTA positif di wilayah kerja Puskesmas Peterongan. Penelitian ini merupakan analitik korelasi dengan
pendekatan cross sectional. Populasi adalah semua penderita TB Paru BTA positif di wilayah kerja
Puskesmas Peterongan. Sampel sejumlah 30 responden diambil dengan menggunakan teknik Simple
Random Sampling. Variabel independent adalah tingkat sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan,
penghasilan), variabel dependen adalah angka kejadian TB Paru BTA positif. Data dikumpulkan
menggunakan kuisioner dan rekam medik hasil pemeriksaan sputum pasien. Kemudian dianalisis
menggunakan uji statistik rank spearman dengan tingkat signifikan ≤ 0,05 dan uji statistik Regression.
Hasil uji statistik menunjukkan tingkat pendidikan nilai (pValue = 0,000, rho = -0,626), pekerjaan (pValue
= 0,002, rho = -0,535), penghasilan (pValue = 0,001, rho = -0,572), serta hasil R square sebesar 38,9%.
Berarti tingkat sosial ekonomi mempengaruhi kejadian TB Paru BTA positif sebesar 38,9% sedangkan
62,1% dipengaruhi oleh faktor lainnya. Seseorang dengan tingkat sosial ekonomi yang baik akan
memiliki tingkat kesehatan yang baik pula. Tingkat sosial ekonomi yang rendah mengakibatkan
rendahnya pengetahuan mengenai penyakit TB Paru BTA positif serta sulitnya mendapatkan akses
pelayanan kesehatan yang baik, sehingga perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat diperlukan untuk
mencegah timbulnya penyakit menular seperti TB Paru BTA positif.

Kata Kunci : Sosial Ekonomi, TB Paru BTA positif

ABSTRACT

Lungs tuberculosis was an infectious disease that caused by basil mycobacterium tuberculosis.
In Indonesia, lungs tuberculosis still became society’s disease with occurrence number was still high.
Lungs tuberculosis was influenced by many factors, such as individual characteristic, economic social,
house environment and health facilities that not optimal. Research’s purpose was to know the relation of
economic social with occurrence number of lungs tuberculosis with positive BTA in district of Puskesmas
Peterongan. This research was correlation analytic closes cross sectional. Population was every lungs
tuberculosis patients with positive BTA that became patient in Puskesmas Peterongan. Sample was 30
respondent that were chosen by using simple random sampling technique. Independent variable was
economic social (education, job, income), dependent variable was number of event of lungs tuberculosis
with positive BTA. Data collection with questioner and patient clinical observation with sputum
examination. Then analyzed used statistic test rank spearman with significant grade < 0,05 and statistic
test Regression. The result of statistic test showed the values of education level (pValue = 0,000, rho = -
0,626),job (pValue = 0,002, rho = -0,535), income (pValue = 0,001, rho = -0,572), including the R. Square

31
at 38,9%. It means Economic Social influence occurrence number of lungs tuberculosis with positive BTA
as 38,9%, while 62,1% affected by another factor. Someone with a better economic social level will have
a good level of health as well. Low economic social level caused a lack of knowledge about Lungs
tuberculosis with positive BTA and the difficulty of getting access to the better health care, so the
improvement of economic social conditions necessary to prevent infectious disease such as Lungs
tuberculosis with positive BTA

Keyword : ecomonic social, lungs tuberculosis with positive BTA

A. PENDAHULUAN penduduk dengan angka penemuan kasus CDR


1
sebesar 112,82 .
TB Paru sampai saat ini masih Penyakit TB Paru ditularkan melalui
menjadi masalah kesehatan masyarakat droplet (percikan dahak penderita).Bersama
karena merupakan penyakit infeksi pembunuh dengan Malaria dan HIV / AIDs, TB Paru
utama yang menyerang golongan usia menjadi salah satu penyakit yang
produktif, anak-anak serta golongan sosial pengendaliannya menjadi komitmen global
1
ekonomi tidak mampu . Indonesia merupakan dalam MDGs.
salah satu negara berkembang yang memiliki Penularan infeksi yang meningkat
angka prevalensi kasus TB Paru yang cukup yang telah dilaporkan saat ini banyak
tinggi, khususnya pada masyarakat dengan dihubungkan dengan beberapa keadaan,
2
golongan ekonomi menengah kebawah . antara lain : 1) Karakteristik individu dimana
Berdasarkan signifikasi inilah sosial ekonomi masih kurangnya pengetahuan masyarakat
seseorang berperan terhadap kejadian TB akan praktek-praktek hidup sehat. 2)
3
paru . Memburuknya kondisi sosial ekonomi, tingkat
Pada tahun 2011 diperkirakan 8,7 juta ekonomi terlebih jika bersangkutan dengan
kasus baru TB Paru di dunia (13% bersamaan kemiskinan (sosial ekonomi rendah)
dengan infeksi HIV) dan 1,4 juta orang merupakan keadaan yang mengarah pada
4
meninggal karena TB Paru . Penderita TB Paru kondisi kerja yang buruk dan pendapatan yang
di Indonesia pada tahun 2011 di temukan rendah yang dapat menyebabkan terjadinya
sebanyak 194.780 orang dengan kasus TB Paru gizi buruk karena ketidakmampuan
BTA positif, dimana 115.450 kasus TB Paru BTA menyediakan makanan yang bergizi. 3)
positif ditemukan pada laki-laki dan 79.330 Lingkungan fisik yang kurang memadahi
kasus TB Paru BTA positif ditemukan pada seperti perumahan yang terlampau padat,
perempuan sedangkan di Jawa Timur sendiri keadaan rumah yang kurang sesuai dengan
kasus TB Paru dengan BTA positif ditemukan kaidah kesehatan serta keadaan sanitasi yang
sebanyak 26.062 kasus yang menempati masih kurang sempurna. 4) belum optimalnya
tempat kedua setelah Jawa Barat dengan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat dan
jumlah kasus TB Paru dengan BTA positif adanya epidemik dari infeksi HIV. Daya tahan
5
sebanyak 34.301 kasus . Dari data yang tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan
berhasil dikumpulkan di Kabupaten Jombang jumlah kuman merupakan faktor yang
menunjukkan kasus BTA (+) pada kohort 2010 memegang peranan penting dalam terjadinya
6
yang diobati sebanyak 695 penderita dan yang infeksi TB Paru .
telah sembuh 608 penderita (87,48%). Jumlah Secara ekonomi, penyebab utama
penderita BTA (+) baru yang ditemukan pada berkembangnya kuman-kuman tuberkulosa di
tahun 2011 sebanyak 762 orang atau Case Indonesia disebabkan karena masih rendahnya
Detection rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pendapatan perkepala, sekitar US$ 3.544
3
pasien baru BTA positif yang ditemukan dan menurut Bank Dunia pada tahun 2001 .Tingkat
diobati terhadap jumlah pasien baru BTA sosial ekonomi sendiri meliputi pendidikan,
positif yang diperkirakan ada sebesar 56,53%. pendapatan, dan pekerjaan yang merupakan
Capaian ini masih dibawah target CDR yang penyebab secara tidak langsung dari masalah
7
ditetapkan yaitu 70%. Kondisi ini menunjukkan kesehatan .
masih banyak penderita TB Paru yang belum WHO telah merekomendasikan
ditemukan.Di Puskesmas Peterongan sendiri stategi DOTS (Directly Observed Treatment
ditemukan sebanyak 44 kasus TB Paru dengan Short Course Strategy) sebagai strategi dalam
angka prevalensi sebanyak 127/100.000 penanggulangan TB sejak 1995.Strategi ini

32
memasukkan pendidikan kesehatan, menjadi pasien di Puskesmas Peterongan
penyediaan obat anti TB gratis dan pencarian tahun 2012 sebanyak 32 orang. Menggunakan
secara aktif kasus TB. Fokus utama DOTS teknik simple random sampling, penentuan
adalah penemuan dan penyembuhan pasien, besar sampling didapatkan sejumlah 30
prioritas diberikan kepada pasien TB Paru tipe responden.
8
menular . Dalam penelitian ini pengumpulan
Berdasarkan keadaan tersebut, solusi data tingkat sosial ekonomi menggunakan
yang dapat disimpulkan adalah dengan cara kuesionersedangkan angka kejadian TB Paru
mengantar suatu terapi bagi penderita TB Paru BTA positif dengan menggunakan data atau
ke tempat tinggal penderita dengan tujuan rekam medik penderita TB paru.
penderita TB Paru bisa dengan teratur Tempat penelitian di wilayah kerja
menjalankan terapi tersebut. Selain itu juga Puskesmas Peterongan Jombang. Pengolahan
dapat dilakukan motivasi dan dukungan bahwa data dilakukan dengan beberapa langkah
penyakit TB Paru bisa disembuhkan, dengan yaitu; Editing, Coding, Scoring, tabulating.
harapan angka kejadian TB Paru dapat ditekan Analisa data dilakukan untuk menentukan ada
seminimal mungkin.Pendidikan adalah salah tidaknya Hubungan tingkat Sosial Ekonomi
satu instrumen yang terkuat untuk dengan Angka Kejadian TB Paru BTA Positif di
mengurangi kekurangan dan kerentanan, Wilayah Kerja Puskesmas Peterongan Jombang
pendidikan membantu dalam peningkatan tahun 2012 dengan melakukan uji statistic
pendapatan, memperluas mobilisasi tenaga korelasi Spearman Rank dan regresi berganda.
9
kerja dan meningkatkan kesehatan keluarga .
HASIL PENELITIAN
MATERI DAN METODE
Data umum meliputi karakteristik
Desain penelitian merupakan hasil responden berdasarkan pada kelompok umur
akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat dan jenis kelamin responden di wilayah kerja
oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang.
10
suatu penelitian bisa diterapkan . Diketahui bahwa dari 30 responden hampir
Desain penelitian ini adalah korelasi seluruhnya memiliki umur 25-65 tahun dan
retrospektif dengan pendekatan cross sebagian besar berjenis kelamin laki-laki.
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua penderita TB Paru BTA positif yang

Data Khusus Responden Berdasarkan Tingkat Sosial Ekonomi

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Sosial Ekonomi Penderita TB Paru BTA positif di
Wilayah Kerja Puskesmas Peterongan Jombang tahun 2012
Presentase TTotal
No Tingkat Sosial Ekonomi Frekuensi
(%) (%)
1 Tingkat SD-SMP 14 46,7
30
pendidikan SMA 15 50
(100%)
Diploma/sarjana muda 1 3,3
2 Pekerjaan Buruh serabutan/buruh tani/tukang
13 43,3
becak/pedangang keliling
Pensiunan PNS/Karyawan swasta/satpam/sopir 30
15 50 (100%)
angkot
PNS/petani/pemilik toko/TNI/Polri 2 6,7
3 Penghasilan < Rp. 980.000,- 12 40
30
Rp. 980.000,- - Rp. 1.000.000,- 5 50
(100%)
>Rp. 1.000.000,- 3 10
Sumber : Data Primer
Dari tabel 1 terlihat bahwa tingkat PNS/karyawan swasta/satpam/sopir angkot dan
pendidikan dari 30 responden setengahnya setengahnya memiliki penghasilan sebesar Rp
berpendidikan SMA yaitu sebanyak 15 980.000,00 – Rp 1.000.000,- sebanyak 15
responden (50%), setengah dari responden yaitu responden (50%).
15 responden (50%) bekerja sebagai pensiunan

33
Tabel 5 Hubungan antaraPekerjaan dengan Angka
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian TB Paru BTA positif di Wilayah
Nilai BTA Positif Penderita TB Paru BTA Kerja Puskesmas Peterongan Jombang
positif di Wilayah Kerja Puskesmas tahun 2012
Peterongan Jombang tahun 2012 No Penghasilan BTA Total
No Nilai BTA Frekuensi Persentase (%) Lemah Sedang Kuat
1 Positif (+) 22 73,3 1 Rendah 5 (16,7%) 4 (13,3%) 3 (10%) 14 (46,7%)
2 Positif (2+) 5 16,7 2 Sedang 14 (46,7%) 1 (3,3%) 0 (0%) 15 (50%)
3 Positif (3+) 3 10 3 Tinggi 3 (10%) 0 (0%) 0 (0%) 3 (10%)
Total 30 100 Total 22 (73,3%) 5 (16,7%) 3 (10%) 30 (100%)
Sumber : Data Primer Sumber : Data Primer
Dari Tabel 2 dapat diketahui Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui
bahwa dari 30 responden sebagian besar bahwa hampir setengah dari responden yaitu
responden memiliki nilai BTA dalam 14 responden (46,7%) dengan penghasilan
kategori lemah yaitu sebanyak 22 sedang, menderita TB Paru BTA positif dengan
responden (73,3%) nilai BTA lemah.

Tabel Silang Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi Berdasarkan Tabel 3,4,5 kemudian
dengan Angka Kejadian TB Paru BTA Positif dilakukan analisa data dengan uji Spearman
Rank didapatkan hasil pValue 0,000 untuk
Tabel 3 Hubungan antara Tingkat Pendidikan tingkat pendidikan, 0,002 untuk pekerjaan,
dengan Angka Kejadian TB Paru BTA 0,001 untuk penghasilan serta hasil uji regresi
positif di Wilayah Kerja Puskesmas berganda dengan hasil Rsquare 38,9%.
Peterongan Jombang tahun 2012
No Pendidikan BTA Total
Lemah Sedang Kuat PEMBAHASAN
1 Rendah 6 (20%) 5 (16,7%) 3 (10%) 14 (46,7%)
2 Sedang 15 (50%) 0 (0%) 0 (0%) 15 (50%) Dari analisa data hasil penelitian
3 Tinggi 1 (3,3%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (3,3%) didapatkan hubungan antara pendidikan,
Total 22 (73,3%) 5 (16,7%) 3 (10%) 30 (100%)
pekerjaan dan penghasilan terhadap angka
Sumber : Data Primer
kejadian TB Paru BTA positif di Wilayah kerja
Berdasarkan tabel 3dapat diketahui
Puskesmas Peterongan Jombang yang bakan
bahwa setengah dari responden yaitu 15
diuraikan dalam pembahasan sebagai berikut:
responden (50%) dengan pendidikan sedang,
menderita TB Paru BTA positif dengan nilai
Tingkat Sosial Ekonomi penderita TB Paru BTA
BTA lemah.
positif di wilayah kerja Puskesmas Peterongan
Tabel 4 Hubungan antaraPekerjaan dengan Angka Jombang
Kejadian TB Paru BTA positif di Wilayah
Kerja Puskesmas Peterongan Jombang Dari tabel 1 terlihat bahwa dari 30
tahun 2012 responden setengahnya memiliki tingkat
No Pekerjaan BTA Total pendidikan SMA yaitu sebanyak 15 responden
Lemah Sedang Kuat
(50%), setengah dari responden sebagai
1 Rendah 6 (20%) 4 (13,3%) 3 (10%) 13 (43,3%)
2 Sedang 14 (46,7%) 1 (3,3%) 0 (0%) 15 (50%)
pensiunan PNS/karyawan
3 Tinggi 2 (6,7%) 0 (0%) 0 (0%) 2 (6,7%) swasta/satpam/sopir angkot dan setengahnya
Total 22 (73,3%) 5 (16,7%) 3 (10%) 30 (100%) memiliki penghasilan sebesar Rp 980.000,00 –
Sumber : Data Primer Rp 1.000.000,- .
Berdasarkan table 4 dapat diketahui Tingkat sosial ekonomi meliputi
bahwa hampir setengah dari responden yaitu pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan yang
sebanyak 14 responden (46,7%) dengan merupakan penyebab secara tidak langsung
7
pekerjaan sedang, menderita TB Paru BTA dari masalah kesehatan .
positif dengan nilai BTA lemah. Pendidikan adalah suatu proses
belajar yang berarti dalam pendidikan itu
terjadi proses pertumbuhan, perkembangan,
atau kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan
lebih matang pada diri individu, keluarga atau

34
11
masyarakat . Pekerjaan seseorang dapat
mengukur status sosial ekonomi serta masalah Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dengan
kesehatan dan kondisi tempat seseorang angka kejadian TB Paru BTA positif di wilayah
12
bekerja .Pekerjaan juga menentukan kerja Puskesmas Peterongan Jombang tahun
besarnya penghasilan yang diterima oleh 2012
seseorang.masyarakat dengan penghasilan
yang rendah sering mengalami kesulitan 1. Hubungan tingkat pendidikan dengan
mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, angka kejadian TB Paru BTA positif
sehingga penyakit menular seperti TB Paru
3
merupakan ancaman bagi mereka . Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui
Tingkat sosial ekonomi yang rendah bahwa setengah dari responden yaitu 15
menunjukkan rendahnya tingkat pendidikan, responden (50%) dengan pendidikan sedang
pekerjaan dan penghasilan yang dapat menderita TB Paru BTA positif dengan nilai BTA
mempengaruhi kesehatan seseorang. Dengan lemah. Hasil uji statistik menggunakan uji
rendahnya pendidikan maka pengetahuan spearman rank diperoleh nilai rho hitung: -
akan penyakit, terutama tentang penyakit TB 0,626 menunjukkan arah korelasi yang negatif.
Paru juga kurang. Begitu juga dengan Nilai rho tabel sebesar 0,364 lebih kecil dari rho
pekerjaan dan penghasilan yang rendah hitung, serta nilai pValue sebesar 0,000 < 0,05
menyebabkan orang tersebut lebih yang berarti bahwa ada hubungan yang negatif
menfokuskan penghasilannya untuk dan signifikan antara tingkat pendidikan
memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan apabila dengan angka kejadian TB Paru BTA positif.
sakit kebanyakan dari orang dengan tingkat Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin
sosial rendah tidak akan segera memeriksakan rendah angka kejadian TB Paru BTA positif.
penyakitnya ke petugas kesehatan, baru saat Masyarakat yang memiliki tingkat
sakit dirasa tidak sembuh-sembuh mereka pendidikan yang lebih tinggi berorientasi pada
memeriksakan penyakitnya ke petugas tindakan preventif, mengetahui lebih banyak
pelayanan kesehatan. tentang masalah kesehatan dan memiliki status
kesehatan yang lebih baik.Tingkat pendidikan
Nilai BTA positif penderita TB Paru BTA positif sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap
di wilayah kerja Puskesmas Peterongan menuju perilaku hidup sehat. Tingkat
Jombang. pendidikan yang tinggi akan memudahkan
seseorang atau masyarakat memperoleh dan
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui mencerna informasi untuk kemudian
bahwa dari 30 responden yang menderita TB menentukan pilihan dalam pelayanan
13
Paru BTA positif sebagian besar memiliki nilai kesehatan dan menerapkan hidup sehat .
BTA dalam kategori lemah yaitu sebanyak 22 Pendidikan dapat meningkatkan
responden (73,3%). kematangan intelektual seseorang.
Diagnosis TB Paru dilakukan dengan Kemampuan intelektual ini berpengaruh pada
pemeriksaan sputum atau dahak secara wawasan, cara berfikir, baik dalam cara
mikroskopis.Dikatakan TB Paru BTA positif pengambilan keputusan maupun dalam
apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS BTA pembuatan kebijakan. Tingkat pendidikan
hasilnya positif.Apabila hanya 1 spesimen yang seseorang akan mempengaruhi pengetahuan
positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen seseorang diantaranya mengenai rumah yang
13
dada atau pemeriksaan SPS diulang .Semakin memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan
tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan tentang penyakit TB Paru. Sehingga dengan
dahak, maka semakin menular pasien pengetahuan yang cukup maka seseorang akan
14
tersebut . mencoba untuk mempunyai perilaku hidup
Seseorang dengan nilai BTA positif 1+ bersih dan sehat. Sebagian besar penderita TB
seharusnya tidak terlalu menular namun hal ini Paru berasal dari kelompok usia produktif
dapat terjadi apabila penderita TB Paru dengan tingkat pendidikan relatif rendah.
tersebut tidak mengetahui cara mencegah Dengan rendahnya tingkat pendidikan,
penyakitnya menular kepada orang lain pengetahuan tentang penyakit TB Paru yang
sebelum orang tersebut mendapat kurang, kesadaran untuk menjalani pengobatan
penyuluhan serta pengobatan. secara teratur dan lengkap juga relatif rendah.
Pengaruh lain dari tingkat pendidikan yang

35
rendah tercermin dalam hal menjaga kesehatan kehidupannya dan kehidupan
dan kebersihan lingkungan yaitu perilaku dalam keluarga.Pekerjaan bukanlah sumber
membuang dahak dan meludah disembarang kesenangan, tetapi merupakan cara mencari
15 16
tempat . nafkah, berulang dan banyak tantangan .
Pendidikan memiliki hubungan yang Jenis pekerjaan menentukan faktor
erat dengan kejadian TB Paru BTA positif. Hal risiko apa yang harus dihadapi setiap individu.
ini dapat terjadi karena dengan pendidikan Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu
yang rendah maka kemampuan dalam paparan partikel debu di daerah terpapar akan
menerima informasi semakin sulit, keinginan mempengaruhi terjadinya gangguan pada
untuk mencari informasi juga jauh lebih rendah saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang
daripada orang dengan tingkat pendidikan yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas,
lebih tinggi, selain itu orang dengan tingkat terutama terjadinya gejala penyakit saluran
17
pendidikan rendah tidak memahami bagaimana pernafasan dan umumnya TB Paru .
menciptakan lingkungan yang mendukung Dengan tingkat pekerjaan yang baik,
untuk mencegah terjadinya penyakit menular maka seseorang akan berusaha untuk
seperti TB Paru. Selain itu seseorang dengan mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih
tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih baik, berbeda dengan orang yang memiliki
mampu untuk mengambil keputusan untuk tingkat pekerjaan rendah yang lebih
menyelesaikan masalah kesehatan yang tengah memikirkan bagaimana cara untuk memenuhi
terjadi dalam keluarganya, berbeda dengan kebutuhan sehari-harinya. Namun dari hasil
orang yang memiliki tingkat pendidikan rendah penelitian yang dilakukan setengah responden
yang masih berfikir dua kali atau meminta yang menderita TB Paru BTA positif memiliki
pendapat kepada anggota keluarga yang lain tingkat pekerjaan sedang, dengan tingkat
yang dirasa lebih tahu untuk menentukan pekerjaan yang sedang seharusnya seseorang
tidakan apa yang akan dilakukan. sudah cukup mampu untuk mencari dan
Semakin tinggi tingkat pendidikan mendapatkan pelayanan kesehatan yang cukup
seseorang, maka semakin mudah menerima baik pula.Hal ini dapat terjadi karena
informasi. Namun kenyataannya tidak demikian kebanyakan dari keluarga responden masih
karena dari hasil penelitian yang telah berpikir bahwa mereka bekerja adalah untuk
dilakukan ditemukan bahwa setengah dari mendapatkan penghasilan yang lebih banyak
responden memiliki tingkat pendidikan SMA. agar dapat memenuhi kebutuhan pokok atau
Hal ini berarti meskipun tingkat pendidikan kebutuhan sehari-hari.
responden sedang tetapi mereka kurang
mengetahui informasi atau mendapat 3. Hubungan penghasilan dengan angka
pengetahuan tentang penyakit TB paru. kejadian TB Paru BTA positif

2. Hubungan tingkat pekerjaan dengan angka Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui


kejadian TB Paru BTA positif bahwa hampir setengah dari responden yaitu
14 responden (46,7%) dengan penghasilan
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui sedang menderita TB Paru BTA positif dengan
bahwa hampir setengah dari responden yaitu nilai BTA lemah. Hasil uji statistik menggunakan
sebanyak 14 responden (46,7%) dengan uji spearman rank diperoleh rho hitung: -0,572
pekerjaan sedang menderita TB Paru BTA menunjukkan arah korelasi yang negatif. Nilai
positif dengan nilai BTA lemah. Hasil uji statistik rho tabel sebesar 0,364 lebih kecil dari rho
menggunakan uji spearman rank diperoleh rho hitung, serta nilai pValue : 0,001 < 0,05 yang
hitung: -0,535 menunjukkan arah korelasi yang berarti ada hubungan yang negatif dan
negatif. Nilai rho tabel sebesar 0,364 lebih kecil signifikan antara penghasilan dengan angka
dari rho hitung, serta nilai pValue: 0,002 < 0,05 kejadian TB Paru BTA positif. Semakin tinggi
yang berarti bahwa ada hubungan yang negatif penghasilan semakin rendah angka kejadian TB
dan signifikan antara tingkat pekerjaan dengan Paru BTA positif.
angka kejadian TB Paru BTA positif. Semakin Penyebab utama berkembangnya
tinggi tingkat pekerjaan semakin rendah angka bakteri Mycrobacterium tuberculosis di
kejadian TB Paru BTA positif. Indonesia disebabkan karena masih rendahnya
Pekerjaanadalah kebutuhan yang pendapatan per kapita.Sejalan dengan
harus dilakukan terutama untuk menunjang kenyataan bahwa pada umumnya yang

36
terserang penyakit TB Paru adalah golongan ketiga sub variabel tersebut berdasarkan hasil
masyarakat yang berpengahasilan rendah. R. Square didapatkan nilai sebesar 38,9%. Hal
Masyarakat dengan penghasilan tinggi lebih ini bisa disebabkan karena ada banyak faktor
mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan yang mempengaruhi kejadian TB Paru BTA
untuk melakukan pengobatan, sedangkan positif. Untuk Tingkat sosial ekonomi mungkin
seseorang dengan tingkat penghasilan lebih bukan merupakan faktor utama yang
rendah kurang memanfaatkan pelayanan menyebabkan tingginya angka kejadian TB Paru
kesehatan yang ada, mungkin oleh karena tidak BTA positif di wilayah kerja Puskesmas
mempunyai cukup uang untuk membeli obat Peterongan, karena dari hasil penelitian yang
atau untuk membeli yang lain. Rendahnya diperoleh menunjukkan setengah dari
jumlah penghasilan keluarga juga memicu responden memiliki tingkat pendidikan,
peningkatan angka kurang gizi dikalangan pekerjaan dan penghasilan dalam kategori
masyarakat miskin yang akan berdampak sedang yang mana dengan tingkat pendidikan,
terhadap daya tahan tubuh dan dengan mudah pekerjaan dan penghasilan yang sedang
timbul penyakit TB Paru. Masyarakat dengan seseorang seharusnya bisa lebih mudah
penghasilan yang rendah sering mengalami memahami informasi dan lebih mudah
kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan mendapatkan akses pelayanan kesehatan.
yang baik, sehingga penyakit TB Paru menjadi Serta adanya kemungkinan faktor lain yang
3
ancaman bagi mereka . memiliki hubungan lebih besar dengan kejadian
Semakin tinggi penghasilan seseorang, TB Paru BTA positif seperti karakteristik
maka semakin mudah untuk mendapatkan individu, sanitasi lingkungan dan perilaku
pelayanan kesehatan yang baik dan kesehatan.
pemenuhan gizi yang baik sehingga dapat
meningkatkan daya tahan tubuh. Dengan KESIMPULAN
penghasilan yang tinggi pula seseorang tidak
akan berfikir dua kali untuk mengeluarkan Berdasarkan analisa data hasil penelitian
uangnya untuk melakukan pengobatan maupun dan pembahasan tentang Hubungan Tingkat
pemeriksaan kesehatan. Berbeda dengan Sosial Ekonomi dengan Angka Kejadian TB Paru
seseorang dengan penghasilan yang rendah BTA Positif dapat disimpulkan bahwa Setengah
yang akan menghabiskan sebagian besar dari responden memiliki tingkat pendidikan
penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan dalam kategori sedang, hampir setengah dari
sehari-hari, mereka akan berfikir dua kali untuk responden memiliki pekerjaan dan penghasilan
mengeluarkan uangnya demi memeriksakan dalam kategori sedang serta sebagian besar
kesehatannya, sehingga kebanyakan dari orang responden menderita TB Paru BTA positif
yang berpenghasilan rendah baru dengan nilai BTA lemah. Tingkat sosial ekonomi
memeriksakan kondisinya apabila sakitnya mempengaruhi angka kejadian TB Paru BTA
sudah semakin parah atau tidak bisa sembuh positif sebesar 38,9%, dimana 62,1%
dengan hanya meminum obat yang dijual dipengaruhi oleh faktor lain.
ditoko-toko maupun jamu tradisional.
Seseorang dengan tingkat penghasilan
DAFTAR PUSTAKA
yang sedang seharusnya lebih mudah memiliki
akses ke pelayanan kesehatan.Hal ini dapat
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
terjadi karena sebagian besar responden tidak
2011. Profil Kesehatan 2011. Jombang.
mengetahui tentang penyakit yang dideritanya
2. Depkes. 2009. Sistem Kesehatan
sehingga mereka terlambat untuk melakukan
Nasional. Jakarta.
pengobatan sebelum penyakitnya bertambah
3. Tjiptoherijanto, P. & Soesetyo, B. 2008.
parah.
Ekonomi Kesehatan. Jakarta: Rineka
Berdasarkan tabel 4.8 dari hasil uji
Cipta.
regresi bergada yang dilakukan terhadap 3 sub
4. Global Tuberculosis Report. 2012. The
variabel, didapatkan nilai Fhitung : 5.510 >
World Health Organization monitors
daripada Ftabel : 2.98 dan nilai sig. sebesar 0,005
the global tuberculosis epidemic in
< 0,05 yang berarti bahwa tingkat sosial
support of national TB control
ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan
programmes. WHO Report 2012.
penghasilan) mempengaruhi angka kejadian TB
Geneva.
Paru BTA positif. Adapun besar pengaruh dari

37
5. Kemenkes RI, 2011. Profil Kesehatan Diterktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Indonesia Tahun 2011, Jakarta: Klinik Direktorat Jendral Bina
Kementrian Kesehatan Republik Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Indonesia. 14. Manaf Abdul, dkk. (2006). Pedoman
6. Girsang, M. 2011. Faktor penyebab Nasional Penanggulangan Tuberkulosis,
kejadian Tuberculosis serta Edisi 2. Jakarta: DEPKES RI
hubungannya dengan Lingkungan 15. Suarni, H., 2009. Faktor Risiko yang
Tempat Tinggal di Provinsi Jawa Berhubungan dengan Kejadian
Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan. Penderita Penyakit TB Paru BTA Positif
Vol 39 No. 1 Hal. 34-41. di Kecamatan Pancoran Mas Kota
7. Adi, R. 2004. Metodologi Penelitian Depok. [Skripsi]. FKM. UI. Depok.
Sosial dan Hukum. Edisi 1. Jakarta: 16. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Granit. Metodologi Penelitian Ilmu
8. Depkes. 2007. Kebijakan Nasional Keperawatan. Surabaya : Salemba
Kolaborasi TB-HIV di Indonesia. Jakarta. Medika.
9. Imron, Ali. 2009. Ponari, Kemiskinan 17. Smith P.G dan Moss A.R. (2004).
dan Investasi Sosial. Online Epidemiology of Tuberculosis
[http://empowerings.blogspot.com/200 Patoghenesis,Protection and Control.
9/04/ponari-kemiskinan-dan-investasi- Washington DC : ASM Press.
sosial.html]. Diakses pada tanggal 20
Januari 2013
10. Nursalam. 2011. Konsep Dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis,
Dan Instrumen Penelitian Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
11. Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan
Masyarakat Ilmu & Seni. Edisi Revisi.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
12. Timmreck, TC. 2005. Epidemiologi
Suatu Pengantar Edisi 2. Jakarta: EGC
13. Depkes, RI. 2005. Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Tuberkulosis.

38

Anda mungkin juga menyukai