Anda di halaman 1dari 3

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk

heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Sylvia A. Price, 2006).

Sedangkan menurut American Diabetes Association (2014), diabetes mellitus merupakan

sekumpulan penyakit metabolik yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia yang terjadi

karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Diabetes melitus dapat menyebabkan komplikasi pada berbagai sistem tubuh. Komplikasi

diabetes melitus bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Komplikasi jangka pendek meliputi

hipoglikemia, ketoasidosis, dan hiperglikemia hiperosmolar non ketotik (HHNK), sedangkan

komplikasi jangka panjang dapat berupa kerusakan makroangiopati dan mikroangiopati.

Kerusakan makroangiopati meliputi penyakit arteri koroner, kerusakan pembuluh darah serebral

dan kerusakan pembuluh darah perifer. Adapun komplikasi mikroangiopati meliputi retinopati,

nefropati dan neuropati (Smeltzer & Bare, 2008).

Peningkatan kadar glukosa darah tampaknya berperan dalam proses terjadinya komplikasi

neuropati, komplikasi mikrovaskuler, dan sebagai faktor risiko timbulnya komplikasi

makrovaskuler. Komplikasi jangka panjang diabetes tipe I maupun II biasanya terjadi setelah 5

hingga 10 tahun pertama setelah diagnosis diabetes ditegakkan (Smeltzer & Bare, 2008).

Salah satu komplikasi kronis yang paling sering ditemukan pada pasien diabetes melitus

adalah neuropati diabetik (ND). Neuropati diabetes melitus terjadi pada semua tipe saraf,

termasuk sara perifer, otonom, dan spinal. Kelainan yang muncul beragam secara klinis dan

tergantung pada lokasi sel saraf yang terserang. Prevalensi ND terus meningkat seiring dengan

pertambahan usia penderita dan lamanya menderita DM. Prevalensi neuropati diabetikum

mencapai 50% pada penderita yang sudah terdiagnosa DM selama 25 tahun. Proses neuropati

diabetikum berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan


aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosylation end products (AGEs), pembentukan radikal

bebas, dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada

berkurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya

mionositol dalam sel terjadilah ND. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kejadian ND

berhubungan kuat dengan lama serta beratnya diabetes melitus (Sudoyo, 2009).

Penyebab DN, meskipun belum diketahui, namun komponen iskemik dan metabolik

terlibat. Hiperglikemia menginduksi deformasi dan aliran substansi, yang meningkatkan

resistensi vaskular endotel dan mengurangi aliran darah ke saraf. Hiperglikemia juga

menyebabkan penipisan myoinositol saraf melalui mekanisme uptake yang kompetitif. Selain itu,

pengaktifan jalur poliol dalam saraf melalui enzim aldose reduktase menyebabkan akumulasi

sorbitol dan fruktosa di saraf dan menginduksi glikosilasi non-enzimatik pada protein saraf

struktural. Hiperglikemia juga menginduksi stres oksidatif. Aktivasi protein kinase C telah

dikaitkan dengan kerusakan vaskular pada DN. Perubahan ini menghasilkan abnormal pada

neuronal, aksonal, dan metabolisme sel Schwann, yang menyebabkan gangguan transportasi

aksonal. Pengukuran langsung glukosa, sorbitol, dan fruktosa pada saraf pasien diabetes

menunjukkan korelasi dengan tingkat keparahan neuropati. Hipoksia endoneural dihasilkan oleh

peningkatan resistensi vaskular dan penurunan aliran darah di saraf. Hipoksia menyebabkan

kerusakan kapiler lebih lanjut, yang nantinya memperparah gangguan pada transportasi aksonal

dan mengurangi aktivitas Na-K ATPase yang menyebabkan atrofi aksonal dan penurunan

konduksi saraf (Bansal, Kalita, and Misra, 2006).

Ada dua tipe ND yang paling sering dijumpai adalah neuropati sensorik dan neuropati

otonom. Neuropati pada sistem saraf otonom mengakibatkan berbagai disfungsi yang menegenai

hampir seluruh sistem organ di dalam tubuh. Ada enam akibat utama dari neuropati otonom yaitu
kardiovaskuler, gastrointestinal, urinalisis, kelenjar adrenal, disfungsi seksual, dan neuropati

sudomotorik (Smeltzer & Bare, 2002).

Neuropati otonom sudomotorik yaitu keadaan dimana tidak adanya atau berkuranganya

pengeluaran keringat (anhidrosis) pada ekstremitas yang disertai dengan peningkatan

kompensatorik perspirasi di bagian tubuh yang lain (Smeltzer & Bare, 2002). Neuropati otonom

sudomotorik menyebabkan berkurangnya keringat dan kelenjar minyak fungsionalitas.

Akibatnya, kaki kehilangan kemampuan alami untuk melembabkan kulit di atasnya dan menjadi

kering dan semakin rentan terhadap infeksi (Clayton & Elasy, 2009)

Kekeringan atau penurunan kelembaban pada kaki merupakan predisposisi terjadinya ulkus

diabetikum. Proses terjadinya ulkus kaki diabetik dimulai dari cedera pada jaringan lunak kaki,

pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau daerah kulit yang kering, atau pembentukan sebuah

kalus (Smeltzer & Bare, 2008). Kulit yang kering dan kulit kaku yang mudah retak menyebabkan

kulit pecah-pecah atau fisura. Fisura pada lapisan pelindung epidermis (stratum corneum), dapat

menjadi terinfeksi, mengakibatkan selulitis lokal atau bahkan ulserasi longitudinal kecil yang

berpotensi untuk masuknya kuman dan sering menyebabkan perluasan infeksi dan kehilangan

sebagian besar anggota tubuh bagian bawah, baik parsial maupun penuh. Sirkulasi yang buruk

terjadi pada pembuluh darah, akibatnya mempengaruhi mikrosirkulasi, yang nantinya

mempengaruhi membran basal, penebalan dan penurunan kapasitas reparatif vaskular

(Rebolledo, Soto, and Peña, 2011).

Anda mungkin juga menyukai