Anda di halaman 1dari 5

NAMA : NONA NOVE FALANA

NPM : 41151015140051
KELAS : 8 A3
TUGAS MATA KULIAH KAPITA SELEKTA HUKUM PIDANA

Penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika

Definisi narkotika dan definisi prekursor narkotika adalah sebagai berikut:

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.” (Pasal 1
ayat [1] UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika - “UU Narkotika”)

“Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang ini.”(Pasal 1 ayat [2] UU Narkotika)

UU Narkotika tidak menjelaskan secara spesifik apa yang dimaksud


dengan penyalahgunaan narkotika. Namun, kita dapat melihat pada
pengaturan Pasal 1 ayat (15) UU Narkotika yang menyatakan bahwa penyalah guna
adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Dengan
demikian, dapat kita artikan bahwa penyalahgunaan narkotika adalah penggunaan
narkotika tanpa hak atau melawan hukum.

Dalam hukum pidana, tanpa hak atau melawan hukum ini disebut juga dengan
istilah “wederrechtelijk”.Menurut Drs. P.A.F. Lamintang, S.H., dalam bukunya "Dasar-
Dasar Hukum Pidana Indonesia" (hal. 354-355) wederrechtelijk ini meliputi
pengertian-pengertian:
· Bertentangan dengan hukum objektif; atau
· Bertentangan dengan hak orang lain; atau
· Tanpa hak yang ada pada diri seseorang; atau
· Tanpa kewenangan.

1
Sedangkan, mengenai peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika, merujuk
pada Pasal 1 ayat (6) UU Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai
tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Lebih lanjut diatur dalam Pasal 38
UU Narkotika bahwa setiap kegiatan peredaran narkotika wajib dilengkapi dengan
dokumen yang sah. Sehingga, tanpa adanya dokumen yang sah, peredaran narkotika
dan prekursor narkotika tersebut dianggap sebagai peredaran gelap.

Dalam Pasal 129 UU Narkotika dijabarkan lebih jauh perbuatan-perbuatan yang dapat
dipidana dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun
dan denda paling banyak Rp 5 miliar dalam hal ada orang yang tanpa hak atau
melawan hukum:
a. memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika
untuk pembuatan Narkotika;
b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor
Narkotika untuk
pembuatan Narkotika;
c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk
pembuatan Narkotika;
d. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika
untuk pembuatan Narkotika.

Sedangkan, Pasal 111 sampai Pasal 148 UU Narkotika,termasuk Pasal 132 dan
Pasal 137 yang Anda sebutkan adalah mengatur pidana-pidana yang dapat
dijatuhkan terhadap para pelaku kejahatan narkotika. Baik terhadap
percobaan/permufakatan (Pasal 132) maupun penggunaan harta yang diperoleh dari
hasil kejahatan narkotika (Pasal 137), serta perbuatan-perbuatan lainnya yang dapat
Anda lihat pada ketentuan-ketentuan tersebut.

Jadi, pada dasarnya yang dimaksud dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika sebagaimana dimaksud dalam UU Narkotika
adalah penggunaan atau peredaran narkotika dan prekursor narkotika yang tidak sah
(tanpa kewenangan) dan melawan hukum (melanggar UU Narkotika).

2
Hak-hak Masyarakat dalam Pemberantasan Kejahatan Narkotika

Mengenai peran serta masyarakat dalam penanganan tindak pidana narkotika diatur
dalam Bab XIII Pasal 104 s.d. Pasal 108 UU No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (“UU 35/2009”).

Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta


membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika (Pasal 104 UU 35/2009). Yang dimaksud dengan
prekursor narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 angka 2 UU 35/2009). Contoh prekursor
narkotika antara lain Acetic Anhydride, Acetone, Potassium
Permanganat, Toluene, Sulphuric Acid, Piperidine, dan lain-lain.

Oleh karena itu, peran serta masyarakat dalam penanganan narkotika tidak hanya
untuk narkotika itu sendiri, tetapi juga prekursor narkotikanya.

Hak masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika


dan prekursor narkotika diwujudkan dalam bentuk (Pasal 106 UU 35/2009):
a. mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
b. memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan
informasi tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan
Prekursor Narkotika kepada penegak hukum atau BNN (Badan Narkotika
Nasional, ed.) yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
c. menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada
penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
d. memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan
kepada penegak hukum atau BNN;
e. memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan
melaksanakan haknya atau diminta hadir dalam proses peradilan.

Masyarakat juga dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNN jika
mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika (Pasal 107 UU 35/2009).

Bentuk peran serta masyarakat dapat dibentuk dalam suatu wadah yang dikoordinasi
oleh BNN yang akan diatur dengan Peraturan Kepala BNN (Pasal 108 UU 35/2009).

Masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan, pemberantasan


penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dapat
diberikan penghargaan oleh Pemerintah dalam bentuk piagam, tanda jasa, premi,
dan/atau bentuk penghargaan lainnya, dengan tetap memperhatikan jaminan
keamanan dan perlindungan terhadap yang diberi penghargaan (Pasal 109 UU
35/2009 serta penjelasannya).

3
KASUS PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

Tepatnya hari Jumat tanggal 23 Oktober 2014 sekitar jam 22.00 WIB. Tessy ditangkap
oleh jajaran Direktorat Tindak Pidana Narkotika IV Bareskrim Polri di kawasan Bekasi.
Tessy atau pemilik nama asli Kabul Basuki tersandung kasus narkotika jenis sabu.
Tessy pelawak yang berusia 66 tahun ini ditangkap bersama 3 orang lainnya karena
terbukti telah membawa narkoba. Berdasarkan pengakuannya kepada polisi, Tessy
sudah lima kali berpesta narkoba bersama kedua rekannya Pudji Sapto dan Ahmad
Jamhari. Barang bukti berupa dua bungkus sabu seberat 1,6 gram telah ditemukan
polisi di jok belakang mobilnya, tepatnya di dalam kotak kacamata. Selain itu juga
telah diamankan barang bukti lain berupa alat penghisap sabu (mong), satu mobil milik
Tessy, handphone ketiga tersangka, buku tabungan milik Tessy dan print out rekening
tiga bulan terakhir milik Pudji Sapto. Karena perbuatannya itu Tessy dijerat pasal
berlapis dan terancam hukuman paling lama 20 tahun penjara atau seumur hidup
sebab memiliki dan mengkonsumsi barang haram tersebut. Berdasarkan alat bukti
yang ditemukan, Tessy melanggar pasal 114 ayat (1) juncto Pasal 132 ayat (1)
subsider pasal 112 ayat (1) juncto pasal 132 ayat (1) lebih subsider pasal 127 Undang-
Undang RI No 35 tahun 2009 dengan hukuman minimal 4 tahun. Sementara untuk
kedua tersangka lainnya yaitu, Pudjo dan Jamhari dijerat pasal 114 ayat (1) juncto
pasal 132 ayat (1), subsider pasal 112 ayat (1) juncto pasal 132 ayat (1) lebih subsider
pasal 131 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Sidang putusan kasus penyalahgunaan narkoba atas terdakwa Kabul Basuki alias
Tessy digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bekasi, Kamis (30/4/2015). Saat persidangan
berlangsung Majelis Hakim menyatakan bersalah kepada Tessy atas kepemilikan dan
penggunaan narkotika golongan I.
Putusan majelis hakim lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu 1
tahun penjara. Tessy tidak harus menjalankan sisa masa tahanan di dalam sel penjara
karena hakim meminta Tessy untuk menjalani rehabilitasi. Tessy divonis hukuman 10
bulan dipotong masa tahanan.

Pembahasan :

- pelaku : Kabul Basuki alias Tessy Srimulat (Pelawak)


- Locus Delicti : Di kawasan Bekasi
- Tempus Delicti : Jumat tanggal 23 Oktober 2014 sekitar jam 22.00 WIB
- Objek : Barang bukti berupa dua bungkus sabu seberat 1,6 gram ditemukan di
jok belakang mobilnya, tepatnya di dalam kotak kacamata, serta alat hisap
sabu (mong).
- Pasal yang di dakwakan : Tessy melanggar pasal 114 ayat (1) juncto Pasal
132 ayat (1) subsider pasal 112 ayat (1) juncto pasal 132 ayat (1) lebih subsider
pasal 127 Undang-Undang RI No 35 tahun 2009 dengan hukuman minimal 4
tahun.

4
- Putusan pengadilan :

1. Menyatakan Terdakwa KABUL BASUKI Alias TESSY terbukti bersalah


melakukan tindak pidana Penyalah GunaNarkotika Golongan I bagi diri
sendirisebagaimana dalam dakwaan Ketiga;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 10 bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan agar masa pidana tersebut dijalani Terdakwa dengan
menjalani pengobatan dan perawatan melalui rehabilitasi di Kesatuan
Peduli Masyarakat (KELIMA) Pelayanan Penyalahgunaan Narkoba & HIV-
AIDS Berbasis Masyarakat DKI Jakarta.
5. Menetapkan segala biaya dalam menjalani pengobatan dan perawatan
melalui rehabilitasi dibebankan kepada Terdakwa;
6. Memerintahkan agar Terdakwa dikeluarkan dari tahanan

Anda mungkin juga menyukai