27 Januari 2009
Kekurangan gizi pada ibu dan anak senantiasa berhubungan dengan gangguan
tumbuh kembang anak secara fisik, intelektual, dan sosial, yang dalam jangka panjang
memengaruhi kualitas masa depan suatu bangsa. Krisis ekonomi berpotensi
memperburuk situasi kesehatan ibu dan anak meskipun keterkaitannya tidak sederhana.
Salah satu kesimpulan dari pertemuan yang membahas dampak krisis ekonomi
global pada anak di kawasan Asia Pasifik dan Timur, di Singapura, beberapa waktu lalu
itu juga mengingatkan pada pernyataan Direktur the Aga Khan University, Zulfiqar A
Bhutta bahwa pertumbuhan ekonomi hanya menyumbang sedikit pada penurunan angka
kurang gizi terhadap ibu dan anak, tetapi dampak deteriorasi ekonomi sangat besar dan
cepat.
”Masalah gizi ibu dan anak belum terpecahkan di kawasan ini,” ujar Dr Mahesh S
Patel dari Unicef EAPRO. Dengan 20 persen jumlah anak balita berberat badan rendah—
di beberapa negara bahkan 50 persen—posisi EAPRO jauh dari target Tujuan
Pembangunan Milenium (MDGs) dalam penghapusan kelaparan.
Siklus kekurangan gizi dan berat badan rendah akan berlanjut karena anak
perempuan kurang gizi akan menjadi perempuan kurang gizi yang melahirkan bayi
kurang gizi. ”Generasi yang hilang” bukan hanya ancaman. Situasi itu, menurut Prof
Kishore Mahbubani dari NUS, sangat berbahaya bagi masa depan suatu bangsa. Itulah
tantangan besar di kawasan Asia Pasifik yang ditengarai 150 akademisi, teknokrat, dan
peneliti. ”Karena tidak ada sistem perlindungan sosial yang menjadi ’sekoci penyelamat’
ketika terjadi krisis,” ujar Dr Santosh Mehrothra, Penasihat Senior Komisi Perencanaan
India.
Gambaran umum
Krisis ekonomi sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan asupan gizi ibu hamil,
menyusui, bayi dan anak balita, meski daya tahan terhadap dampak kurang pangan dan
krisis sangat beragam. Hubungan antara tingginya harga pangan dan krisis ekonomi
terhadap kondisi kesehatan dan gizi ibu dan anak, menurut Zulfiqar, sangat kompleks,
bergantung pada sistem jaminan sosial dan peran swasta.
Krisis ekonomi berat di Peru akhir tahun 1980-an menyebabkan naiknya angka
kematian anak 2,5 persen. Di banyak negara eks Uni Soviet, fluktuasi ekonomi yang
tajam tahun 1990-an dikaitkan dengan kenaikan drastis angka bunuh diri orang dewasa,
tetapi tak berpengaruh pada kesehatan anak. Hal itu mungkin terkait dengan kuatnya
sistem kesehatan primer ibu dan anak di wilayah itu.
Kalau krisis keuangan global 2008 tidak diantisipasi, menurut estimasi jurnal
kesehatan terkemuka di dunia, The Lancet, 35,3 persen dari 55 juta anak usia di bawah
lima tahun di Asia Tenggara tumbuh kerdil, angka anemia ibu hamil naik 10-20 persen,
dan bayi lahir berat badan rendah naik 5 sampai 10 persen.
Menurut Prof Vitit Muntarbhorn, mantan Pelapor Khusus PBB mengenai Masalah
Perdagangan Anak, mekanisme sistem perlindungan sosial itu seharusnya sudah
disiapkan pada situasi terbaik dari kondisi ekonomi di suatu negara. ”Itu merupakan
persiapan untuk menghadapi situasi apa pun,” ujarnya.
Sumber: http://www.b2p3ks.net/depsos/index.php?
mod=artikel&sub=artikel&act=detail&Id ᄃ= 49
Kesimpulan
Siklus kekurangan gizi dan berat badan rendah akan berlanjut karena anak
perempuan kurang gizi akan menjadi perempuan kurang gizi yang melahirkan bayi
kurang gizi. ”Generasi yang hilang” bukan hanya ancaman. Situasi ini, sangat berbahaya
bagi masa depan suatu bangsa. Dan pertumbuhan ekonomi hanya menyumbang sedikit
pada penurunan angka kurang gizi terhadap ibu dan anak, tetapi dampak deteriorasi
ekonomi sangat besar dan cepat.
Krisis ekonomi sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan asupan gizi ibu hamil,
menyusui, bayi dan anak balita, meski daya tahan terhadap dampak kurang pangan dan
krisis sangat beragam. Hubungan antara tingginya harga pangan dan krisis ekonomi
terhadap kondisi kesehatan dan gizi ibu dan anak, sangat kompleks, bergantung pada
sistem jaminan sosial dan peran swasta. Hal ini dapat terlihat pada krisis yang terjadi di
indonesia, argentina dan negara lainnya.
Saran
Pengaruh krisis sangat berpengaruh terhadap kesehatan ibu dan anak, tentu kita
tidak menginginkan terjadi los generation, maka sangat perlu upaya penanggulangan
apabila terjadi krisis, karana banyak hal-hal yang bersifat negatif yang akan terjadi ketika
krisis terjadi, misalnya: PHK besar-besaran, pengangguran, tungkat pendapatan yang
rendah, adapun upya yang bisa di lakukan dalam menaggulangi krisis adalah:
1 Selalu optimis
2 Kebijakan dan tindakan yang tepat, serta kerja keras
3 Optimasi APBN.
4 Dunia usaha harus tetap bergerak.
5 Semua pihak harus cerdas menangkap peluang.
6 Penggunaan produk dalam negeri.
7 Memperkokoh sinergi dan kemitraan.
8 Menghindari ego sektoral.
9 Mengutamakan kepentingan rakyat.
10 Komunikasi yang tepat dan bijak.