Makalah ini disusun untuk menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Ilmu Kesehatan Anak
Disusun oleh:
H.Ahmad
201010420311107
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Kekurangan energi protein merupakan penyakit gangguan gizi yang cukup penting di
Indonesia. Di Indonesia angka kejadiannya cukup tinggi pada anak di bawah 5 tahun.
Untuk menentukan klasifikasi berat ringannya KEP dapat menggunakan beberapa cara,
yang paling sering digunakan dan cukup mudah adalah dengan melihat berat badan dan
umur anak disesuaiakan dengan grafik KMS (Kartu Menuju Sehat).
Defisiensi gizi dapat terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan
dalam waktu lama. Istilah dan klasifikasi gangguan kekurangan gizi amat bervariasi dan
masih merupakan masalah yang pelik. Walaupun demikian, secara klinis digunakan istilah
kekurangan energi dan protein (KEP) sebagai nama umum. Penentuan jenis KEP yang
tepat harus dilakukan dengan pengukuran antropometri yang lengkap (tinggi badan, berat
badan, lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit)
Menurut WHO, 49% dari 10.4 juta kematian terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun
di negara berkembang yang dihubungan dengan kekurangan energi dan protein (Gehri, M,
2006).Menurut DEPKES bahwa standar nasional penderita KEP tidak lebih dari 1,12 %
penderita KEP dari total anak di suatu wilayah.
BAB II
PEMBAHASAN
Kata “kwarshiorkor” berasal dari bahasa Ghana-Afrika yang berati “anak yang
kekurangan kasih sayang ibu”. Kwashiorkor adalah gambaran yang termasuk kegagalan
untuk bertumbuh , edema, apatis, anoreksia, muntah, dan diare, perubah pada kulit,
rambut dan membrane mukosa (Prinsip Perawatan Pediatrik)
Kwashiorkor adalah defisiensi primer protein dengan pasokan kalori yang adekuat,
kata Kwashiorkor berarti pemyakitpenyakit yang diderita anak yang lebih besar ketika
adiknya lahir dan tepat sekali menggambarkan sindrom yang terjadi pada anak pertama,
biasanya pada usia 1 sampai 4 tahun, ketika disapih dari ASI begitu anak kedua lahir
(Wong 2008).
Kwashiorkor merupakan suatu bentuk gangguan gizi dengan penyebab utama
penyakit ini adalah defisiensi protein. Hal ini terutama karena kekurangan zat protein,
keadaan ini digambarkan dengan adanya gagal tumbuh, edema, apatis, anoreksia,
muntah, dan diare, perubahan pada kulit rambut, dan membrane mukosa. Kwashiorkor
hamper tidak ditemukan pada bayi yang diberi ASI, tetap lazim terjadi pada bayi yang
telah disapih dengan makanan tinggi karbohidrat dan rendah protein, terutama terjadi
antara umur 4 bulan dan 2 tahun, kadang-kadang lebih lambat (Sodikin 2011)
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat yang disebabkan oleh
intake protein yang inadekuat dengan intake karbohidrat yang normal atau tinggi. Tanda
yang khas adalah adanya edema (bengkak) pada seluruh tubuh sehingga tampak gemuk,
wajah anak membulat dan sembab (moon face) terutama pada bagian wajah, bengkak
terutama pada punggung kaki dan bila ditekan akan meninggalkan bekas seperti lubang,
otot mengecil dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga ukuran LIngkar Lengan Atas
LILA-nya kurang dari 14 cm, timbulnya ruam berwarna merah muda yang meluas dan
berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, tidak bernafsu makan atau
kurang, rambutnya menipis berwarna merah seperti rambut jagung dan mudah dicabut
tanpa menimbulkan rasa sakit, sering disertai infeksi, anemia dan diare, anak menjadi
rewel dan apatis perut yang membesar juga sering ditemukan akibat dari timbunan cairan
pada rongga perut salah salah gejala kemungkinan menderita "busung lapar".
Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah
besar. Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan kalori. Nama kwashiorkor
berasal dari suatu daerah di Afrika, artinya “penyakit anak yang terlantar” atau disisihkan
karena ibunya mengandung alergi dan tidak lagi memberikan air susu ibu padanya.
Tanpa mengganti air susu ibu dan dapat tambahan pangan yang seimbang anak
(umumnya berumur kurang lebih 18 bulan) kurang mendapat protein. Jenis penyakit ini
sering dijumpai pada bayi dan anak usia 6 bulan sampai 5 tahun pada keluarga
berpenghasilan rendah, dan umumnya kurang sekali pendidikannya. Kurang protein
pangan adalah penyebab utama kwashiorkor sedang zat pangan pemberi tenaga mungin
cukup diperolehnya atau bahkan berlebihan.
2.2 Etiologi
1. Pola makan
Protein (asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan
berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua
makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui
umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak
memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain)
sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak
berperan penting terhadap terjadi kwashiorkor, terutama pada masa peralihan ASI ke
makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan
politik tidak stabil ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan
sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya
kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana
ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.
MARASMUS KWASHIORKOR
Anak tampak sangat kurus, tinggal Edema di seluruh tubuh,
tulang terbungkus kulit. terutama pada punggung kaki.
Wajah seperti orang tua. Wajah membulat dan sembab.
Cengeng, rewel. Pandangan mata sayu.
Perut cekung. Perubahan status mental:
Kulit keriput
cengeng, rewel, kadang apatis.
Rambut berwarna kepirangan,
kusam, dan mudah dicabut.
Otot mengecil, teramati terutama
saat berdiri dan duduk.
Bercak merah coklat pada kulit,
yang dapat berubah hitam dan
mengelupas.
Menolak segala jenis makanan
(anoreksia).
Sering disertai anemia, diare,
dan infeksi.
3. Mineral
Jumlah cairan : 130 – 200 ml/kg/BB/hari (per oral / NGT)
Kalau edema berkurang berikan Porsi kecil tapi sering.
B. Aktivitas
D. Mata
Bersih ( ) Sekresi ( ) Jelaskan !
Tidak ada gangguan pada penglihatan anak. Sclera berwarna putih, konjungtiva
hiperanemis, pupil miosis.
E. Telinga, Hidung, Tenggorokan (THT)
1. Telinga : normal ( ) Abnormal ( ) Jelaskan !
2. Hidung : normal ( ) Abnormal ( ) Jelaskan !
F. Abdomen
1. Lunak ( ) Tegas ( ) Datar ( ) Kembung ( )
2. Lingkar perut =… cm
3. Liver : <2cm ( ) > 2 Cm ( )
G. Toraks.
1. Simetris ( ) Asimetris ( )
2. Klavikula : Normal ( ) Abnormal ( )
H. Paru-Paru
1. Suara nafas kanan kiri : sama ( ) tidak sama ( )
2. Bunyi nafas di semua lapang paru : terdengar ( ) Tidak terdengar ( ) menurun ( )
3. Frekuensi nafas : kali/menit
I. Jantung
Bunyi normal ( ) sinus rhytm ( )
Frekuensi : …kali/menit
Murmur ( ) PMI : kanan ( ) kiri ( )
Waktu pengisisan kapiler: <3
J. Ekstremitas
2.
Keterangan nadi Kuat Lemah Tidak ada
perifer
Brachial kanan
Brachial kiri
Femoral kanan
Femoral kiri
K. Umbilicus
2. Inflamasi ( ) Drainase ( )
L. Genetalia
Perempuan : normal ( ) laki-laki : normal ( ) jelaskan
M. Anus
Permanen ( ) imperforate ( )
N. Spina
O. Kulit
1. Warna : pink ( ) pucat ( ) jaundice ( )
2. Sianosis pada : kuku ( ) periorbital ( ) seluruh tubuh ( )
3. Kemerahan (rash) ( )
4. Tanda lahir:
P. Suhu
1. Lingkungan : pengaturan suhu ( ) incubator ( ) suhu ruang ( ) boks terbuka ( )
2. Suhu aksila: oC
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kwashiorkor adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh
rendahnya tingkat konsumsi protein dalam makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu
yang cukup lama. Penyebab gizi buruk terdiri dari penyebab langsung dan tidak
langsung. Penyebab langsung, yaitu kurangnya asupan gizi dari makanan, akibat
terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsungnya
yaitu ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan anak kurang
memadai, pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
3.2 Saran
Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi buruk
terlambat. Seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat penderita gizi
buruk belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi buruk merebak barulah
pemerintah melakukan tindakan (serius). Keseriusan pemerintah tidak ada artinya apabila
tidak didukung masyarakat itu sendiri. Sebab, perilaku masyarakat yang sudah
membudaya selama ini adalah,anak-anak yang menderita penyakit kurang mendapatkan
perhatian orang tua. Anak-anak itu hanya diberi makan seadanya, tanpa peduli akan
kadar gizi dalam makanan yang diberikan. Maka dari itu tim kesehatan beserta jajaran
pemerintahan yang tersebar diseluruh dunia khususnya di Indonesia harus lebih
bekerjasama dan lebih sensitive lagi melihat keadaan sekitar, lebih spesifiknya lebih peka
terhadap keadaan gizi anak para generasi penerus bangsanya. Karena di Negara yang
kuat terdapat generasi penerus bangsa yang sehat dan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika
Wong. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Merenstein, Gerald B. 2001. Buku Pegangan Pediatri. Jakarta : Widya Medika.
http://asuhankeperawatankesehatan.blogspot.com/2012/10/gizi-buruk.html. Diakses
pada tanggal 4 Maret 2013.
Malnutrisi Energi Protein-MEP-Kwashiorkor [on-line]. Tersedia
(http://idmgarut.wordpress.com/2009/02/03/malnutrisi-energi-protein-mep-kwashiorkor/).
Diakses pada tanggal 4 Maret 2013.