Anda di halaman 1dari 5

IRRITABLE BOWEL SYNDROME (IBS)

EPIDEMIOLOGI

IBS adalah penyakit umum yang sering dijumpai dengan perkiraan prevalensi sebesar

12% pada orang dewasa di Amerika Serikat. IBS adalah penyakitnya orang dewasa muda.

Angka kejadian tertinggi penyakit ini terjadi pada usia 50 tahun, dan penyakit ini jarang terjadi

pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun. Akan tetapi, beberapa penelitian melaporkan

bahwa 92% orang tua menampakkan gejala IBS. Wanita yang terdiagnosa IBS jumlahnya dua

hingga tiga kali lipat daripada pria. Bahkan, 80% populasi wanita menderita IBS.1, 6

ETIOLOGI

Etiologi IBS masih belum diketahui. Akan tetapi terdapat bukti untuk

mengimplikasikan peranan stress dan gangguan psikiatri pada pathogenesis penyakit ini.

Berbagai macam kelainan psikiatrik dapat terlihat pada sebagian besar individu yang menderita

IBS. Pada 85% pasien IBS, gejala psikiatrik mendahului atau terjadi secara bersamaan dengan

onset keluhan pada abdomen. Keadaan ini dikaitkan dengan stress dan gangguan emosional.

Setiap individu seringkali melaporkan bertambah parahnya gejala yang mereka rasakan pada

saat mereka stress. Telah diperlihatkan bahwa pasien IBS memiliki angka kejadian gangguan

psikiatrik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan mereka yang menderita gangguan

gastrointestinal yang lain.7

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi IBS masih belum jelas, walaupun telah banyak dilakukan penelitian

mengenai hal tersebut. Kelainan motilitas, hipersensitivitas visceral, peradangan, kelainan

inervasi otonom ekstrinsik, kelainan interaksi otak-usus, dan peranan faktor psikosial telah

diperiksa. Banyak pemahaman kami mengenai patofisiologi IBS berasal dari penelitian
mengenai motilitas. Pada orang normal, kontraksi peristaltic dengan amplitude tinggi terjadi 6-

8 kali perhari. Pada pasien yang mengalami konstipasi, frekuensi kontraksi peristaltic

amplitude tinggi pada intestinal terganggu dibandingkan dengan subjek yang normal, yang

menyatakan bahwa konstipasi disebabkan oleh adanya gangguan motilitas. Hiperalgesia

visceral juga dapat terjadi pada pasien yang menderita IBS. Pada pasien yang menderita IBS,

distensi colon dengan balon, hingga mencapai tingkatan yang tidak menyebabkan rasa nyeri

pada individu normal, dapat membangkitkan nyeri, yang menunjukkan adanya hiperalgesia

visceral.2, 8

IBS adalah penyakit yang rumit, dan penyebabnya masih belum diketahui. beberapa

teori telah diusulkan untuk menjelaskan penyakit ini, termasuk perubahan sensitivitas system

saraf ekstrinsik dan intrinsic usus, yang berperan pada peningkatan sensasi nyeri dan pada

kelainan control motilitas dan sekresi intestinal. Walaupun tidak terdapat peradangan pada

usus, terdapat laporan peningkatan influx sel peradangan (sel mast) kedalam colon individu

yang menderita IBS serta kerusakan neuron enteric. Sebuah teori yang diusulkan adalah bahwa

IBS terjadi sebagai akibat penyakit peradangan interstitial yang sebelumnya telah terjadi dan

yang telah terobati. Pada binatang percobaan, induksi peradangan intestinal yang menyebabkan

hiperalgesia visceral dan perubahan motilitas dan sekresi intestinal yang menetap selama

berbulan-bulan setelah peradangan disembuhkan. Mekanisme yang sama dapat terjadi pada

sekelompok pasien yang mengalami IBS setelah infeksi yang menyebabkan peradangan

intestinal.2

GEJALA KLINIS

IBS adalah penyakit gastrointestinal yang ditandai oleh perubahan kebiasan usus dan

nyeri abdominal yang terjadi tanpa adanya kelainan structural yang dapat terdeteksi. Tidak
terdapat penanda diagnostic untuk IBS, sehingga penegakan diagnosis berdasarkan pada gejala

klinis. Diagnosisnya menggunakan criteria Rome II. 6

Tabel 1. Criteria roma II untuk menegakkan diagnosis IBS

Paling tidak dalam 12 minggu, tidak perlu terjadi secara berturut-turut, yang diawali

dengan nyeri abdomen selama 12 bulan yang memiliki dua sifat dari tiga sifat berikut

ini:

1. menghilang setelah defekasi

2. onset berkaitan dengan perubahan frekuensi defekasi

3. onset berkaitan dengan konsistensi kotoran.

Nyeri abdominal

Berdasarkan criteria roma II, nyeri abdominal atau rasa tidak nyaman adalah

manifestasi klinis IBS. Nyeri klinis pada IBS tidak terdapat pada satu titik saja; nyeri yang

terjadi di daerah hipogastrium terjadi pada 25% pasien, pada bagian kanan terjadi pada 20%

pasien, pada bagian kiri terjadi pada 20% kasus dan pada epigastrium terjadi pada 10% pasien.

Nyeri bersifat episodic dan terasa seperti kram. Intensitas nyeri mulai dari ringan hingga dapat

mengganggu aktivitas sehari-hari. Tidak terdapat gangguan tidur karena nyeri hanya terjadi

pada saat jam kerja. Nyeri dapat diperparah oleh stress emosional dan saat kita makan dan

dapat diperingan oleh flatus dan defekasi. 6

Perubahan kebiasaan usus


Perubahan kebiasan usus adalah manifestasi klinis IBS yang paling konsisten. Hal ini

biasanya terjadi pada saat dewasa. Pola yang paling sering terjadi adalah konstipasi yang

kemudian bertukar menjadi diare. Pada pertama kali, konstipasi bersifat episodic, tetapi

akhirnya menjadi berkelanjutan dan membutuhkan pengobatan agen laksatif. Kotorannya

biasanya keras dengan caliber yang menyempit, kemungkinan menggambarkan dehidrasi yang

berlebihan yang disebabkan oleh retensi colonic dan spasme yang berkepanjangan. Sebagian

besar pasien juga mengalami perasaan buang air besar yang tidak tuntas, yang menyebabkan

upaya defekasi yang berulang dalam jangka waktu yang singkat. Pada pasien yang lain, diare

mungkin menjadi gejala yang dominan. Diare nocturnal tidak terjadi pada IBS. Diare dapat

diperparah oleh stress emosional. Pengeluaran kotoran dapat disertai oleh lendir dalam jumlah

besar.6

Gas dan Flatulence

Pasien dengan IBS seringkali mengeluhkan distensi abdominal dan peningkatan gas

dalam perut. Walaupun beberapa pasien dengan gejala ini memiliki jumlah gas yang lebih

besar, pengukuran kuantitatif mengungkapkan bahwa sebagian besar pasien yang mengeluhkan

peningkatan jumlah gas tidak menghasikan gas melebihi jumlah gas yang dihasilkan usus

dalam keadaan normal.6

Gejala gastrointestinal bagian atas

Antara 25% dan 50% pasien dengan IBS mengeluhkan dyspepsia, rasa panas didada,

nausea, dan muntah. Hal ini menyatakan bahwa area lain di usus yang terpisah dari kolon juga

terlibat. Prevalensi IBS lebih tinggi lebih tinggi pada individu yang menderita dyspepsia

(31,7%) daripada individu yang tidak menderita dyspepsia.6


PENGOBATAN

Pengobatan berdasarkan pada sifat atau tingkat keparahan gejala. Pendidikan, nasihat

yang menentramkan, dan perubahan pola makan (menghilangkan makanan yang memperparah

penyakit) adalah langkah pertama. Bagi pasien yang tidak memberikan respon, pemberian obat

dapat dipertimbangkan. Antispasmodic (antikolinergik) dipertimbangkan untuk diberikan pada

mereka yang mengalami nyeri dan perut kembung yang terutama diperparah oleh makanan.

Antidepresan trisiklik dosis rendah dapat dipertimbangkan jika nyeri bersifat konstan.8

Makanan berserat tinggi dan bulking agent, seperti koloid hidrofilik, seringkali

digunakan untuk mengobati IBS. Serat makanan memiliki berbagai macam efek pada fisiologi

colonic. Efek menguntungkan dari serat makanan pada fisiologis colonic menyatakan bahwa

serat makanan dapat menjadi pengobatan IBS yang efektif, tetapi penelitian mengenai serat

makanan memberikan hasil yang beragam. Hal ini tidak mengejutkan karena IBS adalah

penyakit yang heterogen.6

Pada IBS yang memberikan gejala diare penggunaan agen yang berbasiskan opiate

yang bekerja secara perifer adalah terapi pilihan. Jika diare bertambah parah, dosis kecil lomotil

2,5 hingga 5 mg setiap 4 hingga 6 jam, dapat diberikan. Obat ini kurang bersifat aditif jika

dibandingkan dengan kodein atau larutan opium. Pengobatan dengan obat antidiare hanya

diberikan sebagai pengobatan sementara saja.

Daftar pustaka

1. Harrison, T.R et al. 2005. Harrison’s principle of internal medicine ed 16. McGraw-hill:

New York

Anda mungkin juga menyukai