DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS JANGKAR
Jl. Pelabuhan Jangkar No. 1 Telp 0337-452334
JANGKAR 68372
I. LATAR BELAKANG
Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan
permasalahan yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusiaan seutuhnya.
Masalah yang dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja tetapi juga adanya masalah
psikososial sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini warga masyarakat berupaya
menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalah-masalah tersebut akan mempunyai efek atau
pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat
mengakibatkan penderita kusta menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada
kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat.
Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit,
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta mencegah akibat buruk lebih lanjut
sehingga memungkinkan tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit kusta
adalah salah satu penyakit menular yang masih merupakan masalah nasional kesehatan
masyarakat, dimana beberapa daerah di Indonesia prevalens rate masih tinggi dan permasalahan
yang ditimbulkan sangat komplek. Masalah yang dimaksud bukan saja dari segi medis tetapi
meluas sampai masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan sosial. Pada umumnya
penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan sebagian besar penderitanya
adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara
tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan,
kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat.
Di Indonesia pengobatan dari perawatan penderita kusta secara terintegrasi dengan
unit pelayanan kesehatan (puskesmas sudah dilakukan sejak pelita I). Adapun sistem pengobatan
yang dilakukan sampai awal pelita III yakni tahun 1992, pengobatan dengan kombinasi (MDT)
mulai digunakan di Indonesia.
Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu negara dengan beban penyakit kusta
yang tinggi. Pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah India dan
Brazil. Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus dan
jumlah kecacatan tingkat 2 di antara penderita baru sebanyak 9,86% (WHO, 2013). Penyakit
kusta merupakan salah satu dari delapan penyakit terabaikan atau Neglected Tropical Disease
(NTD) yang masih ada di Indonesia, yaitu Filaria, Kusta, Frambusia, Dengue, Helminthiasis,
Schistosomiasis, Rabies dan Taeniasis. Indonesia sudah mengalami kemajuan yang pesat dalam
pembangunan di segala bidang termasuk kesehatan, namun kusta sebagai penyakit kuno masih
ditemukan. Hingga kini, kusta seringkali terabaikan.
Meskipun kusta tidak secara langsung termasuk ke dalam pencapaian Millenium Development
Goals (MDGs), namun terkait erat dengan lingkungan yaitu sanitasi. Penggunaan air bersih dan
sanitasi akan sangat membantu penurunan angka kejadian penyakit NTD. Beban akibat penyakit
kusta bukan hanya karena masih tingginya jumlah kasus yang ditemukan tetapi juga kecacatan
yang diakibatkannya, Indonesia sudah mencapai eliminasi di tingkat nasional. Namun saat ini,
masih ada 14 propinsi yang mempunyai beban tinggi yaitu Banten, Sulteng, Aceh, Sultra, Jatim,
Sulsel, Sulbar, Sulut, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat dan Kalimantan
Utara.
Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini sedemikiari besarnya, sehingga
menimbulkan keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita sendiri, tetapi pada
keluarganya, masyarakat dan negara. Hal ini yang mendasari konsep perilaku penerimaan
periderita terhadap penyakitnya, dimana untuk kondisi ini penderita masih banyak menganggap
bahwa penyakit kusta merupakan penyakit menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan,
kutukan Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Akibat anggapan yang salah ini penderita
kusta merasa putus asa sehingga tidak tekun untuk berobat. Hal ini dapat dibuktikan dengan
kenyataan bahwa penyakit mempunyai kedudukan yang khusus diantara penyakit-penyakit lain.
Hal ini disebabkan oleh karena adanya leprophobia (rasa takut yang berlebihan terhadap kusta).
Leprophobia ini timbul karena pengertian penyebab penyakit kusta yang salah dan cacat yang
ditimbulkan sangat menakutkan. Dari sudut pengalaman nilai budaya sehubungan dengan upaya
pengendalian leprophobia yang bermanifestasi sebagai rasa jijik dan takut pada penderita kusta
tanpa alasan yang rasional. Terdapat kecenderungan bahwa masalah kusta telah beralih dari
masalah kesehatan ke masalah sosial.
Leprophobia masih tetap berurat akar dalam seleruh lapisan masalah masyarakat
karena dipengaruhi oleh segi agama, sosial, budaya dan dihantui dengan kepercayaan takhyul.
Fhobia kusta tidak hanya ada di kalangan masyarakat jelata, tetapi tidak sedikit dokter-dokter
yang belum mempunyai pendidikan objektif terhadap penyakit kusta dan masih takut terhadap
penyakit kusta. Selama masyarakat kita, terlebih lagi para dokter masih terlalu takut dan
menjauhkan penderita kusta, sudah tentu hal ini akan merupakan hambatan terhadap usaha
penanggulangan penyakit kusta. Akibat adanya phobia ini, maka tidak mengherankan apabila
penderita diperlakukan secara tidak manusiawi di kalangan masyarakat.
V. KESIMPULAN
VI. PENUTUP
Demikian Laporan Hasil Kegiatan ini dibuat, diharapkan dengan dilaporkanya hasil kegiatan program ini dapat mempermudah monitoring dan evaluasi kegiatan
program UKM ................................ yang sudah dilakasanakan pada bulan ............... tahun 20..... dalam rangka meningkatkan mutu dan kwalitas pelayanan kepada
masyarakat sesuai denganVisi dan Misi UPTD Puskesmas Jangkar.
Mengetahui,
Kepala UPTD Puskesmas Jangkar Penanggung Jawab Program .......................