Anda di halaman 1dari 40

SURAT KETERANGAN MEDIK:

KEMUNGKINAN DELIK HUKUM YANG MENYERTAINYA

HERKUTANTO
Herkutanto
GURU BESAR ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

Pendidikan Kedokteran Pendidikan Hukum


 Doktor (S3), Dokter, Spesialis  Sarjana Hukum (SH)
Forensik - Universitas Indonesia Universitas Indonesia, Fakultas
Hukum
 Grad. Dip. Forens.Med. -
Monash University, Australia  Master of Laws (LL.M) La
Trobe University, Australia
 Dip. Forens. Med - Netherland School of Law
School of Public Health,Nederland
LATAR BELAKANG

 Potensi penyalahgunaan surat keterangan medik semakin


disadari dan Masalah hukum semakin meningkat jumlahnya
 Adanya kewenangan dokter menerbitkan surat keterangan
medik
 Pembelajaran tentang surat keterangan medik belum
terstruktur sehingga pemahamannya dikalangan dokter masih
beragam
ISSUE UTAMA

 Apakah sebenarnya Surat Keterangan Medik itu dan


apa yang seharusnya dituliskan dokter?
 Bagaimanasajakah kemungkinan penyalahgunaan
Surat Keterangan Medik dan konsekuensi hukumnya?
 Bagaimanakah sebaiknya dokter bersikap dalam hal
diminta surat keterangan medis?
TUJUAN PEMBICARAAN

 “Overview” Surat Keterangan Medik dan regulasi


yang mengaturnya

 Diskusi berbagai kemungkinan penyalahgunaan


Surat Keterangan Medik dan konsekuensi hukumnya
URUTAN PAPARAN

1. Informasi Medik dan Surat Keterangan Medik


2. surat keterangan medik untuk kepentingan
peradilan
3. Konsekuensi hukum terkait surat keterangan
medik
1
INFORMASI Medik DAN SURAT KETERANGAN MEDIK

Tujuan, bentuk, jenis


Pemberian Informasi Oleh Dokter
(release of information by medial practitioners)

 INFORMASI INTERKOLEGIAL
 Ditujukan kepada sesama praktisi medik
 Dalam rangka pengobatan pasien
 INFORMASI KEPADA PIHAK KETIGA
 Ditujukan bukan kepada pasien dan bukan kepada dokter
 Berbentuk lisan atau bentuk tertulis
INFORMASI INTERKOLEGIAL (1)
 Pengungkapan informasi medik antara sesama
tenaga medik
 Dalam rangka tindakan medik terhadap pasien
(Diagnostik& terapetik)
 Seijin pasien, data yang diungkapkan diketahui
pasien
INFORMASI INTERKOLEGIAL (2)
 Data pihak ketiga tidak diungkapkan
 Catatan kerja / pribadi tidak diungkapkan
 Kewajiban dokter peminta informasi:
 Identitas, fungsi / peran atas pasien tsb
 Sebutkan jenis / informasi medik yang dibutuhkan serta
alasannya
 Tujuan penggunaan informasi medik
INFORMASI NON-INTERKOLEGIAL
informasi kepada pihak III
 PIHAK KETIGA
 Harus membuat permintaan kepada dokter

 BUKAN DALAM RANGKA MELAKSANAKAN PROFESI


MEDIS
 Tidak menggunakan terminologi medis

 DENGAN PERSETUJUAN PASIEN


 Pada dasarnya informasi kepada pihak III adalah membuka
rahasia kedokteran
RAHASIA KEDOKTERAN

 SEGALA SESUATU YANG DIKETAHUI OLEH KARENA


ATAU PADA SAAT MELAKUKAN PEKERJAAN DI
BIDANG KEDOKTERAN
(PP 10 / 1966)
SURAT KETERANGAN Medik (1)
Medical Certification

Suatu Pernyataan tertulis/“official” yang dibuat


oleh dokter tentang keadaan fisik / mental
seseorang Berdasarkan pemeriksaan medik
berdasarkan perminaan pihak ketiga
SURAT KETERANGAN Medik (2)
 Pernyataan tertulis/“official” dokter
 Penilaian tentang keadaan fisik / mental
 Pasien atau bukan pasien

 Berdasarkan pemeriksaan medik


 Sesuai standar profesi
 Verifiable

 Untuk pihak ketiga


 Non-medik / awam
 Menunjang argumen non-medik
 Terminologi menggunakan non-medik
RELASI DOKTER DAN PENGGUNAAN SKM

DOKTER
Surat
keterangan
medik PIHAK
LAIN

PASIEN PIHAK 3 Pasien dan Pihak III


dapat individu yang
sama atau berbeda
KEWENANGAN MEMBUAT SKM
Pasal 35 (1) UU NO. 29 / 2004 Tentang Praktik Kedokteran
Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan
praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:
a. mewawancarai pasien; g. menulis resep obat dan alat
b. memeriksa fisik dan mental kesehatan;
pasien; h. menerbitkan surat keterangan
c. menentukan pemeriksaan dokter atau dokter gigi;
penunjang; i. menyimpan obat dalam jumlah dan
d. menegakkan diagnosis; jenis yang diizinkan; dan
e. menentukan penatalaksanaan j. meracik dan menyerahkan obat
dan pengobatan pasien; kepada pasien, bagi yang praktik
f. melakukan tindakan kedokteran di daerah terpencil yang tidak ada
apotek
atau kedokteran gigi;
SKM KEPENTINGAN
•Visum et Repertum
PERADILAN
• telah ada masalah hukum •Keterangan ahli
• didisain untuk peradilan
• merupakan alat bukti sah

SURAT KETERANGAN Medik •Keterangan lahir


•Keterangan sehat
SKM KEPENTINGAN •Keterangan sakit
NON - PERADILAN •dll
•dll
• belum ada masalah hukum
• tidak didisain untuk peradilan •Keterangan Kematian
2/24/2018
• dapat dijadikan alat bukti di pengadilan
•Identifikasi Korban
FORENSIK •Interpretasi Luka

KORBAN
Surat
keterangan
berperan medik
KORBAN sebagai
CEDERA
•Anamnesa
•Pemeriksaan fisik
•Pemeriksaan Lab.
KLINIK •Diagnosis
PASIEN •Terapi

18 Herkutanto 2/24/2018
sembuh
PERBANDINGAN DUA PERAN DOKTER
TREATING VS ASSESSING

NO TREATING PHYSICIAN ASSESSING PHYSICIAN

1 Peminta Tindakan Pihak Pasien Pihak III

 Menilai status kesehatan


2 Tujuan Tindakan Pemulihan kesehatan Pasien  kelaikan pasien untuk
menjalani aktivitas tertentu
Diagnostik dan Assessment
Asuhan medis dan perawatan
3 Lingkup Tindakan sesuai dengan kebutuhan
pasien
permintaan Pihak III
 Terhadap Pihak III
4 Tanggung-jawab Terhadap Pasien
 Terhadap Pasien
2
SKM UNTUK KEPENTINGAN PERADILAN

Subyek Hidup atau Mati


Bukti2 Untuk Proses Peradilan

 Medical Evidence vs. Non-Medical Evidence


 Medical Evidence dihasilkan oleh interpretasi
medik yang dilakukan expert
KETERANGAN AHLI

 Direct Evidence vs. Circumstantial Evidence LISAN - TERTULIS


 Direct evidence lebih kuat dan berpengaruh
dalam pengambilan putusan oleh hakim
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

PEMBUKTIAN HUKUM MELALUI METODE ILMIAH


 DOKUMENTASI INFORMASI / PROSEDUR
 DOKUMENTASI FAKTA DAN TEMUAN
 ANALISIS DAN INTERPRETASI
 PRESENTASI (sertifikasi)

medical evidence
DUA MAINSTREAM ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

PATOLOGI FORENSIK FORENSIK KLINIK


 pemeriksaan terhadap jenazah  pemeriksaan forensik klinik
(autopsi) terhadap orang hidup
 Diagnosis berdasarkan  Diagnosis berdasarkan
interpretasi kecederaan (termasuk
morphologi organ yang dilihat radiologi dan biopsi), data
secara langsung (avue) termasuk fisiologis, dan riwayat penyakit
mikroskopis  Hasil: interpretasi jenis, sebab
 Hasil: sebab pasti kematian, kecederaan, kualifikasi luka
mekanisme, cara mati, saat mati (termasuk impairment)
PERBANDINGAN KEDOKTERAN FORENSIK KLINIK DAN FORENSIK KLINIK

KEDOKTERAN KLINIK FORENSIK KLINIK


 Bertujuan memulihkan  Bertujuan memberikan
kesehatan pasien keterangan untuk kepentingan
peradilan
 Diagnosis berorientasi  Diagnosis interpretasi
pemulihan kesehatan pasien kecederaan berorientasi untuk
 Hasil: pemulihan kesehatan memenuhi rumusan dalam
ketentuan hukum
pasien
 Hasil: surat keterangan ahli
Lingkup kedokteran forensik klinik

Assault Related Non - Assault Related


 Injury interpretation  Fitness for Interview
 Sexual assault  Fitness to Stand Trial
 Child Abuse  Care of Detainees
 Substance abuse  Custodial medicine
UU NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
Pasal 28
(1) Untuk kepentingan hukum, tenaga kesehatan wajib
melakukan pemeriksaan kesehatan atas permintaan
penegak hukum dengan biaya ditanggung oleh
negara.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


didasarkan pada kompetensi dan kewenangan sesuai
dengan bidang keilmuan yang dimiliki.
Pengaturan Permintaan Pemeriksaan Forensik [Ps 133 (2) KUHAP]

 Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam


ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu
disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat

 Permintaan pemeriksaan luka adalah bidang forensik klinik


 Korban masih hidup
 Peradilan memerlukan keterangan tentang korban hidup
VISUM et REPERTUM
VISUM REPERTUM

memeriksa menemukan
2/24/2018 Herkutanto 28
PSIKIATRI

KORBAN HIDUP
DELIK
SUSILA

KECEDERAAN
PERLUKAAN

29
KORBAN MENINGGAL Herkutanto 2/24/2018
3
KONSEKUENSI HUKUM SURAT KETERANGAN MEDIK
BENTUK TANGGUNGJAWAB DOKTER

 DISIPLIN PROFESI
 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
 Peringatan – Suspensi STR
 HUKUM PERDATA
 Pengacara – Ganti Rugi – Melakukan tindakan tertentu
 HUKUM PIDANA
 Polisi – Jaksa – Sanksi Pidana –KUHP Pasal 322, 267, 268
DASAR HUKUM RAHASIA KEDOKTERAN

 Pasal 322 KUHP


(1) membuka rahasia yang wajib disimpannya dikenai
pidana penjara maks 9 bulan
(2) atas pengaduan orang itu.

 PP 10 / 1966
Pengetahuan sebagaimana dalam pasal 1 wajib disimpan
sebagai rahasia oleh orang-orang dalam pasal 3, kecuali
apabila terdapat peraturan yang sederajat atau lebih tinggi
dari PP ini yang mengaturnya lain.
PP 10 TAHUN 1966
WAJIB SIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN

 Yang dimaksud dg. rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yg. diketahui oleh
org.2 dalam psl.3 selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan
kedokteran
 Pengetahuan tsb. Dlm. Psl.1 harus dirahasiakan oleh org. tsb. Dlm. Psl. 3, kecuali
bila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi dari PP ini
menentukan lain
 Yg. Diwajibkan menyimpan rhs. Yg. Dimaksud dlm. Psl 1:
 Tenaga kesehatan
 Mahasiswa kedokteran, murid yg. Bertugas dlm. Lapangan kesehatan
 Thd. Pelangaran ketentuan ini yg. Tidak dapat dikenai psl 322 & 12 KUHP,
MENKES dpt. Melakukan tindakan administratif
ANCAMAN PIDANA
dokter pembuat dan pemakai SKM palsu
Pasal 267 KUHP
(1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan
palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat
akan diancam dengan pidana paling lama empat tahun;
(2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan
seseorang kerumah sakit gila atau untuk menahannya disitu diancam
pidana penjara delapan tahun enam bulan
(3) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja
memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan
kebenaran
Seorang dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang ada atau
tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat akan diancam dengan pidana empat tahun;

 Subyek hukum haruslah dokter


 Memalsukan: tindakan sengaja, bila lalai atau tidak kompeten,
sanksi Disiplin Profesi
 tindakan sengaja: tidak dipersyaratkan ada atau tidaknya tujuan
tertentu dari tindakan memalsukan tersebut
 (1) menyatakan bahwa pada seseorang terdapat penyakit,
kelemahan atau cacat padahal sebenarnya tidak ada; atau
 (2) menyatakan bahwa pada seseorang tidak terdapat penyakit,
kelemahan atau cacat padahal sebenarnya ada
ANCAMAN PIDANA
non-dokter pembuat dan pengguna SKM palsu
Pasal 268 KUHP
(1) Barangsiapa membuat secara palsu atau memalsu surat
keterangan dokter tentang ada atau tidaknya penyakit,
kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan
penguasa umum atau penanggung (asuransi), diancam
dengan pidana penjara empat tahun
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan
maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak
benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan
tidak dipalsu
Barangsiapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau
tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa
umum atau penanggung (asuransi), diancam dengan pidana penjara empat tahun

 Subyek hukum tidak harus dokter, tetapi bisa juga dokter


 Tujuan tindakan: dipersyaratkan adanya tujuan dari tindakan
memalsukan tersebut untuk menyesatkan

 1. Pejabat umum Sebagai korban karena keliru


mengambil putusan sehingga
 2. Perusahaan Asuransi dapat merugikan pihak tertentu
UNDANG-UNDANG NO. 44 Tahun 2009
TENTANG RUMAH SAKIT

Pasal 46
Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap
semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.
Penjelasan: Cukup jelas

Justifikasi Kredensial Staf Rumah Sakit


KESIMPULAN

 Surat keterangan medis merupakan instrumen


penting dalam meneguhkan adanya hak atau
kewajiban suatu subyek hukum
 Praktisi medis harus paham akan konsekuensi hukum
atas surat keterangan medis yang diterbitkannya
40 Herkutanto 2/24/2018

Anda mungkin juga menyukai